You are on page 1of 16

Bab 6

Solusi Persamaan Non Linier

6.1. Solusi Persamaan Nonlinier Tunggal


Solusi persamaan nonlinier tunggal pada dasarnya adalah mencari akar fungsi nonlinier
tunggal, dengan ekspresi sebagai berikut:

f(x) = 0 (6-1)

contoh:

f(x) = x3 – x – 1 = 0 (6-2)

6.1.1. Metode-metode dengan Iterasi Titik Tidak Tetap

‰ Metode Bagi Dua (Bisection Method)

Persyaratan metode bagi dua:


• Fungsi f(x) kontinu dalam interval [a0,b0],
• f(a0) f(b0) ≤ 0.

Algoritma metode bagi dua:


• Step 1: tentukan interval [a0,b0] sedemikian rupa, sehingga diperoleh f(a0) f(b0) ≤ 0.
• Step 2: untuk n = 0,1,2,……, sampai terpenuhi, kerjakan:
tentukan m = (an + bn) / 2
Jika f(an) f(m) ≤ 0, tentukan an+1 = an dan bn+1 = m
Jika tidak, tentukan an+1 = m dan bn+1 = bn
ulangi untuk n yang lebih tinggi sampai f(x) = 0 dalam interval [an+1, bn+1].

‰ Metode Regula Falsi

Persyaratan metode regula falsi:


• Fungsi f(x) kontinu dalam interval [a0,b0],
• f(a0) f(b0) ≤ 0.

Algoritma metode regula falsi:


• Step 1: tentukan interval [a0,b0] sedemikian rupa, sehingga diperoleh f(a0) f(b0) ≤ 0.
• Step 2: untuk n = 0,1,2,……, sampai terpenuhi, kerjakan
hitung w = [f(bn) an – f(an) bn] / [f(bn) – f(an)]
Jika f(an) f(w) ≤ 0, tentukan an+1 = an dan bn+1 = w
Jika tidak, tentukan an+1 = w dan bn+1 = bn
ulangi untuk n yang lebih tinggi sampai f(x) = 0 dalam interval [an+1, bn+1].

VI-1
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
‰ Metode Modified Regula Falsi

Persyaratan metode modified regula falsi:


• Fungsi f(x) kontinu dalam interval [a0,b0],
• f(a0) f(b0) ≤ 0,
• Tentukan F = f(a0), G = f(b0) dan w0 = a0.

Algoritma metode modified regula falsi:


• Step 1: tentukan interval [a0,b0] sedemikian rupa, sehingga diperoleh f(a0) f(b0) ≤ 0.
• Step 2: untuk n = 0,1,2,……, sampai terpenuhi, kerjakan
hitung wn+1 = (Gan – Fbn) / (G - F)
Jika f(an) f(wn+1) ≤ 0, tentukan an+1 = an dan bn+1 = wn+1 dan G = f(wn+1)
Jika tidak, tentukan an+1 = wn+1 dan F = f(wn+1) dan bn+1 = bn
Jika f(wn) f(wn+1) > 0, tentukan G = G / 2
ulangi untuk n yang lebih tinggi sampai f(x) = 0 dalam interval [an+1, bn+1].

‰ Metode Secant

Persyaratan metode secant:


• Fungsi f(x) kontinu dalam interval [x-1,x0].

Algoritma metode secant:


• Step 1: dalam interval [x-1,x0] kerjakan
• Step 2: untuk n = 0,1,2,……, sampai terpenuhi, kerjakan
hitung xn+1 = [f(xn) xn -1 – f(xn -1)xn] / [f(xn) – f(xn-1)]
ulangi untuk n yang lebih tinggi sampai f(x) = 0 dalam interval [x-1,x0].

Untuk menghindari kemacetan perhitungan, dimana ada kemungkinan harga f(xn) = f(xn-1),
maka akan lebih baik perhitungan xn+1 menggunakan rumus berikut ini:

xn − xn − 1
xn + 1 = xn − f ( xn ) (6-3)
f ( xn ) − f ( xn − 1 )

− f ( xn )
koreksi = (6-4)
( f(x )− f(x )) / ( x − x )
n n −1 n n−1

suku [f(xn) – f(xn -1)] / [xn – xn-1] merupakan secant atau kemiringan atau gradien f(x) melalui
titik {xn -1,f(xn -1)} dan titik {xn, f(xn)}, jika f(x) bersifat kontinu dan mempunyai turunan. Jika
demikian halnya, maka akan lebih baik menggantikan [f(xn) – f(xn -1)] / [xn – xn-1] dalam
koreksi dengan turunan f'(x), sehingga akan didapatkan formula berikut ini.

f ( xn )
xn + 1 = xn − (6-5)
f ' ( xn )

Formula ini kemudian dikenal dengan formula iterasi Newton berikut ini.

VI-2
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
‰ Metode Newton

Persyaratan metode Newton:


• Fungsi f(x) kontinu dan mempunyai turunan di titik x0.

Algoritma metode Newton:


• Step 1: untuk n = 0,1,2,……, sampai terpenuhi, kerjakan
hitung xn+1 = xn – f(xn) / f’(xn)
ulangi untuk n yang lebih tinggi sampai f(x) = 0.

Metode Newton merupakan kasus khusus dalam metode iterasi titik tetap (fixed point
iteration) yang akan dibahas selanjutnya. Metode iterasi titik tetap secara umum mempunyai
bentuk sebagai berikut:

f(x)
g( x ) = x − (6-6)
f'( x)
dengan demikian formula Newton dari segi metode iterasi titik tetap akan berbentuk:

x n + 1 = g( x n ) (6-7)

Ilustrasi 1: solusi persamaan nonlinier dengan menggunakan metode iterasi:

Diberikan fungsi f(x) = x – 0.2 sin x – 0.5 yang mempunyai akar eksak di antara x0 = 0.5 dan
x1 = 1.0, karena f(0.5) f(1.0) < 0, dan f(x) mempunyai turunan dalam interval [0.5,1].

Tabel 6.1: Hasil Iterasi Berdasar Beberapa Algoritma untuk


Solusi Persamaan f(x) = x – 0.2 sin x – 0.5
(Sumber: Conte & de Boor, 1981)

Bagi Dua Modified Regula Falsi Secant Newton


n xn εn xn εn xn xn
-1 1.
0 0.75 3 . 10-1 0.75000000 3 . 10-1 0.50000000 0.50000000
1 0.625 2 . 10-1 0.80606124 2 . 10-1 0.61212248 0.61629718
2 0.5625 6 . 10-2 0.61534080 3 . 10-3 0.61549349 0.61546820
3 0.59375 3 . 10-2 0.61701328 2 . 10-3 0.61546816 0.61546816
4 0.609375 2 . 10-2 0.61701363 2 . 10-3
5 0.6171875 8 . 10-3 0.61546816 0
6 0.61328125 4 . 10-3
… ……… ……
10 0.61547852 4 . 10-4
… ……… ……
19 0.61546850 5 . 10-7

VI-3
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
6.1.2. Metode-metode dengan Iterasi Titik Tetap

Dari persamaan (6-1) didapatkan persamaan berikut:

x = g(x) (6-8)

sehingga sembarang solusi persamaan (6-8), yaitu sembarang titik tetap (fixed point) dari
g(x) merupakan solusi dari persamaan (6-1). Berikut ini akan diberikan beberapa metode
iterasi titik tetap.

‰ Metode Iterasi Titik Tetap

Persyaratan metode iterasi titik tetap agar diperoleh hasil yang optimal:
• Untuk titik awal x0, dapat dihitung secara suksesiv titik x1, x2, ……
• Urutan x1, x2, …… akan konvergen pada titik ξ,
• Limit ξ merupakan sebuah titik tetap dari g(x), yaitu ξ = g(ξ) yang merupakan akar fungsi
g(x).

Algoritma metode iterasi titik tetap:


• Step 1: untuk n = 0,1,2,……, sampai terpenuhi, kerjakan
hitung xn+1 = g(xn)
ulangi untuk n yang lebih tinggi sampai konvergen di ξ

‰ Metode Iterasi Steffensen

Formula yang digunakan dalam metode iterasi Steffensen adalah:

∆x0 = x1 - x0 dan ∆x1 = x2 - x1 (6-9)

∆x0 x1 − x0
r= =
∆x1 x2 − x1 (6-10)

Algoritma metode iterasi titik tetap Steffensen:


• Step 1: untuk fungsi iterasi g(x) kerjakan langkah berikut
• Step 2: untuk n = 0,1,2,……, sampai terpenuhi, kerjakan
tentukan xo = xn
hitung x1 = g(xo), x2 = g(x1)
hitung ∆xo dan ∆x1 berdasar persamaan (6-9)
hitung r berdasar persamaan (6-10)
hitung xn + 1 = x2 + ∆x1 / ( r – 1)
ulangi untuk n yang lebih tinggi sampai diperoleh hasil yang konvergen

VI-4
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
6.1.3. Akar Riel Polinomial

Polinomial orde n dinyatakan sebagai berikut:

p(x) = ao + a1x + a2x2 + . . . + anxn an ≠ 0 (6-11)

Algoritma metode untuk menghitung akar riel polinomial:


• Step 1: untuk koefisien polinomial pada persamaan (6-11), yaitu ao, . . . , an sebanyak
n+1 dan titik awal xo
• Step 2: untuk m = 0,1,2,……, sampai terpenuhi, kerjakan
z = xm
a 'n = a n
a"n = a'n
• Step 21: untuk k = n-1, ……1 kerjakan
a'k = a k + za'k +1
a"k = a'k + za"k +1
ulangi step 21 sampai k = 1
a'o = ao + za1'
x m +1 = x m − a'o / a"1
ulangi untuk m yang lebih tinggi

Ilustrasi 2: contoh soal akar riel polinomial:

Hitung akar polinomial p(x) = x3 + x – 3 = 0. Polinomial ini mempunyai sebuah akar riel dan
dua buah akar kompleks. Karena p(1) = -1 dan p(2) = 7, maka akar riel harus terletak dalam
interval antara x = 1 dan x = 2. Kita pilih x0 = 1.1 dan perhitungan dilakukan berikut ini.

Tabel 6.2: Perhitungan Contoh Akar Riel Polinomial

xo = 1.1 x1 = 1.1 – (- 0.569) / 4.63 = 1.22289


' " ' "
k ak ak ak ak ak
3 1 1 1 1 1
2 0 1.1 2.2 1.22289 2.44578
1 1 2.21 4.63 2.49546 5.48638
0 -3 -0.569 0.05167
X2 = 1.22289 – (0.05167) / 5.48638 = 1.22289 X3 = 1.221347 – (0.00031) / 5.41753 = 1.21341

k ak a k' a k" a k' a k"


3 1 1 1 1 1
2 0 1.21347 2.42694 1.21341 2.42682
1 1 2.47251 5.41753 2.47236 5.41709
0 -3 0.00031 -0.00001

VI-5
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
Dari tabel di atas diperoleh hasil yang cukup akurat untuk perhitungan yang dilakukan hanya
dengan menggunakan kalkulator saku. Akar riel polinomial di atas adalah x3 = 1.21341.
Untuk mencari dua buah akar kompleks lainnya, maka harus dipergunakan metode Müller.
Untuk sementara akar kompleks dapat diperoleh dengan rumus kuadrat persamaan
polinomial sebagai berikut.

x 2 + a'2 x + a1' = x 2 + 1.21341 x + 2.47236 = 0 (6-11)

dari persamaan ini diperoleh:

x=
(
− a '2 ± a '22 − 4 a 1' )1/ 2

2 (6-12)
− 1.21341 ± 2.90122 i
= = 0.60671 ± 1.45061 i
2

6.1.4. Akar Riel dan Imajiner Polinomial

‰ Metode Müller

Metode ini tidak hanya dapat digunakan untuk mencari akar kompleks saja, tetapi juga akar
riel. Metode Müller menggunakan teknik iterasi dan konvergen secara kuadratis di sekitar
akar yang dicari. Metode ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode secant.

Dalam metode secant kita menggunakan xi, xi – 1 untuk mendekati akar f(x) = 0. Pendekatan
berikutnya, yaitu xi + 1 yang merupakan akar linier polinomial p(x) dan akan melalui dua titik,
yaitu: titik {xi , f(xi)} dan {xi – 1, f(xi – 1)}. Pendekatan selanjutnya, yaitu, xi + 1, merupakan akar
parabola (kuadratis) yang melalui tiga titik, yaitu {xi , f(xi)}, {xi – 1, f(x i – 1)}, dan {xi – 2, f(xi – 2)}.

Fungsi polinomial dinyatakan sebagai berikut :


p( x ) = f ( x i ) + f [x i , x i −1 ] ( x − x i ) + f [x i , x i −1 , x i − 2 ] ( x − x i )( x − x i −1 ) (6-13)

merupakan parabola yang identik dengan fungsi f(x) di tiga titik berikut: xi, xi – 1, xi – 2, karena:

( x − xi )( x − xi − 1 ) = ( x − xi )2 + ( x − xi )( xi − xi − 1 ) (6-14)

Persamaan (6-13) dapat juga ditulis sebagai berikut:

p( x ) = f ( xi ) + ( x − xi )ci + f [xi , xi − 1 , xi − 2 ] ( x − xi )2 (6-15)


dengan

ci = f [xi − xi − 1 ] + f [xi , xi − 1 , xi − 2 ] ( xi − xi − 1 ) (6-16)

Dengan demikian setiap α yang merupakan akar α parabola p(x) memenuhi persamaan
berikut:

VI-6
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
− 2 f ( xi )
α − xi =
{ }
(6-17)
− 4 f ( xi ) f [xi , xi − 1 , xi − 2 ]
1/ 2
ci ± ci2

Kita pilih tanda sedemikian rupa, sehingga penyebut mempunyai nilai yang terbesar. Jika
suku disebelah kanan tanda sama pada persamaan di atas diberi label hi + 1, maka
pendekatan akar dapat dinyatakan sebagai:

x i + 1 = x i + hi + 1 (6-18)

Algoritma metode Muller:


• Step 1: Tentukan xo, x1, x2 adalah tiga titik untuk pendekatan akar ξ dari f(x).
Hitung f(x0), f(x1), f(x2).
• Step 2: Hitung
h2 := x 2 − x1 ,h1 := x1 − x0
f [x 2 , x 1 ] = ( f ( x 2 ) − f ( x 1 ) ) / h 2
f [x1 , x0 ] = ( f ( x1 − f ( x0 )) / h1
• Step 3: Tentukan i = 2
• Step 4: Hitung
f [xi , xi −1 , xi −2 ] = ( f [xi , xi −1 ] − f [xi −1 , xi − 2 ] ) / (hi + hi −1 )
ci = f [xi , xi −1 ] + hi f [xi , xi −1 , xi − 2 ]

• Step 5: Hitung hi +1 = −2 f ( xi ) / ⎛⎜ ci ± ci2 − 4 f ( xi ) f [xi , xi −1 , xi − 2 ] ⎞⎟


⎝ ⎠
pilih tanda sedemikian rupa, sehingga penyebut berharga yang terbesar.
• Step 6: Tentukan xi + 1 = xi + hi + 1
• Step 7: Hitung f ( xi + 1 ) dan f [xi + 1 , xi ] = ( f ( xi + 1 ) − f ( xi )) / hi + 1
• Step 8: Tentukan i = i + 1
• Step 9: ulangi step 4 s.d. 7 sampai kriteria berikut terpenuhi untuk nilai ε1, ε2 yang
sudah ditentukan:
( a ) : xi − xi − 1 < ε 1 xi
(b): f ( xi ) < ε 2
atau jika iterasi maksimum telah tercapai.

Ilustrasi 3: contoh soal akar riel dan imajiner polinomial:

Dengan menggunakan akar riel polinomial, akar polinomial p(x) = x3 + x – 3 = 0 adalah:

Tabel 6.3: Perhitungan Contoh Akar Riel dan Imajiner Polinomial

x f(x)
Bagian Riel Bagian Imajiner Bagian Riel Bagian Imajiner
1.2134117E+00 0.0 -4.2632564E-14 0.0
-6.0670583E-01 1.4506122E+00 2.8421709E-14 4.2632564E-14
-6.0670583E-01 -1.4506122E+00 2.8421709E-14 -2.629008E-13

VI-7
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
6.2. Solusi (Sistem) Persamaan Nonlinier Majemuk

Fungsi dengan variabel majemuk dapat dituliskan dalam bentuk fungsi skalar berikut:

_
f ( x 1 , x 2 , ..... x n ) atau f ( x ) (6-19)

_ _
x adalah vektor variabel majemuk. Turunan parsial f ( x ) terhadap variabel xi adalah

_
∂f ( x ) lim f (x1 + ∆ x 1 , .. , x i + ∆ x i , .. x n + ∆ x n ) − f (x 1 , .. , x i , .. x n )
= (6-20)
∂x i ∆ x →0
i ∆ xi

Turunan parsial dengan orde lebih tinggi dapat dikerjakan dengan cara yang sama. Untuk
turunan parsial dengan orde lebih tinggi berlaku:

_ _
∂2 f ( x ) ∂2 f ( x )
= (6-21)
∂x ∂y ∂y ∂x

_ _
Gradien f ( x ) atau Grad f ( x ) dinyatakan sbb :

⎡ _ ⎤
⎢ ∂f ( x ) / ∂x1 ⎥
⎢ _ ⎥
⎢ ∂f ( x ) / ∂x 2 ⎥
_ _
Grad f ( x ) = ∇ f ( x ) = ⎢ ⎥
.
atau
⎢ . ⎥
⎢ ⎥
⎢ . ⎥
⎢ _ ⎥
⎢⎣∂f ( x ) / ∂x n ⎥⎦

⎡ _ _ _ ⎤
= ⎢ ∂f ( x ) / ∂x1 , ∂f ( x ) / ∂x 2 , ..... ∂f ( x ) / ∂x n ⎥ (6-22)
⎣ ⎦

_ _
Jika u (u1 , u 2 , ...... un ) adalah vektor konstan dan x ( x1 , x 2 , ..... xn ) adalah vektor variabel
majemuk, maka :

⎡ ∂ (u1 x1 ) / ∂x1 ⎤ ⎡ u1 ⎤
⎢∂ (u x ) / ∂x ⎥ ⎢u ⎥
_ _ _ _
⎢ 2 2 2⎥ ⎢ 2⎥ _
Grad ( u . x ) = ∇ ( u . x ) = ⎢ ⎥ = ⎢ .⎥ = u
.
(6-23)
⎢ . ⎥ ⎢ .⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ . ⎥ ⎢ .⎥
⎢⎣∂ (un xn ) / ∂xn ⎥⎦ ⎢⎣u n ⎥⎦

VI-8
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
_ _
Variasi f ( x ) atau df ( x ) sepanjang perpindahan arah x dapat dinyatakan sebagai berikut:

n
∂f
∑ ∂x
_ _ _ _ _
df ( x ) = . dxi = grad f ( x ) . d x = ∇ f ( x ) . d x (6-24)
i =1 i

_ _
d x adalah vektor dengan elemen dx1, dx2, ……dxn atau d x ( dx1 , dx 2 , ..... dx n ) . Dengan
_
demikian variasi df ( x ) adalah perkalian skalar antara vektor gradien dan vektor
_ _ _
perpindahan. Jika df ( x ) = 0 , berarti ∇ f ( x ) ⊥ d x , hal ini dapat diartikan bahwa gradien
_ _ _ _
∇ f ( x ) tegak lurus garis kontur atau isoline f ( x ) . Jika df ( x ) < 0 , maka f ( x ) berkurang
_ _
dalam arah x dan jika df ( x ) > 0 , maka f ( x ) mengalami kenaikan dalam arah x. Divergensi
_
vektor v (v1 , v 2 , ..... vn ) dinyatakan sebagai berikut:

n
∂vi
∑ ∂x
_ _
div v = ∇ .v = (6-25)
i =1 i

Deret Taylor dari fungsi f(x, y) di sekitar titik (xo, yo) dinyatakan sebagai berikut:

⎛ ∂f ⎞ ⎛ ∂f ⎞
f ( x, y ) = f ( x o , y o ) + ( x − x o ) ⎜ ⎟ + ( y − y o ) ⎜⎜ ⎟⎟ +
⎝ ∂x ⎠ xo , yo ⎝ ∂y ⎠ xo , yo
(x − x o ) 2 ⎛ ∂2 f



(y − yo ) 2 ⎛ ∂2 f



+ +
2! ⎜ ∂x 2 ⎟ 2! ⎜ ∂y 2 ⎟
⎝ ⎠x ,y
o o
⎝ ⎠x ,y
o o

2
( x − xo ) ( y − y o ) ⎛ ∂2 f ⎞
⎜ ⎟ + orde yang lebih tinggi (6-26)
2! ⎜ ∂x ∂y ⎟
⎝ ⎠ xo , y o

jika ∆x adalah vektor dengan elemen (x – xo) dan (y – yo) sebagai berikut:

⎡ ( x − x )⎤
∆x = ⎢ o
⎥ (6-27)
⎣( y − yo )⎦

maka deret Taylor diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:

f ( x , y ) = f ( xo , yo ) + ∆x grad f +
T T
1
2
∆x H ∆x + orde yang lebih tinggi (6-28)

dengan H adalah matrik kurvatur Hessian yang didefinisikan sebagai berikut:

VI-9
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
⎡ ∂ 2 f (x , y ) ∂ 2 f (x , y )⎤
⎢ ⎥
∂x 2 ∂x ∂y ⎥
H = ⎢ 2 (6-29)
⎢ ∂ f (x , y ) ∂ 2 f (x , y )⎥
⎢ ∂x ∂y ⎥
⎣ ∂y 2 ⎦

Sebuah titik extrem merupakan titik minimum, jika fluktuasi koordinat di sekitar titik ini
menyebabkan fungsi mengalami kenaikan, begitu sebaliknya untuk titik maksimum.
Fluktuasi ∆f dari f(x, y) di sekitar extremum dengan koordinat (x*, y*) adalah

∆ f ≈ f ( x , y ) − f ( x*, y * ) =
T
1
2
∆x H ∆x (6-30)

6.2.1. Solusi Sistem Persamaan Nonlinier dengan Metode Newton-Raphson

Metode Newton-Raphson dapat dikembangkan untuk mencari akar sistem persamaan non
linier yang dinyatakan sbb :

_
f i ( x1 , x 2 , ..... x n ) = f i ( x ) = 0 (6-31)

_
x ( x1 , x 2 , ..... x n ) adalah vektor yang elemen-elemennya adalah akar sistem persamaan non
linier.
Algoritma metode Newton-Raphson:

• Step 1: untuk i = 1,2 …… n, kerjakan pendekatan awal dengan:

x
(0 )
(x (0 )
1 , )
x 2( 0 ) ..... x n( 0 ) atau x
(0 )
[
= x1( 0 ) , x 2( 0 ) ..... x n( 0 ) ] T

• Step 2: kembangkan pada fungsi orde pertama dan buat hasilnya sama dengan nol,
seperti berikut :
∆x ( 1 ) = xi( 1 ) − xi( 0 ) untuk i = 1,2, …… n

[ ] [ ]
f i x1( 1 ) , x 2( 1 ) , ..... x n( 1 ) = f i x1( 0 ) , x 2( 0 ) , ..... x n( 0 ) +
[ ]
(6-32)
∇f i x1( 0 ) , x 2( 0 ) , ..... x n( 0 ) . ∆ x ( 1 ) = 0

atau dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut:

VI-10
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
⎡ ⎡_ (0 ) ⎤⎤
⎢ f1 ⎢x ⎥ ⎥ ⎡ ∂f 1 ∂f 1 ⎤ ⎡ x( 1 ) − x 1 ⎤ ⎡0 ⎤
(0 )
⎢ ⎢⎣ ⎥⎦ ⎥ ⎢ ∂x
⎢ ⎥ ⎢ ∂x n ⎥⎥ ⎢ 1( 1 ) (0 ) ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎡ _ ⎤⎥( 0 )
1
......... ∂f 2 ⎥ ⎢ x2 − x 2 ⎥ ⎢. ⎥
⎢x ⎥⎥ ⎢ ∂f 2 ⎢ . ⎥ ⎢. ⎥
⎢ f2 ⎢ ∂x
⎢ ⎢⎣ ⎥⎦ ⎥
......... ∂x n ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ 1
⎥ ⎢ . ⎥ = ⎢. ⎥
⎢ ⎥ + ⎢ . . ⎥ x (6-33)

.
⎥ ⎢ . ⎥ ⎢. ⎥
⎢ . . ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ . ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ . ⎥ ⎢. ⎥
⎢ . . ⎥

.
⎥ ⎢ ∂f n ∂f n ⎥
⎢ (1) − x ( 0 ) ⎥ ⎢. ⎥
⎢ ⎡ _ ( 0 ) ⎤⎥ ⎢ xn n ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ∂x n ⎥⎦ x = ⎣⎢ ⎦⎥ ⎣⎢0 ⎦⎥
⎢ fn ⎢x ⎥⎥ ⎣ ∂x 1 x (0 )

⎢⎣ ⎥⎦ ⎥
⎣⎢ ⎦

⎡_(0 )⎤ _(0 ) ⎡_(0 )⎤


f i ⎢ x ⎥ adalah vektor dari fi dihitung pada x , sedangkan D ⎢ x ⎥ adalah matrik
⎢⎣ ⎥⎦ ⎢⎣ ⎥⎦
turunan, maka persamaan diatas dapat ditulis menjadi :

⎡_(0 )⎤
f ⎢x ⎥
⎢ ⎥⎦
= − ⎣
( 1)
∆x (6-34)
⎡_(0 )⎤
D ⎢x ⎥
⎢⎣ ⎥⎦

Iterasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Rumus diatas merupakan pengembangan


metode Newton-Raphson untuk solusi persamaan nonlinier tunggal. Persamaan (6-34)
identik dengan persamaan (6-5) atau (6-6). Jika persamaan (6-34) ditulis berdasar
persamaan (6-5), maka akan menjadi sebagai berikut:

⎡_ ⎤ ⎧_ ⎫
f ⎢x n ⎥ f ⎨x n ⎬
[x n+1 ] = [x n ] − ⎣ _ ⎦ atau {x n+1 } = {x n } − ⎩ _ ⎭ (6-35)
⎡ ⎤ ⎧ ⎫
D ⎢x n ⎥ D⎨ x n ⎬
⎣ ⎦ ⎩ ⎭

VI-11
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
6.3. Contoh Kasus Solusi Persamaan Nonlinier Tunggal -
Penentuan Titik Potong antara Fungsi Topografi dan Highwall
Contoh kasus yang diberikan pada Bab 3 dirujuk kembali untuk memberi gambaran tentang
solusi persamaan linier tunggal.

Permasalahan:
Suatu tambang batubara terbuka (pit) direncanakan dengan besaran-besaran berikut:
- Persamaan garis topografi: H(x) = -3(10-09) x3 + 2(10-05) x2 - 0.0591x + 362.06, dengan x
(m) dan H(x) adalah posisi dari titik referensi dan ketinggian dari permukaan laut (m).
- Kemiringan (dip) batubara dan highwall masing-masing adalah 6o dan 60o.
- Koordinat titik A dan B adalah (10,361) dan (1510,100)
Dalam Bab 3 titik koordinat titik C telah diberikan. Sebenarnya penentuan titik C didasarkan
pada solusi persamaan linier yang pada kesempatan ini akan dibuktikan mempunyai
koordinat (1629,306). Dengan data-data di atas diminta menentukan koordinat titik C.

Permukaan topografi
A C

Batuan Penutup
Highwall

Lapisan Batubara
60o

B 6o
1500 m

Permukaan Laut

Gambar 6.1: Penampang Rencana Tambang Batubara Terbuka

Formulasi masalah:
Titik C merupakan perpotongan fungsi topografi dan fungsi highwall. Ekspresi fungsi
topografi telah diberikan (H(x)). Fungsi highwall (F(x)) dapat ditentukan berdasar data
koordinat titik B dan kemiringan highwall. Perpotongan kedua fungsi akan mempunyai harga
absis (x ) dan ordinat (f(x)) yang sama di titik C. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mencari
solusi persamaan nonlinier tunggal. Fungsi topografi (H(x)) dan fungsi highwall (F(x))
dinyatakan sebagai berikut:

H(x) = -3(10-09) x3 + 2(10-05) x2 - 0.0591x + 362.06 (6-36)


F(x) = 1.732 x – 2515.397 (6-37)

VI-12
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
Jawaban:

H(x) = F(x)
-3(10-09) x3 + 2(10-05) x2 - 0.0591x + 362.06 = 1.732 x – 2515.397
-3(10-09) x3 + 2(10-05) x2 - 1.791x + 2877.457 = 0

G(x) = -3(10-09) x3 + 2(10-05) x2 - 1.791x + 2877.457 = 0


G(x) = -1.675(10-09) x3 + 1.117(10-05) x2 - x + 1606.62 = 0 (6-38)

Solusi persamaan linier tinggal, yaitu persamaan (6-38) dilakukan dengan cara iterasi titik
tetap yang diberikan pada tabel berikut ini.

Tabel 6.4: Perhitungan Koordinat Titik C pad Gambar 6.1

Iterasi Xi Xi+1 H(x) F(x) Error


0 1500
1 1500.0000000 1626.0993750 305.94231859 301.00711750 0.016131148
2 1628.9536560 1629.0194429 305.89022990 306.06467513 -0.000570287
3 1629.0209597 1629.0209947 305.89020225 306.06736291 -0.000579164
4 1629.0209955 1629.0209955 305.89020223 306.06736434 -0.000579169
5 1629.0209955 1629.0209955 305.89020223 306.06736434 -0.000579169
6 1629.0209955 1629.0209955 305.89020223 306.06736434 -0.000579169

Dari Tabel 6.4 didapatkan bahwa, absis atau x titik C sebesar 1629 dan ordinat atau f(x)
sebesar 306, sehingga korrdinat titik C adalah (1629,306).

VI-13
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
6.4. Contoh Kasus Solusi (Sistem) Persamaan Nonlinier Majemuk -
Fasa Padat dan Cair dari Albit dan Anortit pada Kesetimbangan
Permasalahan:
Pada temperatur tinggi diasumsikan bahwa, sistem biner albit-anortit (Ab-An) bersifat ideal.
Data temperatur (T) dan entalpi (∆H) pada kondisi leleh masing-masing komponen adalah:

T fab = 1373 K ∆H ab
f = 64.3 Kj / mol
(6-39)
T fan = 1830 K ∆H an
f = 133.0 Kj / mol

Diminta menghitung fraksi padat dan cair masing-masing unsur pada suhu T = 1600 K, jika
diasumsikan bahwa ∆Hf konstan.

Jawaban:
Jika variabel X digunakan untuk menyatakan fraksi mol, maka kesetimbangan akan dicapai
jika potensi kimia µ (ln X) masing-masing elemen berjumlah sama dan seimbang dalam
masing-masing fasa.

µ liq
ab
( 0 ) + RT ln X liq
ab
= µ sol
ab
( 0 ) + RT ln X sol
ab

(6-40)
µ liq
an
( 0 ) + RT ln X liq
an
= µ sol
an
( 0 ) + RT ln X sol
an

µ (0) dan R masing-masing adalah energi Gibbs standar dan konstanta gas pada suhu dan
tekanan yang sama. Kondisi akhir yang harus dipenuhi adalah:

ab
X liq + X liq
an
=1
(6-41)
ab
X sol + X sol
an
=1

Kondisi kesetimbangan dapat diekspresikan dalam bentuk dua persamaan dengan variabel
an an
bebas X liq dan X sol sebagai berikut:

( an
f 1 X liq an
, X sol ab
)
= µ liq ( 0 ) − µ sol
ab
[ (
( 0 ) + RT 1n 1 − X liq
an
− 1n 1 − X sol
an
)
=0 ( )]
(X )= µ ( 0 ) + RT [1n X ]= 0
(6-42)
liq ( 0 ) − µ sol − 1n X sol
an an an an an an
f2 liq , X sol liq

Jika ∆Hf diasumsikan konstan, maka ∆Gf (energi Gibbs leleh) dapat diekspresikan sebagai
berikut:

⎛ ⎞
∆G f = ∆H f ⎜⎜ 1 − T ⎟⎟ (6-43)
Tf⎝ ⎠

VI-14
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
Berdasar persamaan (6-39), T = 1600 K serta persamaan (6-43), maka akan diperoleh:

∆G ab
f = 64.3 x ( 1 − 1600 / 1373 ) = −10.6 Kj / mol
(6-44)
∆G an
f = 133.0 x ( 1 − 1600 / 1830 ) = 16.7 Kj / mol

Energi Gibbs standar untuk anortit dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

∆G an
f = µ liq ( 0 ) + RT ln X liq = µ sol ( 0 ) + RT ln X sol
an an an an
(6-45)

an an
Vektor [x] terdiri dari dua elemen, yaitu elemen variabel X liq dan X sol . Jika didefinisikan

[
an
bahwa, [x] = X liq an
, X sol ]
T
[ an
dan [f] = f 1 ( X liq an
, X sol an
), f 2 ( X liq ]T an
, X sol ) , maka matriks turunan
parsial D(x) mempunyai bentuk sebagai berikut:

⎡ ∂f 1 ∂f 1 ⎤ ⎡ RT RT ⎤
⎢ an ⎥ ⎢ −
an ⎥
⎢ ∂X liq ⎥ ⎢ 1 − X liq
an
∂X sol
an
1 − X sol ⎥
D( x ) = ⎢ ⎥=⎢ ⎥ (6-46)
⎢ ∂f 2 ∂f 2 ⎥ ⎢ RT RT ⎥
⎢ an an ⎥ ⎢ − an ⎥
⎢⎣ ∂X liq ∂X sol an
⎥⎦ ⎢⎣ X liq X sol ⎥⎦

Pada T = 1600 oC harga RT = 13302.8, dengan pendekatan awal atau inisialisasi untuk
vektor [x(0)] = [0.6, 0.3], selanjutnya perhitungan iteratif diberikan dalam Tabel 6.5. Hasil
akhir dicapai pada [x(6)], yaitu [x(6)] = [0.17962, 0.63106]. Kolom terakhir Tabel 6.5
menunjukkan ukuran atau tingkat konvergensi perhitungan iteratif. Harga fraksi mol untuk
albit kemudian dapat ditentukan berdasar persamaan (6-41), sehingga pada kondisi
kesetimbangan fraksi mol masing-masin adalah sebagai berikut:

an
X liq = 0.17962
Anortit: (6-47)
an
X sol = 0.63106

aB
X liq = 0.82038
Albit: (6-48)
aB
X sol = 0.36894

VI-15
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS
Tabel 6.5: Solusi Persamaan (6-42) Iteratif dengan Metode Newton-Raphson
(Sumber: Albarede, 1995)

n [f(n)] [D(n)] [∆x] = - [D]-1[f] [x(n+1)] = [x(n)] + [∆x] s = [f]T[f]


(Error)

(Vektor) (Matrik) (Vektor) (Vektor) (skalar)


0 0.6
0.3
1 - 18075 - 33257 19004 0.29297 0.30703 9.99 x 108
25937 22171 - 44343 - 0.43843 0.73843
2 2329.8 - 19197 50857 0.16061 0.14642 3.08 x 107
5041.5 43328 - 18015 0.10644 0.63199
3 561.32 - 15585 36148 - 0.02949 0.17591 7.81 x 106
- 2738.5 90857 - 21049 0.00281 0.62917
4 - 7.7393 - 16142 35874 - 0.00367 0.17958 5.68 x 104
- 238.17 75625 - 21143 - 0.00187 0.63104
5 0.0369 - 16215 36055 - 0.00004 0.17962 7.84 x 100
- 2.7995 74079 - 21081 - 0.000 02 0.63106
6 - 1.88 x 10-6 - 16216 36057 5.8 x 10-9 0.17962 1.41 x 10-7
-3.76 x 10-4 74061 - 21080 2.7 x 10-9 0.63106

VI-1
Catatan Kuliah – Dr.Ir. Lilik Eko Widodo, MS

You might also like