You are on page 1of 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Banyak contoh obat yang setelah mengalami metabolisme di tubuh


menghasilkan metabolit aktif. Senyawa induk obat tersebut disebut pra-obat,
yang pada in-vitro tidak menimbulkan aktivitas. Pra-obat bersifat labil, di dalam
tubuh (in vivo) mengalami perubahan, melalui proses kimia atau enzimatik,
mejadi senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor menghasilkan
respon farmakologis.

Penemuan bahwa efek obat kadang-kadang ditimbulkan oleh


metabolitnya, mempunyai peran penting dalam penggunaan metabolit itu
sendiri sebagai obat, oleh karena:

a) Metabolit kemungkinan menimbulkan toksisitas atau efek samping lebih


rendah dibanding pra-obat.

b) Secara umum metabolit mengurangi variasi respon klinik dalam populasi


yang disebabkan perbedaan kemampuan metabolisme oleh individu atau
oleh penyakit tertentu.

Klorahidrat, senyawa hipnotik,pada manusia dimetabolisis menjadi senyawa aktif


trikloroetanol atau garamnya asam trikloroetanol fosfat (triklofos) sebagai
pengganti klorahidrat, karena klorahidrat mempunyai rasa tidak enak dan
menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna.

Asetosal adalah pra-obat dari asam salisilat, yang menimbulkan efek iritasi
terhadap mukosa saluran cerna lebih kecil disbanding asam salisilat.

Fenasetin, obat analgesic dan antipiretik, terutama dimetabilisis dalam tubuh


menjadi metabolit aktif, N-asetil-p-aminofenol (asetaminofen) dan dalam jumlah
kecil metabolit glukuronida dari 2-hidroksifenasetin yang tidak aktif.

Sekarang fenasetin digantikan oleh asetaminofen karena bersifat nefrotoksik


dan menimbulkan efek samping methemoglobin yang lebih besar disbanding
asetaminofen.

Meskipun demikian pada dosis berlebih, asetaminofen dapat menimbulkan


kerusakan hati kare pada jalur biotransformasi normal akan membentuk
metabolit reaksif N-asetilimidokuinon yang dapat mengikatjaringan hati
secara ireversibel. Pada dosis normal metabolit reaktif akan terkonjugasi dengan
glutation.

You might also like