Banyak contoh obat yang setelah mengalami metabolisme di tubuh
menghasilkan metabolit aktif. Senyawa induk obat tersebut disebut pra-obat, yang pada in-vitro tidak menimbulkan aktivitas. Pra-obat bersifat labil, di dalam tubuh (in vivo) mengalami perubahan, melalui proses kimia atau enzimatik, mejadi senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor menghasilkan respon farmakologis.
Penemuan bahwa efek obat kadang-kadang ditimbulkan oleh
metabolitnya, mempunyai peran penting dalam penggunaan metabolit itu sendiri sebagai obat, oleh karena:
a) Metabolit kemungkinan menimbulkan toksisitas atau efek samping lebih
rendah dibanding pra-obat.
b) Secara umum metabolit mengurangi variasi respon klinik dalam populasi
yang disebabkan perbedaan kemampuan metabolisme oleh individu atau oleh penyakit tertentu.
Klorahidrat, senyawa hipnotik,pada manusia dimetabolisis menjadi senyawa aktif
trikloroetanol atau garamnya asam trikloroetanol fosfat (triklofos) sebagai pengganti klorahidrat, karena klorahidrat mempunyai rasa tidak enak dan menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna.
Asetosal adalah pra-obat dari asam salisilat, yang menimbulkan efek iritasi terhadap mukosa saluran cerna lebih kecil disbanding asam salisilat.
Fenasetin, obat analgesic dan antipiretik, terutama dimetabilisis dalam tubuh
menjadi metabolit aktif, N-asetil-p-aminofenol (asetaminofen) dan dalam jumlah kecil metabolit glukuronida dari 2-hidroksifenasetin yang tidak aktif.
Sekarang fenasetin digantikan oleh asetaminofen karena bersifat nefrotoksik
dan menimbulkan efek samping methemoglobin yang lebih besar disbanding asetaminofen.
Meskipun demikian pada dosis berlebih, asetaminofen dapat menimbulkan
kerusakan hati kare pada jalur biotransformasi normal akan membentuk metabolit reaksif N-asetilimidokuinon yang dapat mengikatjaringan hati secara ireversibel. Pada dosis normal metabolit reaktif akan terkonjugasi dengan glutation.