Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Dalam berkomunikasi seseorang dapat menyampaikan pesan sebaik-baiknya dengan
menggunakan bahasa yang menurut hematnya mudah dipahami orang lain. Atau,
mengungkapkan pesan itu dalam bahasa yang benar menurut kaidah kebahasaan yang berlaku.
Demikian juga yang harus dilakukan dalam iklan karena iklan merupakan salah satu bentuk
komunikasi (Arifin, Zaenal:1992).
Masalah kebahasaan di dalam iklan itu merupakan hal yang menarik untuk ditelaah.
Bahkan, dapat dikatakan bahwa pada bahasalah letak keberhasilan sebuah iklan. Bahasa
hendaknya harus menarik dan komunikatif. Kekomunikatifan bahasa iklan sering dibentuk
melalui kata-kata yang kreatif, bukan sekadar mengucapkan kata-kata. Apa yang diucapkan
dalam iklan, antara lain, mencakupi pemilihan kata, kepadatan dan tipe-tipe bahasa kiasan, pola-
pola irama, komponen bunyi, dan ciri-ciri formal lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (421 via Balai Pustaka), iklan adalah (1) berita
pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang
ditawarkan, (2) pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual,
dipasang di dalam media massa seperti surat kabar mengenai barang atau jasa yang dijual,
dipasang di dalam media massa seperti surat kabar dan majalah. Untuk itu, penulis akan
menganalisis wacana iklan-iklan televisi dilihat dari struktur dan pola yang terkandung di
dalamnya.
Jika dilihat dari pekerjaan kreatifnya, maka media iklan terbagi menjadi dua macam,
yaitu: (1) media lini atas (above the line) ; media utama yang digunakan dalam kegiatan
periklanan, contoh ; televisi, radio, majalah, surat kabar, (2) media lini bawah (below the line) ;
media pendukung dalam kegiatan periklanan, contoh : pamflet, brosur dan poster
(edwi.dosen.upnyk.ac.id).
Di dalam iklan, bahasa digunakan sedemikian rupa sehingga tujuan tercapai dengan baik.
Dengan demikian, penggunaan bahasa dalam iklan juga mempunyai tujuan tersendiri dengan
para pembeli (konsumen) sebagai sasarannya. Tujuan penggunaan bahasa itu, antara lain, adalah
untuk membentuk persepsi, mengubah sikap, dan akhirnya mempengaruhi tindakan para
konsumen. Oleh karena itu, bahasa yang tertuang di dalam iklan seharusnya merupakan hasil
olahan yang cermat agar iklan itu mencapai hasil yang maksimal. Bahasa iklan tidak hanya
menyuguhkan bentuk-bentuk verbal yang bersifat lugas, tetapi juga menyiratkan daya persuasif
2
yang tinggi di balik bentuk verbal yang disuguhkan itu. Para konsumen diharapkan untuk tidak
hanya membaca/mendengar yang tersurat/terucap, tetapi juga tergiring untuk menangkap yang
tersirat di balik bahasa iklan itu. Untuk menggambarkan ekspresi hubungan antara teks media
(termasuk iklan) dengan realitas, konsep representasi sering digunakan. (www.dbp.gov.my)
Kasus praanggapan banyak kita jumpai pada komunikasi sehari-hari, Seperti yang
digagas oleh Frege bahwa yang dibahas tidak lagi terbatas pada pengacuan sederhana seperti
“analisis eksistensial yang kering kerontang” (periksa Levinson, 1983:172 dalam Ari Subagyo):
melainkan sampai pada pembuktian benar-salah sebuah pernyataan. Perkembangan itulah yang
mempengaruhi linguistik (pragmatik). Hal itu pula yang terjadi pada media komunikasi lain
seperti media massa dalam bentuk cetak maupun elektronik, khususnya media komunikasi iklan
televisi.
Hal yang tidak kalah menarik dalam melihat iklan adalah bagaimana kohesi iklan dalam
membentuk kepaduan wacana iklan. Selain itu, analisis tekstual serta kontekstual wacana iklan
niaga melalui televisi juga merupakan hal yang sangat menarik untuk diteliti. Hal-hal itulah yang
akan dicoba dilakukan melalui penelitian ini.
Harapannya, melalui komunikasi (percakapan) pada iklan televisi dapat menjadi contoh
adanya kemandegan komunikasi yang ditimbulkan berbagai faktor. Pilihan bahasa sebagai
peristiwa sosial tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor linguistik, tetapi juga oleh faktor-
faktor di luarnya. Pilihan bahasa erat terkait dengan situasi sosial masyarakat pemakainya.
Perbedaan usia, tingkat pendidikan, dan status sosial seseorang dapat mempengaruhi pilihan
bahasanya ketika berbicara dengan orang lain.
Berdasarkan paparan di atas, aspek pragmatik mengkaji tentang hubungan antara tanda
(lambang) dan objeknya. Namun, di sisi lain aspek pragmatik berkenaan pula dengan kaidah-
kaidah teks yang berlaku untuk interpretasi. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas
kajian pragmatik dari segi praanggapan pada iklan teh Sariwangi, Permen Hexos dan Susu
Kental Manis Bendera. Praanggapan yang dimaksud adalah dugaan atau anggapan penutur
kepada mitra tutur bahwa mitra tutur telah mengetahui apa yang dimaksud penutur. Dalam
makalah ini akan dipaparkan sejauh mana peranan praanggapan dalam hal berkomunikasi,
sehingga komunikasi tetap mencapai tujuannya dan tidak mandeg. Menurut penulis, masalah
seperti ini sangat menarik untuk dikaji, sebagai seorang penutur juga harus memperhatikan
kejelasan maksud tuturan.
3
Penelitian ini berisi tentang analisis diskursif tentang sebuah iklan televisi yang
mengangkat kasus pragmatik. Dari latar belakang itulah, maka dapat ditarik permasalahan
sebagai berikut: Bagaimana penggunaan praanggapan dalam iklan Teh Sariwangi, Permen Hexos
dan Susu Kental Manis Bendera? Setelah diketahui analisisnya diharapkan penulis dapat
mengetahui tujuan penggunaan praanggapan dalam iklan tersebut.
4
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian
tujuan penelitian, dan sistematika penyajian. Keempat hal inilah yang melatarbelakangi
penelitian mengenai analisis praanggapan yang terdapat pada iklan Teh Sariwangi,
Permen Hexos dan Susu Kental Manis Bendera
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi penelitian yang relevan, kajian teori, dan kerangka berpikir yang
melandasi penelitian ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi jenis penelitian yang dilakukan, subjek penelitian, sumber data, data
penelitian, teknik pengumpulan data dan instrument penelitian
BAB II
LANDASAN TEORI
5
Praanggapan, sebagai salah satu bagian dari pragmatik sangat menarik untuk diteliti.
Melalui praanggapan pula, dapat diketahui komunikasi dapat berjalan sesuai dengan tujuan atau
tidak, karena penutur berharap lawan tuturnya mengetahui praanggapan yang dimaksud penutur.
Memang jarang ditemui penelitian yang membahas khusus tentang praanggapan, karena itu
peneliti tertarik untuk meneliti kajian ini lebih menadalam. Berikut ini dikaji hasil penelitian
terdahulu yang relevan atau yang berkisar pada masalah yang sejenis dengan penelitian ini.
Peneliti mengambil salah satu penelitian yang relevan sebagai acuan diadakannya penelitian ini,
yakni penelitian dari Arono mahasiswa FKIP Universitas Bengkulu dalam skripsinya yang
berjudul Kajian Praanggapan dan Implikatur Wacana Lisan Dialog Liputan Enam Petang SCTV.
Dalam penelitiannya, Arono (2009), penulis memilih dialog dalam wawancara Liputan
Enam Petang SCTV sebagai subjek penelitiannya. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa Dialog
yang dilakukan oleh pewawancara, narasumber, dan telewawancara bahwa tidak tutur yang
mereka gunakan tidak selalu mengatakan maksud seperti apa yang mereka maksudkan
sebagaimana adanya, tentu akan terdapat permasalahan dalam tuturan. Oleh sebab itulah, maka
penulis bekeinginan untuk meneliti tutura yang terdapat dalam dialog untuk mengetahui makna
yang terkandung di dalamnya.
Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang sedang dilakukan adalah sama-sama
bersifat penelitian kualitiatif, meskipun penelitian terdahulu diterapkan pada media televisi
berupa dialog lisan pada siaran berita, hal tersebut bisa menjadi acuan bagi peneliti untuk
meneliti topik yang sama dengan fokus yang berbeda.
Dari penelitian tersebut, peneliti mendapatkan inspirasi untuk mencoba penelitian serupa
dengan objek yang berbeda, yakni pada iklan televisi. Peneliti mencoba meneliti kajian yang
sama (yaitu praanggapan) namun ditujukan kepada iklan televisi.
6
suppose beforehand” (menduga sebelumnya); dalam arti sebelum pembicara atau penulis
mengujarkan sesuatu, ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang
dibicarakan (Soewandi, tt, dal 1 via Subagyo, Ari). Dengan demikian, praanggapan (presuposisi)
adalah dugaan. Kenyakinan, atau anggapan tentang orang lain atau sesuatu hal, yang sudah
dimiliki seseorang sebelum ia mengutarakan suatu ujaran.
Lubis (1991:59) mengatakan bahwa yang disebut presuposisi (praanggapan) adalah
hakikat rujukan yang dirujuk oleh kata atau frasa atau kalimat. Maksudnya kalau ada suatu
pernyataan, maka selalu ada presuposisi bahwa nama-nama (atau kata benda) yang dipakai baik
secara sederhana maupun majemuk mempunyai suatu rujukan.
Rustono (1999:103) mengemukakan pengertian praanggapan yaitu pengetahuan bersama
antara penutur dan mitra tutur yang tidak dituturkan dan merupakan prasyarat yang
memungkinkan suatu tuturan benar atau tidak benar. Stalnaker dalam Rustono (1999:98-99)
mengemukakan bahwa praangapan adalah apa yang digunakan oleh penutur sebagai dasar
bersama bagi para peserta percakapan. Yang dimaksud dengan dasar bersama itu adalah sebuah
paraangapan hendaknya dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur sebagai pelaku
percakapan dalam melakukan tindak tutur.
Presuposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum
menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur, bukan kalimat
(Yule,George: 1996:43). Yule menambahkan pula beberapa pembahasan tentang konsep,
presuposisi dibicarakan sebagai hubungan antara dua proposisi.
Di dalam analisis wacana, praanggapan memegang peranan penting di dalam menetapkan
keruntutan (koherensi) wacana (Selinker et al., 19-74 dalam Rani, Abdul: 2006). Menurut Leech
(1921:288), praanggapan haruslah dianggap sebagai dasar kelancaran wacana yang komunikatif.
Perlu diingat bahwa praanggapan adalah sesuatu yang dijadikan oleh si penutur sebagai dasar
penuturnya. Lebih lanjut, Givon (1979a:50) juga beranggapan bahwa praanggapan dalam analisis
wacana disebut dengan praanggapan pragmatis, yaitu ‘yang ditentukan batas-batasnya
berdasarkan anggapan-anggapan pembicara mengenai apa yang kemungkinan akan diterima oleh
pendengar tanpa tantangan’ (dalam Yule&Brown, 1996:28).
Menurut Yule&Brown (1985:29) praanggapan dapat diidentifikasi dalam bentuk asumsi
yang dibuat penyapa akan diterima pesapa tanpa penolakan. Stubbs (1983:215) menyatakan
bahwa praanggapan adalah proposisi yang dianggap penyapa diketahui pesapa dan proposisi
7
tersebut tidak berubah walaupun ujaran praanggapan tersebut dibentuk kalimat negatif (dalam
Pangaribuan, Tagor,2008:85).
Levinson (1985:180-185 dalam Pangaribuan, Tagor, 2008:85) sependapat dengan pakar di
atas dengan menyatakan bahwa praanggapan merupakan pengetahuan yang diasumsi penyapa
diketahui pesapa dan praanggapan tersebut tidak berubah biarpun tuturan diubah bentuknya
menjadi negatif.
Menurut Rahardi, Kunjana (2003), sebuah tuturan dapat dikatakan mempresuposisikan atau
mempraanggapkan tuturan yang lainnya, apabila ketidakbenaran tuturan yang dipraanggapkan
itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan tidak dapat dikatakan sama sekali.
c. Praanggapan Kategorial
Praanggapan ini dihasilkan dari kelengkapan semantis tertentu pada predikat
Dalam hal ini, adverbial seperti tentu saja, sudah, belum, masih dan sebagainya
menjadi penting.
8
Yule, George dalam bukunya yang berjudul Pragmatik menambahkan, dalam analisis
tentang bagaimana asumsi-asumsi penutur diungkapkansecara khusus, presupposisi sudah
diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa dan struktur. Yule membagi
praanggapan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Presuposisi Faktif (nyata)
Informasi yang dipraanggapkan yang mengikuti kata kerja ‘tahu’ dapat dianggap
sebagai kenyataan.
b. Presuposisi Leksikal
Pemakaian suatu bentuk dengan makna yang dinyatakan secara konvensional
ditafsirkan dengan presuposisi bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan)
dipahami.
c. Presuposisi Struktural
Dalam hal ini, struktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai
presuposisi secara tetap dan konensional bahwa bagian struktur itu sudah
diasumsikan kebenarannya.
c. Presuposisi Non-faktif
Suatu presuposisi yang diasumsikan tidak benar. Presuposisi ini menciptakan
suatu counter-factual presupposition (prseuposisi factual tandingan), yang berarti
bahwa apa yang dipraanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi merupakan
kebalikan (lawannya) dari benar, atau ‘bertolak belakang dengan kenyataan’.
9
interpretasi lokal dan prinsip analogi. Prinsip interpretasi local menyatakan bahwa
penafsrir terbatas untuk tidak menafsir lebih dari yang dibutuhkan, dan prinsip analogi
menyatakan bahwa penasir tidak mengubah interpretasi sebelum ada penggantian pada
bentuk yang sedang diinterpretasi.
10
(e) Proposisi yang Menarik Perhatian Konsumen Khusus
Proposisi yang menarik perhatian konsumen atau sasaran khusus (attract the
target market) juga dimanfaatkan untuk menarik perhatian pada awal
komunikasi. Butir utama yang menyatakan batas khalayak sasaran dapat
membantu menarik perhatian calon konsumen yang menjadi sasarannya.
11
bahwa pandangan di atas mengisyaratkan pula bahwa tuturan dapat dikatakan
mempresuposisikan atau mempraanggapkan tuturan yang lainnya, apabila ketidakbenaran
tuturan yang dipraanggapkan itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan tidak
dapat dikatakan sama sekali.
Oleh karena itu, dalam iklan televisi pun kerap kita jumpai iklan yang menggunakan
praanggapan sebagai salah satu tujuan tertentu. Tujuan itu dapat bermacam-macam seperti: untuk
memancing perhatian konsumen. membangkitkan rasa ingin tahu, menarik perhatian lebih besar,
memberi komando atau perintah untuk melaksanakan kegiatan, danmenarik perhatian konsumen
atau sasaran khusus. Langkah-langkah lebih lanjut yang ditempuh dalam Penggunaan
Praanggapan yang Terdapat pada Iklan Televisi: Teh Sariwangi, Susu Bendera Kental Manis,
dan Permen Hexos dapat dilihat pada metode penelitian.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Untuk pembahasan masalah yang diajukan dalam penelitian ini diperlukan data
kebahasaan yang relevan, yang diperoleh melalui penelitain terhadap objek penelitiannya. Dalam
penelitian ini akan ditempuh enam tahapan strategis, yaitu; (1) jenis penelitian, (2) subjek
penelitian, (3) sumber data, (4) data penelitian, dan (5) teknik pengumpulan data, dan (6)
instrumen penelitian. Keenam hal tersebut akan dijelaskan secara terperinci dalam setiap subbab
berikut ini.
12
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, maksudnya
penelitian ini berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data,
jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan mengiterpretasi. Disebut penelitian kualitatif
karena penelitian ini dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak
diperoleh melalui prosedur penelitian statistik atau bentuk hitung lainnya yang menggunakan
ukuran angka (Strauss dan Corbin, 1990 dalam Hoepfl, 1997 dan Golafshani, 2003). Kualitatif
berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat dibalik
fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik,
bahasa, atau kata-kata. Oleh karena itu, bentuk data yang digunakan bukan berbentuk bilangan,
angka, skor atau nilai; peringkat atau frekuensi; yang biasanya dianalisis dengan menggunakan
perhitungan matematik atau statistik (Creswell, 2002) (dalam studikasus.blogspot.com)
Di samping itu, tujuan penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah untuk menganilisis
yang diteliti agar diperoleh informasi mengenai perilaku, perasaan, keyakinan ide, bentuk
pemikiran serta dapat menghasilkan sebuah teori (Syamsudin&Damaianti,2007:74).
Demikian juga dalam penelitian ini, direncanakan untuk meneliti iklan televisi yang
menggunakan praanggapan. Penelitian ini akan menganalisis praanggapan yang terdapat dalam
iklan Teh Sariwangi, Permen Hexos dan Susu Bendera Kental Manis.
13
3.4 Data Penelitian
Data penelitian berkaitan dengan praanggapan yang terdapat dalam 3 iklan. Ketiga iklan
ini memiliki konteks yang berbeda-beda. Salah satu data yang diambil dalam iklan Hexos,
misalnya, seperti pada potongan praanggapan beikut.
(Konteks: Seorang gadis sedang buru-buru ke tempat fotocopy untuk mengambil kertas
fotocopyan yang sudah dipesannya)
14
Dalam penelitian ini, yang menjadi instrument penelitian adalah peneliti sendiri sebagai
alat pengumpulan data, tentunya dengan bekal pengetahuan yang memadahi terkait ilmu
pragmatic, khususnya praanggapan (presuposisi). Pada penelitian ini, peneliti memiliki senjata
untuk “dapat memutuskan” dan menilai keadaan terhadap yang diteliti. Dalam hal ini peneliti
menggunakan rekaman iklan televisi dan hasil kartu catat sebagai hasilnya.
DAFTAR ISI
Arifin, Zaenal, dkk. 1992. Pemakaian Bahasa dalam Iklan Reklame Berita dan Papan Reklame.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud
Edwi Arief Sosiawan. Media Iklan. edwi.dosen.upnyk.ac.id/MED.IKLAN.1.doc diakses 1
Nopember 2009
dbp.gov.my
Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kesuma, Tri Santoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta:
Carasvatibooks
Pangaribuan, Tagor. 2008. Paradigma Bahasa. Yogyakarta: Gramedia
Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma
Rani, Abdul. 2006. Analisis Wacana. Malang: Bayumedia
15
studikasus.blogspot.com
Subagyo, Ari. Pragmatik (dalam handout mata kuliah Pragmatik)
Syamsudin&Damaianti. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung:Remaja
Rosdakarya
Yule & Brown. 1996. Analisis Wacana Discourse-Analysis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
16