You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang tidak
diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial,
yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Doenges, E
Marilynn, 2000 : hal 859).
Reumatoid artritis termasuk penyakit autoimun yang menyerang persendian tulang.
Sendi yang terjangkit biasanya sendi kecil seperti tangan dan kaki secara simetris (kiri dan
kanan) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan kemudian sendi
mengalami kerusakan. Kerusakan sendi sudah mulai terjadi pada 6 bulan pertama terserang
penyakit ini, dan cacat bisa terjadi setelah 2-3 tahun bila penyakit tidak diobati. Untuk
memperdalam pemahaman mengenai reumatoid oleh karena itu penulis membuat makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Rheumatoid Arthritis”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem saraf musculoskeletal?
2. Apa yang dimaksud dengan Rheumatoid arthritis (RA)?
3. Apakah etiologi dari Rheumatoid arthritis (RA)?
4. Apa saja manifestasi klinis dari Rheumatoid arthritis (RA)?
5. Bagaimana patofisiologi Rheumatoid arthritis (RA)?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Rheumatoid arthritis (RA)?
7. Bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien dengan Rheumatoid arthritis (RA)?
8. Bagaimana analisa kasus untuk Rheumatoid arthritis (RA)?
9. Bagaimana WOC atas kasus yang diberikan?
C. Tujuan
Untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai Rheumatoid arthritis (RA) dengan
mengidentifikasikan definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, serta bagaimana
rencana asuhan keperawatan yang dapat diaplikasikan oleh perawat.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL
1. Tulang
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi
alat-alat didalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolisme kalsium dan mineral, dan
organ hemopoetik (setiyohadi, 2006).
Tulang matur terdiri dari 30% materi organic (hidup) dan 70% deposit
garam. Materi oranik disebut matriks, dan terdiri atas lebih dari 90% serabut kolagen
dan kurang dari 10% proteoglikan (protein plus polisakarida). Deposit garam
terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion
magnesium. Garam menutupi matriks dan berikatan dengan serabut kolagen melalui
proteoglikan. Matriks organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensil
(resistensi terhadap tarikan yang meregangkan). Garam tulang menyebabkan tulang
memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan kompresi) (Corwin, 2009).
Sama dengan jaringan penyambung lainnya, tulang terdiri dari komponen
selular, zat dasar, dan komonen fibrosa. Fibroblast dan fibrosit diperlukan untuk
produksi kolagen. Komponen selular terdiri atas osteoblast, osteoklas, dan osteosit.
Osteoblas merupakan lapisan terluar dari tulang, yang terbentuk dari sel
osteoprogenitor. Osteosid merupakan sel tulang yang matur. Osteoklas
memungkinkan untuk resopsi tulang. Zat dasar, merupakan sejenis zat berbentuk jeli
yang terdiri dari cairan ekstraseluler dan proteoglikan, kondroitin sulfat, dan asam
hialuronik yang membantu mengatur deposisi dari garam kalsium (Copstead &
banasik, 2005).
a. Pembentukan tulang
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang ditentukan
oleh stimulasi hormonal, faktor makanan, dan banyaknya stress yang dibebankan
pada tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel pembentuk tulang, osteoblas.
Osteoblas dijumpai pada permukaan luar dan bagian dalam tulang.
Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimia untuk menghasilkan matriks

2
organik. Ketika pertama kali dibentuk, matriks organic disebut osteoid. Dalam
beberapa hari, garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan tulang mulai
mengeras. Sebagian osteoblas tetap menjadi bagian osteoid, dan disebut osteosit
atau sel tulang sejati. Ketika tulang terbentuk, osteosit di matriks membentuk
tonjolan kesetiap tulang yang lain sehingga membentuk sistem kanal mikroskopik
(kanalikuli) di tulang.
b. Penguraian tulang
Penguraian tulang (resorpsi), terjadi bersamaan dengan tumbuhnya tulang dan
juga berlangsung seumur hidup. Resorpsi tulang terjadi akibat aktivitas sel yang
disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel pagosit besar multinukleus yang berasal
dari monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas mensekresi berbagai asam dan
enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosisnya. Osteoklas juga
mensekresi berbagai sitokin yang lebih lanjut menstimulasi resorpsi. Osteoklas
biasanya hanya terdapat pada satu bagian kecil tulang pada satu waktu, dan
memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas
menghilang dan osteoblas muncul. Osteoblas mulai mengisi daerah yang kosong
tersebut dengan tulang yang baru. proses ini memungkinkan tulang tua yang
melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.
c. Remodeling
Merupakan keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas yang
menyebaban tulang terus-menerus diperbaharui atau mengalami remodeling. Pada
anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga
menyebabkan penebalan dan pemanjangan skelet. Pada masa dewasa, aktivitas
osteoblas dan aktivitas osteoklas biasanya seimbang sehingga jumlah total massa
tulang konstan. Pada usia pertengahan aktivitas osteoklas melebihi aktivitas
osteoblas dan densitas tulang mulai berkurang. Dominasi aktivitas osteoklas dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah.
Tulang diklasifikasikan sebagai tulang panjang, pendek, pipih, dan atau
tidak beraturan. Tulang panjang terdiri atas batang tebal panjang, yang disebut diafis,
dan dua ujung yang disebut epifisis. Disebelah proksimal dari setiap epifisis terdapat
metafisis. Diantara epifisis dan metafisis terdapat daerah kartilago yang tumbuh,

3
yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh
dengan cara mengakumulasi kartilago di lempeng epifisis. Kartilago digantikan oleh
osteoblas, dan tulang memanjang. Pada akhir usia remaja, kartilago habis, lempeng
epifisis berhenti berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Tulang panjang dapat
ditemukan di ekstremitas, sedang kan tulang pendek dijumpai dipergelangan kaki
dan tangan. Tulang pipih ditemukan ditengkorak dan selubung iga. Tulang tidak
beraturan mencakup vertebra, tulang wajah, dan rahang.
2. Sendi
Sendi adalah daerah tempat dua tulang menyatu (Corwin, 2009)
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-tulang
tersebut dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu sama lain
(sumariyono & wijaya, 2005).
Secara anatomic, sendi dibagi 3, yaitu sinartrosis, diartrosis, dan
amfiartrosis. Sinartrosis adalah sendi yang tidak memungkinkan tulang-tulang yang
berhubungan dapat bergerak satu sama lain. Diantara tulang yang saling
berhubungan tersebut terdapat jaringan yang dapat berupa jaringan ikat, seperti pada
tulang tengkorak, antara gigi dan rahang, antara radius dengan ulna, dll; atau jaringan
tulang rawan misalnya antara kedua os. Pubika pada orang dewasa. Diartrosis
adalah sambungan antara dua tulang atau lebih yang memungkinkan tulang-tulang
tersebut bergerak satu sama lain. Diantara tulang-tulang bersendi tersebut terdapat
rongga yang disebut kavum artikulare. Diatrosis disebut juga sendi synovial, sendi
ini tersusun atas bonggol sendi (kapsul artikulare), bursa sendi dan ikat sendi
(ligamentum). Berdasarkan bentuknya, diartrosis dibagi dalam beberapa sendi, yaitu:
sendi engsel (interfalang, humeroulnaris, talokruralis), sendi telur (radiokarpea),
sendi pelana (karpometakarpal), sendi peluru (glenohumeral) dan sendi buah pala
(coxae). Ampiartrosis merupakan sendi yang memungkinkan tulang-tulang yang
saling berhubungan dapat bergerak secara terbatas, misalnya sendi sarkoiliaka dan
sendi korpus vertebra.
Pada sendi synovial (diartrosis), tulang-tulang yang saling berhubungan
dilapisi rawan sendi. Rawan sendi merupakan jaringan avaskular dan juga tidak

4
memiliki jaringan saraf, berfungsi sebagai bantalan terhadap beban yang jatuh
kedalam sendi.

Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrisit) dan matriks rawan
sendi. Kondrosit berfungsi menyintesis dan memelihara matriks rawan sehingga
fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi terutama
terdiri dari air, proteoglikan, dan kolagen. Proteoglikan merupakan molekul yang
kompleks yang tersusun atas inti protein dan molekul glikosominoglikan.
Glikosominoglikan yang menyusun proteoglikan terdiri dari keratin sulfat,
kondroitin-6-sulfat dan kondroitin-4-sulfat. Bersama-sama dengan asam hialuronat,
proteoglikan membentuk agregat yang dapat menghisap air dari sekitarnya sehingga
mengembang sedemikian rupa dan membentuk bantalan yang baik sesuai dengan

5
fungsi rawan sendi. Rawan sendi merupakan jaringan yang avaskuler, oleh karena itu
makanan didapatkan dengan jalan difusi. Beban yang intermiten pada rawan sendi
sangat baik bagi fungsi difusi nutrien untuk rawan sendi.
Sendi dilapisi oleh suatu jaringan avaskular yang disebut membrane
synovial. Membran synovial melapisi permukaan dalam kapsul sendi, tetapi tidak
melapisi permukaan rawan sendi. Membrane ini licin dan lunak, berlipat-lipat
sehingga dapat menyesuaikan diri pada setiap gerakan sendi dan perubahan tekanan
intra-artikular. Membrane synovial tersusun atas 1-3 lapis sel-sel synovial
(sinoviosit) yang menutupi jaringan subsinovial dibawahnya, tanpa dibatasi oleh
membrane basalis. Walaupun banyak pembuluh darah dan limfe didalam jaringan
subsinovial, tetapi tidak satupun yang mencapai lapisan sinoviosit. Jaringan
pembuluh darah ini berperan dalam transfer konstituen darah ke dalam rongga sendi
dan pembentukan cairan sendi.
Sel sinoviosit terdiri dari 2 tipe sel, yaitu sinoviosit tipe A yang
mempunyai banyak persamaan dengan makrofag dan sinoviosit tipe B yang
mmepunyai banyak persamaan dengan fibroblast. Sel sinoviosit tipe A berfungsi
melepaskan debris-debris sel dan material khusus lainnya ke dalam rongga sendi. Sel
sinoviosit B berperan menyintesis dan mensekresikan hialuronat yang merupakan zat
aditif dalam cairan sendi yang berperan dalam mekanisme lubrikasi. Cairan sendi
yang normal bersifat jernih, kekuningan dan viscous, hanya beberapa ml volumenya
dalam sendi yang normal.

Table 1. karakteristik cairan sendi


6
Sifat dan cairan Normal Group I Group II Group III
sendi (non inflamasi) (inflamasi) (septic)
Volume (lutut, ml) <3,5 >3,5 >3,5 >3,5
Viskositas Sangat tinggi Tinggi Rendah Bervariasi
Warna Tidak berwarna Kekuningan Kuning Tergantung
mikroorganisme
Kejernihan Transparan Transparan Tranlusen-opak Opak
Bekuan Musim Tak mudah putus Tak mudah putus Mudah putus Mudah putus
Leukosit/mm3 200 200-2000 2000-100.000 >500.000
Sel PMN (%) <25 <25 >50 >75
Kultur MO Negatif Negatif Negatif Positif
Sumber: buku ajar ilmu penyakit dalam, fakultas kedokteran universitas kedokteran Indonesia,
hal 1086z
B. DEFINISI RHEUMATOID ARTHRITIS
Arthritis rheumatoid (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenerasi jaringan penyambung (Corwin, 2009).
Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit inflamasi kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif
Mansjour. 2001).
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.(Kapita
Selekta Kedokteran, 2001 : hal 536).
Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses
inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.
( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 ).

7
C. ETIOLOGI
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti. Biasanya
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem
reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).Ada beberapa teori yang dikemukakan
sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan
infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin
disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang
menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
D. PATOFISIOLOGI
Arthritis rheumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu
rentan setelah respon imun terhadap antigen pemicu yang tidak diketahui. Agen
pemicunya adalah bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi atau mirip

8
sendi secara antigenik. Biasanya respon antibody awal terhadap mikroorganisme
diperantarai oleh IgG. Walaupn respon ini berhasil menghancurkan mikroorganisme,
individu yang mengalami AR mulai membentuk antibody lain, biasanya oleh IgM atau
IgG, terhadap antibody IgG awal. Antibody yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri
ini disebut faktor rheumatoid (Rheumatoid factor/ RF). RF menetap di kapsul sendi
sehingga menyebabkan inflamasi kronis kerusakan jaringan (Corwin, 2009).
Antibody RF berkembang dan melawan IgG untuk membentuk kompleks imun.
IgG sebagai antibody alami tidak cukup kemudian tubuh membentuk antibody (RF) yang
melawan antibody itu sendiri (IgG) dan akibatnya terjadi transformasi IgG menjadi
antigen atau protein luar yang harus dimusnahkan. Makrofag dan limfosit menghasilkan
sebuah proses pathogenesis dari respon imun untuk antigen yang tidak spesifik. Bentuk
kompleks imun antigen-antibodi ini menyebabkan pengaktifan sistem complement dan
pembebasan enzim lisosom dari leukosit. Kedua reaksi ini menyebabkan inflamasi.
Kompleks imun yang tersimpan didalam membrane synovial atau lapisan
superficial kartilago, adalah pagositik yang terdiri atas polimorphonuklear (PMN)
leukosit, monosit, dan limfosit. Pagositik menonaktifkan kompleks imun dan
menstimulasi produksi enzim additional (radikal oksigen, asam arasidonik) yang
menyebabkan hyperemia, edema, bengkak, dan menebalkan membrane synovial (Black
& Hawks, ).
Hipertropi synovial menyebabkan aliran darah tersumbat dan lebih lanjut
manstimulasi nekrosis sel dan respon inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup
oleh jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat menyebar keseluruh
sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut.
Proses ini secara lambat akan merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat deformitas
(Corwin, 2009).
Pannus menutupi kartilago dan kemudian masuk ke tulang sub chondria. Jaringan
granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer.
Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang

9
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau
dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis
setempat.

10
Agen pemicu: bakteri,
mikoplasma, virus

Antigen melekat pada CD4+ Pembentukan antigen oleh mikroorganisme


E.

Aktivasi CD4+ Interkulin 1

Ikatan APC dan CD4 +


membentuk kompleks antigen
trimokuler
F.

CD4 + molekul intraokulin II Plorifersi CD4 +


G.

Aktivasi mediator kimia Interupsi pada Gangguan rasa nyaman: nyeri


sistem saraf

Makrofag dan limfosit B


terangsang untuk mengaktifkan
respon pagositiknya &
menghasilkan antibodi

Antibody terbentuk &


berikatan dgn antigen

Terbentuk kompleks imun

Kompleks imun berdifusi Pengendapan kompleks


pada membrane sinovia imun di membran sinovial

Aktivasi sistem komplemen Pembentukan pannus


dan pelepasan komplemen
C5a
11
pannus menumpuk
dikartilago
Menghambat proses difusi,
nutrisi dikartilago
Permebilitas vaskuler
m↑
Kartilago rusak
Polimononuklear (PMN)
tertarik
Kekakuan pada
PMN memfagosit sendi
kompleks imun

MK: kerusakan
Degranulasi sel mast mobilitas fisik
Depolimerasi
dan pembentukan hyaluronate
radikal oksigen,
prostaglandin, dll
p↓ viskositas cairan
sinovial
Proses inflamasi

Kerusakan jaringan
Hyperemia, edema, kolagen dan
dan membran proteoglikan kartilago
synovial menebal

Kerusakan pada
Bengkak pada sendi, kartilago dan sendi
perubahan kulit (kulit
memerah)
Tendon dan ligament
melemah
MK: kerusakan
integritas kulit
Mudah lelah

Prostaglandin
meningkatkan MK: intoleransi
efek histamin aktivitas

Peningkatan
metabolisme
tubuh

Suhu tubuh m↑

MK: gg.
Termoregulasi:
hipertermi

12
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala setempat
Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning stiffness) dan
gerakan terbatas, kekakuan berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat
berlanjut sampai berjam-jam dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung lama.
Lambat laun membengkak, panas merah, lemah
Poli artritis simetris sendi perifer  Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut,
pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling sering mengenai sendi kecil
tangan, kaki, pergelangan tangan, meskipun sendi yang lebih besar seringkali
terkena juga
a. Artritis erosif  sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang
kronik menyebabkan erosi pada pinggir tulang dan ini dapat dilihat pada
penyinaran sinar X
b. Deformitas  pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi sendi
metakarpofalangea, deformitas boutonniere dan leher angsa. Sendi yang lebih
besar mungkin juga terserang yang disertai penurunan kemampuan fleksi ataupun
ekstensi. Sendi mungkin mengalami ankilosis disertai kehilangan kemampuan
bergerak yang total
c. Rematoid nodul  merupakan massa subkutan yang terjadi pada 1/3
pasien dewasa, kasus ini sering menyerang bagian siku (bursa olekranon) atau
sepanjang permukaan ekstensor lengan bawah, bentuknya oval atau bulat dan
padat.
d. Kronik  Ciri khas rematoid arthritis
Tanda dan gejala sistemik dari RA merupakan lemah, demam tachikardi, berat badan
turun, anemia, anoreksia
Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
a. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang
ditandai adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat
maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.
13
b. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi
juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain tanda
dan gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk
jari swan-neck.
c. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali
adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan
terakhir ankilosis tulang
Table 2. Kriteria arthritis rheumatoid
No. Kriteria Definisi
1. Kaku pagi hari. Kekakuan pada pagi hari pada persendian
dan sekitarnya, sekurangnya selama satu
jam sebelum perbaikan maksimal.
2. Artritis pada tiga daerah persendian atau Pembengkakan jaringan lunak atau lebih
lebih. efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada
sekurang-kurangnya tiga sendi secara
bersamaan.
3. Artiritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi
pembengkakan satu persendian tangan.
4. Artritis simetris. Keterlibatan sendi yang sama.
5. Nodul rheumatoid. Nodul subkutan pada penonjolan tulang
atau permukaan ekstensor atau daerah
juksa artikular.
6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor
rheumatoid serum yang diperiksa dengan
cara yang memberikan hasil positif.
7. Perubahan gambaran radiologis. Gambaran radiologis yang khas bagi
arthritis rheumatoid pada pemeriksaan

14
sinar-X harus menunjukkan adanya erosi
atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi
pada sendi atau daerah yang berdekatan
dengan sendi.
Sumber: buku ajar ilmu penyakit dalam, 2005
H. PEMERIKSAAN
1. Anamnesis
a) Riwayat penyakit, diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif dan kronologis,
tanyakan faktor yang memperberat penyakit dan hasil pengobatan untuk
mengurangi keluhan penyakit.
b) Umur, penyakit reumatik dapat menyerang semua umur, tetapi frekuensi penyakit
terdapat pada kelompok umur tertentu, misalnya penyakit rheumatoid arthritis
lebih banyak ditemukan pada usia lanjut.
c) Jenis kelamin, penyakit rheumatoid arthritis lebih banyak diderita oleh wanita
daripada pria, dengan perbandingan 3:1
d) Nyeri sendi, nyeri merupakan keluhan utama pada pasie dengan reumatik. Pasien
sebaiknya diminta untuk menjelaskan lokasi nyeri serta penyebarannya. Pada
pasien RA, nyeri yang paling berat terjadi dipagi hari, membaik disiang hari, dan
sedikit lebih berat dimalam hari.
e) Kaku sendi, merupakan rasa reperti diikat, pasien merasa sukar untuk
menggerakkan sendinya. Keadaan ini biasanya akibat desakan cairan yang berada
disekitar jaringan yang mengalami inflamasi.
f) Bengkak sendi dan deformitas, pasien sering mengalami bengkak sendi,
perubahan warna, perubahan bentuk, dan perubahan posisi struktur ekstremitas
(dislokasi atau sublukasi).
g) Disabilitas dan handicap, disabilitas terjadi apabila suatu jaringan, organ atau
sistem tidak dapat berfungsi secara adekuat. Handicap adalah apabila disabilitas
menyebabkan aktivitas sehari-hari terganggu, termasuk aktivitas sosial.
h) Gejala siskemik, penyakit sendi inflamator baik yang disertai maupun tidak
disertai keterlibatan multisystem akan menyebabkan peningkatan reaktan fase
akut seperti peninggian LED atau CRP. Selain itu akan disertai dengan gejala

15
siskemik seperti panas, penurunan berat badan, kelelahan, lesu dan mudah
terangsang. Kadang-kadang pasien mengeluh hal yang tidak spesifik, seperti
merasa tidak enak badan. Pada orang tua disertai dengan gangguan mental.
i) Gangguan tidur dan depresi, gangguan tidur dapat disebabkan oleh adanya nyeri
kronik, terbentuknya fase reaktan, obat antiinflamasi nonsteroid.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada sistem musculoskeletal meliputi:
• Inspeksi pada saat diam
• Inspeksi pada saat gerak
• Palpasi
a) Gaya berjalan yang abnormal pada pasien RA yaitu pasien akan segera
mengangkat tungkai yang nyeri atau deformitas, sementara tungkai yang nyeri
akan lebih lama diletakkan dilantai, biasanya diikuti oleh gerakan lengan yang
asimetris, disebut gaya berjalan antalgik.
b) Sikap/fostur badan, pasien akan berusaha mengurangi tekanan artikular
pada sendi yang sakit dengan mengatur posisi sendi tersebut senyaman mungkin,
biasanya dalam posisi pleksi.
c) Deformitas, akan lebih terlihat pada saat bergerak
d) Perubahan kulit, kemerahan disertai deskuamasi pada kulit di sekitar sendi
menunjukkan adanya inflamasi pada sendi.
e) Kenaikan suhu sekitar sendi, menandakan adanya proses inflamasi di
daerah sendi tersebut
f) Bengkak sendi, bisa disebabkan oleh cairan, jaringan lunak, atau tulang.
g) Nyeri raba
h) Pergerakan, sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi
pada semua arah.
i) Krepitus, merupakan bunyi berderak yang dapat diraba sepanjang gerakan
struktur yang diserang.
j) Atropi dan penurunan kekuatan otot
k) Ketidakstabilan

16
l) Gangguan fungsi, gangguan fungsi sendi dinilai dengan observasi pada
penggunaan normal, seperti bangkit dari kursi atau kekuatan menggenggam
m) Nodul, sering ditemukan pada berbagai atropi, umumnya ditemukan pada
permukaan ekstensor (punggung tangan, siku, tumit belakang, sacrum)
n) Perubahan kuku, adanya jari tabuh, thimble pitting onycholysis atau
serpihan darah
o) Pemeriksaan sendi satu persatu, meliputi pemeriksaan rentang pergerakan
sendi, adanya bunyi krepitus dan bunyi lainnya.
p) Rheumatoid arthritis mempengaruhi berbagai organ dan sistem lainnya,
yaitu:
1) Kulit: nodul subkutan (nodul rheumatoid) terjadi pada banyak pasien
dengan RA yang nilai RF nya normal, sering lebih dari titik-titik tekanan
(misalnya, olekranon. Lesi kulit dapat bermanifestasi sebagai purpura teraba
atau ulserasi kulit.
2) Jantung: morbiditas dan mortalitas kardiovaskular yang meningkat pada
pasien dengan RA. Faktor risiko non tradisional tampaknya memainkan peran
penting. Serangan jantung , disfungsi miokard, dan efusi perikardial tanpa
gejala yang umum, dan gejala perikarditis konstriktif jarang. Miokarditis,
vaskulitis koroner, penyakit katup, dan cacat konduksi kadang-kadang
diamati.
3) Paru: RA mempengaruhi paru-paru dalam beberapa bentuk, termasuk
efusi pleura , fibrosis interstisial, nodul (Caplan sindrom), dan obliterans
bronchiolitis-pengorganisasian pneumonia.
4) GI: keterlibatan usus, seperti dengan keterlibatan ginjal, merupakan
komplikasi sekunder akibat efek obat-obatan, peradangan, dan penyakit
lainnya. Hati sering terkena pada pasien dengan sindrom Felty (yaitu
splenomegali, dan neutropenia).
5) Ginjal: Ginjal biasanya tidak terpengaruh oleh RA langsung. Umumnya
akibat pengaruh, termasuk karena obat-obat (misalnya, obat anti-
inflammatory peradangan (misalnya, amyloidosis ), dan penyakit yang terkait
(misalnya, sindrom Sjögren dengan kelainan tubulus ginjal).

17
6) Vascular: lesi vasculitik dapat terjadi di organ mana saja namun yang
paling sering ditemukan di kulit. Lesi dapat hadir sebagai purpura gamblang,
borok kulit, atau infark digital.
7) Hematologi: Sebagian besar pasien aktif memiliki penyakit anemia kronis,
termasuk anemia normokromik-normositik, trombositosis, dan eosinofilia,
meskipun yang terakhir ini jarang terjadi. Leukopenia ditemukan pada pasien
dengan sindrom Felty.
8) Neurologis: biasanya saraf jeratan, seperti pada saraf median di carpal, lesi
vasculitik, multipleks mononeuritis, dan myelopathy leher rahim dapat
menyebabkan konsekuensi serius neurologis.
9) Okular: keratoconjunctivitis sicca adalah umum pada orang dengan RA
dan sering manifestasi awal dari sindrom Sjögren sekunder. Mata mungkin
juga episkleritis , uveitis, dan scleritis nodular yang dapat menyebabkan
scleromalacia.
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Tanda peradangan, seperti LED dan CRP, berhubungan dengan aktivitas
penyakit, selain itu, nilai CRP dari waktu ke waktu berkorelasi dengan
kemajuan radiografi.
b. Jumlah sel darah lengkap (anemia, trombositopenia, leukositosis,
leucopenia.
c. Analisis cairan sinovial
1) Inflamasi cairan sinovial (WBC count> 2000/μL) hadir dengan jumlah
WBC umumnya dari 5,000-50,000 / uL.
2) Biasanya, dominasi neutrofil (60-80%) yang diamati dalam cairan sinovial
(kontras dengan dominasi sel mononuklear di sinovium).
3) Karena cacat transportasi, kadar glukosa cairan pleura, perikardial, dan
sinovial pada pasien dengan RA sering rendah dibandingkan dengan kadar
glukosa serum.
d. Parameter imunologi meliputi autoantibodies (misalnya RF, anti-RA33,
anti-PKC, antibodi antinuclear).

18
e. Rheumatoid factor Rheumatoid Faktor, RF ditemukan pada sekitar 60-
80% pasien dengan RA selama penyakit mereka, tetapi kurang dari 40%
pasien dengan RA dini.
f. Antibodi Antinuclear: Ini adalah hadir di sekitar 40% pasien dengan RA,
namun hasil tes antibodi terhadap antigen subset paling nuklir negatif.
g. Antibodi yang lebih baru (misalnya, anti-RA33, anti-PKC): Penelitian
terbaru dari antibodi anti-PKC menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas sama
atau lebih baik daripada RF, dengan peningkatan frekuensi hasil positif di
awal RA. Kehadiran kedua-anti antibodi PKC dan RF sangat spesifik untuk
RA. Selain itu, anti-PKC antibodi, seperti halnya RF, menunjukkan prognosis
yang buruk.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiografi: mungkin terjadi erosi ada pada kaki, bahkan tanpa adanya rasa
sakit dan tidak adanya erosi di tangan.
b. MRI: modalitas ini digunakan terutama pada pasien dengan kelainan
tulang belakang leher; pengenalan awal erosi berdasarkan citra MRI telah
cukup divalidasi.
c. Ultrasonografi: ini memungkinkan pengakuan efusi pada sendi yang tidak
mudah diakses (misalnya, sendi pinggul, sendi bahu pada pasien obesitas) dan
kista.
d. Scanning tulang: dapat membantu membedakan inflamasi yang
disebabkan peradangan atau hal lain pada pasien yang mengalami
pembengkakan.
e. Densitometri: Temuan berguna untuk membantu mendiagnosa perubahan
dalam kepadatan mineral tulang yang mengindikasikan osteoporosis.
5. Pemeriksaan lainnya berupa pemeriksaan HLA-DR4 yang diagnosis awal RA
6. Bersama aspirasi sinovial, Artroskopi diagnostik (histologi), dan biopsi (misalnya,
kulit, syaraf, lemak, rektum, ginjal) dapat dipertimbangkan jika vaskulitis atau
amyloidosis disarankan.

19
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan RA
Penilaian Awal
Klinis Radiolo
Pemeriksaan Laboratorium

Mulai terapi
Tujuan Terapi :

1. Menekan proses inflamasi


2. Mengurangi nyeri, mempertahan
kan (mempertahankan fungsi),
memungkinkan pasien

Terapi 1: Terapi 2 :
Farmakologis Pendekatan
(Lihat table) Multidisiplin
Ahi
menjalani hidup normal yang Bedah
:Stabilisasi
Fisioterapi &
Perawatan :
penggantia
Pendidikan
Terapi simtomatis Dukungan
local dan Saran
Olahraga

Terapi Okupasi:
Psikologi:
Pemindaian,
perlindungan dan Penilaian &
Bantuan serta dukungan
adaptasi

Follow up dan nilai ulang secara teratur

Gagal Beberapa sendi


merespon mengganggu

Mulai atau Terapi fisik,


Stabil
ubah DMARD injeksi steroid
intraokular

20
J. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid
drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada
arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan
mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah
dengan adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang
sering muncul yaitu:
Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi,
bengkok, deformitas.
Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.
Gangguan aktifitas sehari-hari berhubungan dengan terbatasnya gerakan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan pada sendi
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi,
bengkok, deformitas.
Tujuan : klien memahami perubahan-perubahan tubuhnya akibat proses penyakit
Recana/tindakan Keperawatan
o Dorong klien untuk mengungkapkan rasa takut dan cemasnya mengahdapi proses
penyakit. Kondisi ini dapat membantu untuk menyadari keadaan diri.
o Berikan support yang sesuai. Hal ini dapat membantu meningkatkan upaya
menerima dirinya.
o Dorong klien untuk mandiri. Kemandirian membantu meningkatkan harga diri.
o Memodifikasi lingkungan sesuai dengan kondisi klien

21
Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman klien terpenuhi atau klien terhindar dari rasa nyeri
Recana/tindakan Keperawatan
o Istirahatkan klien sesuai kondisi (bed rest). Hal ini dapat membantu
menurunkan stress muskuloskeletal, mengurangi tegangan otot, dan meningkatkan
relaksasi karena kelelahan dapat mendorong terjadinya nyeri.
o Pertahankan posisi fisiologis dengan benar atai body alignment yang baik.
Bantu dan ajari klien untuk menghindari gerakan eksternal rotasi pada
ekstremitas. Hindarkan menggunakan bantal dibawah lutut, tetapi letakkan bantal
diatara lutut, hindari fleksi leher.
o Bila direncanakan klien dapat menggunakan splint, atau brace. Hal ini
dapat mencegah deformitas lebih lanjut.
o Hindari gerakan yang cepat dan tiba-tiba karena dapat menimbulkan
dislokasi dan stres pada sendi-sendi
o Lakukan perawatan dengan hati-hati khususnya pada anggota-anggota
tubuh yang sakit. Karena gerakan-gerakan yang kasar akan semakin menimbulkan
nyeri
o Gunakan terapi panas misal kompres hangat pada area/bagian tubuh yang
sakit. Panas dapat meningkatkan sirkulasi, relaksai otot-otot, mengurangi
kekakuan. Kemungkinan juga dapat membvantu pengeluaran endorfin yaitu
sejenis morfin yang diproduksi oleh tubuh.
o Lakukan peawatan kulit dan masase perlahan. Hal ini membantu
meningkatkan aliran darah relaksasi otot, dan menghambat impuls-impuls nyeri
serta merangsang pengeluaran endorfin.
o Memberikan obata-obatab sesuai terapi dokter misal, analgetik, antipiretik,
anti inflamasi.
Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot dan sendi
Tujuan : Klien terhindar dari cedera
Recana/tindakan Keperawatan
o Gunakan sepatu yang menyokong, hindarkan lantai yang licin, menggunakan
pegangan dikamar mandi.
22
o Lakukan latihan ROM (bila memungkinkan). Untuk meningkatkan mobilitas dan
kekuatan otot, mencegah deformitas, memperthankan fungsi semaksimal mungkin
o Monitor atau observasi efek penggunaan obat-obatan misal ada perdarahan pada
lambung, hematemesis.
Gangguan aktifitas sehari-hari (defisit self care) berhubungan dengan terbatasnya
gerakan.
Tujuan : Klien akan mandiri sesuai kemampuan dalam memenuhi aktifitas sehari-
hari
Recana/tindakan Keperawatan
o Ajarkan aktifitas sehari-hari agar klien mulai terkondisi untuk melakukan
aktivitas sesuai dengan kemampuanyya dan bertahap.
o Bantu klien untuk makan, berpakaian, dan kebutuhan lain selam memang
diperlukan.
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan sendi
Tujuan : Mobilitas persendian klien dapat meningkat
Recana/tindakan Keperawatan
o Bantu klien untuk melakukan ROM aktif maupun pasif. Untuk
memelihara fungsi sendi dan kekuatan otot meningkatkan elasitias serabut-
serabut otot.
o Rencanakan program latihan setiap hari (dapat bekerja sama dengan
dokter dan fisioterapi)
o Lakukan observasi untuk setiap kali latihan
o Berikan istirahat secara periode
o Berikan lingkungan yang aman misal, menggunakan pegangan saat
dikamar mandi, tongkat yang ujungnya sejenis karet sehingga tidak licin
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan dirumah.
Recana/tindakan Keperawatan
o Tekankan kembali tentang pentingnya latihan atau aktivitas yang
dianjurkan, proses penyakit dan keterbatasan-keterbatasannya.
o Diskusi tentang diit, dan hindarkan peningkatan berat badan
23
o Berikan jadwal obat-obatan yang ada, anam dosis, tujuan/efek, efek
samping dan tanda keracunan obat.
o Jelaskan bahwa klien harus menghindari terjadinya konstipasi
o Jelaskan, kapan klien harus periksa ulang
L. STUDI KASUS
1. Kasus
Ny.G 60 tahun mengeluh persendian terasa kaku terutama dipagi hari dan
pergelangan tangan mengalami pembengkakan yang tampak sama pada kedua
tangan. Ny. G juga merasa mudah lelah dan demam yang tidak terlalu tinggi.
2. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1) Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
2) Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien
mengetahui
3) dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati
warna
2) kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
3) Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
• Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
• Catat bila ada krepitasi
• Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
4) Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
• Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
• Ukur kekuatan otot
5) Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
6) Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
c. Riwayat Psikososial

24
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup
tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi area ia
merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan
sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap
konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
3. Analisa data
Data Objektif Data Subjektif Masalah Keperawatan
Ny. G mengeluh persendian Gangguan mobolitas fisik
terasa kaku terutama dipagi
hari
Pergelangan tangan Kerusakan integritas kulit
mengalami pembengkakan
yang tampak sama pada
kedua tangan
Ny. G merasa mudah lelah Intoleransi aktivitas
o
Data tambahan: S: 38 C Demam tidak terlalu tinggi Gangguan termoregulasi:
hipertermi

4. WOC
Lihat patofisiologi
5. Diagnosa, intervensi, dan rasional
Diagnosa keperawatan Tujuan dan criteria intervensi Rasional
hasil
1.Gangguan mobilitas Tujuan: 1. evalusi tingkat 1. Tingkat aktivitas /
fisik bd kekakuan Setelah dilakukan inflamasi / rasa sakit latihan tergantung dari
sendi intervensi dalam 2x24 pada sendi perkembangan /
jam gangguan 2. pertahankan ↑resolusi dari proses
mobilitas fisik dapat istirahat tirah baring / inflamasi
teratasi. duduk jika diperlukan, 2. istrahat sisitemik
kriteria hasil: jadwal aktivitas untuk dianjurkan selama
pasien akan memberikan periode eksaserbasi akut dan
mempertahankan istirahat yang terus seluruh fase penyakit
posisi fungsi dengan menerus dan tidur untuk mencegah kelehan,
25
Diagnosa keperawatan Tujuan dan criteria intervensi Rasional
hasil
tidak ada komplikasi malam hari yang tidak mempertahankan
(kontraktur, terganggu kekuatan.
dekubitus). 3. bantu dengan 3. mempertahankan
meningkatkan rentang gerak aktif atau atau meningkatkan
kekuatan dan fungsi pasif, demikian juga fungsi sendi, kekuatan
bagian yang sakit. latihan resistif dan otot, dan stamina umum.
isometrik jika 4. menghilangkan
memungkinkan tekanan pada jaringan
4. ubah posisi dengan dan meningkatkan
dengan jumlah personil sirkulasi. mempermudah
yang cukup. perawatan diri dan
demonstrasikan atau kemandirian pasien
bantu teknik 5. memaksimalkan
pemindahan dan fungsi sendi,
penggunaan bantuan mempertahankan
mobilitas mobilitas
5. dorong pasien
mempertahankan postur
tegak dan duduk tinggi,
berdiri, berjalan
2.kerusakan integritas Tujuan:
kulit BD edema Setelah dilakukan 1. kaji kulit setiap hari. 1. menentukan garis
pada sendi intervensi dalam turgor, sirkulasi, dan dasar dimana perubahan
2x24 jam, sensasi pada status dapat
kerusakan 2. pertahankan atau dibandingkan dan
integritas kulit instruksikan dalan melakukan intervensi
dapat teratasi. higiene kulit yang tepat.
Kriteria: 3. secara teratur ubah 2. mempertahankan
Menunjukan posisi, dan ganti kebersihan karena kulit

26
Diagnosa keperawatan Tujuan dan criteria intervensi Rasional
hasil
tingkah seperai sesuai yang kering dapat
laku/teknik untuk kebutuhan menjadi barier infeksi.
mencegah 3. mengurangi stres
kerusakan kulit pada titik tekanan,
atau meningkatkan meningkan aliran darah
kesembuhan. kejaringan dan
meningkatkan proses
1. itoleransi aktivitas Tujuan: kesembuhan.
BD hilangnya Setelah dilakukan 1. instruksikan pasien
kekuatan otot intervensi dalam 2x24 untuk dapat berperan 1. meningkatkan aliran
jam pasien dapat aktif dalam latihan darah ke otot dan tulang,
beraktivitas sesuai rentang gerak untuk meningkatkan
kemampuan 2. dorong pasien gerak sendi
Kriteria hasil: menggunakan latihan 2. kontraksi otot isometrik
Pasian dapat isometrik mulai dengan tampa menekuk sendi
meningkatkan tungkai yang tidak sakit atau menggerakkan
kekuatan atau fungsi 3. konsul dengan ahli tungkai dan membantu
organ yang sakit dan terapi fisik atau okupasi mempertahankan
mengkompensasi kekuatan dan masa otot
bagian tubuh. 3. berguna dalam membuat
aktivitas individu yang
sesuai dengan
2. Gangguan Tujuan: kemampuan klien.
termoregulasi: Dalam 1x24 jam 1. monitoring dan catat
hipertermi BD gangguan suhu tubuh secara 1. memberikan dasar
proses imflamasi termoregulasi dapat teratur deteksi dini dan evaluasi
teratasi. 2. motivasi asupan cairan intervensi
Kriteria hasil: 3. hindari kontak dengan 2. memperbaiki asupan
Suhu tubuh pasien infeksi cairan akibat pebris dan

27
Diagnosa keperawatan Tujuan dan criteria intervensi Rasional
hasil
dalam batas normal 4. jaga pasien agar tetap meningkatkan
(36,5-37,2 ⁰C) beristirahat kenyamanan pasien.
3. meminimalkan resiko
peningkatan infeksi,
suhu tubuh serta laju
metabolik
4. mengurangi laju
metabolik

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

28
Penyakit reumatik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri,
deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi tangan dan sendi
besar yang menanggung beban.
Artritis rematoid adalah merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya
sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut
sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa
kelemahan umum cepat lelah.
B. SARAN
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan
masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan
yang akan datang, diantaranya :
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti
tentang rencana keperawatan pada pasien dengan rheumatoid artritis,
pendokumentasian harus jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien
dan keluarga.
2. Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan rheumatoid
artritis maka tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan kebutuhan
klien yang mengalami rheumatoid artritis.
3. Untuk perawat diharapkan mampu menciptakan hubungan yang harmonis dengan
keluarga sehingga keluarga diharapkan mampu membantu dan memotivasi klien
dalam proses penyembuhan.

29

You might also like