You are on page 1of 15

Pendahuluan

Menulis tokoh seringkali bukan pekerjaan mudah. Terutama bila sang tokoh pemikir
atau pemimpin pasukan yang melintasi zaman. Perjalanan waktu kerap membuat sang tokoh
mendekati mitos, seperti dikatakan Mircea Eliade, Filsuf dan penulis agama. Fakta disekitar si
tokoh mengalami “pembesaran”. Realitas bergeser tapi justru membuat orang merasa nyaman.

Penyandingan para tokoh islam ini menimbulkan kerumitan tersendiri secara alamiah.
Setiap tokoh memilki kesamaan sekaligus perbedaan sendiri-sendiri. Meraka sama-sama
mengusung bendera islam. Takterbantahkan pula dukungan mereka terhadap perjuangan
memerdekaan Indonesia dari penjajahan belanda. Tapi kemudian mereka menumpuh jalan
berbeda. Dimana tokoh-tokoh pendiri Negara Islam Indonesia antara lain sebagai berikut :

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo

Kendati dikenal sebagai pemimpin Islam, pria


kelahiran Cepu, Jawa Tengah, 7 Januari 1905, itu
sesungguhnya sosok yang tidak terlalu “islami”.
Ayahnya, Kartosoewirjo, adalah seorang mantri
candu-pangkat yang cukup tinggi untuk orang
“inlander” di masa colonial. Candu dan Islam jelas
bukan pasangan yang mapan.

Keluarga Kartosoewirjo memang tergolong priayi


feodal, dan bukan pemeluk islam yang taat.
“Keluarga kami cenderung ambangan,”. Masa kecil
Sekarmadji Maridjan Kartosoewiryo pun tak karib dengan pendidikan agama. Dia terus
menerus menempuh pendidikan di sekolah Belanda.

Setelah menamatkan Inlandsche School der Tweede Klasse, yang dikenal sebagai “Sekolah
Ongko Loro (angka dua)”. Karto kecil melanjutkan sekolah ke Hollands Inlandsche School di
Rembang, Jawa Tengah. Setelah itu, dia meneruskan pendidikan ke Europesche Lagere
School, sekolah elite khusus untuk anak Belanda, di Bojonegoro, Jawa Timur.

Hanya anak pribumi cerdas dan berasal dari kluarga amtenar yang boleh masuk sekolah itu.
Kemudian dia melanjutkan lagi pendidikan ke Nederlandsch Indische Artsen School – Biasa
disebut sekolah dokter jawa – di Surabaya.

Di masa remaja, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang mulai tertarik pada dunia
pergerakan justru akrab dengan pemikiran kebangsaan-bahkan “kiri”. Dia diketahui banyak
membaca buku sosialisme yang diperoleh dari pamannya, Mas Marco Kartodikromo.1

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo adalah sosok protagonis yang akhirnya menjadi


antagonis, karena ketidaksesuaian pendapat dengan para penguasa pusat. Namanya parallel
1
Kartosoewirjo : Memimpikan Negara Islam hal 1-3
1
dengan Abdul Qahhar Mudzakar, Daud Beureuh, dan beberapa nama pemimpin pemberontak
di daerah pada tahun 1950-an. Banyak diantara mereka yang turut mempertaruhkan nyawa
dan berjuang mempertaruhkan kemerdekaan RI, tetapi garis nasib menentukan lain.

Sejarah Indonesia mencatat nama Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo sebagai pemberontak


yang memproklamirkan Negara Islam Indonesia (NII) di tasikmalaya, 1949. Pusara tokoh
islam ini sampai saat ini belum diketahui. Soekarno melarang mengembalikan jasadnya ke
tengah keluarga dan pengikutnya. Soekarno cemas akan kebangkitan pengaruh dan charisma
Kartosoewirjo sebagai tokoh yang paling awal menjadikan Islam sebagai asas partai.

Kiprah politiknya berawal saat ia menjadi murid sekaligus secretariat pribadi tokoh partai
sarekat islam, H.O.S. Tjokroaminoto. Karirnya melejit menjadi sekretaris jendral partai.
Serikat Islam Indonesia (PSII-kelanjutan dari sarekat Islam milik Tjokroaminoto). Bagi
Kartosoewirjo, yang paling membekas dalam benaknya adalah cita – cita mendirikan Negara
Islam (Daulah Islamiyah). Cita – cita ini sangat mempengaruhi jalan pikiran maupun suratan
nasib Kartosoewirjo di kemudian hari.

Di PSII juga Kartosoewirjo menemukan jodohnya. Ia menikah dengan Umi Kalsum, anak
seorang tokoh PSII di Malangbong (di daerah ini pula kelak Kartosoewirjo mendirikan
Institut Suffiah untuk membina kader – kader NII). Karena berbeda pandangan.
Kartosoewirjo pada akhirnya hengkang dari PSII. Ia pantang bekerjasama dengan penjajah.
Kemudiania mendirikan Komite Pembela Kebenaran Partai Sarekat Islam Indonesia
(KPKPSII).

Pada masa perang kemerdekaan 1945 – 1949, kartosoewirjo juga terlibat aktif. Namun lagi –
lagi, sikap kerasnya banyak mempengaruhi keputusan – keputusannya di lapangan, termasuk
ketika ia menolak perintah pusat agar seluruh Divisi Siliwangi Melakukan long march ke
Jawa Tengah. Perintah longmarch merupakan konsekuensi perundingan Renville, yang sangat
mempersempit wilayah kedaulatan RI.

Kartosoewirjo menolak keras hasil perundingan tersebut, ia memang tidak pernah mau
berkompromi apalagi mengalah dalam perundingan dengan pihak Belanda. Sikap tak mau
kompromi juga ditunjukan ketika pemerintah RI mendekati guna mencari jalan tengah.
Kartosoewirjo menolak posisi menteri yang ditawarkan Amir Sjaifuddin yang saat itu
menjabat sebagai Perdana Menteri.

Kekecewaannya terhadap Jakarta semakin membulatkan tekad untuk membentuk NII.


Sebenarnya pembentukan NII bukanlah perjuangan local. Sejak NII berdiri hingga
Kartosoewirjo tertangkap pada 4 Juni 1962, tercatat beberapa daerah menyatakan menjadi
bagian dari NII. Daerah tersebut antaralain Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan
Selatan, dan Aceh.

Gerilya NII melawan pemerintah RI berlangsung lama. Kartosoewirjo dan para pengikutnya
sempat menguasai daerah pegunungan di Jawa Barat. Setelah aparat keamanan
menangkapnya setelah melalui perburuan panjang selama sebelas tahun di wilayah

2
pegunungan Jawa Barat. Ulama itu di jatuhi hukuman mati oleh pemerintah dengan tuduhan
memberontak.2

Teungku Daud Beureuh


Teungku Muhammad Daud Beureueh adalah salah satu tokoh ulama besar Aceh. Bersama
ulama lain pada zamannya, beliau berjuang mengibarkan dan menegakkan panji-panji Islam
di bumi Aceh. Sebagaimana yang pernah dituturkannya kepada Boyd R. Compton dalam
sebuah wawancara, "Anda harus tahu, kami di Aceh ini punya sebuah impian. Kami
mendambakan masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda, pada masa Aceh menjadi Negara
Islam. Di zaman itu, pemerintahan memiliki dua cabang, sipil dan militer. Keduanya didirikan
dan dijalankan menurut ajaran agama Islam. Pemerintahan semacam itu mampu memenuhi
semua kebutuhan zaman moderen. Sekarang ini kami ingin kembali ke sistem pemerintahan
semacam itu". (Boyd R. Compton, Surat-Surat Rahasia Boyd R. Compton, Jakarta: LP3ES,
1995)3

Teungku M. Daud Beureueh dilahirkan pada 15 September 1899 di sebuah kampung bernama
"Beureueh", daerah Keumangan, Kabupaten Aceh Pidie. Kampung Beureueh adalah sebuah
kampung heroik Islam, sama seperti kampung Tiro. Ayahnya seorang ulama yang
berpengaruh di kampungnya dan mendapat gelar dari masyarakat setempat dengan sebutan
"Imeuem (imam) Beureueh". Teungku Daud Beureueh tumbuh dan besar di lingkungan
religius yang sangat ketat. Ia tumbuh dalam suatu formative age yang sarat dengan nilai-nilai
Islam di mana hampir saban magrib Hikayat Perang Sabil dikumandangkan di setiap
meunasah (masjid kampung). Ia juga memasuki masa dewasa di bawah bayang-bayang
keulamaan ayahnya yang sangat kuat mengilhami langkah hidupnya kemudian.

Orang tuanya memberi nama Muhammad Daud (dua nama Nabiyullah yang diberikan kitab
Alquran dan Zabur). Dari penamaan ini sudah terlihat, sesungguhnya yang diinginkan orang
tuanya adalah bila besar nanti ia mampu mengganti posisi dirinya sebagai ulama sekaligus
mujahid yang siap membela Islam. Karena itu, pada masa-masa usia sekolah, ayahnya tidak
memasukkan beliau ke lembaga pendidikan resmi yang dibuat Belanda seperti: Volkschool,
Goverment Indlandsche School, atau HIS. Namun lebih mempercayakan kepada lembaga
pendidikan yang telah lama dibangun ketika masa kerajaan Islam dahulu semodel
dayah/zawiyah. Yang menjiwai ayahnya adalah semangat anti-Belanda/penjajah yang masih
sangat kuat. Apalagi ketika itu Aceh masih dalam suasana perang di mana gema Hikayat
Perang Sabil masih nyaring di telinga masyarakat Aceh.

Dalam pusat pendidikan semacam ini, Daud ditempa dan dididik dalam mempelajari tulis-
baca huruf Arab, pengetahuan agama Islam (seperti fikih, hadis, tafsir, tasawuf, mantik, dsb),
pengetahuan tentang sejarah Islam, termasuk sejarah tatanegara dalam dunia Islam di masa
lalu, serta ilmu-ilmu lainnya. Dari latar belakang pendidikan yang diperolehnya ini, tidak
disangsikan lagi, merupakan modal bagi keulamaannya kelak.

2
100 tokoh yang mengubah Indonesia : Kartosoewirjo hal 100-102
3
http://luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Etc/Beureueh.html (akses : 7 Mei 2011)
3
Sekalipun tidak mendapatkan pendidikan Belanda, namun dengan kecerdasan dan
kecepatannya berpikir, beliau mampu menyerap segala ilmu yang diberikan kepadanya itu,
termasuk bahasa Belanda. Kebiasaannya mengkonsumsi ikan, yang merupakan kebiasaan
masyarakat Aceh, telah membuatnya menjadi quick-learner (mampu belajar cepat).

Kemampuan yang luar biasa ini, sebagian besar karena ia merasa menuntut ilmu adalah wajib.
Maka belajar tentang segala sesuatu, dipersepsikannya hampir sama dengan "mendirikan
shalat". Dalam usia yang sangat muda, 15 tahun, ia sudah menguasai ilmu-ilmu Islam secara
mendalam dan mempraktekkannya secara konsisten. Dengan segera pula ia menjadi orator
ulung, sebagai "singa podium." Ia mencapai popularitas yang cukup luas sebagai salah
seorang ulama di Aceh. Karena itu, beliau mendapat gelar "Teungku di Beureueh" yang
kemudian orang tidak sering lagi menyebut nama asli beliau, tetapi nama kampungnya saja.
Ketenaran seorang tokoh di Aceh senantiasa melekat pada kharisma kampungnya. Kampung
adalah sebuah entitas politik yang pengaruhnya ditandai dengan tokoh-tokoh perlawanan.
Dari kenyataan ini, seorang yang terlahir dari sebuah entitas resisten, tidak akan pernah
berhenti melawan sebelum cita-cita tercapai. Kendatipun pihak lawan menggunakan segala
daya dan upaya untuk membungkam perlawanan tersebut.

Untuk membungkam dan memadamkan perlawanan Muslim Aceh, Belanda, atas saran Snouk
Hourgronje, melakukan pengaburan konsep tauhid dan jihad. Belanda membuat aturan
pelarangan berdirinya organisasi-organisasi politik Islam. Restriksi ini membuat para ulama
di Aceh berang dan ingin mengadakan pembaruan perjuangan melawan penjajah Belanda.
Maka atas inisiatif beberapa ulama yang dipelopori oleh Teungku Abdurrahman, dibentuk
sebuah organisasi yang bernama PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) di Matang
Glumpang Dua. Dalam kongres pembentukannya, dipilihlah Teungku Muhammad Daud
Beureueh sebagai ketua. Aceh adalah negeri sejuta ulama, dan mengetuai organisasi politik
ulama berarti juga secara de facto menjadi "Bapak Orang-Orang Aceh".4

Semenjak itu, Daud Beureuh memegang peranan sangat penting di dalam pergolakan-
pergolakan di Aceh, dalam mengejar cita-citanya menegakkan keadilan di bumi Allah dengan
dilandasi ajaran syariat Islam. Sehingga, umat Islam dapat hidup rukun, damai dan sentosa
sebagaimana yang dulu pernah diperbuat oleh raja-raja Islam sebelum mereka. Menurut
catatan Compton, "M Daud Beureueh berbicara tentang sebuah Negara Islam untuk seluruh
Indonesia, dan bukan cuma untuk Aceh yang merdeka. Ia meyakinkan, kemerdekaan
beragama akan dijamin di negara semacam itu, dengan menekankan contoh mengenai
toleransi besar bagi penganut Kristen dalam negara-negara Islam di Timur Dekat. Kaum
Kristen akan diberi kebebasan dan dilindungi dalam negara Islam Indonesia, sedangkan umat
Islam tidak dapat merasakan kemerdekaan sejati kalau mereka tidak hidup dalam sebuah
negara yang didasarkan atas ajaran-ajaran Alquran."

Langkah awal dalam upaya itu adalah mengusir segala jenis penjajahan yang pernah
dipraktekkan Belanda, Jepang, dan zaman revolusi fisik (1945-1949) pada awal kemerdekaan,
maupun ketika Aceh berada di bawah kekuasaan Orde Lama Soekarno dan Orde Baru
4
http://luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Etc/Beureueh.html (akses : 7 Mei 2011)
4
Soeharto. Sejak saat itulah, Teungku Daud Beureueh diyakini oleh orang-orang sebagai
"Bapak Darul Islam".

Daud Beureueh dikenal luas sebagai Gubernur Militer Aceh selama tahun-tahun revolusi.
Tetapi ketika jabatannya sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo dicabut
oleh PM Mohammad Natsir, ia hidup tenang-tenang di desanya --tampaknya seperti pensiun.

Setelah Aceh masuk ke dalam Republik Indonesia Komunis (RIK) di bawah panji Pancasila,
Daud Beureueh diberi jabatan Gubernur Kehormatan dan diminta menetap di Jakarta sebagai
penasihat di Kementerian Dalam Negeri. Ia tidak menerima penghormatan ini. Satu-satunya
tindakan pentingnya yang diketahui umum adalah pada saat ia mengetuai Musyawarah Ulama
Medan, April 1951. Setelah musyawarah itu, Daud Beureueh melakukan tur singkat keliling
Aceh, memberikan ceramah-ceramah provokatif bernada mendukung ide Negara Islam. Ia
kemudian kembali ke desanya, dan --membuat takjub penduduk Medan yang sudah maju--
membangun sebuah tembok besar dan masjid sungguhan dengan tangannya sendiri. Daud
Beureueh lebih tampak sebagai pensiunan perwira militer ketimbang sebagai ahli agama,
meskipun ia menyandang gelar teungku.

Teungku Daud Beureueh adalah "Bapak Orang-Orang Aceh" yang tetap tegar meski
dikecewakan oleh kaum fasiqun di Jakarta. Dengan postur tubuhnya yang kurus tapi kuat, ia
adalah tipe manusia ideal. Sebagaimana dicatat oleh Compton, dari bawah pecinya, rambut
kelabunya yang dipangkas pendek kontras dengan wajahnya yang muda dan coklat
kemerahan. Bicaranya lugas, bahkan pernyataannya banyak yang blak-blakan. Misal: "Saya
tanya, apakah pemerintahan seperti itu mampu mengatasi masalah-masalah Aceh sekarang
ini? Ya, ambillah pengairan sebagai contoh. Pada zaman Iskandar Muda, dibuat saluran dari
sungai yang jauhnya sebelas kilometer dari sini menuju laut. Daerah Pidie menjadi sangat
makmur. Dibuat pula saluran lain tak jauh dari yang pertama, keduanya dikerjakan oleh
ulama. Beda dengan ulama zaman sekarang, pemimpin-pemimpin di masa itu tak takut sarung
mereka kena lumpur. Sekarang saluran-saluran itu sudah rusak, dan hasil panen padi merosot.
Sebelum terjadi perang, Aceh biasa mengekspor beras untuk kebutuhan seluruh wilayah
Mardhatillah Sumatera Timur. Sekarang kita mengimpor beras dari Burma".

Dalam impiannya, ia melihat sebuah Aceh yang sejahtera di bawah pimpinan kelompok
ulama yang ditampilkan kembali. Di masa keemasan itu, hanya orang-orang yang benar-benar
berpengetahuan yang dapat menjadi ulama. Sedangkan di zaman modern ini, hampir setiap
orang dengan bermodalkan "taplak meja dililitkan di leher" bisa mengaku berhak untuk
disebut ulama.

Daud Beureueh bicara dengan gelora dan kesungguhan tentang perlunya pembaruan. Setelah
semua kemungkinan terbentuknya sistem politik Islam sirna dan janji-janji Soekarno akan
menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam tidak pernah ditepati, maka jiwa jihad Teungku
Daud Beureueh pun bergolak. Ia kemudian menjadikan Aceh sebagai "Negara Bagian Aceh-
Negara Islam Indonesia" (NBA-NII) dan berjuang hingga tahun 1964 di gunung-gemunung
Tanah Rencong. Soekarno, meskipun terkenal hebat di mata orang-orang Aceh, namun karena

5
penipuannya terhadap orang Aceh, nama Soekarno identik dengan berhala yang harus
ditumbangkan.

Compton bisa memahami mengapa orang-orang membandingkan Daud Beureueh dengan


Soekarno yang cemerlang sebagai orator massa. Seandainya keduanya berpidato di sebuah
acara yang sama, konon Soekarno akan menjadi juara kedua jika pendengarnya orang Aceh,
terutama kalau sang "Singa Aceh" sudah mulai gusar dan marah.

Sementara ia terus bicara tentang pemerintahan Islam di Aceh, Compton merasa bahwa aneka
kasak-kusuk yang ia bawa dari Medan menjelang Pemilu 1955 telah sangat menyesatkannya.
Ketika Compton menanyakan apakah sikap ini tak mengandung semacam kontradiksi,
Teungku Daud Beureueh menandaskan, sebagai sebuah negara demokrasi, Indonesia harus
tunduk pada kehendak-kehendak mayoritas Muslim. Ia yakin partai-partai Islam akan menang
besar dalam sebuah pemilihan umum.

Daud Beureueh melihat ada tiga kelompok di Indonesia dewasa ini: kaum komunis yang
menginginkan negara Marxis-ateistik, umat Islam yang menghendaki Negara Islam, dan
golongan nasionalis tertentu yang mau menghidupkan kembali Hinduisme-Jawa (Negara
Pancasila). Ia cemas bahwa golongan Hindu dan Marxis sedang mengakar, tapi mereka
sendiri khawatir kalau pemilihan umum diadakan, sebab mereka pasti kalah. Karena alasan
ini, menurut Daud Beureueh, mereka akan berusaha habis-habisan untuk menunda-nunda
pelaksanaan pemilu. Ketika itu Teungku Daud Beureueh masih berharap dengan Pemilu,
namun setelah ia sendiri terjungkal oleh seorang Perdana Menteri yang merupakan output dari
sistem pemilu, ia kemudian melabuhkan harapan hanya pada perjuangan fisik. Islam telah
dikalahkan secara diplomatis oleh kemenangan-kemenangan Partai Islam yang tidak memberi
manfaat apapun bagi asersi politik Islam.

Akibat sikapnya ini, Teungku Abu Daud Beureueh kemudian dilumpuhkan secara sistematis
oleh Pemerintah Orde Baru. Ia kemudian meninggal pada tahun 1987 dalam keadaan buta
--buta yang disengaja oleh Orde Baru-- dan dalam suatu prosesi pemakaman yang sangat
sederhana, tanpa penghormatan yang layak dari orang-orang Aceh yang sudah terkontaminasi
oleh ide-ide sekuler. R William Liddle yang sempat menghadiri upacara pemakaman Teungku
Daud Beureueh menggambarkan bagaimana mengenaskannya saat-saat terakhir dan
pemakaman pemimpin Aceh yang terbesar di paruh kedua abad keduapuluh. "Saya hadir di
situ, antara lain, sebagai ilmuwan sosial dan politik untuk mengamati sebuah kejadian yang
bersejarah, yang mungkin akan melambangkan sesuatu yang lebih besar dan penting dari
upacara pemakaman biasa.

Namun, menurut penglihatan Liddle sebagai pengamat asing-- dalam kenyataannya,


meninggalnya Teungku Abu Daud Beureueh adalah "meninggalnya seorang suami dan ayah
yang dicintai, seorang alim yang disegani, dan seorang pemimpin masyarakat sekitar yang
dihormati." Tidak lebih dari itu. Seakan-akan dan memang inilah kesimpulan Liddle waktu itu
bahwa zaman kepahlawanan Teungku Abu Daud Beureueh telah berlalu, hampir tanpa bekas.
Bersamaan berpulangnya "Bapak Orang-Orang Aceh", maka Aceh kemudian memasuki
babak baru pembangunan dan modernisasi yang gempita di mana kemaksiatan dan
6
sekulerisme adalah agama baru yang disambut kalangan terpelajar perkotaannya secara sangat
antusias.5

Ibnu Hadjar
Ibnu Hadjar alias Haderi bin Umar alias Angli adalah seorang bekas Letnan Dua TNI yang
kemudian memberontak dan menyatakan gerakannya sebagai bagian DI/TII Kartosuwiryo.
Dengan pasukan yang dinamakannya Kesatuan Rakyat Yang Tertindas, Ibnu Hadjar
menyerang pos-pos kesatuan tentara di Kalimantan Selatan dan melakukan tindakan-tindakan
pengacauan pada bulan Oktober 1950.

Untuk menumpas pemberontakan Ibnu Hajar ini pemerintah menempuh upaya damai melalui
berbagai musyawarah dan operasi militer. Pada saat itu pemerintah Republik Indonesia masih
memberikan kesempatan kepada Ibnu Hadjar untuk menghentikan petualangannya secara
baik-baik, sehingga ia menyerahkan diri dengan kekuatan pasukan beberapa peleton dan
diterima kembali ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia. Tetapi setelah menerima
perlengkapan Ibnu Hadjar melarikan diri lagi dan melanjutkan pemberontakannya.

Pada akhir tahun 1954, Ibnu Hajar membulatkan tekadnya untuk masuk Negara Islam. Ibnu
Hajar diangkat menjadi panglima TII wilayah Kalimantan.

Perbuatan ini dilakukan lebih dari satu kali sehingga akhirnya Pemerintah memutuskan untuk
mengambil tindakan tegas menggempur gerombolan Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959
pasukan gerombolan Ibnu Hadjar dapat dimusnahkan dan lbnu Hadjar sendiri dapat
ditangkap. Gerakan perlawanan baru berakhir pada bulan Juli 1963. Ibnu Hajar dan anak
buahnya menyerahkan diri secara resmi dan pada bulan Maret 1965 Pengadilan Militer
menjatuhkan hukuman mati kepada Ibnu Hajar.6

Abdul Kahar Muzakkar


Abdul Kahar Muzakkar (ada pula yang menuliskannya dengan nama Abdul Qahhar
Mudzakkar; lahir di Lanipa, Kabupaten Luwu, 24 Maret 1921 – meninggal 3 Februari 1965
pada umur 43 tahun; nama kecilnya Ladomeng) adalah seorang figur karismatik dan
legendaris dari tanah Luwu, yang merupakan pendiri Tentara Islam Indonesia di Sulawesi. Ia
adalah seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang terakhir berpangkat Letnan
Kolonel atau Overste pada masa itu.

5
Suara Hidayatullah Juni 1999/ Shafar-Rabiul Awal 1420
6
http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Hadjar (akses : 7 mei 2011)
7
Ia tidak menyetujui kebijaksanaan pemerintahan presiden Soekarno pada masanya, sehingga
balik menentang pemerintah pusat dengan mengangkat senjata. Ia dinyatakan pemerintah
pusat sebagai pembangkan dan pemberontak.

Pada awal tahun 1950-an ia memimpin para bekas gerilyawan Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Tenggara mendirikan TII (Tentara Islam Indonesia) kemudian bergabung dengan Darul Islam
(DI), hingga di kemudian hari dikenal dengan nama DI/TII di Sulawesi Selatan dan Tenggara.

Pada tanggal 3 Februari 1965, melalui Operasi Tumpas, ia dinyatakan tertembak mati dalam
pertempuran antara pasukan TNI dari satuan Siliwangi 330 dan anggota pengawal Kahar
Muzakkar di Lasolo. Namun tidak pernah diperlihatkan pusaranya, mengakibatkan para bekas
pengikutnya mempertanyakan kebenaran berita kejadiannya. Menurut kisah, jenazahnya
dikuburkan di Kilometer 1 jalan raya Kendari.7

Amir Fatah
Amir Fatah bernama lengkap Amir Fatah Wijaya Kusumah, adalah salah satu pimpinan
Hizbullah Fisabilillah di daerah Besuki, Jawa Timur sebelum bergolaknya pemberontakan
DI/TII di Jawa Tengah. Ketika Perjanjian Renville ditanda tangani oleh pihak Belanda dan
Indonesia, maka semua kekuatan Republik diharuskan hijrah ke Jawa Tengah, termasuk
kesatuan Hizbullah dan Fisabilillah yang dipimpinnya. Pada tahun 1950, ia memproklamirkan
wilayahnya merupakan bagian DI/TII Kartosuwiryo. Melalui operasi yang dilakukan oleh
TNI untuk sementara waktu kekuatan mereka melemah tetapi akibat ada pembelot, kekuatan
DI/TII Amir Fatah kembali kuat. Pada akhirnya pasukan Amir Fatah dapat ditaklukkan di
perbatasan Pekalongan - Banyumas .

Adah Djaelani
Heboh Al-Zaytun tak lepas dari konflik internal Darul Islam sepeninggal Kartosoewirjo. Ada
peran intelijen militer di situ. Lelaki renta itu sudah sulit bicara. Suaranya patah-patah dan tak
beraturan. Tubuhnya kurus, tatapannya nanar. Stroke yang menyerangnya Januari lalu
membuat mulutnya mencong ke kanan. Dengan piyama cokelat muda dan topi haji berwarna
putih, pagi itu ia tak lebih dari seorang kakek biasa.

Di Kampung Leuwisari, Singaparna, Jawa Barat, lelaki itu tinggal. Adah Djaelani, 79 tahun,
itu adalah Tokoh Senior yang disebut-sebut sebagai pendiri gerakan Negara Islam Indonesia
Komandemen Wilayah 9 (NII KW 9). Ini merupakan gerakan sempalan Darul Islam yang
diproklamasikan Kartosoewirjo pada awal kemerdekaan. Setelah dia sendiri pensiun pada
1996, Adah juga dipandang bertanggung jawab atas penunjukan Panji Gumilang, kini
pemimpin Pesantren Al-Zaytun, sebagai imam NII KW 9 yang baru. (Panji Gumilang
menolak terlibat dalam NII).

Pada era Kartosoewirjo, Negara Islam Indonesia terbagi menjadi beberapa wilayah, tapi tidak
pernah mencapai sembilan jumlahnya. Itu pula yang membuat para pengikut setia cita-cita

7
http://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Kahar_Muzakkar (akses : 7 mei 2011)
8
Kartosoewirjo kini beranggapan NII KW 9 telah menyimpang. Fakta penyimpangan lain:
adalah Adah Djaelani yang membawa sisa pasukan DI menyerahkan diri kepada militer
Indonesia pada 1962.

Ironis bagi Adah, dia ditangkap dan dipenjarakan pada masa Orde Baru (1986) dengan
tuduhan makar: menjadi Presiden NII dan bertanggung jawab atas aksi yang "merongrong
ideologi negara, menggulingkan pemerintahan, dan menyebarkan rasa permusuhan." Setelah
komandan tertinggi NII, S.M. Kartosoewirjo, ditangkap pada 1962, praktis gerakan NII tak
berkutik. Sebagian aktivis yang mendapat pengampunan mencoba menghimpun diri.

Tapi perseteruan antar-anggota membuat gerakan tak pernah solid. Salah satu yang "bergigi"
adalah Adah Djaelani. Ia berhasil menghimpun tokoh-tokoh penting seperti bekas pengawal
Kartosoewirjo, Ules Sudja’i, serta ribuan jemaah lainnya. Adah juga mengembangkan
jaringan NII dari semula hanya delapan menjadi sembilan komandemen atau wilayah kerja.
"Ketika di Cipinang itulah Adah kerap dikunjungi oleh A.S. Panji Gumilang," kata Herman
Ibrahim, pensiunan kolonel dari Kodam Siliwangi Jawa Barat, yang pernah aktif menangani
kasus-kasus NII.

Panji alias Abu Toto memang bukan orang baru bagi Adah. Sejak akhir 1970-an, Panji sudah
aktif dalam gerakan serupa NII. Pada 1982, ia, misalnya, pernah ditahan delapan bulan karena
menggelar aksi menentang Sidang Umum MPR. Di penjara, ia makin akrab dengan aktivis
NII lainnya.

Panji juga pernah bergabung dengan Lembaga Kerasulan pimpinan Karim Hasan. Organisasi
ini adalah derivasi gerakan NII yang percaya bahwa zaman sekarang analog dengan Periode
Mekah dalam perjuangan Nabi Muhammad. Karena itu, orang sekarang diizinkan tak
menunaikan salat karena di zaman Nabi perintah sembahyang baru keluar pada Periode
Madinah.

Umar Abduh, pengecam Panji, menuding Panji memanfaatkan kedekatannya dengan Adah
untuk mendapatkan restu mengembangkan kembali NII KW 9. "Adah memberi restu itu,"
kata Umar. Umar kini adalah Ketua SIKAT (Solidaritas Umat Islam untuk Korban NII, Al-
Zaytun, Abu Toto), organisasi yang getol menampung pengaduan bekas anggota NII KW 9
dan mengkritik Al-Zaytun.

Di tangan Abu Toto, menurut Umar, sayap dilebarkan. Ia mencanangkan program rekrutmen
jemaah besar-besaran. Pesantren Al-Zaytun dipercaya oleh musuh-musuh Abu Toto disiapkan
pada periode ini.8

Ada pertanyaan dan teka – teki bagi warga Al Zaytun khususnya muadhof dan guru, yang
selama ini belum terungkap, siapakah sesungguhnya orang yang sudah sepuh yang hanya
keluar ketika hanya ada acara – acara khusus dan tertentu saja. Menurut pengakuan mantan
Tibmara dan Garda Ma’had bahwa orang tersebut adalah Adah Jaelani, mantan gembong
Imam NII. Namun kenapa kok orang yang telah sepuh/ tua renta ini masih terus dalam kontrol

8
http://www.mail-archive.com/urangsunda@yahoogroups.com/msg03550.html (akses : 7 mei 2011)
9
dan pengawasan AS Panji Gumilang, tentu tak lain dan tak bukan karena sesepuh inilah yang
tahu persis segala sepak terjang Abu Toto alias AS Panji Gumilang sehingga wajar jika dia
senantiasa untuk diawasi, meski keadaan fisiknya telah udzur. Sampai disini ada pertanyaan
besar kenapa Adah Djaelani yang pernah diadili oleh pengadilan Jakarta karena kasus sebagai
imam/ kepala negara islam NII tahun 1983 karena sesat menyesatlkan dan subversi, tetapi kok
ada di AlZaytun dan hidup disini dengan aman dan penuh perlindungan ataukah justru
sebaliknya menjadi sandera AS Panji Gumilang, karena Adah Djaelani tak ada keluarganya
disini . Sungguh aneh dan ajaib, tepatlah kiranya kalau perlu kita tambahi salah satu keajaiban
Al-Zaytun disini yaitu sanggup menyembunyikan gembong imam NII Adah Djaelani dengan
begitu aman dan bebasnya. Lalu dengan seenak perutnya AS Panji Gumilang melemparkan
pertanyaan kepada publik, lihatlah sendiri ke sini Al-Zaytun tidak ada apa- apa kok, tidak ada
yang ditutup –tutupi, kayak nggak tahu aja, Al Zaytun kan terbuka,’’ begitu pengakuan AS
Panji Gumilang kepada pers. Hebat, hebaaaat benar membohongi dan membodohi publik.

Perlu diketahui bahwa Adah Djaelani dan AS Panji Gumilang itu setali tiga uang, sama saja,
bahkan kalau kita lihat sejarah posisi Adah Djaelani persis saat Soeharto lengser keprabon,
kemudian menyerahkan tampuk kekuasaan kepada BJ Habibie, tanpa melalui proses dari DPR
MPR RI sebagai pemegang kedaulatan rakyat tertinggi, sehingga menimbulkan polemik.
Dengan fakta ini masih belum percayakah orang – orang yang membela Al-Zaytun secara
membabibuta, habis – habisan. Kalau sudah begini terus lalu kita mau apa, apakah
membiarkan, tinggal diam dan bersekutu atau bergerak melibas ataukah membentuk tim
investigasi dari malaikat agar tidak kecolongan akan alasan – alasan klise, prosedur –
prosedur tetek bengek yang tidak ketahuan juntrungannya, karena membentur dinding –
dinding tembok kekuasaan yang angkuh dan tak perduli lagi pada kebenaran yang
sesungguhnya telah nyata didepan mata yang telanjang bersinar.

Lalu kalau memang Adah Djaelani sudah terbebas dari vonis hukum atau bebas dari penjara,
tentunya ia kembali menjadi masyarakat sipil biasa yang menjalani hidup baru ditengah
lingkungan masyarakat. Tetapi kok aneh kenapa dia tinggal secara exlusive di Ma’had Al
Zaytun dengan usia yang telah lanjut, padahal yang kita ketahui AS Panji Gumilang sebagai
Syakh al-Ma’had sekaligus imam NII KW IX Abu Toto. Ada apa sesungguhnya, apakah AS
Panji Gumilang takut, kalau – kalau Adah Djaelani insyaf dan akan menyeberang ke lawan –
lawan politiknya AS Panji Gumilang. Jawabnya ada pada kalian untuk menyimpulkannya.9

9
http://nii-crisis-center.com/home/component/user/reset.html?option=com_content&view=article&id=10
(akses : 7 mei 2011)
10
Panji Gumilang Alias Abu Toto

Nama Asli : Abdul Salam bin Rasyidi (Imam Rasyidi, nama


lengkapnya)
Tempat Tanggal Lahir : Desa Dukun, Sembung Anyar, Gresik 27 Juli 1946
Pendidikan : • Sekolah Rakyat (SR), Lulus tahun 1958/9

• Siswa pondok Modern Gontor, masuk Tahun 1961

• Mahasiswa Fak. Adab IAIN Syarif Hidayatullah,


Jakarta
Istri : Khotimah binti E. Said alias Maysaroh
Lahir : Menes, 25 April 1944
Lulus : • Tsanawiyah Mathla’ul Anwwar tahun 1963

• Pegawai Negeri, ditugaskan sebagai guru di MA


(Mathla’ul Anwar).
Anak - anak : Imam Prawoto, Wushtho, Iwan, Anis dan 2 adiknya

Nama belakang ‘Prawoto’ dari nama Imam Prawoto diambil dari nama samaran Abdus Salam
saat dibai’at atas permintaan sendiri dan kemudian dikenal dengan panggilan ABU TOTO.

11
Imam Prawoto kini menjabat sebagai sekretaris yayasan Pesantren Indonesia Ma’had Al
Zaytun. Sedangkan Anis bt Abdul Salam kini juga menjadi guru di Ma’had Al Zaytun.10

Al-zaytun didirikan dengan obsesi menjadi pesantren terbesar di Asia Tenggara. Muridnya
pernah tercatat 5.300 orang, dari dalam dan luar negeri. Pesantren ini menggelar pendidikan
mulai taman kanak – kanak hingga universitas. Untuk masuk ke sana, calon murid harus lulus
serangkaian tes : hafalan juz Amma, tes kesehatan, tes psikologi, dan wawancara. Pasa siswa
tak Cuma belajar bahasa inggris dan Arab, tapi juga bahasa Rusia, Cina, dan Prancis. Ratusan
unit computer dan notebook melengkapi fasilitas belajar.11

Sukses Al-Zaytun tak lepas dari tangan dingin Syekh Abdussalam Panji Gumilang. Lelaki ini
adalah Tokoh Negara Islam Indonesia. Dia aktivis gerakan pemuda islam, juga pengikut
Lembaga Kerasulan pimpinan Karim Hasan – lembaga yang berafiliasi kepada NII.

Sebelum Al-Zaytun berdiri, Panji Gumilang dikenal dengan nama Abdussalam Toto atau Abu
Toto. Pada 1996, ia menerima mandat dari Adah Djaelani, Sesepuh NII, untuk memimpin NII
Komandemen Wilayah 9 (NII KW-9).

Penunjukan Abu Toto ditentang keras kalangan Internal NII, yang berujung pada pembatalan
Adah Sebagai IMAM NII. Tapi Abu Toto maju teus dan mengembangkan Harakat Qurban-
program penggalangan besar – besaran dana umat untuk gerakan. Wilayah KW-9 meluas
dengan pola rekrutmen yang “seperti multi-level marketing”. Syarat ikut NII KW-9 adalah
ikut pengajian, mengakui gagasan Negara Islam, mengingkari Negara Republik Indonesia,
dan bersedia di baiat.

NII KW-9 Abu Toto bertentangan dengan ajaran Islam. Mereka, misalnya, menggelar
pengajian tertutup serta tidak mewajibkan jemaahnya melakukan salat lima waktu dan
menutup aurat. Jemaah juga diwajibkan menyetor uang kepada kelompok sebagai biaya hijrah
dari situasi kafir menjadi Islam.

Kebijakan Abu Toto itu ditentang bekas aktivis NII lainnya. “itu Darul Islam gadungan yang
mencemarkan NII,” ujar kastolani, bekas komandan kompi Tentara Islam Indonesia di
Brebes, Jawa Tengah. Kartosoewirjo pun tak mengajarkan bahwa orang diluar kelompoknya
adalah orang kafir. “kalau pemerintahannya kafir, iya, tapi bukan orangnnya,” Ucap
Kastolani12

Kesaksian Al-Chaidar
bergabung dengan NII KW-IX Tahun 1991-1996

Mulanya karena didatangi seorang sahabat yang telah lama tidak kuliah, Amirul Mukminin
namanya. Secara terus terang dia menceritakan perihal dirinya berhenti dari kuliah, karena
telah terlibat secara aktif dalam NII. Lantas sayapun diajaknya ikut pengajian kelompoknya.

10
Membokar Gerakan Sesat NII dibalik Pesantren Mewah Al-Zaytun hal 15 - 16
11
Kartosoewirjo : Memimpikan Negara Islam hal 114
12
Kartosoewirjo : Memimpikan Negara Islam hal 116
12
Sayapun agak heran, kenapa saya yang di ajak, padahal saya sebelumnya telah Ta’lim dengan
kelompok Ikhwanul Muslimin (Kelompok Tarbiyyah, kini Partai Keadilan), kelompok yang
dikenal anti dengan gerakan atau kelompok NII. Dan hal ini saya ceritakan kepada Murabbi,
mereka tidak suka dan melarang saya berhubungan dengan NII.

Ketidaksukaan para Murabbi saya inilah yang justru menimbulkan rasa keingintahuan saya
terhadap NII. Dan ternyata NII mempunyai konsep yang sangat radikal tentang Negara Islam.
Apapun masalahnya selalu dihubungkan dengan system Negara Islam secara radikal. Jadi,
akar segala persoalan sesungguhnya adalah Negara ini. Artinya, sebagai contoh, mengapa
sekarang banyak fenomena pacaran, atau fenomena perselingkuhan atau fenomena seks bebas
di kalangan mahasiswa? Jawabannya, karena Negara Indonesia bukan Negara Islam. Dan
mereka mencoba menarik calon anggota melalui tema-tema human interest dan persoalan-
persoalan sosial yang sangat mendasar.

Setelah tertarik baru di ajak mengaji. Sedangkan saya, di dekati karena mereka memandang
saya mempunyai pikiran-pikiran kritis dan agak fundamentalis, makanya langsung di garap.
Dan akhirnya kita di bawa kepada semangat untuk mengadakan perubahan terhadap semua
ketimpangan dan penyakit sosial maupun politik yang ada di negeri ini. Melalui sistem
jamaah Negara Islam kita di ajak berjuang sekuat tenaga dengan cara mengumpulkan
kekuatan mental, fisik, dan ekonomi. Dan sayapun gencar dakwah merekrut calon anggota .

Dan sayapun sempat membayangkan diri bakalan masuk jajaran elit kelompok Abu Toto ini.
Konyolnya, sayapun sampai terbawa sampai 5 tahun, dan sangat menikmati
penyimpangannya yang sangat parah tersebut. Seperti soal penerapan periodesasi hokum dan
aturan yang selalu akan terjadi pengulangan. Sehingga jika dahulu masa di Mekkah
(Makkiyah) belum diwajibkan shalat ataupun meninggalkan khamar, maka sekarang pun
persis seperti itu. Akibatnya, ketika saya dahulu berdakwah di Kampus UI, tanpa ada rasa
bersalah saat itupun saya sambil minum vodka.

Dan celakanya, justru hal itulah yang bisa menarik kaum muda, karena mereka senang
mendapat ajaran itu. Seakan-akan menunjukkan bahwa tindakan mereka selama ini, seperti
minum-minum adalah tindakan yang sesuai dengan fithrah. Berarti mereka selama ini tidak
terlalu jauh dari Islam. Dan sekali lagi, karena itulah mereka terarik dengan ajaran ini.

Di dalam niatan saya menarik sebanyak mungkin pengikut, tidak ada latar belakang lain
kecuali semata-mata untuk kepentingan ekonomi NII. Orang digiring masuk dulu, sepelah itu
baru diperas ekonominya. Atas tindakan rekrutmen saya ini, masuklah sekitar 2000an
anggota, yang patuh dan that-nya hanya untuk Abu Toto. Dan kalau di jumlah hasil setoran
yang saya berikan kepada pimpinan selama itu tidak kurang dari 2 miliar. Tapi, dasar niat dan
keterpengaruhan kita denganNII karena kering spiritual, kurang ilmu agama, maka
sebenarnya ketika menjadi anggota NII Abu Toto sama sekali tak terobati.

Jika tadinya kita merasa ter-alienasi (terasing) dari kehidupan sosial yang ada, seharusnya
dengan masuk ke dalam jamaah NII, akan kita dapatkan teman serta bisa bersosialisasi.
Kenyataannya, kita pun masih merasa sendiri juga. Bahkan pada akhirnya kita diancam
13
dengan ayat-ayat, dituduh malas, murtad atau kufur, karena kita sudah kesulitan untuk
memberikan kontribusi ekonomi kepada NII. Maka factor inilah yang pada akhirnya
menyebabkan saya dan teman-teman yang lain keluar dari NII.

Dan tentang Abu Toto, saya tidak tahu siapa nama aslinya, karena dia punya banyak nama.
Saya mengenal betul dengan Abu Toto , karena memang jajaran saya waktu itu di Bekasi
Barat dan saya pun tetap mengenali Abu Toto, sekalipun dia mengubah namanya menjadi AS
Panji Gumilang, atau menjadi Syaikh Ma’had Al Zaytun di Indramayu itu. Tiada niatan saya
dalam menyusun buku tentang Abu Toto dengan KW9-nya melainkan, berharap bisa menjadi
kafarat kesalahan saya yang telah banyak menyesatkan umat dan melecehkan Islam, serta
memberi tahu yang belum tahu ummat yang lain yang belum tahu, tentang apa dan siapa Abu
Toto dengan NII KW9 maupun Ma’had Al Zaytunnya.

Dan sayapun sudah sempat membuktikan perlawanan saya kepada NII-KW IX dengan
menyekap mas’ul Shaleh maupun Ibrahim saya selama 3 hari di malja’, dan sempat pula saya
rampas 2 kendaraan yang dipakainya serta sejumlah uang yang ada. Erta, pada akhirnya
mereka tidak mampu berbuat apa-apa kepada saya.13

13
Membokar Gerakan Sesat NII dibalik Pesantren Mewah Al-Zaytun hal16 - 18
14
Daftar Pustaka

Abduh, U. Membongkar Gerakan Sesat NII dibalik Pesantren Mewah Al-Zaytun. LPII.

Herry Mohammad, D. (2006). Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta:
Gema Insani.

Narasi. (2007). 100 Tokoh Yang Merubah Indonesia. Yogyakarta: Narasi.

Tempo. Daud Beureuh : Pejuang Kemerdekaan Yang Berontak. Jakarta: Tempo.

Tempo. Kartosoewirjo : Mimpi Negara Islam. Jakarta: Tempo.

Suara Hidayatullah Juni 1999/ Shafar-Rabiul Awal 1420

http://nii-crisis-center.com (akses : 7 mei 2011)

http://www.mail-archive.com/ urangsunda@yahoogroups.com msg03550.html (akses : 7 mei


2011)

http://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Kahar_Muzakkar (akses : 7 mei 2011)

http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Hadjar (akses : 7 mei 2011)

http://luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Etc/Beureueh.html (akses : 7 Mei 2011)

15

You might also like