You are on page 1of 5

c  


      

    

Bom Bali terjadi pada malam hari tanggal    di kota kecamatan Kuta di pulau Bali, Indonesia,
mengorbankan 202 orang dan mencederakan 209 yang lain, kebanyakan merupakan wisatawan asing. Peristiwa ini
sering dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.

Beberapa orang Indonesia telah dijatuhi hukuman mati karena peranan mereka dalam pengeboman tersebut. Abu Bakar
Baashir, yang diduga sebagai salah satu yang terlibat dalam memimpin pengeboman ini, dinyatakan tidak bersalah pada
Maret 2005 atas konspirasi serangan bom ini, dan hanya divonis atas pelanggaran keimigrasian.

    

Pengeboman Bali 2005 adalah sebuah seri pengeboman yang terjadi di Bali pada 1 Oktober 2005. Terjadi tiga
pengeboman, satu di Kuta dan dua di Jimbaran dengan sedikitnya 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka.

Pada acara konferensi pers, presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan telah mendapat peringatan mulai
bulan Juli 2005 akan adanya serangan terorisme di Indonesia. Namun aparat mungkin menjadi lalai karena pengawasan
adanya kenaikan harga BBM, sehingga menjadi peka.

Menurut Kepala Desk Antiteror Kantor Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam),
Inspektur Jenderal (Purn.) Ansyaad Mbai, bukti awal menandakan bahwa serangan ini dilakukan oleh paling tidak tiga
pengebom bunuh diri dalam model yang mirip dengan pengeboman tahun 2002. Serpihan ransel dan badan yang hancur
berlebihan dianggap sebagai bukti pengeboman bunuh diri. Namun ada juga kemungkinan ransel-ransel tersebut
disembunyikan di dalam restoran sebelum diledakkan.

    

Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa
yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13
November 1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua
dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa
dan sebelas orang lainnya di seluruh jakarta serta menyebabkan 217 korban luka - luka.

Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan
lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba
bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di
jalan. Saat itu juga beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal seketika di jalan. Salah satunya adalah Teddy
Wardhani Kusuma, mahasiswa Institut Teknologi Indonesia yang merupakan korban meninggal pertama di hari itu.

Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan seklaligus
masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah
Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah
depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta[2]. Mulai
dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan
Semanggi dan penembakan ke dalam kampus Atma Jaya.


c    !

Marsinah (10 April 1969?±Mei 1993) adalah seorang aktivis dan buruh pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong,
Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga
hari. Mayatnya ditemukan di hutan di Dusun Jegong Kecamatan Wilangan Nganjuk, dengan tanda-tanda bekas
penyiksaan berat.

Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah, Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD
Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya), menyimpulkan,
Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.

Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama.

Kasus ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713.

. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas surat edaran No. 50/Th.
1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan
kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei
1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.

Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan
Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada
tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo.

Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah
menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.

Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan
Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.

Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan
motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah
Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar
empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam
proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala
dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah
pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".
c  ( Pejuang HAM )
Munir Said Thalib (lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965 ± meninggal di Jakarta jurusan ke Amsterdam, 7
September 2004 pada umur 38 tahun) adalah pria keturunan Arab yang juga seorang aktivis HAM Indonesia. Jabatan
terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.

Saat menjabat Koordinator Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik
pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah
Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para
anggota tim Mawar.

Jenazah Munir dimakamkan di Taman Pemakaman Umum, Kota Batu.Istri Munir, Suciwati, bersama aktivis HAM
lainnya terus menuntut pemerintah agar mengungkap kasus pembunuhan ini.


"c  !  

Nama Bakeuni alias Babe, mendadak terkenal. Setelah ditangkap polisi, lelaki berusia 50 tahun itu diduga menjadi
pelaku pembunuhan dan mutilasi anak-anak jalanan di Jakarta. Ada yang dibuang di Jakarta, sebagian ³dikubur´ di
sawah milik keluarganya di tepi Kali Gluthak Desa Mranggen, Magelang, Jawa Tengah. Babe memang berasal dari desa
itu.

Caranya, setiap korban yang dibunuh, selalu dia letakkan dalam kardus air mineral. ³Sehari-hari dia kan berdagang
rokok, dan air mineral,´ kata Rangga. Dan tanda dari Babe itu baru diketahui polisi, awal Januari silam: Sebuah kardus
air mineral ditemukan berisi potongan tubuh seorang bocah, yang belakangan diketahui bernama Ardiansyah 10 tahun.
Babe atau yang dikenal juga dengan sebutan Bungkih ditangkap dan diduga sebagai pelakunya. Dari mulut Babe,
belakangan muncul pengakuan, jumlah korban yang dibunuhnya bisa lebih 10 orang. Semuanya dimasukkan dalam
kardus air mineral.

Sebelum namanya terkenal karena kasus pembunuhan itu, nama Babe sebetulnya hanya dikenal di kalangan terbatas:
Anak-anak jalanan dan beberapa penggiat anak-anak jalanan. Di mata anak-anak itu, yang sebagian kini beranjak
dewasa, Babe adalah dewa penolong. Bukan saja dia menyediakan tempat menginap di kontrakannya di Gang Mesjid
RT 06/02, Pulogadung, Jakarta Timur tapi Babe juga melindungi anak-anak itu. dikoleksi Babe.

#  $ c!c%    $ 

Kabar mengenai peredaran video dugaan penganiayaan terhadap seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) oleh polisi
Malaysia ditanggapi menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Suparno. Menaker berjanji akan
mengusut tuntas kasus tersebut.

Erman menjamin, persoalan nasib TKI nantinya juga pasti menyangkut kesejahteraan serta perlindungannya. "Kita
sudah membentuk tim dan sudah berjalan, j     sebagai kesepakatan usulan Indonesia dengan pemerintah
Malaysia tentang hari libur, gaji standar minimum, kenaikan reguler tiap tahun, paspor bagi TKI sudah ada persetujuan,"
katanya.

Sebelumnya, beredar luas di kalangan masyarakat di Pontianak, Kalimantan Barat, sebuah rekaman video penganiayaan
terhadap TKI yang dilakukan warga Malaysia plus aparat Kepolisian Malaysia di kawasan Bintulu, Malaysia.

Dalam video tersebut terlihat jelas aksi kekerasan yang dilakukan preman Malaysia yang juga didukung oknum personel
Polisi Malaysia. Korban terkena pukulan dan tubuhnya juga diinjak. Pelaku juga ada yang membawa senjata tajam mirip
samurai. Dongkrak mobil juga menjadi salah satu alat yang digunakan pelaku untuk melakukan aksi kekerasan tersebut.
8. Penjualan Anak di Jatim

Di Jawa Timur, menurut organisasi buruh internasional, ILO terdapat sekitar empat ribu anak yang dilacurkan di
berbagai tempat. Pihak keamanan masih melacak hal ini, dan selama tiga bulan pertama tahun 2005 ini saja kepolisian
di Jawa Timur menangani 6 kasus traffiking yang melibatkan 19 orang menjadi korban. Menurut laporan pembantu
BBC Donny Maulana dari Surabaya, salah satu korban adalah Lina anak berusia 13 tahun dari Pamekasan, Madura yang
dilacurkan di Batam.

Di desa pelosok Waru Timur, Pamekasan, Madura inilah Lina kini tinggal. Ia kembali pulang setelah selama 8 bulan di
jual di jadikan Pekerja Seks Komersial sebuah lokalisasi di Batam.

Lina gadis berusia 13 tahun putus sekolah sampai kelas 3 SD ini mengenang, pergi kebatam bersama 4 teman seusianya
atas tawaran tetangganya bekerja di pabrik roti.

Tapi sesampainya di Batam hanya bohong belaka."

Kerjaan di Batam satu bulan dapat gaji 500 ratus ribu jual kue. Sampai di Batam, saya dimasukkan ke dalam tempat
perkosaanlah." tutur Lina.

  "

Pada tahun 1972 sebagai mahasiswa sarjana yang sedang menulis skripsi, saya mengumpulkan materi di Bali.
Topik skripsi saya berkaitan dengan sejarah politik Bali. Pada saat itulah untuk kali pertama saya mendengar
langsung cerita saksi mata, bahkan pelaku pembantaian politik yang terjadi pada tahun 1965. Dia bercerita
tentang orang-orang anti-kominus dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang masuk ke penjara di salah satu
kabupaten dan menembak mati puluhan tahanan politik menggunakan senapan mesin. Dia juga menyaksikan
sendiri bagaimana seorang elemen anti-komunis memotong kepala aktivis-aktivis ormas Partai Komunis
Indonesia (PKI) di desanya dengan menggunakan pedang.

Bagi siapa saja yang berusaha menyelidiki apa yang terjadi pada tahun 1965-1968, betapa pun sedikitnya, bisa
dipastikan akan menemui ratusan, bahkan ribuan cerita tentang keganasan dan kebrutalan yang dilakukan oleh
orang Indoensia terhadap bangsanya sendiri. Sekira 500 ribu orang tewas dalam tragedi itu, tapi ada juga
estimasi bahwa yang tewas di atas dua juta orang. Belum lagi ratusan ribu yang ditahan tanpa proses ± dan
sering disiksa ± pada kurun tahun 1965-1968. Paling sedikit ada 20 ribu anggota dan simpatisan PKI yang
ditahan tanpa proses sampai 1979, termasuk 15 ribu yang dibuang ke kamp konsentrasi di pulau Buru.

Proses pembantaian ini sudah sering sekarang disebut sebagai ³tragedi kemanusiaan 1965´. Tetapi pemakaian
kata tragedi adalah sebuah penyelewengan sejarah dan seharusnya segera berhenti. Tragedi diambil dari bahasa
Inggris ³tragedy´ yang berarti sebuah peristiwa sedih dan malapetaka. Memang pembantaian ini adalah
malapetaka buat Indonesia dan jelas juga sesuatu kejadian yang sedih. Tetapi sebuah tragedi terkesan seolah
sebuah kecelakaan, seolah tak ada kesengajaan di dalamnya.

Dalam kasus pembantaian 1965, pembunuhan dan teror dijalankan sepenuhnya dengan sengaja. Harus dicatat
bahwa dari 500 ribu orang lebih yang tewas, hanya tujuh di antaranya yang dikategorikan anti-komunis, yaitu
para perwira yang mati dalam aksi keblinger yang dilakukan oleh kelompok Gerakan 30 September. Dari tujuh
orang itu, tiga meninggal ditembak di rumah (juga termasuk anak perempuan Jenderal nasution) dan lainnya
memang dieksekusi sama sekali di luar proses hukum.
1 %  $ c

&  - Belum juga selesai kasus Sumiati, penganiayaan TKI di Arab Saudi kembali terjadi. Keken
Nurjanah, TKI asal Cianjur, Jawa Barat, tidak hanya dianiaya, tapi dibunuh 3 hari sebelum Hari Raya Idul Adha
oleh majikannya di Kota Abha.

Informasi tersebut disampaikan Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan lewat rilis yang diterima detikcom, Kamis
(18/11/2010).

Informasi awal soal tewasnya Keken ini disampaikan salah satu relawan Pospertki PDI Perjuangan yang berada
di kota Abha. Dalam laporannya kepada pimpinan Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan, Keken Nurjanah
dibunuh oleh majikannya dengan cara digorok lehernya. Jenazah Keken ditemukan 3 hari sebelum Hari Raya
Idul Adha di sebuah tong sampah umum.

Relawan itu juga melaporkan, sebelum dibunuh, Keken diketahui sering dianiaya hingga diperkosa. Saat ini
jenazah Keken sudah diamankan kepolisian setempat, begitu pula majikan wanita dan laki laki.

Ketua Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan Sharief Rachmat mengaku langsung menghubungi Konjen RI Jeddah
Zakaria sesaat mendengar laporan tersebut.
Dalam komunikasi keduanya, Konjen RI Jeddah membenarkan informasi tersebut dan berjanji akan
menindaklanjuti hal tersebut.

You might also like