Professional Documents
Culture Documents
FISIK
PENENTUAN STABILITAS LARUTAN ASPIRIN
DENGAN CARA ANALISIS STABILITAS
DIPERCEPAT
Disu s un O
le h :
Tujuan Percobaan :
Menentukan harga T90 larutan
Aspirin dengan cara analisis
stabilitas dipercepat.
P er c o ba an :
Prinsip
t ( a c c e le ra te d s t a b ility
n a li s is s ta b ilit a s d ip ercepa
Metode a a n p r in s ip - p r in s ip k inetika
m e th o d ) a d a la h b e rdasark m
analysis p e r u ra ia n o b a t d a la
u ru t ca ra in i, n il a i k untuk
kimia. Men ik k a n , d ip e r o le h d e ngan
p a d a b e r b a g a i s u hu dina k t u
larutan ko nsentr a s i te r h a d a p w a
e b e ra p a fu n g s i
memplot b a la ju p e ru ra ia n s p esifik
n o rd e p e r t a m a). L ogaritm la k
(peruraia a li kan dar i te m p e ra t u re m u t
lo t te r h a d a p k e b
kemudian dip asil b e r u p a g a ri s lurus,
r h e n iu s), d a n h
(plot Ar a m a r s e h in g g a d ip e roleh
p ola s ik a n s a m p a i suhu k it as
diekstra t u k me m p e rk ir a ka n s ta b il
a n g d ig u n a k an u n
nilai k28 y
o
b ia s a d a la m sehari.
yim p a na n
obat pada kondisi pen
LATAR BELAKANG
Pada masa lalu banyak perusahaan Farmasi
mengadakan evaluasi Stabilitas sediaan
Farmasi dengan pengamatan selama satu
tahun atau lebih, sesuai dengan waktu normal
yang diperlukan. Namun metode ini sangat
membutuhkan durasi waktu yang cukup lama.
Untuk itu beberapa tahun berikutnya para
peneliti mencoba menggunakan Metode
Analisis dipercepat yang berdasarkan pada
Prinsip Kinetika Kimia.
Metode Analisis dipercepat tersebut
menggunakan nilai K untuk penguraian Obat dalam
larutan pada pelbagai suhu yang dinaikkan dan
diperoleh dengan memplot beberapa fungsi
konsentrasi terhadap waktu penguraian orde
pertama. Logaritma laju penguraian spesifik
kemudian di plot terhadap kebalikan dan
temperature Mutlak (Plot Arhenius), hasilnya berupa
garis lurus yang diekstrapolasi sampai suhu kamar.
Misalnya K 28’C digunakan untuk memperoleh
stabilitas obat pada kondisi penyimpanan biasa
dalam sehari.
Sampai saat ini metode tersebut
menggambarkan kemampuannya
dalam menggunakan prinsip
kinetika kimia untuk meneliti
peruraian suatu obat berkhasiat
yang berada dalam larutan secara
teliti, maupun metode tersebut juga
dapat berfungsi untuk menentukan
mekanisme peruraiannya. Peruraian
yang terjadi pada obat diamati
dalam berbagai suhu, lalu diukur
absorbansinya (Connor, 1980).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Asam asetil salisilat (Asetosal=Aspirin) mengandung
tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5%
C9H8O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemeriannya berupa hablur putih, umumnya seperti
jarum/lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih,
umumnya berbau/berbau lemah. Stabil di udara kering;
di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa
menjadi asam salisilat dan asetat. Aspirin sukar larut
dalam air; mudah larut dalam etanol; larut dalam
klorofom dan eter; agak sukar larut dalam eter mutlak
(Depkes RI, 1995).
Dalam formulasi dan produksi yang umum, bahan obat
bercampur dengan banyak zat-zat kimia, beberapa
diantaranya tertinggal dibentuk sediaan jadi dan yang
lainnya tidak tertinggal di produk jadi. Pada masing-masing
kasus, bahan-bahan formulasi harus diseleksi sehingga
tidak mengganggu stabilitas kimia maupun fisika dari
komposisi zat aktif. Jika bahan obat tersebut relative tidak
stabil, adalah pekerjaan farmasis dibagian riset untuk
menemukan cara meningkatkan stabilitasnya. Misalnya
dengan penggunaan bentuk baru seperti garam atau ester
dari bahan obat, pengurangan atau substitusi bahan
formulasi atau suatu urutan dalam metode yang umum
dalam produksi dimana obat diberikan perlindungan special
dan panjang untuk melawan dekomposisi (Ansel, 1981).
Proses hidrolisis mungkin merupakan penyebab tunggal peruraian.
Obat pada umumnya karena banyak bahan obat adalah ester atau
mengandung gugus kimia lain seperti amida, lakton, laktam yang mudah
mengalami reaksi hidrolisis (Ansel, 1981).
Ketidakstabilan obat dalam formulasi farmasetik dapat dideteksi
dengan beberapa hal sederhana, adanya perubahan fisik, warna, bau,
rasa, atau tekstur bahan obat dimana selain itu, perubahan kimia dapat
teradi tanpa bukti terlihat yang hanya dapat dipastikan dengan analisis
kimia. Penentuan data yang akurat mengenai stabilitas formulasi
mengarah pada prediksiwaktu pakai yang diinginkan dari produk dan,
ketika diperlukan, waktu merancang ulang obat dan untuk formulasi
ulang bentuk sediaan. Secara nyata, kecepatan degradasi obat yang
terjadi dalam formulasi adalah yang penting. Studi mengenai laju
perubahan kimia dan cara dimana ia dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti konsenterasi obat atau reaktan, pelarut yang digunakan, dan
kondisi suhu dan tekanan, dan adanya zat kimia lain dalam formulasi
disebut kinetika reaksi (Ansel, 1981).
Ada beberapa pendekatan ke arah stabilisasi preparat
farmasetik yang mengandung komponen yang mudah rusak
oleh hidrolisis mungkin yang paling jelas adalah reduksi atau
yang lebih balik lagi, eleminasi air dari sistem farmasetik.
Bahkan bentuk sediaan padat yang mengandung obat tidak
tahan air harus dilindungi dari kelembapan udara. Ini dapat
diatasi dengan menggunakan suatu salut tahan air pada tablet
atau dengan menutup dan menjaga obat tertutup rapat dalam
wadahnya. Bukan hal yang aneh untuk mendeteksi aspirin yang
terhidrolisa dengan mencium bau asam aseta saat membuka
botol tablet aspirin. Dalam sediaan cair, air sering digantikan
atau dihilangkan dari formulasi dengan menggunakan cairan
pengganti lain seperti gliserin, propilen glikol dan alkohol. Dalam
produk injeksi tertentu, minyak tumbuhan anhidrat dapat
digunakan sebagai pelarut obat untuk mengurangi peluang
peruraian oleh hidrolisis (Ansel, 1981).
Dalam studi kinetika yang umum dimulai dengan
mengukur konsenterasi obat yang diperiksa dalam jangka
waktu tertentu dengan mengatur spesifik dalam hal
kondisinya termasuk suhu, pH, kekuatan ion, intensitas
cahaya, dan knsenterasi obat. Pengukuran konsenterasi
obat pada waktu yang bervariasi menunjukan stabilitas
ataupun instabilitas obat pada kondisi khususselama
waktu tersebut. Mulai dari titik awal ini, masing-masing
kondisi awaldapat bervariasi pada basis individu untuk
menetapkan pengaruh yang seperti perubahan-
perubahan yang berpengaruh terhadap kestabilan.
Misalnya, pH larutan diubah, demikian juga suhu,
intensitas cahaya, dan konsenterasi obat tidak berubah
dari konsenterasi awal (Ansel, 1981).
Penggunaan kondisi yang dilebih-lebihkan dari suhu,
kelembapan, cahaya, dan yang lainnya, untuk menguji
stabilitas formulasi obat disebut pengujian stabilitas
dipercepat. Studi temperatur bertingkat, sebagai
contoh,umumnya dibuat 37°, 50°, 60°C (140°F), sebaik pada
suhu ruang, lemari es atau freezer. Penggunaan studi
dipercepat adalah untuk menentukan formulasi yang paling
stabil dari suatu produk obat. Setelah satu formulasi paling
stabil ditentukan, stabilitas jangka panjang produk tersebut
diperkirakan dari data yang diperoleh dengan melanjutkan
studi stabilitas. Tergantung pada tipe dan keparahan
kondisinya, tidaklah aneh untuk menjaga/mengatur sampel
dalam kondisi stabilitas dipercepat selama satu bulan sampai
satu tahun. Studi seperti itu menunjukkan perkiraan waktu
pakai/tanggal kadaluarsa suatu produk obat (Ansel, 1981).
BAB III
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1Alat
-Spektrofotometer
-Labu takar
-Pipet volum
-Gelas ukur
-Termometer
-Termostat
-Erlenmeyer
3.2 Bahan
₋Aspirin
₋Asam nitrat 1%
₋Feri nitrat 1%
₋Asam salisilat
₋Air suling
3.3 Prosedur Kerja
4.1 PERHITUNGAN
Persamaan regresi dari asam salisilat
Rata-rata 25 0,32167
SUHU 37O
a = -0,0032
b = Y – aX = 2,2764 – {-0,0032 (25)} = 2,2804
SUHU 70O
a = -1,24 x 10-3
b = Y – aX = 1,4257 + 4,3980(3079,08) = 13546,3861
K28 => X = 3322,6
=16,21 jam
REAKSI PERCOBAAN
PEMBAHASAN
T90 adalah waktu yang dibutuhkan oleh obat untuk menjadi 90% dari
konsentrasi awalnya. Berdasarkan hasil percobaan, T 90 larutan Aspirin 1% yang
diuji adalah 16,21 jam, artinya shelf-time(masa pakai) larutan tersebut hanya
16,21 jam sejak larutan itu dibuat. Atau dengan kata lain setelah 16,21 jam,
larutan tersebut sudah kadaluarsa karena kadarnya menjadi kurang dari 90%
konsentrasi awalnya.
Dari metode analisis dipercepat dapat diperoleh K 28o yang digunakan untuk
memperoleh stabilitas obat pada kondisi penyimpanan biasa dalam sehari. T 90
larutan uji sangat kecil, yakni hanya 16,21 jam. Ini menunjukkan bahwa Aspirin
sangat tidak stabil dalam air karena mudah terhidrolisa secara bertahap menjadi
air menjadi asam asetat dan asam salisilat(Depkes RI,1995).
Berdasarkan pertimbangan terhadap ketidakstabilan Aspirin dalam air, dapat
disimpulkan bahwa Aspirin tidak cocok dibuat dalam bentuk larutan dalam air.
Aspirin stabil bila dibuat dalam bentuk kering yakni dalam bentuk tablet, ataupun
serbuk yang baru dilarutkan saat ingin diminum (contoh sediaan di pasaran:
B.M.Tan produksi Yahi Utama). Selain dalam bentuk kering, aspirin juga dapat
dibuat dalam bentuk emulsi ganda a/m/a di mana aspirin dilarutkan dalam fase
minyak.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Harga T90 Larutan Aspirin 1% yang diuji
dengan metode analisis dipercepat adalah 16,21
jam.
5.2. SARAN
Untuk percobaan berikutnya, agar digunakan
metode analisa dipercepat lainnya.
Untuk percobaan berikutnya, agar pengujian
stabilitas dilakukan pada sediaan/obat lainnya
juga (agar lebih bervariasi) .
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C.(1981). INTRODUCTION TO PHARMACEUTICAL DOSAGE FORMS.