You are on page 1of 10

1

http://sambasalim.com/pendidikan/perspektif-sertifikasi-pendidika-dalam-
peningkatan-mutu-dan-kesejahteraan-dosen.html 23-2-2011

Perspektif Sertifikasi Pendidik dalam Peningkatan Mutu


dan Kesejahteraan Dosen

A. Pendahuluan

Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada dosen
sebagai tenaga profesional pada jenjang Pendidikan Tinggi. Dengan sertifikat ini, setiap
dosen memiliki hak tunjangan fungsional dari Pemerintah sebesar gaji pokoknya disamping
penghasilan rutin lainnya.

Perspektif sertifikasi ini akan meningkatkan mutu sekaligus kesejahteraan dosen. Namun,
untuk merealisasikannya terdapat banyak kendala, seperti belum adanya sistem dan regulasi
pelaksanaan sertifikasi dosen, keterbatasan anggaran Pemerintah, dan masih terbatasnya
dosen yang berpendidikan S2/S3 sebagaimana persyaratan kualifikasi akademik di PT.
Menurut data Balitbang Depdiknas, secara nasional dari 236.286 dosen, sekitar  43,46 persen
atau 102.690 orang yang sudah berpendidikan master dan doktor; sementara itu 133.596
orang lainnya masih berpendidikan sarjana.

Pengalaman sertifikasi guru tahap pertama menunjukkan persoalan   keterbukaan dan


keadilan penentuan rangking calon peserta, lemahnya  sosialisasi dan koordinasi dinas
dengan sekolah dan guru tentang pengumpulan portofolio, pengendalian terhadap
perencanaan, pelaksanaan, dan penentuan kelulusan uji sertifikasi portofolio (kompas, 24
September 2007).

B. Dosen Sebagai Tenaga Profesional

Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari
pembaharuan sistem pendidikan nasional.  Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan
dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat. Sebagai profesional,  pekerjaan atau kegiatan yang dilakukannya, menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau
kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) dalam Ani M Hasan
(2003:3), menyatakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan
manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang
teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku
yang dipersyaratkan.

Menurut  Pasal 7 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), profesi dosen
merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

1. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;


2. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan
akhlak mulia;
2

3. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas;
4. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan belajar sepanjang hayat;
8. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
dan
9. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi
tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
(Pasal 45 UUGD).  Kualifikasi akademik dosen diperoleh melalui pendidikan tinggi program
pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian. Kualifikasi akademik dosen 
minimum:

1. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
2. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.

Sebagai tenaga profesional, dosen memiliki hak dan kewajiban  dalam melakanakan
Tridarma Perguruan Tinggi. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen
berkewajiban:

1. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;


2. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran;
3. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
4. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,
agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta
didik dalam pembelajaran;
5. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-
nilai agama dan etika; dan
6. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen  berhak:

1. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum danjaminan kesejahteraan


sosial;
2. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
3. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan
intelektual;
4. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar,
informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat;
5. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
3

6. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta


didik; dan
7. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi
keilmuan.

C. Sertifikasi Pendidik Dalam Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Dosen

Sertifikat pendidik bagi dosen merupakan fenomena baru dalam dunia pendidikan kita. Pasal
45 UUGD mengamanatkan, dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang
dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Setiap dosen wajib memiliki sertifikat pendidik, di
samping berbagai komponen lainnya. Itulah sebabnya masalah sertifikasi pendidik menjadi
sangat urgen saat ini. Bahwa sertifikasi pendidik bagi dosen merupakan fenomena baru yang
konstruktif memang banyak diakui; nantinya akan terlihat mana dosen yang profesional dan
yang tidak profesional. Dalam hal ini diasumsikan bahwa sertifikasi dosen berjalan seiring
dengan profesionalismenya.

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikat
pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen
sebagai tenaga profesional.   Menurut Pasal 47 UUGD, Sertifikat pendidik untuk dosen
diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:

1. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-


kurangnya 2 (dua) tahun;
2. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
3. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan
program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh
Pemerintah.

Menurut Pasal 3 UUGD, Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada
jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat
pendidik. Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran,  pengembang ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.

Implikasi dari kualifikasi akademik dosen dalam sertifikasi pendidik adalah untuk
mendapatkan sertifikasi pendidik atau dapat diuji sertifikasi, maka seorang dosen setidak-
tidaknya harus berpendidikan S2 atau pascasarjana. Sementara itu dalam pasal Pasal 45
UUGD, Sertifikat pendidik untuk dosen diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:

1. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-


kurangnya 2 (dua) tahun;
2. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
3. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan
program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
4

Dalam perspektif kesejahteraan, penghasilan dosen diprediksikan di atas kebutuhan hidup


minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang
berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan,
serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan
prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

Pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada dosen yang telah memiliki sertifikat
pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi
yang diselenggarakan oleh masyarakat. Tunjangan profesi diberikan setara dengan 1 (satu)
kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang sama. Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang
diberikan kepada dosen yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas
profesionalitasnya.Tunjangan profesi dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara.

Menurut Ki Supriyoko (2007), sekarang di masyarakat ramai diperbincangkan tentang


sertifikat pendidik, seolah-olah yang harus memegang sertifikat pendidik sebagai tanda
keprofesionalannya hanyalah guru saja. Hal ini tentu kurang tepat karena para dosen pun
dituntut memiliki hal yang sama untuk memenuhi tuntutan keprofesionalannya. Begitu juga
dengan kepemilikan berjenis kompetensi serta pemenuhan kualifikasi akademik yang tidak
hanya menyangkut guru, tetapi juga dosen pendidikan tinggi.

Bagi kebanyakan dosen di Indonesia, tambahan penghasilan merupakan sesuatu yang sangat
diharapkan mengingat penghasilan dosen umumnya relatif rendah. Rendahnya penghasilan
dosen di Indonesia semakin terasa apabila dibandingkan dengan penghasilan dosen di negara
yang kinerja pendidikannya relatif memadai seperti Malaysia, Singapura, Korea Selatan,
Jepang, Belanda, dan Amerika Serikat.

Konsep sertifikasi pendidik memang positif tetapi untuk merealisasikan akan banyak
mengalami kendala di lapangan. Ironisnya, kendala itu justru bersumber dari para dosen yang
pada akhirnya akan merugikan nasib dosen itu sendiri. Inilah masalah serius yang kita hadapi
bersama.

Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah IV Jawa Barat dan
Banten Prof. Dr. Didi Turmudzi (2007) menyatakan bahwa  masalah anggaran menjadi
kendala utama yang menyebabkan tersendatnya pelaksanaan sertifikasi dosen.Seperti halnya
sertifikasi guru, sertifikasi dosen pun sangat diperlukan guna meningkatkan kualitas
pendidikan di tingkat perguruan tinggi. Sampai sekarang pun kami masih belum tahu kapan
pemerintah akan mulai melaksanakan sertifikasi bagi para dosen, termasuk sertifikasi kepada
dosen swasta. Selain peraturan pemerintah (PP) mengenai sertifikasi dosen belum turun dan
anggaran yang belum memadai, perbedaan pendapat yang masih terjadi di semua unsur
termasuk tubuh pemerintah sendiri menjadi kendala yang menghambat pelaksanaan
sertifikasi ini. Lebih lanjut dikatakan bahwa “Perguruan tinggi juga sangat heterogen dan
tidak semuanya memiliki anggaran yang besar, sementara pemerintah pun belum siap dalam
anggaran ini. Jangankan untuk dosen, untuk guru saja belum tentu tuntas semuanya. Jadi,
sampai sekarang belum tahu kapan sertifikasi dosen akan dimulai. Sebab, semua hal masih
harus dipersiapkan secara matang,” tuturnya.

Prof. Dr. Ahmad Tafsir, salah seorang tim asesor dari Universitas Islam Negeri Gunung Jati,
dalam acara ”Seminar Kebijakan dan Implementasi Sertifikasi Profesi dan Guru PAI” di
5

Universitas Islam Bandung, mengungkapkan bahwa  peluang kecurangan bisa terjadi karena
antara asesor dan guru atau dosen yang diuji kompetensinya tidak saling bertemu. Proses
sertifikasi guru dan dosen yang diprogramkan pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan
kesejahteraan guru dan dosen diprediksikan rawan manipulasi, terutama berkait dengan
pemalsuan berbagai dokumen yang dilampirkan dalam penyusunan portofolio sebagai syarat
utama mendapat sertifikat pendidik.

D. Overview Draft Peraturan Pemerintah Tentang Dosen

Pada bagian ini didiskripsikan (overview) tentang draft Peraturan Pemerintah tentang dosen.
Sertifikat pendidik bagi dosen diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut: (a).
memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada satuan pendidikan  tinggi sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun; (b). memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli;
dan (c) lulus sertifikasi.

Sertifikasi dilakukan melalui penilaian pengalaman akademik dan profesional dengan


menggunakan penilaian portofolio dosen. Penilaian portofolio dosen mencakup penilaian atas
hasil pendidikan, pelatihan, dan berbagai kegiatan akademik yang bertujuan untuk
pengembangan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dosen tetap
dalam jabatan yang sudah memiliki kualifikasi akademik doktor dan sudah mempunyai
jabatan fungsional guru besar memperoleh sertifikat pendidik tanpa melalui penilaian
pengalaman akademik dan profesional

Sertifikasi pendidik bagi dosen diselenggarakan oleh perguruan tinggi terakreditasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah. Penyelenggara sertifikasi pendidik bagi dosen ditetapkan
berdasarkan pada kriteria berikut:

1. memiliki program studi yang relevan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang
terakreditasi sekurang-kurangnya bernilai B;
2. memiliki pendidik dan tenaga kependidikan dalam jumlah dan kualifikasi yang
memadai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
3. memiliki sarana dan prasarana pembelajaran dalam jumlah dan kualitas yang
memadai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jumlah peserta sertifikasi pendidik bagi dosen setiap tahun ditetapkan oleh Menteri.
Sertifikat pendidik bagi dosen yang diperoleh dosen berlaku selama yang bersangkutan
melaksanakan tugas sebagai dosen  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sertifikasi pendidik bagi dosen harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Objektif mengacu pada proses pemberian sertifikat pendidik bagi dosen yang imparsial, tidak
diskriminatif, dan memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Transparan) mengacu pada
proses sertifikasi yang memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan
untuk memperoleh akses informasi tentang pengelolaan pendidikan sebagai suatu sistem yang
meliputi masukan, proses, dan hasil sertifikasi. Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang
dipertanggungjawabkan kepada para pemangku kepentingan pendidikan secara administratif,
finansial, dan akademik.

Tunjangan profesi diberikan kepada dosen  yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. memenuhi persyaratan akademik sebagai dosen sesuai Undang-Undang Nomor 14


Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen;
6

2. memiliki satu atau lebih sertifikat pendidik bagi dosen yang telah diberi satu nomor
registrasi dosen oleh Departemen;
3. melaksanakan tugas sebagai dosen  tetap yang diangkat  oleh Pemerintah atau
masyarakat dan bertugas sebagai dosen  pada perguruan tinggi  yang memiliki izin
pendirian dari Pemerintah dengan beban kerja sesuai tri darma perguruan tinggi
sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester (sks);
4. beban kerja sesuai dengan tri darma perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada
huruf c untuk darma pendidikan dan penelitian sekurang-kurangnya sepadan dengan 9
(sembilan) satuan kredit semester (sks) yang dilaksanakan dalam perguruan tinggi
yang bersangkutan;
5. beban kerja sesuai dengan tri darma perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada
huruf c untuk darma pengabdian kepada masyarakat dapat dilaksanakan melalui
kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang bersangkutan atau melalui lembaga lain;
6. pengabdian kepada masyarakat melalui lembaga lain sebagaimana dimaksud pada
huruf e dilaksanakan dengan seijin pimpinan satuan perguruan tinggi yang
bersangkutan dan merupakan penerapan keahlian yang dimilikinya sebagai dosen;
7. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada instansi selain yang dimaksud pada huruf c;
8. terdaftar pada Departemen sebagai dosen  tetap; dan
9. berusia maksimal: 56 (lima puluh enam) tahun bagi dosen dengan jabatan Asisten
Ahli; 65 (enam puluh lima) tahun bagi dosen dengan jabatan Lektor atau Lektor
Kepala; dan 70 (tujuh puluh) tahun bagi dosen dengan jabatan guru besar yang
mendapat perpanjangan masa tugas. Guru besar yang berusia lebih dari 70 tahun dan
masih aktif sebagai dosen tetap memperoleh tunjangan profesi dari satuan pendidikan
tinggi dimana yang bersangkutan ditugaskan.

Berikut disajikan berbagai pengalaman sebagai bentuk hambatan dan kendala Sertifikasi
Pendidik bagi Guru sebagai berikut :

 Sebagian besar guru yang terpilih dalam kuota sertifikasi guru tahun 2006 dan 2007
menyatakan pesimistis bisa lolos dalam penilaian portofolio yang segera dilakukan
perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru dalam jabatan. Para guru ini
kesulitan untuk mengumpulkan bukti-bukti fisik dalam komponen portofolio seperti
yang disyaratkan (Kompas 14 Agustus 2007)
 Dari 1.778 guru di Jawa Barat hanya 1.544 orang yang menyerahkan portofolio guna
mengikuti sertifikasi guru untuk kuota tahun 2006. Dari jumlah yang mengumpulkan
portofolio tersebut hanya 477 orang atau sekitar 27 persen yang lulus sertifikasi
(Pikiran Rakyat Kamis, 27 September 2007)
 Menurut data Balitbang Depdiknas, secara nasional baru sekitar 8 persen guru SD
yang memiliki pendidikan minimal sarjana. Itu berarti, dari sekitar 1,2 juta guru SD
yang dimungkinkan diuji sertifikasi hanya 8 persen saja. Di luar SD banyak guru
SMP, SMA dan SMK yang bernasib sama; demikian pula dengan guru (pendidik) TK
dan PAUD, meskipun dengan variasi angka yang berbeda-beda. Itu artinya, untuk
mendapatkan tunjangan profesi, guru yang belum memiliki kualifikasi akademik D-
IV atau S1 harus melalui perjalanan yang cuku panjang dan berliku. Dirjen
Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Fasli Jalal  menyatakan
“Akan kita atur agar proses mendapat sertifikat profesi tidak KKN, bagaimana guru
yang ada di daerah juga dapat mengambil sertifikat profesi. Siapa yang harus
didahulukan mengambil sertifikat pendidik, akan kita buat aturannya,” Guru-guru
7

berstatus sarjana dan sudah mempunyai pengalaman kerja lebih dari 20 tahun akan
didahulukan. (http://menulisbuku.wordpress.com )
 Program sertifikasi guru akan berpotensi menimbulkan konflik horizontal antarguru di
sekolah. Sebab, guru ada yang sudah mendapatkan sertifikat akan memperoleh
tunjangan profesi, sementara sebagian lainnya belum, padahal kewajiban para guru
untuk melaksanakan proses belajar mengajar adalah sama (Suara Pembaharuan Daily)

E. Kajian Filofosi Sertifikasi Pendidik Bagi  Dosen Dalam Jabatan

Berbagai pengalaman dalam sertifikasi pendidik-guru dalam jabatan saat ini menampakkan
beberapa hambatan dan kendala sejak tahapan konsep dan substansi sertifikasi, mekanisme
hingga dampak sertifikasi dalam peningkatan mutu dan dan kesejahteraan para guru
Indonesia.

Secara filosofis, sertifikasi pendidik (dosen) perlu dilakukan pengembangan berkelanjutan.


Hal ini menjadi penting dan strategis, mengingat Perguruan Tinggi merupakan pusat
pengembangan nilai-nilai kehidupan, keilmuan dan ketrampilan yang perlu didukung tenaga
yang bermutu dan akuntabel.

Secara ontologis, konsepsi sertifikasi dosen dapat dipahami dari UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas, PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan UU
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sertifikasi dosen merupakan proses
pengakuan profesisebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi. Sertifikasi
dilakukan melalui penilaian pengalaman akademik dan profesional dengan menggunakan
penilaian portofolio dosen. Penilaian portofolio dosen mencakup penilaian atas hasil
pendidikan, pelatihan, dan berbagai kegiatan akademik yang bertujuan untuk pengembangan
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Sertifikasi pendidik dosen dalam
jabatan akan menilai kelayakan dan kesesuaian (fit and proper) terhadap berbagai kegiatan
yang telah dilakukan dalam melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi.  Implikasi dari
ontologis ini adalah dalam penjabaran konsep sertifikasi dosen dalam jabatan hendaknya
tepat konsisten dengan Tridarma PT sebagai acuan penilaian karier dosen yang selama ini
diatur melalui Jabatan  fungsional akademik.

Kualifikasi dosen yang wajib  mengikuti sertifikasi pendidik adalah : Berpendidikan Strata 2,
Berjabatan fungsional akademik serendah-rendahnya asisten ahli, Masa kerja 2 tahun.
Serfikasi dosen tidak perlu diikuti oleh Dosen berpendidikan Doktor dan berjabatan
fungsional Profesor.

Secara epistemologi, proses sertifikasi dosen dalam jabatan perlu dijabarkan secara
sistematik sejak tahapan menetapkan aspek-aspek portofolio, kriteria dan teknik pengukuran,
penilaian (keputusan) dan Tindaklanjut atas keputusan sertifikasi.

Pelaksanaan sertifikasi dosen dengan acuan yuridis–formal sebagai berikut :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional,
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
dan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
8

Sertifikasi dilakukan berbasarkan  prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Sesuai prinsip good governance  yaitu partisipasi, keterbukaan,  obyektif,


transparansi, dan akuntabilitas. (a) Partisipatif, artinya setiap dosen diberi
kesempatan untuk menghitung portofolio yang menjadi fokus sertisikasi. (b)
Keterbukaan, artinya setiap dosen memiliki kesempatan untuk mengetahui konsep,
prinsip dan teknik penilaian portofolio. (c) Objektif, artinya  mengacu kepada proses
perolehan sertifikat pendidik yang impartial, tidak diskriminatif, dan memenuhi
standar pendidikan nasional. (d) Transparan, artinya mengacu kepada proses
sertifikasi yang memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan
untuk memperoleh akses informasi tentang pengelolaan pendidikan, yang sebagai
suatu sistem meliputi masukan, proses, dan hasil sertifikasi.(e) Akuntabel, artinya
proses sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan
pendidikan secara administratif, finansial, dan akademik.
2. Dilaksanakan secara terencana dan sistematis. (a) Sertifikasi mengacu pada
kompetensi dan standar kompetensi dosen  (kompetensi pedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional), (b) Untuk memberikan sertifikat pendidik kepada dosen,
perlu dilakukan penilaian terhadap unjuk kerjanya, sebagai bukti penguasaan
seperangkat kompetensi yang dipersyaratkan. (c) Instrumen penilaian kompetensi
tersebut dapat berupa tes dan non tes. Pengembangan instrumen penilaian kompetensi
guru dilakukan oleh Perguruan Tinggi Negeri dan atau swasta tertentu yang ditunjuk
oleh Pemerintah dengan standar yang sama untuk seluruh Indonesia.
3. Berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan
mutu dan kesejahteraan dosen : (a) Sertifikasi dosen  merupakan upaya Pemerintah
dalam meningkatkan mutu guru yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan
dosen (b) Dosen yang telah lulus uji sertifikasi guru akan diberi tunjangan profesi
sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk upaya Pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan dosen (c) Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi dosen yang berstatus
pegawai negeri sipil (PNS) maupun yang berstatus non-pegawai negeri sipil (non
PNS/swasta). (d) Peningkatan mutu dan kesejahteraan dosen diharapkan dapat
meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara
berkelanjutan.

Perguruan Tinggi yang diberi kewenangan melakukan sertifikasi dosen dengan kriteria
sebagai berikut  :

 Fakultas/Progdi. S-1 Berakreditasi A,


 Menyelenggarakan Program  Pasca Sarjana dengan akreditasi Unggul dan relevan
dengan latar belakang dosen yang akan diakreditasi
 Memiliki website dan e-learning, yang  dapat diakses oleh Stake holder
 Memiliki pengalaman melakukan sertifikasi profesi

Secara teknik sertifikasi dibawah tanggung jawab dan koordinasi Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.  Kepada dosen-dosen di lingkungan Perguruan Tinggi Swasta perlu
melibatkan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) dalam mensosialisasikan dan
mengkoordinasikan portofolio dan memberdayakan dosen yang dipandang berkualifikasi
sebagai asesor.

Untuk menjadi asesor dalam sertifikasi dosen diusulkan memiliki kualifikasi sebagai berikut :
9

1. Bergelar Doktor pada bidang studi (disiplin ilmu) yang relevan


2. Berjabatan Fungsional Akademik Profesional

Secara Aksiologi, Sertifikasi pendidik akan memberikan nilai-nilai profesional dalam


peningkatan mutu sekaligus kesejahteraan dosen. Secara profesional, dengan sertifikasi
pendidik memberikan pengakuan para dosen dalam melaksanakan Tridarma Perguruan
Tinggi. Hal ini akan memotivasi para dosen dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya baik sebagai pendidik (pengajar), peneliti dan mengabdikan dirinya kepada
masyarakat. Dengan sertifikasi dapat  meningkatan pemerataan pendidikan di tanah air, oleh
karena dengan sertifikasi ini memungkinkan adanya ‘polling resources’ secara nasional
dalam memecahkan persoalan kekurangan dosen berkualitas.  Implikasi dari pemikiran ini,
dapat menyusun regulasi tentang sertifikasi dosen hendaknya dapat menjamin good
governance yang dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja para dosen.
Dengan standarisasi penilaian portofolio, setiap dosen yang lulus sertifikasi akan memiliki
kemampuan (kompetensi) minimal yang wajib dipenuhinya untuk melaksanakan jabatan
fungsionalnya.

Secara ekonomis, sertifikasi pendidik akan meningkatkan kesejahteraan dosen dalam bentuk
penerimaan tunjangan profesi.  Dengan tambahan penghasilan ini akan memusatkan
perhatian pada tugas-tugas akademik yang menjadi tanggung jawabnya.

F. Kesimpulan

Dari pemahaman dan pembahasan di atas dapat disimpulkan :

1. Sertifikasi dosen merupakan proses pengakuan profesi sebagai tenaga profesional


pada jenjang pendidikan tinggi. Sertifikasi dilakukan melalui penilaian pengalaman
akademik dan profesional dengan penilaian portofolio kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, dan sosial.
2. Proses sertifikasi dosen dalam jabatan perlu dijabarkan secara sistematik sejak
tahapan menetapkan aspek-aspek portofolio, kriteria dan teknik pengukuran, penilaian
(keputusan) dan Tindaklanjut atas keputusan sertifikasi. Sertifikasi dilakukan
berdasarkan  prinsip-prinsip good governanse  yaitu partisipasi, keterbukaan, 
transparansi, dan akuntabilitas.
3. Sertifikasi pendidik akan memberikan nilai-nilai profesional dalam peningkatan mutu
sekaligus kesejahteraan dosen.

Daftar Pustaka

Didi Turmudzi Prof. Dr. Dalam http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/ 102007 /23


/0701.htm23 Okt 2007, (14 November 2007)
Ismaun, Prof. Dr. H. M.Pd, (2007), Filsafat Administrasi Pendidikan, (Serahan
Perkuliahan), Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Mudyahardjo, Redja, (2000), Pengantar Pendidikan (Studi Awal tentang Dasar-dasar
Pendidikan di Indonesia), Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada (2006).
Oong, Komar, Dr. H. M.Pd, 2007, Modul Filsafat Ilmu dan Pendidikan, Sekolah Pasca
Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Supriyoko Ki dalam http://www.suarapembaruan.com/News/2006/06/16/Editor/ edit01. htm
(14 November 2007)
Syaiful Sagala, Dr., MPd., dalam : “Administrasi Pendidikan Kontemporer”, Alphabeta,
10

Bandung (2006).
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang “Sistem Pendidikan Nasional”
UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang “Guru dan Dosen”, BP. Cipta Jaya Jakarta (2006).
PP  RI  No. 19  tahun 2005 tentang “Standar Nasional Pendidikan “, Sinar Grafika, Jakarta
(2005).
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0708/14/ humaniora/3762226.htm
Amandemen UUD 1945, perubahan ke-1, 2, 3 dan 4 dalam satu naskah, Media Pressindo,
Jakarta (2005).
http://menulisbuku.wordpress.com/2007/09/13/mampukah-sertifikasi-guru mendongkrak-
mutu-pendidikan/

http://www.suarapembaruan.com/News/2007/10/20/Kesra/kes01.htm

You might also like