You are on page 1of 16

THERMAL

Termal adalah sebuah kolom udara naik pada ketinggian rendah atmosfir
Bumi. Termal dibentuk oleh penghangatan permukaan Bumi dari radiasi matahari,
dan contoh konveksi. Matahari menghangatkan daratan, yang akhirnya
menghangatkan udara di atasnya.

Udara hangat menyebar, menjadi kurang padat daripada massa udara


sekitarnya. Massa udara yang lebih ringan naik, dan ketika naik, udara mendingin
karena perluasannya pada tekanan rendah di ketinggian tinggi. Berhenti naik
ketika telah mendingin hingga mencapai temperatur yang sama dengan udara
sekitarnya. Berkaitan dengan termal adalah aliran ke bawah yang mengelilingi
kolom termal. Bagian luar yang bergerak ke bawah disebabkan oleh udara dingin
yang digantikan di atas termal.

Ukuran dan kekuatan termal dipengaruhi oleh sifat atmosfir bawah


(troposfir). Umumnya, ketika udara dingin, partikel udara hangat yang dibentuk
oleh daratan yang menghangatkan udara di atasnya, dapat naik seperti balon
udara. Udara kemudian dikatakan tidak stabil. Bila lapisan udara hangat naik,
inversi dapat mencegah termal naik tinggi dan udara dikatakan stabil. Termal
matahari membentuk prisma heksagonal (sel Bénard).

Termal biasanya ditandai dengan munculnya awan kumulus. Ketika angin


tenang datang termal dan awan kumulus dapat bersilangan sesuai arah angin.
Awan kumulus terbentuk oleh udara yang naik di sebuah termal ketika mendingin
dan naik, hingga uap air di udara mulai mengembun menjadi titik-titik air. Air
yang mengembun ini melepaskan energi panas laten yang membolehkan udara
naik lebih tinggi. Udara yang sangat tidak stabil dapat mencapai tingkat bebas
konveksi (LFC) dan kenaikan yang sangat tinggi dapat mengembunkan sejumlah
besar air dan menghasilkan hujan atau bahkan badai petir. Termal adalah salah
satu sumber utama kenaikan yang digunakan oleh burung layang dan paralayang
untuk terbang. Fenomena sejenis dapat dilihat di lampu lava.
SIFAT TERMAL

Sifat termal, meliputi konduktivitas panas, temperatur kerja maksimum,


koefisien ekspansi termal, difusivitas termal, dll. Konduktivitas adalah suatu
besaran intensif bahan yang menunjukkan kemampuannya untuk menghantarkan
panas.

Semua keramik boleh dikatakan dibuat dengan melalui pemanasan pada


temperatur tinggi dan sejumlah keramik dimanfaatkan karena sifat termalnya yang
unggul, seperti sifat tahan panas, hantaran panas, ketahanan terhadap kejutan
termal, dan sebagainya. Titik cair dari kristal adalah temperatur dimana energi
bebas Gibbs dari fasa padat dan fasa cair (G=H-TS) adalah sama. Sejalan dengan
itu titik cair tidak dapat ditentukan dari analisa sederhana pada fasa padat saja.

Ada dua mekanisme dari penyerapan panas oleh kristal, yang pertama
adalah oleh getaran atom yang kedua oleh pergerakan elektron. Umumnya yang
pertama relatif sangat besar. Dengan mengumpamakan semua atom dalam kristal
bergetar secara harmonis pada frekuensi tunggal yang sama, secara teoritis
Einstein menurunkan harga kapasitas panas volum tetap sama dengan nol pada
temperatur nol derajat Kelvin dan mendekati harga 3 R (5,96 kal.mol-1.der-1)
pada temperatur tinggi. Debye mengumpamakan bahwa ada distribusi tertentu
pada frekuensi getaran atom dan menurunkan persamaan yang menjelaskan
kapasitas panas terukur lebih baik dari rumus Einstein.

Gejala pertambahan volume bahan mengikuti peningkatan temperatur


disebut pemuaian termal. Kristal yang bukan sistem kubus memiliki susunan atom
berbeda menurut arah, oleh karena itu memiliki pula anisotropi dalam pemuaian
termal dan juga dalam sifat lainnya. Kebanyakan keramik mempunyai isotropi
dalam pemuaian termal walaupun terdiri dari kristal anisotropi, karena sifat-sifat
adalah sebagai rata-rata dari keseluruhan bahan polikristal. Dalam hal ini
koefisien pemuaian panjang dari bahan polikristal kira-kira 1/3 dari koefisien
pemuaian volum dari kristal pembentuk.
Panas dipindahkan dengan tiga macam mekanisme, yaitu konduksi,
konveksi, dan radiasi. Ketiga mekanisme tersebut secara umum terlibat dalam
proses perpindahan panas secara umum. Perpindahan panas dalam keramik hanya
mencakup konduksi dan radiasi saja.

Dalam zat padat ada tiga pembawa energi bagi konduksi termal, yaitu
elektron, getaran kisi dan foton. Gelombang elastik meneruskan panas karena
perbedaan dalam getaran termal dari atom pada daerah temperatur tinggi dan
daerah temperatur rendah. Ini adalah konduksi termal karena vibrasi kisi. Dengan
menganggap gelombang elastik ini sebagai pertikel yang bergerak pada kecepatan
tinggi, partikel terkuantisasi, dan disebut fonon. Pada temperatur tinggi
perpindahan panas dengan radiasi dari gelombang elektromagnetik menjadi sangat
berarti. Gelombang elektromagnetik yang yang dikuantumkan disebut foton.

Pada umumnya hantaran termal dari logam adalah besar, karena panas
dipindahkan oleh elektron yang bergerak bebas dalam kristal. Keramik adalah
isolator yang hantaran termalnya karena elektron dapat diabaikan. Fonon
mempunyai peranan bagi hantaran termal dalam keramik. Hantaran termal
alumina sangant kecil pada temperatur sangat rendah, dan cenderung meningkat
sangat cepat menurut temperatur, menurun kembali pada atau diatas 40oK, dan
meningkat lagi pada atau diatas 1000oK. Perubahan ini dapat dihubungkan
dengan perubahan panas jenis dan menurunnya lintasan bebas rata-rata oleh
antaraksi fonon dengan fonon. Meningkatnya hantaran panas pada temperatur
tinggi disebabkan oleh foton yang terutama penting bagi bahan tembus cahaya.
ARANG

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%


karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan
pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi
kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung
karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain
digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben
(penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan
ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi
dengan aktif faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada
temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat
fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif.

Pada abad XV, diketahui bahwa arang aktif dapat dihasilkan melalui
komposisi kayu dan dapat digunakan sebagai adsorben warna dari larutan.
Aplikasi komersial, baru dikembangkan pada tahun 1974 yaitu pada industri gula
sebagai pemucat, dan menjadi sangat terkenal karena kemampuannya menyerap
uap gas beracun yang digunakan pada Perang Dunia I.

Arang aktif merupakan senyawa karbon amorph, yang dapat dihasilkan


dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan
dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas
permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan ini berhubungan
dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat
sebagai adsorben. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa
kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume
pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25-
1000% terhadap berat arang aktif.

Arang aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan
sebagai penyerap uap. Arang aktif sebgai pemucat, biasanya berbentuk powder
yang sangat halus, diameter pori mencapai 1000A0, digunakan dalam fase cair,
berfungsi untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan
bau yang tidak diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat penganggu dan
kegunaan lain yaitu pada industri kimia dan industri baru. Diperoleh dari serbuk-
serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai
densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah.

Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pellet
yang sangat keras diameter pori berkisar antara 10-200 A0 , tipe pori lebih halus,
digunakan dalam rase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, katalis,
pemisahan dan pemurnian gas. Diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata
atau bahan baku yang mempunyai bahan baku yang mempunyai struktur keras.

Sehubungan dengan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang


aktif untuk masing- masing tipe, pernyataan diatas bukan merupakan suatu
keharusan. Karena ada arang aktif sebagai pemucat diperoleh dari bahan yang
mempunyai densitas besar, seperti tulang. Arang tulang tersebut, dibuat dalam
bentuk granular dan digunakan sebagai pemucat larutan gula. Demikian juga
dengan arang aktif yang digunakan sebagai penyerap uap dapat diperoleh dari
bahan yang mempunyai densitas kecil, seperti serbuk gergaji.

Arang terjadi karena akibat

Benda– benda yang dapat menghasilkan panas disebut sumber energi


panas :
Beberapa benda yang dapat dikatakan sebagai sumber energi panas, yaitu :
1. Matahari
Contoh : Petani menggunakan panas matahari untuk mengeringkan padi,

Nelayan menggunakan panas untuk mengeringkan ikan dan rumput laut,

Tumbuhan melakukan fotosintesis,

Panas matahari membantu proses penguapan pada peristiwa hujan.


2. Api
Contoh : Lilin menyala menghasilkan panas, Api untuk penerangan, memasak,
menghangatkan tubuh
3. Listrik
Contoh : Setrika, pemanggang roti, menyolder
4. Makanan
Beberapa jenis makanan dapat digolongkan sebagai sumber panas. Terutama
bahan makanan yang banyak mengandung karbohidrat, lemak, protein. Untuk
dapat menghasilkan panas, zat makanan yang diserap tubuh bercampur dengan
oksigen dari pernafasan.
5. Gesekan
Contoh : Menggesekkan dua buah batu Menggesekkan dua batang kayu kering
6. Bahan bakar
Untuk menghasilkan panas, bahan bakar harus melalui proses pembakaran
terlebih dulu. Contoh bahan bakar : bensin, solar, kerosin, avtur, spiritus,
alkohol, asitilen.

B. Sifat Energi Panas

1. Energi panas dapat berpindah dari suhu yang tinggi (panas) ke suhu yang
rendah (dingin) Contoh : konduksi, konveksi, radiasi
2. Energi panas mengubah wujud benda
Contoh : Es batu dipanaskan menjadi air, Air dipanaskan menjadi uap air,
Mentega dipanaskan menjadi cair, Besi dipanaskan pada suhu tinggi akan
mencair.

C. Perpindahan Panas

 Perpindahan panas secara hantaran (Konduksi)


Konduksi adalah perpindahan panas melalui zat padat dengan cara
merambat. Perpindahan panas ini tidak ada bagian zat yang pindah. Contoh :
panas dari api unggun dapat memanaskan besi, sehingga ujung besi yang
dipegang menjadi panas
 Perpindahan panas secara aliran (Konveksi)
Konveksi adalah perpindahan panas dengan cara mengalir. Aliran panas
ini dapat melalui zat cair dan zat gas. Perpindahan panas ini ada bagian zat
yang ikut pindah.
1. Contoh :. Saat merebus air

2. Panas api unggun sampai ke tubuh kita


3. Ko n duk to r
adalah zat atau benda yang dapat menghantarkan panas dengan baik. Contoh :
logam (besi, baja, tembaga, aluminium, seng dan lain– lain), Kaca dan berlian.
4. Is o la t o r
adalah zat atau benda yang tidak menghantarkan panas dengan baik.
Contoh : karet, kayu, arang, plastik, styrofoam, udara, air, ruang hampa udara,
serbuk gergaji.
PENDAHULUAN

Sejumlah sifat-sifat termal polimer di bahas termasuk titik lebur kristal,suhu


transisi gelas,daya nyala, dan stabilitas panas. Daya nyala dan stabilitas panas
dikaitkan dengan perubahan-perubahan kimiawi, sedangkan suhu-suhu peleburan
dan transisi gelas mewakili perubahan-perubahan morfologis.
Suhu transisi gelas paling umum diukur dengan kalorimetri skan
diferensial (DSC), analisis termal diferensial (DTA), atau analisis termomekanik
(TMA). Degradasi termal ditetapkan oleh analisis termogravimetri (TGA) dan
kromatografi gas pirolis (PGC), yang terakhir ini sering dikombinasikan dengan
spektometri massa. Untuk mengukur daya nyala, digunakan berbagai prosedur
yang terstandarisasi, dalam laboratorium berskala kecil sampai pengujian-
pengujian ruangan berskala besar. Dalam metode DSC dan DTA, suatu sampel
polimer dan referensi inert dipanaskan, biasanya dalam atmosfer nitrogen, dan
kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur.
Pemegang sampel yang paling umum dipakai adalah cangkir alumanium
sangat kecil (emas atau granit untuk analisis-analisis diatas 8000C., dan referensi
kosongnya berupa cangkir kosong atau cangkir yang mengandung bahan inert
dalam daerah temperatur yang didinginkan, misalnya alumina bebas air.
Suatu temogram DSC atau DTA yang diidealisasi untuk polimer terkristalisasi
hipotesis.
Tipe-tipe transisi yang memberikan daya tarik pada kimiawan polimer
suatu termogram sesungguhnya. Transisi gelas menimbulkan suatu geseran
endotermik pada garis dasar (baseline) awal karena kapasitas panas sampel yqng
naik. Transisi-transisi endotermik terletak di bawah garis dasar pada termogram-
termogram ini, dan transisi-transisi endotermik terletak diatas, meskipun
bervariasi dengan pembuatnya. Dalam melaporkan temperatur-temperatur transisi
adalah, hal yang penting untuk menunjukkan apakah suatu peak merujuk ke
permukaan transisi atau ke titik infleksi atau maksimum peak.
BAB II
PEMBAHASAN
METODE ANALISIS TERMAL

Analisis termal dalam pengertian luas adalah pengukuran sifat kimia fisika bahan
sebagai fungsi suhu. Penetapan dengan metode ini dapat memberikan informasi
pada kesempurnaan kristal, polimorfisma, titik lebur, sublimasi, transisi kaca,
dedrasi, penguapan, pirolisis, interaksi padat-padat dan kemurnian. Data semacam
ini berguna untuk karakterisasi senyawa yang memandang kesesuaian, stabilitas,
kemasan dan pengawasan kualitas.
Pengukuran dalam analisis termal meliputi suhu transisi, termogravimetri
dan analisis cemaran. Teknik-teknik yang mencakup dalam metode analisis termal
adalah: (Analisis termogravimetri termogravimetric analysis=TGA),yang didasari
pada perubahan berat akibat pemanasan. Analisis diferensial termal(diferential
thermal analysis=DTA),di dasari pada perubahan kandungan panas akibat
perubahan temperature dan titrasi termometrik. Suhu transisi meliputi DTA dan
DSC. Dalam DTA (Differential Thermal Analysis),panas diserap atau diemisikan
oleh sistem kimia bahan yang dilakukan dengan pembanding yang inert (Alumina,
Silikon, Karbit atau manik kaca) karena suhu keduanya ditambahkan dengan laju
konstan. Dalam DSC (Differential Scanning Calorimetry), sampel dan
pembanding juga bergantung pada penambahan suhu secara terus-menerus,
namun panas yang ditambahkan baik ke sampel atau ke pembanding dilakukan
seperlunya, hal ini untuk mempertahankan agar suhu keduanya selalu sama.
Penambahan panas dicatat pada recorder, panas ini digunakan untuk mengganti
kekurangan atau kelebihan sebagai akibat dari reaksi endoterm atau eksoterm
yang terjadi dalam sampel.
Data yang di peroleh dari masing-masing teknik tersebut digunakan untuk
memplot secara kontiyu dalam bentuk kurva yang dapat disetarakan dengan suatu
spectrum yang dikenal dengan sebagai termogram. Sebagai contoh TGA, teknik
mengukur perubahan berat suatu system bila temperaturnya berubah dengan laju
tertentu. Sedangkan DTA, merupakan teknik analisis untuk mengukur perubahan
kandungan panas sebagai fungsi perubahan temperatur.
Data yang diperoleh DTA berupa perbedaan temperature antara
sampel(yang ditentukan) dengan suatu senyawa pembanding sebagai fungsi
temperature sampel.Ini dilakukan dengan cara memanaskan kedua zat secara
serentak dan mengukur perubahan temperaturnya bila pemanasan dilakukan pada
laju terentu. Analisis termometrik merupakan pengukuran perubahan temperatur
sebagai fungsi pemanasan volume titran.
Termogram adalah suatu alat bantu untuk mengikuti absorpsi gas ataupun
mengikuti proses reaksi gas dengan cara merekam secara kontiyu perubahan
volume gas yang di konsumir ataupunyang dibebaskan apabila materi tersebut
dinaikkan temperaturnya pada laju yang konstan a. Analisis
termogravimetri(TGA) TGA dipakai terutama untuk menetapkan stabilitas panas
polimer-polimer.
Metode TGA yang paling banyak dipakai didasarkan pada pengukuran
berat yang kontinyu terhadap neraca sensitif disebut neraca panas. Ketika suhu
sampel dinaikan dalam udara atau dalam suatu atmosfer yang inert. TGA ini
dinyatakan sebagai TGA Nonisoterma. Data dicatat sebagai termogram berat
versus temperature. Hilangnya berat bisa timbul dari evaporasi lembab yang
tersisa atau pelarut, tetapi pada suhu-suhu yang lebih tinggi terjadi dari terurainya
polimer. Selain memberikan informasi mengenai stabilitas panas, TGA bisa
dipakai untuk mengkarakterisasi polimer melalui hilangnya suatu entitas yang
diketahui, sebagai HCL dari poli(vinil klorida). Dengan demikian kehilangan
berat bisa dikorelasikan dengan persen vinil klorida dalam suatu vinil klorida
dalam suatu kopolimer. TGA juga bermanfaat untuk penetapan volatilitas bahan
pemlastik dan bahan –bahan tambahan lainnya. Penelitian-penelitian stabilitas
panas akan tetapi, merupakan aplikasi utama dari TGA. Suatalsiu temogram khas
yang mengilustrasikan perbedaan stabilitas panas antara polimer yang seluruhnya
aromatik dan polimer alifatik sebagian yang berstruktur analog.
Berat yang tersisa seringkali merupakan refreksi yang akurat dari
pembentukan arang, yang merupakan parameter penting dalam pengujian daya
nyala. Suatu variasi dari metode tersebut adalah mencatat kehilangan berat dengan
waktu pada suhu konstan. Disebut TGA insotermal, TGA ini kurang umum
dipakai daripada TGA nonisotermal. Insturmen-insturmen TGA modern
memungkinkan termogram-termogram dicatat pada kuantitas mikrogram terhadap
produk-produk degradasi yang terjadi.Analisis termogravimetri dilakukan baik
secara dinamik maupun secara static.
Pada termogravimetrik dinamik, sampel dinaikkan temperaturnya secara
linier terhadap waktu. Pada cara static atau termogravimetri isothermal, sampel
dipelihara temperaturnya pada suatu periode waktu tertentu, selama waktu
tersebut setiap perubahan berat dicatat. Pada rangkaian peralatannya diperlukan
paling tidak tiga komponen utama, yakni timbangan berpresisi tinggi, tungku dan
perekam. Kenaikan temperatur dalam tungku haruslah berfungsi linier terhadap
waktu dan mampu digunakan baik dalam lingkungan inert, oksidasi maupun
reduksi.
Perubahan temperatur dan berat direkam secara kontinyu sedemikian rupa
Sehingga tidak ada termogram yang terlewati. Laju pemanasan sampel dan
atmosfer sekeliling sampel dapat mempengaruhi bentuk termogram suatu senyawa
tertentu. Metode analisis termal ini diantaranya berguna untuk mengetahui
formula materi hasil dekomposisi termal. Ia berguna juga untuk mengetahui range
temperatur. Ini dapat dilakukan dengan memfariasikan laju pemanasan dan
mencatat perubahan beratnya.
Data termogravimetri dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi parameter
kinetik. Order reaksi(x) dengan energi aktivitasi(EA) dapat dihitung secara grafis
dari hubungan: Dimana R= Tetapan gas universal, T= temperatur absolute, wr=
wc-w), Berat yang hilang pada saat t, wc = berat yang hilang setelah reaksi
selesai, w = berat mula-mula. Dengan mengalurkan (memplot ) grafik terhadap ,
maka baik nilai EA maupun x dapat diperoleh. b. Analisis termal
diferensial(DTA) Teknik ini dilakukan dengan cara merekam secara terus-
menerus perbedaan temperature antara contoh yang diukur dengan materi
pembanding yang inert sebagai fungsi dari temperatur tungku. DTA dan TGA
masing-masing komplementer satu terhadap lainnya, tetapi range pengukuran
DTA jauh lebih besar.
Komponen peralatan utama DTA terdiri atas pemegang sampel, tungku
yang dilengkapi dengan termokopel, sistem pengendali aliran, sistem penguat
sinyal, pengendali program tenaga tungku dan perekam. Untuk memperoleh data
DTA, mula-mula kedalam tabung yang berisi sampel (diameter 2 mm, kapasitas
0,1-10 mg sampel) dimasukkan termokopel yang sangat tipis. Hal yang sama juga
terhadap tabung yang berisi pembanding seperti alumina, pasir kuarsa ataupun
dibiarkan kosong. Pada metode dinamik, kedua tabung diletakkan bersisian pada
blok tempat sampel, kemudian dipanaskan atau didinginkan dengan laju yang
seragam. Agar memperoleh hasil yang reprodusibel semua langkahnya sebaiknya
mengikuti tata cara standar. Pertama materi sampel harus halus(100 mesh). Hasil
pengaluran antara ∆T Sebagai fungsi T merupakan indikasi perolehan ataupun
kehilangan energy dari sampel yang diteliti.
Kalorimeter bersistem scanning diferensial atau differential scanning
colorimeter(DSC) adalah suatu perangkat peralatan yang mampu merekam
perbedaan tenaga listrik yang diperlukan untuk menjaga agar temperatur suatu
sampel dan materi pembanding tetap selama mereka dipanaskan atau didinginkan
pada laju sampai dengan 80 /menit. DTA sering dimanfaatkan dalam bidang
lempung, keramik, mineral, telahan perubahan lempung,telahan kestabilan termal
suatu senyawa, identifikasi senyawa baru hasil pemanasan, telahan reaksi fase
padat, trasformasi fase, kinetika reaksi, telahan degradasi padat, transformasi fase,
kinetika reaksi, telahan degradasi termal dan oksidatif. c. Titrasi Termometrik
Variabel yang diukur pada titrasi dengan metode ini adalah panas reaksinya.
Temperatur dialurkan terhadap volume titran. Titran diteteskan dari buret terhadap
suatu larutan yang terletak dalam suatu bejana yang terisolasi secara termal.
Perubahan temperatur pada setiap penambahan volume titran direkam secara
terus-menerus.Titik akhir ditandai dengan belokan yang tajam pada kurva titrasi
pada media tidak berair.
Komponen utama dan metodologi dalam titrasi termometrik sangatlah sederhana.
Ia terdiri atas buret dengan penetesan otomatis, kamar titrasi adiabatis, termistor
dan perekam. Perubahan temperature direkam sebagai fungsi waktu. Kurva titrasi
termometrik menyatakan ukuran perubahan etalpi total, tercakup didalamnnya
perubahan entropi dan energi dalam. Metode ini digunakan untuk titrasi dan titrasi
asetat anhidrida dalam asam asetat serta studi asetilasi.
d. Metode termal dalam analisis kuantitatif
Peranan metode analisis termal, misalnya dalam pemilihan temperature yang
serasi untuk mengeringkan endapan dalam analisis gravimetri anorganik.
Contohnya adalah pengendapan Mg oksinat yang dikeringkan pada 1100c. Pada
temperature ini dua molekul masih terikat dalam molekul Mg-oksinat,tetapi pada
2100c, molekul tersebut terhidrasi secara total. Sebagai pertimbangan dapat
ditinjau pengendapan kompleks besi cupferron menunjukkan bahwa komposisi
pastinya pada setiap suhu tidak dapat ditentukan, untuk mengatasi hal ini
kompleks dibakar sehingga berat materi sebagai oksidasi pada komposisi tersebut
dapat diketahui. Piranti utama untuk pengerjaan ini adalah timbangan thermal.
TMA memperkerjakan probe sensitif dalam kontaknya dengan permukaan sampel
dengan sampel polimer. Ketika sampel dipanaskan probe tersebut merasakan
adanya transisi-transisi thermal seperti Tg atau Tm, dengan mendeteksi perubahan
volume (dilatometri)ataupun perubahan modulus. Dalam kasus yang awal dipakai
tip probe yang datar, dan pada yang terakhir dipakai tip yang runcing, untuk
menembus permukaan. Gerakan probe dideteksi oleh pengubah suatu variabel
yang mencatat keluaran voltase proporsional dengan pergantian tersebut. TMA
biasanya lebih sensitif daripada DSC atau DTA untuk mendeteksi transisi-transisi
termal. Metode mekanik lainnya yang kurang umum dipakai adalah analisis
anyaman torsi (TBA, torsional braid analisis). Dalam TBA suatu anyaman atau
benang gelas diimpregnasi dengan sampel polimer. Sampel ini kemudian
dipanaskan ketika anyaman atau benang tersebut disubyeksikan ke oskilasi-
oskilasi torsi. Variasi-variasi dalam kelakuan oskilasi berkaitan dengan transisi-
transisi termomekanik.
e. Kromotografi pirolis-gas (PGC) Para ilmuan telah meneliti pirolisis
polimer hamper sepanjang mereka meneliti polimer-polimer, tetepi hal itu tidak
sampai tahun 1954, sebentar setelah teknik kromotografi gas pertama kali
dilaporkan, sehingga produk-produk-produk pirolis polimer dipisahkan oleh
metode ini. Pada tahun 1959 muncul laporan pertama mengenai perpaduan
langsung alat pirolis dengan inlet kolom suatu kromotografi gas. Sejak itu
kombinasi pirolis dan kromotografi gas telah terbukti menjadi alat yang
bermanfaat untuk karakterisasi polimer. Pirolis diselesaikan dengan salah satu
dengan tiga cara:Pirolis ruang tungku, pirolis kilat, atau spirolis laser. Pada
masing-masing kasus kromotogram dari produk-produk pirolis disebut
pirogram.Pada metode ruang tungku, suatu suatu sampel polimer yang berada
dalam “perahu” sampel dimasukan kedalam ruang pirolis yang belum dipanaskan
cepat dari suhu ruang ke suhu pirolis. Produk-produk pirolis terbentuk gas
dialirkan langsung kedalam kromotograf gas oleh gas pengangkut.
Metode pirolis kilat mempekerjakan suatu koil atau filamel yang
mempunyai resistensi tinggi yang dilapisi dengan sampel polimer dan dipasang
langsung ke inlet sampel kromotograf tersebut.Koil kemudian dipanaskan oleh
penerapan arus listrik. Beberapa alat pirolis kilat menggunakn filament-filamen
feromagnetik yang dipanaskan oleh induksi frekuensi tinggi ke titik curie, yang
cepat membawa sampel ke suatu suhu yang konstan dan bisa terbuktikan ulang.
Pirolis kilat memiliki beberapa kekurangan di bandingkan dengan pirolis ruang
tungku: Koil logam mungkin memiliki suatu efek katalitik terhadap degradasi,
koil mungkin menjadi kotor dengan produk-produk arang, yang dengan demikian
menimbulkan fluktuasi-fluktuasi suhu pirolis, dan analis-analisis kuantitatif jauh
lebih sulit karena sampel tidak bisa di timbang dengan akurat.
Dalam metode pirolis laser, pirolis diselesaikan dengan suatu berkas laser yang
terfokus. Pirogram-pirogram yang diperoleh biasanya jauh lebih sederhana
daripada yang diperoleh dengan dua metode lainnya.Karena tidak semua polimer
menyerap sinar laser, hitam karbon sering dicampur dengan sampel untuk
mempermudah pirolis. PGC polimer-polimer bermanfaat untuk analisis kualitatif
dan kuantitatif. Dengan analisis kualitatif, polimer-polimer seringkali bisa
diindentifikasi dari pola peak-peak (sidik jari) dalam program. Bahkan
homopolimer-homopolimer dengan taktisitas berbeda, atau kopolimer-kopolimer
acak,blok,dan cangkok yang dipreparasi dengan monomer-monomer sama selalu
memperlihatkan program-pirogram karakteristik. Satu contoh dari analisis
kuantitatif adalah penetapan vinil asetat dalam poli [etilena-co-(vinil asetat)]
dengan mengukur asam asetat yang keluar selama pirolis.
PGC juga bermanfaat dalam menjelaskan langkag-langkah degradasi termal.
Sebagai contoh, program polietina terdiri dari triplet-triplet berjarak teratur sesuai
dengan Alkana, alkena, dan α, ∞ alkadiena (masing-masing dengan jumlah karbon
yang sama), yang menunjukkan bahwa degradasi terjadi melalui pengguntingan
acak rangka polimer . Karena terjadinya degradasi lebih lanjut produk-produk
pirolis yang mula-mula terbentuk, beberapa polimer seperti polistirena dan poli
(metal metakrilat) memperlihatkan peak-peak monomer yang besar dalam
pirogramnya yang timbul dari reaksi-reaksi depolimerisasi. Spektrometri massa
atau kombinasi GC dan spektometri massa juga dipakai untuk mengidentifikasi
produk-produk pirolis.
f. Uji daya nyala Daya nyala merupakan hal yang sulit untuk diukur
dengan suatu cara yang berarti karena uji-uji laboraturium berskala kecil pada
umumnya tidak mencerminkan kelakuan pembakaran dalam kondisi pembakaran
yang sesungguhnya. Misalnya, polimer seperti poliuretana yang banyak dipakai
untuk kain pelapis karpet dan furnitur, tidak terbakar dengarun baik jika di pakai
korek api untuk membakar sampel uji yang kecil : tetapi dalam suatu ruangan
pembakaran di mana suhunya jauh lebih tinggi dan gas-gas yang mudah terbakar
terakumulasi, sampel yang sama bisa terbakar dengan dasyat. Pengujian-
pengujian berskala dengan ruangan telah membuktikan bahwa ketika gas-gas yang
mudah terbakar terbakar terakumulasi mencapai suhu tertentu, maka terbakar
spontan suatu fenomena yang disebut flash over dan api menyebar hampir dalam
sekejap ke semua objek lainnya dalam ruangan yang mudah terbakar. Oleh
karenanya tidak aneh jika telah di kembangkan sejumlah besar pengujian.
Uji skala kecil yang paling serbaguna dalam penggunaan laboratorium
yang tersebar luas adalah uji indeks oksigen pembatas (LOI). LOI adalah
persentase minimum oksigen dalam campuran oksigengnitrogen yang akan
memulai dan mendukung selama tiga menit pembakaran suatu sampel polimer
yang menyerupai nyala lilin, yakni: Prosedur ini melibatkan pengempitan sampel
uji dengan dimensi-dimensi yang terspesifikasi dalam suati silinder pyrex,. Suatu
campuran O2 dan N2 terukur di masukkan ke dalam dasar instrumen, dan sampel
di bakar dengan nyala gas. Nilai-nilai LOI representatif untuk beberapa polimer
umum. Yang merupakan catatan berharga yaitu perbedaan antara poli (etilena
oksida) “isomerik” dan poli (vinil alcohol) menghasilkan pendinginan zona pirolis
dengan penurunan daya nyala sebagai akibat akhirnya. Sifat-sifat tahan nyala dari
halogen juga muncul. Prosedur pengujian lainnya yang banyak di pakai adalah
mengepit sampel secara horizontal dalam udara dan mengenakan nyala api ke
salah satu ujungnya selama 30 detik. Jika, setelah nyala di hentikan, sampel gagal
terbakar hingga 4 inci dari titik penyalaan, maka di sebut “pemadaman dini”.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. adalah pengukuran sifat kimia fisika bahan sebagai fungsi suhu. Penetapan
dengan metode ini dapat memberikan informasi pada kesempurnaan kristal,
polimorfisma, titik lebur, sublimasi, transisi kaca, dedrasi, penguapan, pirolisis,
interaksi padat-padat dan kemurnian

Labels: POLIMER

Posted by Rosallia Pramudyaningtyas at 4:03 AM  

0 comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home


Subscribe to: Post Comments (Atom)
Rosallia Pramudyaningtyas

You might also like