You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

Aliran dana asing ke bursa saham Indonesia terus terjadi. Posisi net buy
(nilai beli saham lebih besar dibandingkan dengan nilai jualnya) pemodal asing
pada sepanjang pekan ini juga terus meningkat dibandingkan dengan pekan lalu.
Data rekapitulasi transaksi saham di BEI menunjukkan pemodal asing terus
mencetak net buy sejak Senin. Nilai net buy terbesar terjadi pada penutupan
transaksi pada 17 Maret yang mendekati Rp1 triliun.

Pemodal asing kembali memburu saham di bursa Indonesia setelah


Standard & Poor's meningkatkan peringkat utang Indonesia dari BB- menjadi BB,
mengikuti dua lembaga pemeringkat lainnya yaitu Moody's dan Fitch Ratings.
Fitch meningkatkan peringkat utang jangka panjang Indonesia dari BB menjadi
BB+. Pada penutupan pasar Jumat lalu, 10 saham yang paling banyak dibeli oleh
pemodal asing adalah emiten yang bergerak di sektor migas, bank, properti, dan
media.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Investasi
B. Pengertian Pasar Modal
C. Produk-produk di Pasar Modal
1. Surat Utang (Obligasi)
Surat utang atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan obligasi
merupakan salah satu instrumen investasi yang juga diperdagangkan di pasar
sekunder Bursa Efek Indonesia (BEI). Meski tidak memiliki pamor seperti
produk saham, namun produk obligasi memiliki peminat dan tempatnya sendiri
dalam dunia pasar modal. Malah kalau boleh dibilang, masih sedikit yang betul-
betul memahami mekanisme transaksi produk obligasi di lantai bursa. Padahal
sebenarnya, produk obligasi merupakan salah satu investasi yang bisa
memberikan keuntungan besar dengan tingkat risiko minimum.
Obligasi merupakan salah satu jenis efek berkategori pendapatan tetap.
Obligasi adalah instrumen surat utang yang memuat perjanjian atau kontrak
kesediaan peminjam (issuer/emiten) untuk melakukan pembayaran secara tetap
kepada pemberi pinjaman (investor) dalam periode tertentu. Tentunya, seluruh
pokok pinjaman akan dikembalikan pada akhir periode perjanjian. Nah, yang
menarik adalah, surat utang ini dapat diperjualbelikan dan dipindahtangankan
selama kurun waktu periode cicilan.Karakteristik obligasi terbagi dalam 4
kategori, yaitu :
 penerbit obligasi

 prioritas

 tingkat kupon bunga

 dan opsi-opsi redemption.

Dari segi penerbit, obligasi digolongkan dalam dua jenis yaitu Obligasi
Pemerintah dan Obligasi Korporasi. Keduanya memiliki karakteristis yang
berbeda. Obligasi pemerintah biasanya memiliki tingkat kupon bunga lebih
rendah yang tentunya akan memberikan yield to maturity (YTM) yang lebih
rendah pula. Namun, tingkat risiko boleh dikatakan hampir tidak ada. Sebab,
obligasi ini dijamin sepenuhnya oleh pemerintah, sehingga kecil kemungkinan
terjadi gagal bayar. Obligasi korporasi biasanya memberikan tingkat kupon
bunga yang lebih tinggi yang tentunya akan memberikan YTM yang lebih
tinggi pula. Namun tingkat risikonya lebih tinggi, karena perusahaan swasta
selalu memiliki kemungkinan gagal bayar. Oleh sebab itu, obligasi korporasi
biasanya disertai fitur-fitur yang menarik yang biasa dikenal dengan istilah
sweetener (pemanis).

Dari segi prioritas, obligasi terbagi dalam dua jenis yaitu obligasi senior
dan obligasi junior (obligasi subordinasi/subdebt). Pada obligasi pemerintah
tidak ada penggolongan ini. Perbedaan antara dua jenis obligasi ini adalah pada
prioritasnya ketika terjadi suatu kondisi gagal bayar (default). Jika suatu
korporasi mengalami default, maka kreditur obligasi senior akan diprioritaskan
untuk pembayaran. Sedangkan obligasi junior mendapatkan tempat kedua
setelah pembayaran kepada pemegang obligasi senior selesai. Oleh sebab itu,
tingkat kupon bunga yang ditawarkan pada obligasi junior biasanya lebih tinggi
dari obligasi senior, karena diasumsikan tingkat risikonya lebih besar.

Dari sisi tingkat kupon bunga, secara umum ada 3 jenis kupon yang
berlaku di Indonesia yaitu kupon bunga tetap, kupon bunga floater dan zero
coupon. Kupon bunga tetap memberikan tingkat pengembalian (return) yang
tetap sejak awal obligasi diterbitkan hingga jatuh tempo. Sehingga perhitungan
bunga yang harus dibayarkan penerbit obligasi dan perhitungan YTM bagi
investor obligasi menjadi lebih mudah. Kupon bunga floater memberikan
tingkat pengembalian yang berubah-ubah menurut acuan suku bunganya.
Biasanya, acuan suku bunga pada SBI (sertifikat Bank Indonesia). Zero coupon
merupakan obligasi yang tidak memberikan kupon bunga yang dicicil,
melainkan lebih kepada pemberian diskon pada awal penawaran obligasi.

Dari segi opsi-opsi redemption, secara umum terdiri dari opsi call, opsi put
dan opsi konversi. Opsi call (call option) merupakan suatu hak yang dimiliki
penerbit obligasi untuk melakukan pembelian kembali (semacam buy back)
pada periode tertentu sebelum jatuh tempo obligasi. Sebaliknya, opsi put (put
option) merupakan hak yang dimiliki oleh investor obligasi untuk menjual
kembali obligasi yang dimilikinya kepada penerbit obligasi. Namun opsi put
jarang diberikan, karena tidak menguntungkan bagi penerbit obligasi.
Sedangkan opsi konversi merupakan penawaran pelunasan obligasi dengan
menukar nilai utang yang menjadi kewajibannya menjadi saham. Dengan opsi
ini, investor yang tadinya menjadi pihak pemberi pinjaman, setelah jatuh tempo
akan beralih menjadi pemilik modal di perusahaan yang menerbitkan obligasi
konversi.

D. Prosedur Pembelian Saham Indonesia oleh Investor Asing


BAB III

STUDI KASUS
BAB IV

PEMBAHASAN

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah mencetak prestasi luar biasa
sejak kejatuhan pasar modal dunia tahun 2008. Sikap optimistis disertai proyeksi
ekonomi fundamental yang lumayan, apalagi jika dibandingkan dengan proyeksi
pertumbuhan ekonomi negara-negara tetangga dan negara maju, telah membuat
investor-investor domestik maupun global menjadikan Bursa Efek Indonesia
(BEI) sebagai salah satu tempat investasi prioritas di 2010.
Sayangnya, sikap optimistis tersebut mendadak mulai berbalik arah. Proyeksi
ekonomi dunia di 2010 yang sudah dihitung, sontak menemui kendala dan
mungkin harus dihitung ulang.

China mulai ketar-ketir terhadap bahaya inflasi yang berujung pada


penerapan kebijakan pengetatan moneter. Beberapa waktu lalu, China menaikkan
rasio Giro Wajib Minimum (GWM) yag diiringi dengan pembatasan kredit
perbankan di negaranya. Amerika Serikat (AS) pun berecana melakukan
pengetatan kebijakan moneter. Presiden AS Barrack Obama berencana
memisahkan industri perbankan dari hedge fund. Obama mengisyaratkan akan
melarang perbankan AS memiliki, mensponsori dan memiliki keterkaitan dengan
hedge fund. Kebijakan Obama yang berbau anti liberalisme ini mendapat reaksi
keras dari kalangan kapitalis AS. Bahkan Partai Demokrat AS yang mengusung
Obama ke pucuk pimpinan negara paman Sam itu pun mengindikasikan
penolakan.

Akan tetapi, pelaku pasar modal global mulai melakukan antisipasi guna
memantau terlebih dahulu dampak rencana kebijakan ini dalam jangka pendek.
Aksi jual mendadak melanda seluruh bursa-bursa di dunia. Duet maut isu
kebijakan moneter dua negara adidaya tersebut sukses merontokkan indeks-indeks
saham di seluruh dunia. Apalagi ditambah realisasi ekonomi Korea yang tak
sesuai harapan. Tiba-tiba, seluruh dunia khawatir kalau tahun 2010 ternyata bukan
tahun pemulihan ekonomi gobal seperti yang diperkirakan sebelumnya.

Jika benar, konsekuesinya adalah negara-negara di dunia akan melakukan


penghitungan ulang atas proyeksi ekonominya masing-masing, yang tentunya
berujung pada revisi angka ke bawah alias revised down. Menurut Kepala Riset
PT Recapital Securities, Poltak Hotradero, masih terlalu dini menyimpulkan
apakah situasi sekarang merupakan sinyal pembalikan arah menuju penurunan
atau hanya transisi sesaat sebelum akhirnya kembali positif. Indikator-indikator
ekonomi dunia mungkin harus dihitung kembali. Data Korea yang tidak sesuai
harapan, serta rencana pengetatan kebijakan moneter AS dan China mungkin saja
bisa menjadi indikator terjadinya pembalikan arah, kita belum tahu pasti.

Meski demikian, reaksi sudah muncul terlebih dahulu di pasar saham.


Selama dua pekan terakhir, bursa-bursa dunia mengalami tekanan jual yang cukup
berat. Koreksi mulai mendominasi perdagangan harian. Prospek fundamental
ekonomi dunia 2010 mulai diragukan. Sebagai catatan, aspek fundamental
perekonomian domestik dan global, biasanya menjadi indikator utama dalam
mengukur prospek pasar saham. Kalau proyeksi ekonomi dunia bakal direvisi ke
bawah, konsekuensinya perkiraan harga-harga saham pun bakal mengalami hal
yang sama. Kendati demikian, ia melihat adanya sentimen temporer yang cukup
positif untuk membuat bursa-bursa saham dunia kembai bergairah di 2010,
termasuk IHSG.

Di mata investor asing, Indonesia masis ‘seksi’ sebagai tujuan investasi


yang menarik. Kenaikan peringkat atau rating yang diberikan dua lembaga
pemeringkat internaisonal Standarad & Poor’s (S&P) dan Moody’s satu level
dibawah peringkat investmen grade manjadi salah satu pendorong kuat derasnya
aliran modal asing ke Indonesia, terutama investasi portofolio di pasar saham,
obligasi dan pasar uang. Menurut Equity Fund Manager BNP Paribas Alvin
Pattisahusiwa, kenaikan harga saham gabungan (IHSG) yang mampu membuat
rekor harga baru pada tiga bulan pertama, menjadi salah satu pendorong minat
asing masuk Indonesia.

Melihat sejarah pemulihan pasar modal yang begitu cepat, Indonesia


dalam dua tahun kedepan diprediksi pertumbuhan ekonomi akan meningkat.
Menurut Alvin, Thun 2009 pertumbuhan pasar modal Indonesia tumbuh 6,1%.
Tahun kedua, 2010 ini diperkirakan akan tumbuh 20-30%. Semebtara untuk
perumbuhan ekonomi diperkirakan ekonomi indonesia tumbuh 6,1%. Kebijakan
keuangan global yang longgar dana msih rendahya suku bunga menjadi daya tarik
investor. Pindahnya alokasi dana dari bursa negara ke emerging market juga
membuat likuiditas Indonesia bertambah. Emerging market menguasai 84%
populasi, tapi nilai kapitalisasinya hanya 10% dari pasar modal global.

Arus dana asing yang masuk ke Indonesia saat ini tercatat 556 juta
dolarAS. Penempatan terbanyak pada SBI dan SUN yang mencapai lebih dari Rp
200 triliun. Namun lonjakan fantastis harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI)
yang menurut sebagian pengamat pasar modal sudah seperti gelembung atau
bubble yang artinya kenaikan saham yang tinggi saat ini tigak diikuti kenaikan
kinerja emiten dan sewaktu-waktu harga saham bisa mengempes lagi layaknya
gelembung berisi udara. Hal itu didak dibenarkan.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI masih jauh dibawah kondisi
bubble. Price to earning ratio (PER) indeks saham saat ini memang berada di atas
rata-rata, yakni di level 11 hingga 11,5 kali. Namun itu bukan berarti telah terjadi
bubble. Sebab kenaikan itu seiring dengan membaikanya kinerja emiten di bursa
indonesia.

Menurut Alvin, indeks masih memiliki potensi untuk terus melanjutkan


penguatan, bahkan IHSG akan menembus level 3.000 pada tahun 2010 ini. Sebab,
pendapatan atau earning emiten masih tumbuh. Ini dapat dilihat dari laporan
keuangan emiten untuk periode 2009 yang rata-rata masih positif. Begitu juga
laporan keuangan kuartal pertama tahun 2010 ini, yang masih menunjukan
terjadinya pertumbuhan.
BAB V

PENUTUP

You might also like