Professional Documents
Culture Documents
http://sambasalim.com/pendidikan/perspektif-sertifikasi-pendidika-dalam-
peningkatan-mutu-dan-kesejahteraan-dosen.html 23-2-2011
A. Pendahuluan
Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada dosen
sebagai tenaga profesional pada jenjang Pendidikan Tinggi. Dengan sertifikat ini, setiap
dosen memiliki hak tunjangan fungsional dari Pemerintah sebesar gaji pokoknya disamping
penghasilan rutin lainnya.
Perspektif sertifikasi ini akan meningkatkan mutu sekaligus kesejahteraan dosen. Namun,
untuk merealisasikannya terdapat banyak kendala, seperti belum adanya sistem dan regulasi
pelaksanaan sertifikasi dosen, keterbatasan anggaran Pemerintah, dan masih terbatasnya
dosen yang berpendidikan S2/S3 sebagaimana persyaratan kualifikasi akademik di PT.
Menurut data Balitbang Depdiknas, secara nasional dari 236.286 dosen, sekitar 43,46 persen
atau 102.690 orang yang sudah berpendidikan master dan doktor; sementara itu 133.596
orang lainnya masih berpendidikan sarjana.
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari
pembaharuan sistem pendidikan nasional. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan
dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat. Sebagai profesional, pekerjaan atau kegiatan yang dilakukannya, menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau
kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) dalam Ani M Hasan
(2003:3), menyatakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan
manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang
teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku
yang dipersyaratkan.
Menurut Pasal 7 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), profesi dosen
merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
3. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas;
4. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan belajar sepanjang hayat;
8. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
dan
9. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi
tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
(Pasal 45 UUGD). Kualifikasi akademik dosen diperoleh melalui pendidikan tinggi program
pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian. Kualifikasi akademik dosen
minimum:
1. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
2. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
Sebagai tenaga profesional, dosen memiliki hak dan kewajiban dalam melakanakan
Tridarma Perguruan Tinggi. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen
berkewajiban:
Sertifikat pendidik bagi dosen merupakan fenomena baru dalam dunia pendidikan kita. Pasal
45 UUGD mengamanatkan, dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang
dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Setiap dosen wajib memiliki sertifikat pendidik, di
samping berbagai komponen lainnya. Itulah sebabnya masalah sertifikasi pendidik menjadi
sangat urgen saat ini. Bahwa sertifikasi pendidik bagi dosen merupakan fenomena baru yang
konstruktif memang banyak diakui; nantinya akan terlihat mana dosen yang profesional dan
yang tidak profesional. Dalam hal ini diasumsikan bahwa sertifikasi dosen berjalan seiring
dengan profesionalismenya.
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikat
pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen
sebagai tenaga profesional. Menurut Pasal 47 UUGD, Sertifikat pendidik untuk dosen
diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
Menurut Pasal 3 UUGD, Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada
jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat
pendidik. Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
Implikasi dari kualifikasi akademik dosen dalam sertifikasi pendidik adalah untuk
mendapatkan sertifikasi pendidik atau dapat diuji sertifikasi, maka seorang dosen setidak-
tidaknya harus berpendidikan S2 atau pascasarjana. Sementara itu dalam pasal Pasal 45
UUGD, Sertifikat pendidik untuk dosen diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
Pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada dosen yang telah memiliki sertifikat
pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi
yang diselenggarakan oleh masyarakat. Tunjangan profesi diberikan setara dengan 1 (satu)
kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang sama. Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang
diberikan kepada dosen yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas
profesionalitasnya.Tunjangan profesi dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara.
Bagi kebanyakan dosen di Indonesia, tambahan penghasilan merupakan sesuatu yang sangat
diharapkan mengingat penghasilan dosen umumnya relatif rendah. Rendahnya penghasilan
dosen di Indonesia semakin terasa apabila dibandingkan dengan penghasilan dosen di negara
yang kinerja pendidikannya relatif memadai seperti Malaysia, Singapura, Korea Selatan,
Jepang, Belanda, dan Amerika Serikat.
Konsep sertifikasi pendidik memang positif tetapi untuk merealisasikan akan banyak
mengalami kendala di lapangan. Ironisnya, kendala itu justru bersumber dari para dosen yang
pada akhirnya akan merugikan nasib dosen itu sendiri. Inilah masalah serius yang kita hadapi
bersama.
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah IV Jawa Barat dan
Banten Prof. Dr. Didi Turmudzi (2007) menyatakan bahwa masalah anggaran menjadi
kendala utama yang menyebabkan tersendatnya pelaksanaan sertifikasi dosen.Seperti halnya
sertifikasi guru, sertifikasi dosen pun sangat diperlukan guna meningkatkan kualitas
pendidikan di tingkat perguruan tinggi. Sampai sekarang pun kami masih belum tahu kapan
pemerintah akan mulai melaksanakan sertifikasi bagi para dosen, termasuk sertifikasi kepada
dosen swasta. Selain peraturan pemerintah (PP) mengenai sertifikasi dosen belum turun dan
anggaran yang belum memadai, perbedaan pendapat yang masih terjadi di semua unsur
termasuk tubuh pemerintah sendiri menjadi kendala yang menghambat pelaksanaan
sertifikasi ini. Lebih lanjut dikatakan bahwa “Perguruan tinggi juga sangat heterogen dan
tidak semuanya memiliki anggaran yang besar, sementara pemerintah pun belum siap dalam
anggaran ini. Jangankan untuk dosen, untuk guru saja belum tentu tuntas semuanya. Jadi,
sampai sekarang belum tahu kapan sertifikasi dosen akan dimulai. Sebab, semua hal masih
harus dipersiapkan secara matang,” tuturnya.
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, salah seorang tim asesor dari Universitas Islam Negeri Gunung Jati,
dalam acara ”Seminar Kebijakan dan Implementasi Sertifikasi Profesi dan Guru PAI” di
5
Universitas Islam Bandung, mengungkapkan bahwa peluang kecurangan bisa terjadi karena
antara asesor dan guru atau dosen yang diuji kompetensinya tidak saling bertemu. Proses
sertifikasi guru dan dosen yang diprogramkan pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan
kesejahteraan guru dan dosen diprediksikan rawan manipulasi, terutama berkait dengan
pemalsuan berbagai dokumen yang dilampirkan dalam penyusunan portofolio sebagai syarat
utama mendapat sertifikat pendidik.
Pada bagian ini didiskripsikan (overview) tentang draft Peraturan Pemerintah tentang dosen.
Sertifikat pendidik bagi dosen diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut: (a).
memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada satuan pendidikan tinggi sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun; (b). memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli;
dan (c) lulus sertifikasi.
Sertifikasi pendidik bagi dosen diselenggarakan oleh perguruan tinggi terakreditasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah. Penyelenggara sertifikasi pendidik bagi dosen ditetapkan
berdasarkan pada kriteria berikut:
1. memiliki program studi yang relevan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang
terakreditasi sekurang-kurangnya bernilai B;
2. memiliki pendidik dan tenaga kependidikan dalam jumlah dan kualifikasi yang
memadai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
3. memiliki sarana dan prasarana pembelajaran dalam jumlah dan kualitas yang
memadai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jumlah peserta sertifikasi pendidik bagi dosen setiap tahun ditetapkan oleh Menteri.
Sertifikat pendidik bagi dosen yang diperoleh dosen berlaku selama yang bersangkutan
melaksanakan tugas sebagai dosen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sertifikasi pendidik bagi dosen harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Objektif mengacu pada proses pemberian sertifikat pendidik bagi dosen yang imparsial, tidak
diskriminatif, dan memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Transparan) mengacu pada
proses sertifikasi yang memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan
untuk memperoleh akses informasi tentang pengelolaan pendidikan sebagai suatu sistem yang
meliputi masukan, proses, dan hasil sertifikasi. Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang
dipertanggungjawabkan kepada para pemangku kepentingan pendidikan secara administratif,
finansial, dan akademik.
Tunjangan profesi diberikan kepada dosen yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
2. memiliki satu atau lebih sertifikat pendidik bagi dosen yang telah diberi satu nomor
registrasi dosen oleh Departemen;
3. melaksanakan tugas sebagai dosen tetap yang diangkat oleh Pemerintah atau
masyarakat dan bertugas sebagai dosen pada perguruan tinggi yang memiliki izin
pendirian dari Pemerintah dengan beban kerja sesuai tri darma perguruan tinggi
sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester (sks);
4. beban kerja sesuai dengan tri darma perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada
huruf c untuk darma pendidikan dan penelitian sekurang-kurangnya sepadan dengan 9
(sembilan) satuan kredit semester (sks) yang dilaksanakan dalam perguruan tinggi
yang bersangkutan;
5. beban kerja sesuai dengan tri darma perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada
huruf c untuk darma pengabdian kepada masyarakat dapat dilaksanakan melalui
kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang bersangkutan atau melalui lembaga lain;
6. pengabdian kepada masyarakat melalui lembaga lain sebagaimana dimaksud pada
huruf e dilaksanakan dengan seijin pimpinan satuan perguruan tinggi yang
bersangkutan dan merupakan penerapan keahlian yang dimilikinya sebagai dosen;
7. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada instansi selain yang dimaksud pada huruf c;
8. terdaftar pada Departemen sebagai dosen tetap; dan
9. berusia maksimal: 56 (lima puluh enam) tahun bagi dosen dengan jabatan Asisten
Ahli; 65 (enam puluh lima) tahun bagi dosen dengan jabatan Lektor atau Lektor
Kepala; dan 70 (tujuh puluh) tahun bagi dosen dengan jabatan guru besar yang
mendapat perpanjangan masa tugas. Guru besar yang berusia lebih dari 70 tahun dan
masih aktif sebagai dosen tetap memperoleh tunjangan profesi dari satuan pendidikan
tinggi dimana yang bersangkutan ditugaskan.
Berikut disajikan berbagai pengalaman sebagai bentuk hambatan dan kendala Sertifikasi
Pendidik bagi Guru sebagai berikut :
Sebagian besar guru yang terpilih dalam kuota sertifikasi guru tahun 2006 dan 2007
menyatakan pesimistis bisa lolos dalam penilaian portofolio yang segera dilakukan
perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru dalam jabatan. Para guru ini
kesulitan untuk mengumpulkan bukti-bukti fisik dalam komponen portofolio seperti
yang disyaratkan (Kompas 14 Agustus 2007)
Dari 1.778 guru di Jawa Barat hanya 1.544 orang yang menyerahkan portofolio guna
mengikuti sertifikasi guru untuk kuota tahun 2006. Dari jumlah yang mengumpulkan
portofolio tersebut hanya 477 orang atau sekitar 27 persen yang lulus sertifikasi
(Pikiran Rakyat Kamis, 27 September 2007)
Menurut data Balitbang Depdiknas, secara nasional baru sekitar 8 persen guru SD
yang memiliki pendidikan minimal sarjana. Itu berarti, dari sekitar 1,2 juta guru SD
yang dimungkinkan diuji sertifikasi hanya 8 persen saja. Di luar SD banyak guru
SMP, SMA dan SMK yang bernasib sama; demikian pula dengan guru (pendidik) TK
dan PAUD, meskipun dengan variasi angka yang berbeda-beda. Itu artinya, untuk
mendapatkan tunjangan profesi, guru yang belum memiliki kualifikasi akademik D-
IV atau S1 harus melalui perjalanan yang cuku panjang dan berliku. Dirjen
Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Fasli Jalal menyatakan
“Akan kita atur agar proses mendapat sertifikat profesi tidak KKN, bagaimana guru
yang ada di daerah juga dapat mengambil sertifikat profesi. Siapa yang harus
didahulukan mengambil sertifikat pendidik, akan kita buat aturannya,” Guru-guru
7
berstatus sarjana dan sudah mempunyai pengalaman kerja lebih dari 20 tahun akan
didahulukan. (http://menulisbuku.wordpress.com )
Program sertifikasi guru akan berpotensi menimbulkan konflik horizontal antarguru di
sekolah. Sebab, guru ada yang sudah mendapatkan sertifikat akan memperoleh
tunjangan profesi, sementara sebagian lainnya belum, padahal kewajiban para guru
untuk melaksanakan proses belajar mengajar adalah sama (Suara Pembaharuan Daily)
Berbagai pengalaman dalam sertifikasi pendidik-guru dalam jabatan saat ini menampakkan
beberapa hambatan dan kendala sejak tahapan konsep dan substansi sertifikasi, mekanisme
hingga dampak sertifikasi dalam peningkatan mutu dan dan kesejahteraan para guru
Indonesia.
Secara ontologis, konsepsi sertifikasi dosen dapat dipahami dari UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas, PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan UU
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sertifikasi dosen merupakan proses
pengakuan profesisebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi. Sertifikasi
dilakukan melalui penilaian pengalaman akademik dan profesional dengan menggunakan
penilaian portofolio dosen. Penilaian portofolio dosen mencakup penilaian atas hasil
pendidikan, pelatihan, dan berbagai kegiatan akademik yang bertujuan untuk pengembangan
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Sertifikasi pendidik dosen dalam
jabatan akan menilai kelayakan dan kesesuaian (fit and proper) terhadap berbagai kegiatan
yang telah dilakukan dalam melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi. Implikasi dari
ontologis ini adalah dalam penjabaran konsep sertifikasi dosen dalam jabatan hendaknya
tepat konsisten dengan Tridarma PT sebagai acuan penilaian karier dosen yang selama ini
diatur melalui Jabatan fungsional akademik.
Kualifikasi dosen yang wajib mengikuti sertifikasi pendidik adalah : Berpendidikan Strata 2,
Berjabatan fungsional akademik serendah-rendahnya asisten ahli, Masa kerja 2 tahun.
Serfikasi dosen tidak perlu diikuti oleh Dosen berpendidikan Doktor dan berjabatan
fungsional Profesor.
Secara epistemologi, proses sertifikasi dosen dalam jabatan perlu dijabarkan secara
sistematik sejak tahapan menetapkan aspek-aspek portofolio, kriteria dan teknik pengukuran,
penilaian (keputusan) dan Tindaklanjut atas keputusan sertifikasi.
Perguruan Tinggi yang diberi kewenangan melakukan sertifikasi dosen dengan kriteria
sebagai berikut :
Secara teknik sertifikasi dibawah tanggung jawab dan koordinasi Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi. Kepada dosen-dosen di lingkungan Perguruan Tinggi Swasta perlu
melibatkan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) dalam mensosialisasikan dan
mengkoordinasikan portofolio dan memberdayakan dosen yang dipandang berkualifikasi
sebagai asesor.
Untuk menjadi asesor dalam sertifikasi dosen diusulkan memiliki kualifikasi sebagai berikut :
9
Secara ekonomis, sertifikasi pendidik akan meningkatkan kesejahteraan dosen dalam bentuk
penerimaan tunjangan profesi. Dengan tambahan penghasilan ini akan memusatkan
perhatian pada tugas-tugas akademik yang menjadi tanggung jawabnya.
F. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Bandung (2006).
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang “Sistem Pendidikan Nasional”
UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang “Guru dan Dosen”, BP. Cipta Jaya Jakarta (2006).
PP RI No. 19 tahun 2005 tentang “Standar Nasional Pendidikan “, Sinar Grafika, Jakarta
(2005).
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0708/14/ humaniora/3762226.htm
Amandemen UUD 1945, perubahan ke-1, 2, 3 dan 4 dalam satu naskah, Media Pressindo,
Jakarta (2005).
http://menulisbuku.wordpress.com/2007/09/13/mampukah-sertifikasi-guru mendongkrak-
mutu-pendidikan/
http://www.suarapembaruan.com/News/2007/10/20/Kesra/kes01.htm