You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pragmatik merupakan disiplin baru dalam kajian bahasa. Berbeda dengan kajian bahasa
sebelumnya yang cenderung formalis; analisis bahasa lebih banyak ditekankan pada analisis
struktur bahasa dan elemen-elemen bahasa secara mandiri. Pragmatik berkaitan dengan
penggunaan bahasa, yaitu bagaimana bahasa digunakan oleh penutur bahasa di dalam situasi
interaksi yang sebenarnya. Pragmatik berkaitan dengan bagaimana masyarakat bahasa (speech
community) menggunakan bahasa mereka; bagaimana percakapan diungkapkan di dalam suatu
peristiwa tutur, yakni apakah secara langsung atau tidak, strategi bertutur mana yang dipilih,
apakah maksud penutur disampaikan secara tersurat atau tersirat. Penggunaan bahasa yang
demikian sangat dipengaruhi oleh kondisi pragmatik. Kondisi pragmatik terkait dengan nilai-
nilai budaya masyarakat yang bersangkutan.
Objek kajian Pragmatik adalah “makna bahasa” atau mempelajari bagaimana satuan
kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi (Wijana, 1996:1 dalam Ari Subagyo). Dalam
komunikasi itulah diharapkan adanya kerja sama antara penutur dan mitra tutur agar tetap terjalin
komunikasi yang lancar dan tidak mandeg. Kajian tentang penggunaan bahasa tidak akan
lengkap bila tidak dilakukan penyelidikan tertentu terhadap bentuk penggunaan bahasa yang
paling umum, yakni percakapan.
Cummings, Louise (2007:94) menyatakan bahwa percakapan memberikan kontribusi
sangat penting bagi pemahaman terhadap fenomena-fenomena pragmatik yang utama. Namun
demikian, yang kurang begitu jelas adalah bagaimana pragmatik harus mulai menganalisis
kontribusi tersebut.
Namun, pada kenyataannya, kemandegan komunikasi terjadi karena kesalahan
praanggapan yang dilakukan penutur kepada mitra tutur. Hal ini tidak hanya terjadi pada saat
berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari saja, tetapi praanggapan seperti ini juga dapat
ditemui dalam media komunikasi lain yang lebih kompleks. Pada penelitian ini lebih ditekankan
kepada media komunikasi iklan yang memuat kasus praanggapan yang terjadi pada beberapa
iklan televisi.

1
Dalam berkomunikasi seseorang dapat menyampaikan pesan sebaik-baiknya dengan
menggunakan bahasa yang menurut hematnya mudah dipahami orang lain. Atau,
mengungkapkan pesan itu dalam bahasa yang benar menurut kaidah kebahasaan yang berlaku.
Demikian juga yang harus dilakukan dalam iklan karena iklan merupakan salah satu bentuk
komunikasi (Arifin, Zaenal:1992).
Masalah kebahasaan di dalam iklan itu merupakan hal yang menarik untuk ditelaah.
Bahkan, dapat dikatakan bahwa pada bahasalah letak keberhasilan sebuah iklan. Bahasa
hendaknya harus menarik dan komunikatif. Kekomunikatifan bahasa iklan sering dibentuk
melalui kata-kata yang kreatif, bukan sekadar mengucapkan kata-kata. Apa yang diucapkan
dalam iklan, antara lain, mencakupi pemilihan kata, kepadatan dan tipe-tipe bahasa kiasan, pola-
pola irama, komponen bunyi, dan ciri-ciri formal lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (421 via Balai Pustaka), iklan adalah (1) berita
pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang
ditawarkan, (2) pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual,
dipasang di dalam media massa seperti surat kabar mengenai barang atau jasa yang dijual,
dipasang di dalam media massa seperti surat kabar dan majalah. Untuk itu, penulis akan
menganalisis wacana iklan-iklan televisi dilihat dari struktur dan pola yang terkandung di
dalamnya.
Jika dilihat dari pekerjaan kreatifnya, maka media iklan terbagi menjadi dua macam,
yaitu: (1) media lini atas (above the line) ; media utama yang digunakan dalam kegiatan
periklanan, contoh ; televisi, radio, majalah, surat kabar, (2) media lini bawah (below the line) ;
media pendukung dalam kegiatan periklanan, contoh : pamflet, brosur dan poster
(edwi.dosen.upnyk.ac.id).
Di dalam iklan, bahasa digunakan sedemikian rupa sehingga tujuan tercapai dengan baik.
Dengan demikian, penggunaan bahasa dalam iklan juga mempunyai tujuan tersendiri dengan
para pembeli (konsumen) sebagai sasarannya. Tujuan penggunaan bahasa itu, antara lain, adalah
untuk membentuk persepsi, mengubah sikap, dan akhirnya mempengaruhi tindakan para
konsumen. Oleh karena itu, bahasa yang tertuang di dalam iklan seharusnya merupakan hasil
olahan yang cermat agar iklan itu mencapai hasil yang maksimal. Bahasa iklan tidak hanya
menyuguhkan bentuk-bentuk verbal yang bersifat lugas, tetapi juga menyiratkan daya persuasif

2
yang tinggi di balik bentuk verbal yang disuguhkan itu. Para konsumen diharapkan untuk tidak
hanya membaca/mendengar yang tersurat/terucap, tetapi juga tergiring untuk menangkap yang
tersirat di balik bahasa iklan itu. Untuk menggambarkan ekspresi hubungan antara teks media
(termasuk iklan) dengan realitas, konsep representasi sering digunakan. (www.dbp.gov.my)
Kasus praanggapan banyak kita jumpai pada komunikasi sehari-hari, Seperti yang
digagas oleh Frege bahwa yang dibahas tidak lagi terbatas pada pengacuan sederhana seperti
“analisis eksistensial yang kering kerontang” (periksa Levinson, 1983:172 dalam Ari Subagyo):
melainkan sampai pada pembuktian benar-salah sebuah pernyataan. Perkembangan itulah yang
mempengaruhi linguistik (pragmatik). Hal itu pula yang terjadi pada media komunikasi lain
seperti media massa dalam bentuk cetak maupun elektronik, khususnya media komunikasi iklan
televisi.
Hal yang tidak kalah menarik dalam melihat iklan adalah bagaimana kohesi iklan dalam
membentuk kepaduan wacana iklan. Selain itu, analisis tekstual serta kontekstual wacana iklan
niaga melalui televisi juga merupakan hal yang sangat menarik untuk diteliti. Hal-hal itulah yang
akan dicoba dilakukan melalui penelitian ini.
Harapannya, melalui komunikasi (percakapan) pada iklan televisi dapat menjadi contoh
adanya kemandegan komunikasi yang ditimbulkan berbagai faktor. Pilihan bahasa sebagai
peristiwa sosial tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor linguistik, tetapi juga oleh faktor-
faktor di luarnya. Pilihan bahasa erat terkait dengan situasi sosial masyarakat pemakainya.
Perbedaan usia, tingkat pendidikan, dan status sosial seseorang dapat mempengaruhi pilihan
bahasanya ketika berbicara dengan orang lain.
Berdasarkan paparan di atas, aspek pragmatik mengkaji tentang hubungan antara tanda
(lambang) dan objeknya. Namun, di sisi lain aspek pragmatik berkenaan pula dengan kaidah-
kaidah teks yang berlaku untuk interpretasi. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas
kajian pragmatik dari segi praanggapan pada iklan teh Sariwangi, Permen Hexos dan Susu
Kental Manis Bendera. Praanggapan yang dimaksud adalah dugaan atau anggapan penutur
kepada mitra tutur bahwa mitra tutur telah mengetahui apa yang dimaksud penutur. Dalam
makalah ini akan dipaparkan sejauh mana peranan praanggapan dalam hal berkomunikasi,
sehingga komunikasi tetap mencapai tujuannya dan tidak mandeg. Menurut penulis, masalah
seperti ini sangat menarik untuk dikaji, sebagai seorang penutur juga harus memperhatikan
kejelasan maksud tuturan.

3
Penelitian ini berisi tentang analisis diskursif tentang sebuah iklan televisi yang
mengangkat kasus pragmatik. Dari latar belakang itulah, maka dapat ditarik permasalahan
sebagai berikut: Bagaimana penggunaan praanggapan dalam iklan Teh Sariwangi, Permen Hexos
dan Susu Kental Manis Bendera? Setelah diketahui analisisnya diharapkan penulis dapat
mengetahui tujuan penggunaan praanggapan dalam iklan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah disimpulkan, permasalahan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah penggunaan praanggapan dalam iklan Teh
Sariwangi, Permen Hexos dan Susu Kental Manis Bendera? Dengan submasalah sebagai
berikut:
a. Apa jenis praanggapan yang terdapat pada iklan Teh Sariwangi?
b. Apa jenis praanggapan yang terdapat pada iklan Permen Hexos?
c. Apa jenis praanggapan yang terdapat pada iklan Susu Kental Manis Bendera?

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup penelitian ini adalah iklan televisi yang terdiri dari Teh Sariwangi,
Permen Hexos dan Susu Kental Manis Bendera.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan jenis praanggapan yang terdapat pada iklan Teh Sariwangi
2. Mendeskripsikan jenis praanggapan yang terdapat pada iklan Permen Hexos
3. Mendeskripsikan jenis praanggapan yang terdapat pada iklan Susu Kental Manis Bendera

1.5 Sistematika Penyajian


Sistematika penyajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

4
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian
tujuan penelitian, dan sistematika penyajian. Keempat hal inilah yang melatarbelakangi
penelitian mengenai analisis praanggapan yang terdapat pada iklan Teh Sariwangi,
Permen Hexos dan Susu Kental Manis Bendera
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi penelitian yang relevan, kajian teori, dan kerangka berpikir yang
melandasi penelitian ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi jenis penelitian yang dilakukan, subjek penelitian, sumber data, data
penelitian, teknik pengumpulan data dan instrument penelitian

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Relevan

5
Praanggapan, sebagai salah satu bagian dari pragmatik sangat menarik untuk diteliti.
Melalui praanggapan pula, dapat diketahui komunikasi dapat berjalan sesuai dengan tujuan atau
tidak, karena penutur berharap lawan tuturnya mengetahui praanggapan yang dimaksud penutur.
Memang jarang ditemui penelitian yang membahas khusus tentang praanggapan, karena itu
peneliti tertarik untuk meneliti kajian ini lebih menadalam. Berikut ini dikaji hasil penelitian
terdahulu yang relevan atau yang berkisar pada masalah yang sejenis dengan penelitian ini.
Peneliti mengambil salah satu penelitian yang relevan sebagai acuan diadakannya penelitian ini,
yakni penelitian dari Arono mahasiswa FKIP Universitas Bengkulu dalam skripsinya yang
berjudul Kajian Praanggapan dan Implikatur Wacana Lisan Dialog Liputan Enam Petang SCTV.
Dalam penelitiannya, Arono (2009), penulis memilih dialog dalam wawancara Liputan
Enam Petang SCTV sebagai subjek penelitiannya. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa Dialog
yang dilakukan oleh pewawancara, narasumber, dan telewawancara bahwa tidak tutur yang
mereka gunakan tidak selalu mengatakan maksud seperti apa yang mereka maksudkan
sebagaimana adanya, tentu akan terdapat permasalahan dalam tuturan. Oleh sebab itulah, maka
penulis bekeinginan untuk meneliti tutura yang terdapat dalam dialog untuk mengetahui makna
yang terkandung di dalamnya.
Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang sedang dilakukan adalah sama-sama
bersifat penelitian kualitiatif, meskipun penelitian terdahulu diterapkan pada media televisi
berupa dialog lisan pada siaran berita, hal tersebut bisa menjadi acuan bagi peneliti untuk
meneliti topik yang sama dengan fokus yang berbeda.
Dari penelitian tersebut, peneliti mendapatkan inspirasi untuk mencoba penelitian serupa
dengan objek yang berbeda, yakni pada iklan televisi. Peneliti mencoba meneliti kajian yang
sama (yaitu praanggapan) namun ditujukan kepada iklan televisi.

2.2. Kajian Pustaka


2.2.1 Hakikat Praanggapan
Praanggapan adalah hasil pengindonesiaan kata bahasa Inggris Presupposition (periksa
Kridalaksana, 1993:278 via Subagyo, Ari). Presupposition (yang sering juga diindonesiakan
menjadi presuposisi) berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahsa Inggris berarti “to

6
suppose beforehand” (menduga sebelumnya); dalam arti sebelum pembicara atau penulis
mengujarkan sesuatu, ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang
dibicarakan (Soewandi, tt, dal 1 via Subagyo, Ari). Dengan demikian, praanggapan (presuposisi)
adalah dugaan. Kenyakinan, atau anggapan tentang orang lain atau sesuatu hal, yang sudah
dimiliki seseorang sebelum ia mengutarakan suatu ujaran.
Lubis (1991:59) mengatakan bahwa yang disebut presuposisi (praanggapan) adalah
hakikat rujukan yang dirujuk oleh kata atau frasa atau kalimat. Maksudnya kalau ada suatu
pernyataan, maka selalu ada presuposisi bahwa nama-nama (atau kata benda) yang dipakai baik
secara sederhana maupun majemuk mempunyai suatu rujukan.
Rustono (1999:103) mengemukakan pengertian praanggapan yaitu pengetahuan bersama
antara penutur dan mitra tutur yang tidak dituturkan dan merupakan prasyarat yang
memungkinkan suatu tuturan benar atau tidak benar. Stalnaker dalam Rustono (1999:98-99)
mengemukakan bahwa praangapan adalah apa yang digunakan oleh penutur sebagai dasar
bersama bagi para peserta percakapan. Yang dimaksud dengan dasar bersama itu adalah sebuah
paraangapan hendaknya dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur sebagai pelaku
percakapan dalam melakukan tindak tutur.
Presuposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum
menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur, bukan kalimat
(Yule,George: 1996:43). Yule menambahkan pula beberapa pembahasan tentang konsep,
presuposisi dibicarakan sebagai hubungan antara dua proposisi.
Di dalam analisis wacana, praanggapan memegang peranan penting di dalam menetapkan
keruntutan (koherensi) wacana (Selinker et al., 19-74 dalam Rani, Abdul: 2006). Menurut Leech
(1921:288), praanggapan haruslah dianggap sebagai dasar kelancaran wacana yang komunikatif.
Perlu diingat bahwa praanggapan adalah sesuatu yang dijadikan oleh si penutur sebagai dasar
penuturnya. Lebih lanjut, Givon (1979a:50) juga beranggapan bahwa praanggapan dalam analisis
wacana disebut dengan praanggapan pragmatis, yaitu ‘yang ditentukan batas-batasnya
berdasarkan anggapan-anggapan pembicara mengenai apa yang kemungkinan akan diterima oleh
pendengar tanpa tantangan’ (dalam Yule&Brown, 1996:28).
Menurut Yule&Brown (1985:29) praanggapan dapat diidentifikasi dalam bentuk asumsi
yang dibuat penyapa akan diterima pesapa tanpa penolakan. Stubbs (1983:215) menyatakan
bahwa praanggapan adalah proposisi yang dianggap penyapa diketahui pesapa dan proposisi

7
tersebut tidak berubah walaupun ujaran praanggapan tersebut dibentuk kalimat negatif (dalam
Pangaribuan, Tagor,2008:85).
Levinson (1985:180-185 dalam Pangaribuan, Tagor, 2008:85) sependapat dengan pakar di
atas dengan menyatakan bahwa praanggapan merupakan pengetahuan yang diasumsi penyapa
diketahui pesapa dan praanggapan tersebut tidak berubah biarpun tuturan diubah bentuknya
menjadi negatif.
Menurut Rahardi, Kunjana (2003), sebuah tuturan dapat dikatakan mempresuposisikan atau
mempraanggapkan tuturan yang lainnya, apabila ketidakbenaran tuturan yang dipraanggapkan
itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan tidak dapat dikatakan sama sekali.

2.2.2 Jenis-jenis Praanggapan


Menurut Ari Subagyo dalam handout pembelajaran Pragmatik, membagi praanggapan
menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Praanggapan Eksistensial
Praanggapan eksistensial adalah praanggapan yang menunjukkan
eksistensi/keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit
(periksa Asher dan Simpson, eds. 1994:1191). Praanggapan ini dilacak dari
predikatnya.
b. Praanggapan Faktif
Praanggapan faktif adalah praanggapan yang mengungkapkan kebenaran dalan
klausa bahwa. Praanggapannya identik dengan informasi yang terdapat dalam
klausa bahwa.

c. Praanggapan Kategorial
Praanggapan ini dihasilkan dari kelengkapan semantis tertentu pada predikat
Dalam hal ini, adverbial seperti tentu saja, sudah, belum, masih dan sebagainya
menjadi penting.

8
Yule, George dalam bukunya yang berjudul Pragmatik menambahkan, dalam analisis
tentang bagaimana asumsi-asumsi penutur diungkapkansecara khusus, presupposisi sudah
diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa dan struktur. Yule membagi
praanggapan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Presuposisi Faktif (nyata)
Informasi yang dipraanggapkan yang mengikuti kata kerja ‘tahu’ dapat dianggap
sebagai kenyataan.
b. Presuposisi Leksikal
Pemakaian suatu bentuk dengan makna yang dinyatakan secara konvensional
ditafsirkan dengan presuposisi bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan)
dipahami.
c. Presuposisi Struktural
Dalam hal ini, struktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai
presuposisi secara tetap dan konensional bahwa bagian struktur itu sudah
diasumsikan kebenarannya.
c. Presuposisi Non-faktif
Suatu presuposisi yang diasumsikan tidak benar. Presuposisi ini menciptakan
suatu counter-factual presupposition (prseuposisi factual tandingan), yang berarti
bahwa apa yang dipraanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi merupakan
kebalikan (lawannya) dari benar, atau ‘bertolak belakang dengan kenyataan’.

2.2.3 Fungsi Praanggapan dalam Proses Pemahaman


Praanggapan adalah suatu bentuk penggunaan bahasa pemahaman juga suatu proses
penggunaan bahasa. Dengan unsur kesamaan ini, praanggapan dan pemahaman merupakan
bagian dari peristiwa komunikas. Karena itu hubungan antara peranan praanggapan dan
pemahaman dapat diamati dari peristiwa komunikasi.
Prinsip-prinsip penggunaan praanggapan
Dalam tindak komunikasi, penggunaan praanggapan terdiri dari pemakaiannya dan
penafsirannya. Pemakaian praanggapan tunduk pada prinsip-prinsip kerjasama (Grice,
1975:41-58; Garnham, 1985:106). Penafsiran praanggapan tunduk pada prinsip
penafsiran pragmatic (Yule&Brown, 1985:58-67). Prinsip ini terdiri dari prinsip

9
interpretasi lokal dan prinsip analogi. Prinsip interpretasi local menyatakan bahwa
penafsrir terbatas untuk tidak menafsir lebih dari yang dibutuhkan, dan prinsip analogi
menyatakan bahwa penasir tidak mengubah interpretasi sebelum ada penggantian pada
bentuk yang sedang diinterpretasi.

2.2.4 Model Struktur Iklan


Berkenaan denagn struktur wacana, Bolen (1984) dalam Rani, Abdul (2006) memandang
struktur wacana iklan dari segi proposisinya. Menurut pendapatnya, wacana iklan mempunyai
tiga unsur pembentuk struktur wacana, yaitu (1) butir utama (headline), (2) badan (body), dan (3)
penutup (close). Pada bagian ini,penulis hanya menjelaskan butir utama dan badan iklan yang
berkaitan dengan penelitian yang dilakukan penulis.
2.2.4.1 Butir Utama
Tujuan pertama dalam wacana iklan adalah menarik perhatian. Untuk itu,
diperlukan pesan-pesan iklan yang menarik dan penting sehingga dapat menarik
calon konsumen. Bagian yang menyajikan itu disebut butir utama. Bagian
tersebut dapat menyajikan proposisi-proposisi sebagai berikut:
(a) Proposisi yang Menekankan Keuntungan Calon Konsumen
Proposisi ini sering dimanfaatkan sebagai alat untuk memancing perhatian
konsumen.
(b) Proposisi yang Membangkitkan Rasa Ingin Tahu pada Para Calon Konsumen
Butir utama yang membangkitkan rasa ingin tahu calon konsumen juga
digunakan untuk menarik perhatian konsumen pada tahap awal.
(c). Proposisi yang Berupa Pertanyaan yang Menuntut Perhatian Lebih
Proposisi yang berupa pertanyaan sering menarik perhatian lebih besar jika
pertanyaan itu sesuai dengan masalah yang dialami konsumennya.
Pertanyaan itu dapat menarik perhatian calon konsumen secara efektif sebab
keseluruhan iklan yang dibuat tersebut diharapkan dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan.
(d) Proposisi yang Memberi Komando atau Perintah kepada Calon Konsumen
Proposisi yang member komando atau perintah untuk melaksanakan
kegiatan sebagai butir utama dalam iklan radio atau televisi.

10
(e) Proposisi yang Menarik Perhatian Konsumen Khusus
Proposisi yang menarik perhatian konsumen atau sasaran khusus (attract the
target market) juga dimanfaatkan untuk menarik perhatian pada awal
komunikasi. Butir utama yang menyatakan batas khalayak sasaran dapat
membantu menarik perhatian calon konsumen yang menjadi sasarannya.

2.2.4.2 Badan Iklan


Tujuan tahap kedua, setelah menarik perhatian, adalah menarik minat dan
kesadaran calon konsumen. Tujuan tahap ini diwadahi dalam bagian badan.
Dengan berdasar pada motif calon konsumen dalam membeli sesuatu, yaitu
motif emosional dan motif rasional, maka bagian badan wacana iklan hendaknya
mengandung alasan objektif(rasional) dan alasan subjektif (emosional). Alasan
objektif berupa informasi yang dapat diterima oleh nalar calon konsumen
sedangkan alasan subjektif berupa hal-hal yang dapat mengajak emosi calon
konsumen. Berdasarkan jenis proposisi yang diungkapkan, bagian badan iklan
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) berisi alasan subjektif, (2) berisi alasan
objektif, dan (3) campuran alan subjektif dan objektif.

2.3 Kerangka Berpikir


Mengingat persoalan yang menjadi tumpuan pelaksanaan penelitian ini berkait persoalan
pemakaian praanggapan pada iklan televisi dan analisis kualifikasi jenis praanggapannya, maka
pendekatan yang digunakan dalam pemecahan tersebut sepenuhnya berangkat dari pendekatan
ilmu pragmatik, khususnya praanggapan (presuposisi). Dalam praanggapan (presuposisi),
diasumsikan bahwa praanggapan haruslah dianggap sebagai dasar kelancaran wacana yang
komunikatif. Sebagai contoh, penulis mengambil contoh iklan permen Hexos yang menggunakan
praanggapan dalam berkomunikasi. Dalam konteks tersebut, seorang pembeli akan mengambil
fotocopyan yang sudah lebih dulu dipesannya. Pranggapan ini muncul ketika pembeli
menanyakan ‘aslinya mana mas?”, yang seharusnya diartikan sebagai copyan yang asli, namun
tukang fotocopy menjawabnya dengan, “Tegal”. Dalam kasus tersebut, tentu saja akan terjadi
kemandegan komunikasi. Gambaran di atas mengisyaratkan bahwa setiap tuturan yang
dipraanggapkan belum tentu dipahami oleh mitra tutur, meski konteksnya sudah jelas. Artinya,

11
bahwa pandangan di atas mengisyaratkan pula bahwa tuturan dapat dikatakan
mempresuposisikan atau mempraanggapkan tuturan yang lainnya, apabila ketidakbenaran
tuturan yang dipraanggapkan itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan tidak
dapat dikatakan sama sekali.
Oleh karena itu, dalam iklan televisi pun kerap kita jumpai iklan yang menggunakan
praanggapan sebagai salah satu tujuan tertentu. Tujuan itu dapat bermacam-macam seperti: untuk
memancing perhatian konsumen. membangkitkan rasa ingin tahu, menarik perhatian lebih besar,
memberi komando atau perintah untuk melaksanakan kegiatan, danmenarik perhatian konsumen
atau sasaran khusus. Langkah-langkah lebih lanjut yang ditempuh dalam Penggunaan
Praanggapan yang Terdapat pada Iklan Televisi: Teh Sariwangi, Susu Bendera Kental Manis,
dan Permen Hexos dapat dilihat pada metode penelitian.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Untuk pembahasan masalah yang diajukan dalam penelitian ini diperlukan data
kebahasaan yang relevan, yang diperoleh melalui penelitain terhadap objek penelitiannya. Dalam
penelitian ini akan ditempuh enam tahapan strategis, yaitu; (1) jenis penelitian, (2) subjek
penelitian, (3) sumber data, (4) data penelitian, dan (5) teknik pengumpulan data, dan (6)
instrumen penelitian. Keenam hal tersebut akan dijelaskan secara terperinci dalam setiap subbab
berikut ini.

12
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, maksudnya
penelitian ini berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data,
jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan mengiterpretasi. Disebut penelitian kualitatif
karena penelitian ini dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak
diperoleh melalui prosedur penelitian statistik atau bentuk hitung lainnya yang menggunakan
ukuran angka (Strauss dan Corbin, 1990 dalam Hoepfl, 1997 dan Golafshani, 2003). Kualitatif
berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat dibalik
fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik,
bahasa, atau kata-kata. Oleh karena itu, bentuk data yang digunakan bukan berbentuk bilangan,
angka, skor atau nilai; peringkat atau frekuensi; yang biasanya dianalisis dengan menggunakan
perhitungan matematik atau statistik (Creswell, 2002) (dalam studikasus.blogspot.com)
Di samping itu, tujuan penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah untuk menganilisis
yang diteliti agar diperoleh informasi mengenai perilaku, perasaan, keyakinan ide, bentuk
pemikiran serta dapat menghasilkan sebuah teori (Syamsudin&Damaianti,2007:74).
Demikian juga dalam penelitian ini, direncanakan untuk meneliti iklan televisi yang
menggunakan praanggapan. Penelitian ini akan menganalisis praanggapan yang terdapat dalam
iklan Teh Sariwangi, Permen Hexos dan Susu Bendera Kental Manis.

3.2 Subjek Penelitian


Subjek penelitian ini adalah Iklan Televisi: Teh Sariwangi, Permen Hexos dan Susu
Bendera Kental Manis.

3.3 Sumber Data


Peneliti mengambil sumber data dari iklan-iklan televisi. Sumber data utama dicatat
melalui catatan tertulis dan melalui perekaman video iklan televise, khususnya iklan Teh Sari,
Permen Hexos, dan Susu Bendera Kental Manis. Data yang diambil adalah tuturan penutur
kepada lawan tuturnya yang menimbulkan praanggapan.

13
3.4 Data Penelitian
Data penelitian berkaitan dengan praanggapan yang terdapat dalam 3 iklan. Ketiga iklan
ini memiliki konteks yang berbeda-beda. Salah satu data yang diambil dalam iklan Hexos,
misalnya, seperti pada potongan praanggapan beikut.

(Konteks: Seorang gadis sedang buru-buru ke tempat fotocopy untuk mengambil kertas
fotocopyan yang sudah dipesannya)

Gadis : Aslinya mana mas?


Tukang F.C : Tegal

Data di atas menunjukkan bahwa terjadi praanggapan yang menimbulkan komunikasi


mandeg. Pada akhirnya ketiga data tersebut akan penulis analisis jenis peraanggapannya.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak, catat dan rekam. Metode simak
digunakan untuk mengklasifikasikan iklan-iklan yang termasuk dalam kategori praanggapan atau
bukan. Data yang diperoleh melalui metode simak kemudian diabadikan dengan cara
mencatatnya pada lembar analisis iklan dan sekaligus direkam (mencari rekaman iklan).
Penggunaan teknik rekam di samping teknik catat dimaksudkan, bahwa hasil perekaman
tersebut menjadi alat pengecekan kembali kebenaran data yang sudah dicatat tersebut.
Penggunaan cara ini cukup bermanfaat, mengingat iklan televisi memang lebih baik untuk
dilampirkan rekamannya.
Teknik rekam adalah teknik penjaringan data dengan merekam penggunaan bahasa. Yang
direkam tentu saja adalah penggunaan bahasa dalam bentuk lisan. Teknik catat adalah teknik
menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan data pada kartu data. Kegiatan merekam data
atau karena sebab tertentu perekam tidak mungkin dilakukan. Data yang dijaring dari sumber
tertulis, misalnya, dapat langsung dicatat dalam kartu data (Kesuma, Mastoyo Jati, 2007).

3.6 Instrument Penelitian

14
Dalam penelitian ini, yang menjadi instrument penelitian adalah peneliti sendiri sebagai
alat pengumpulan data, tentunya dengan bekal pengetahuan yang memadahi terkait ilmu
pragmatic, khususnya praanggapan (presuposisi). Pada penelitian ini, peneliti memiliki senjata
untuk “dapat memutuskan” dan menilai keadaan terhadap yang diteliti. Dalam hal ini peneliti
menggunakan rekaman iklan televisi dan hasil kartu catat sebagai hasilnya.

3.7 Teknik Analisis Data


Setelah data dikumpulkan dan diklasifikasi sesuai dengan praanggapannya, tahap
selanjutnya, yaitu analisis data. Pada tahap ini data dianalisis dengan metode kualitatif. Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan metode pragmatis. Metode pragmatis digunakan untuk
menunjuk jenis praanggapan (preposisi) yang digunakan dalam iklan dengan subjenis alat
penentunya, yaitu mitra wicara yang berhubungan dengan fungsi interpersonal bahasa yang
menghasilkan komunikasi yang tidak sesuai dengan tujuan. Data dianalisis dengan mengambil
konteks dan tuturan tokoh pada iklan.

DAFTAR ISI

Arifin, Zaenal, dkk. 1992. Pemakaian Bahasa dalam Iklan Reklame Berita dan Papan Reklame.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud
Edwi Arief Sosiawan. Media Iklan. edwi.dosen.upnyk.ac.id/MED.IKLAN.1.doc diakses 1
Nopember 2009

dbp.gov.my
Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kesuma, Tri Santoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta:
Carasvatibooks
Pangaribuan, Tagor. 2008. Paradigma Bahasa. Yogyakarta: Gramedia
Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma
Rani, Abdul. 2006. Analisis Wacana. Malang: Bayumedia

15
studikasus.blogspot.com
Subagyo, Ari. Pragmatik (dalam handout mata kuliah Pragmatik)
Syamsudin&Damaianti. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung:Remaja
Rosdakarya
Yule & Brown. 1996. Analisis Wacana Discourse-Analysis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

16

You might also like