You are on page 1of 11

MANAJEMEN SISTEM KEPOLISIAN

INDONESIA

I. PENDAHULUAN

Sistem kepolisian yang dianut dan dijalankan oleh suatu negara sangat
tergantung dan dipengaruhi oleh sistem politik dan sistem kontrol sosia l
yang diterapkan pada Negara tersebut. Beragamnya sistem politik/
pemerintahan yang diterapkan masing – masing Negara menghasilkan
sistem kepolisian yang beragam pula. Demikian pula halnya dengan
system kepolisian yang diterapkan di Negara dengan sistem politik/
pemerintahan demokratis. Sistem Kepolisiannya didasarkan pada
bagaimana menyeimbangkan antara pengendalian kejahatan dengan
terjaminnya kebebasan/ ham dan keadilan serta adanya dukungan penuh
dari masyarakat dalam penerapannya.

Pada Negara – Negara demokratis berkembang 3 paradigma sistem


kepolisian, yaitu : Sistem kepolisian terpisah (fragmented system of
policing), sistem kepolisian terpusat (centralized system of policing), dan
sistem kepolisian terintegrasi (integrated system of policing). Indonesia
merupakan Negara demokratis yang sistem kepolisiannya cendrung
menganut sistem kepolisian terpusat (centralized system of policing).
Sebagaimana disebutkan dalam UU no 2 tahun 2002 bahwa Kepolisian
Negara Republik Indonesia merupakan kepolisian yang bersifat Nasional.

Sebagai suatu sistem, Kepolisian Negara Republik Indonesia memerlukan


manajemen dalam mencapai sasaran – sasaran dan tujuan – tujuan yang
diharapkan oleh aparatnya maupun masyarakat, bangsa dan Negara yang
dilayaninya.

1
II. SISTIM KEPOLISIAN DI INDONESIA

Indonesia adalah sebuah negara kesatuan berbentuk republik yang


dipimpin oleh Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Sistem pemerintahan yang berlaku mempengaruhi sistem kepolisian yang
diterapkan di Indonesia. Dalam perjalanan sejarahnya kedudukan dan
fungsi kepolisian yang dipengaruhi oleh sistem pemerintahan yang ada.
Mulai dari berdirinya pada zaman kemerdekaan, Republik Indonesia
Serikat (RIS), Demokrasi Parlementer, Orde lama, Orde Baru, dan Era
Reformasi.

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai Kepolisian Nasional

Indonesia merupakan Negara demokratis yang sistem kepolisiannya


cendrung menganut sistem kepolisian terpusat (centralized system of
policing). Sebagaimana dinyatakan dalam Undang – undang No 2 tahun
2002 pasal 5 ayat 2 bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan
peran dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan
dalam negeri.

Adapun di dalam Undang – undang tersebut dijelaskan bahwa dalam


menjalankan fungsi dan perannya di bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat, kewenangan Polri meliputi seluruh
wilayah Republik Indonesia, dan dalam pelaksanaannya wilayah negara
Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan
pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2
III. MANAJEMEN SISTEM KEPOLISIAN INDONESIA

Berdasarkan Undang – Undang No 2 tahun 2002 dinyatakan bahwa


kedudukan Polri berada dibawah langsung Presiden. Dimana Kepolisian
Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan
tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan
perundang-undangan

Kepolisian (Polri) ditingkat pusat dikenal dengan sebutan Mabes Polri.


Mabes Polri dipimpin oleh seorang Kapolri yang diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan senat atau Dewan
Perwakilan Rakyat. Kemudian karena secara administratif Indonesia terdiri
dari provinsi-provinsi maka di tiap-tiap provinsi tersebut terdapat
Kepolisian Daerah (Polda) dan dipimpin oleh seorang Kapolda dan
bertangggung jawab, diangkat dan diberhetikan oleh Kapolri. Di tiap-tiap
provinsi tersebut terbagi-bagi kembali kedalam bentuk-bentuk daerah
tingkat II yang disebut Kabupaten kota dan pada tiap-tiap Kabupaten/ kota
tersebut memiliki badan Kepolisian yang dinamakan sebagai Kepolisian
Resort atau Kepolisian resort kota untuk tingkat kotamadya. Masing-
masing badan Kepolisian tersebut dipimpin oleh seorang Kapolres
/kapolresta dan bertanggung jawab langsung kepada Kapolda. Dalam
operasionalisasinya Polres/ Polresta membawahi Polsek dan Pos Polisi.
Sistem koordinasi antara Mabes Polri, Polda, Polres/ ta, Polsek, Pos Polisi
terencana dengan baik dalam bentuk struktur organisasi yang jelas dan
mengenal sistem hirarki. Dalam operasionalisasi dan administrasi
kepolisian, setiap kebijakan yang ditetapkan oleh Mabes Polri adalah juga
berlaku bagi seluruh Kepolisian Daerah di negara Republik Indonesia.
Sehingga segala hal terkait operasionalisasi kegiatan Kepolisian Daerah
mengacu pada hal tersebut. Adapun hubungan antar Kepolisian Daerah
yang satu dengan lainnya adalah bersifat sangat fleksibel, artinya tiap-tiap
Kepolisian Daerah dapat melakukan kerjasama dalam melaksanakan
kewenangannya dalam menghadapi kejahatan lintas daerah/ Provinsi.

3
Demikian pula halnya dengan kewenangan Mabes Polri yang dapat
menangani kasus-kasus besar yang terjadi di wilayah Provinsi.

Terkait dengan manajemen fungsional, Polri memiliki fungsi bidang


operasional yaitu : fungsi Reserse Kriminal, fungsi Reserse
Narkoba,fungsi Intel,fungsi Lalu Lintas,fungsi Bina Mitra,fungsi Samapta
dan fungsi Pariwisata serta fungsi bidang pembinaan sebagai penunjang
fungsi operasional yaitu : personil, logistik, perencanaan, provost dan
pengamanan internal dll.

Dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi dan peranannya, Polri


diawasi oleh adalah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Berdasarkan Undang – Undang tersebut dinyatakan bahwa Kompolnas
berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan
memiliki tugas membantu Presiden dalam menentukan arah kebijakan
Kepolisian Negara Republik Indonesia serta memberikan pertimbangan
kepada Presiden tentang pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
Kompolnas diketuai oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan
Keamanan (Menkopolhukan). Selain itu, pengawasan dapat pula
dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) khususnya adalah Komisi
III DPR yang bertugas menangani masalah Hukum di Indonesia.

IV. OTONOMI DAERAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP MANAJEMEN


SISTEM KEPOLISIAN INDONESIA

Berdasarkan Undang – Undang No 32 tahun 2004 tentang Otonomi


Daerah dinyatakan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali urusan pemerintahan
yang menjadi urusan pemerintah pusat. Dan berdasarkan pasal 10 ayat 3
Undang – Undang ini dinyatakan bahwa keamanan merupakan salah satu
urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat. Hal ini

4
berarti bahwa bidang keamanan yang menjadi tanggung jawab Polri
adalah dibawah kendali pemerintah pusat.

Dalam Undang – Undang tersebut juga dinyatakan bahwa dalam


melaksanakan tugas dan wewenangnya pemerintah daerah mempunyai
kewajiban untuk memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Hal
ini berarti bahwa pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat di
daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dan kepolisian di
daerah.

Berdasarkan Undang – undang tersebut dapat disimpulkan bahwa


permasalahan keamanan yang merupakan tanggung jawab kepolisian
negara Republik Indonesia (pusat dan daerah) diatur dan dikendalikan
oleh pemerintah pusat. Sedangkan pemerintah daerah dan kepolisian
daerah turut bertanggung jawab dalam memelihara ketentraman dan
ketertiban masyarakat.

Namun demikian, dalam prakteknya masalah keamanan sesungguhnya


tidak dapat semata – mata dilakukan secara terpusat/ sentralisasi,
masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk, juga dalam kondisi geografi
kepulauan yang sangat luas mendorong adanya desentralisasi dalam
operasionalisasi kepolisian.

Oleh karena itu otoritas pemerintah daerah harus dipadukan dengan


sistem desentralisasi, dengan maksud untuk mendekatkan
penyelenggaraan manajemen kepolisian kepada masyarakat yang dilayani
Desentraliasi polisi ini dimaksudkan untuk mengembangkan satuan
organisasi terdepan (Polres) menjadi lebih otonom dalam kerangka sistem
kepolisian nasional dan sejalan pula dengan kebijakan otonomi daerah.

Sejalan dengan prinsip ini, pendekatan penyelesaian perkara (ringan)


dapat dilakukan secara informal dengan pemberdayaan potensi lokal,

5
sehingga polisi diharapkan memfokuskan kinerja dan perhatiannya pada
kejahatan kejahatan berat yang meresahkan dan menarik perhatian
publik.

Perlu disadari negara indonesia bukanlah negara yang kecil seperti


Singapura, Perancis, dll. Negara indonesia memiliki teritori yang amat luas
dan pluralistik terutama dari segi antropologi. Model kepolisian yang
sentralistik/terpusat sebaiknya tidak dianut secara kaku. Sistem
sentralisasi sebaikmya dipadukan dengan kebijakan daerah sehingga
dalam melaksanakan tugasnya polri tidak hanya terpaku dengan kebijakan
pusat tanpa mengurangi nilai nilai hukum yang akan ditegakan demi
menciptakan situasi yang kondusif ditengah masyarakat.

V. KESATUAN OPERASIONAL DASAR (KOD) SEBAGAI PENJABARAN


MANAJEMEN SISTEM KEPOLISIAN MELALUI DESENTRALISASI
ADMINISTRASI POLRI

Berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/54/X/2002 tanggal 17


Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan
Organisasi pada Tingkat Kewilayahan dinyatakan bahwa Polres/ ta
sebagai Kesatuan Operasional Dasar ( KOD), yaitu kesatuan yang paling
dekat berhubungan dengan masyarakat bertugas sepenuhnya
bertanggung jawab atas seluruh tugas pokok Kepolisian.. Sedangkan
Polsek adalah Kesatuan terkecil yang setingkat dengan Kecamatan /
Desa, yang bertugas untuk mengemban seluruh tugas pokok Kepolisian
samapai ke tingkat Desa, terutama untuk melindungi dan melayani
masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa sistem kepolisian Indonesia tidak
sepenuhnya terpusat (Centralized system of Policing), namun ada
desentralisasi Polri secara administrative.

6
Desentralisasi Administrratif akan memberi lebih banyak otoritas /
kewenangan kepada Polres/ ta dalam melakukan tugas dan fungsi
kepolisian. Namun demikian kejahatan sekarang sudah semakin canggih,
tidak mengenal batas wilayah, bahkan Negara, maka berdasarkan
intensitas dan kompleksitas kasusnya, ada kejahatan yang ditangani oleh
Polsek, Polres/ ta, Polda sampai dengan Mabes Polri secara berjenjang.
Tetapi fungsi utama dari kesatuan yang lebih atas adalah memberikan
bantuan tekhnis kepada satuan dibawahnya.

Berdasarkan Undang – Undang No.2 tahun 2002 pasal 10 dinyatakan


bahwa Pimpinan Negara Republik Indonesia di daerah hukum,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 2 (wilayah negara Republik
Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan
tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia) bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugas dan weweang kepolisian secara hierarkhi. Hal ini
mengindikasikan adanya konsep pendelegasian wewenang Polri.

Dalam rangka menetapkan strategi dan kebijakan pembangunan kekuatan


untuk meningkatkan kemampuan operasional satuan kewilayahan agar
mampu melaksanakan tugas pokoknya secara professional, maka Mabes
Polri dijadikan pusat pengembangan dan penetapan kebijakan strategis
secara nasional, polda seabagi kesatuan yang memiliki kewenangan
penuh,polres sebagai basis pelayanan masyarakat dan polsek sebagai
ujung tombak operasional yang langsung mengendalikan anggotanya di
lapangan sebagai pengemban diskresi kepolisian.

Polres dan Polda sendiri, saat ini sudah dapat melakukan operasi
Kepolisian mandiri kewilayahan sendiri, yaitu jenis operasi kepolisian
khusus, yang dapat dilakukan oleh kekuatan polres atau polda,
disesuaikan dengan tantangan dan kebutuhan dalam hal keamanan dan
perkembangan situsi di wilayahnya masing-masing, misalnya operasi
kepolisian mandiri adalah di Polda Jawa Barat melakukan operasi

7
kepolisian yang dilakukan dengan target sasaran penanggulangan dan
penindakan terhadap pelaku kejahatan geng motor yang sangat
meresahkan warga kota bandung pada khususnya dan warga Jawa Barat
pada umumnya. Disamping itu Polres ataupun Polda dapat melakukan
kerjasama dengan pihak pemerintah daerah, dalam menjaga keamanan
dan kelancaran pemilihan umum kepala di daerah, dimana
operasionalisasi tugas polri tersebut juga didukung dari dana dari
anggaran pemerintah daerah

VI. KESIMPULAN

Indonesia sebagai negara demokratis menerapkan sistem kepolisian yang


bersifat nasional dan cendrung menerapkan Centralized System of
Policing. Namun dalam prakteknya sistem kepolisian yang diterapkan di
Indonesia adalah tidak sepenuhnya terpusat. Hal ini dapat dilihat dengan
adanya kebijakan berupa desentralisasi administrasi kepolisian dimana
Polres/ ta merupakan Kesatuan Operasional Dasar ( KOD), yaitu kesatuan
yang paling dekat berhubungan dengan masyarakat bertugas sepenuhnya
bertanggung jawab atas seluruh tugas pokok Kepolisian.. Sedangkan
Polsek adalah Kesatuan terkecil yang setingkat dengan Kecamatan /
Desa, yang bertugas untuk mengemban seluruh tugas pokok Kepolisian
sampai ke tingkat Desa, terutama untuk melindungi dan melayani
masyarakat.

Terkait dengan manajemen sistem kepolisian yang diterapkan di


Indonesia, dapat dikatakan bahwa manajemen yang ada telah mendekati
ideal. Namun demikian masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki
guna mendukung tugas, fungsi dan peranan Polri sebagai pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

8
Adapun hal – hal tersebut diantaranya, yaitu masih adanya birokrasi
kepolisian yang terlalu panjang menyebabkan operasionalisasi kepolisian
tidak berjalan dengan efektif. Serta kebijakan operasionalisasi kepolisian
yang cendrung terpusat dan belum menyentuh karakteristik masyarakat
daerah.

Oleh karenanya diperlukan adanya pengembangan manajemen sistem


kepolisian dengan memanfaatkan momentum otonomi daerah melalui
desentralisasi administrasi kepolisian kepada satuan kepolisian di daerah
dalam kerangka Sistem Kepolisian Negara Republik Indonesia.

VII. SARAN

Terkait dengan upaya mewujudkan manajemen sistem kepolisian yang


ideal bagi Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka dapat disarankan
hal – hal sebagai berikut :

1) Agar dibentuk kementerian tersendiri yang membawahi Polri yaitu


Kementerian Kepolisian, dimana Menteri yang ditunjuk oleh Presiden
merupakan mantan kapolri atau pejabat Polri yang berkompeten.
Bahwa kedudukan Polri pada saat ini dibawah presiden rawan
terhadap politisasi kekuasaan Prseiden. Oleh karena itu dapat dibentuk
kementerian tersendiri dari menjamin Polri dapat melaksanakan tugas
dan perannya secara profesional namun tetap menjaga akses Polri
dalam kabinet guna efektifitas dalam akses kebijakan dan informasi
perkembangan keamanan nasional.
2) Adanya penguatan terhadap Kompolnas.
Kompolnas dirancang sebagai lembaga strategis yang membantu Polri
dalam merencanakan kebijakan kepolisian dan penegakan hukum.
Namun masih banyak persoalan terkait dengan Kompolnas.
Kompolnas dibawah sistem Polri, anggarannya berasal dari APBN-
Polri dan administrasi kepolisian. Perlu merevitalisasi perannya

9
sebagai lembaga pengawasan eksternal. (Sidratahta Mukhtar, Hasil
penelitian Rekomendasi kepada Presiden: KHN, 2009).
3) Efektifitas manajemen operasionalisasi kepolisian memerlukan adanya
pemangkasan birokrasi dengan pendelegasian wewenang dan porsi
kebijakan bagi kepolisian daerah dalam operasionalisasi dan
administrasi kepolisian.
Birokrasi kepolisian yang berlangsung terlalu panjang menyebabkan
operasionalisasi kepolisian tidak berjalan dengan efektif. Oleh karena
itu guna efektifitas operasionalisasi kepolisian perlu adanya
pemangkasan birokrasi dengan pendelegasian wewenang dan porsi
kebijakan bagi kepolisian daerah dalam operasionalisasi dan
administrasi kepolisian.

4) Adanya kebijakan operasionalisasi kepolisian yang lebih menyentuh


karakteristik masyarakat daerah dengan pemberian porsi penentuan
kebijakan bagi kepolisian daerah disesuaikan dengan karakteristik
daerahnya selama tidak bertentangan dengan arah kebijakan yang
telah ditentukan oleh mabes Polri. Bahwa selama ini selama ini
kebijakan yang ada kurang dapat menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi masyarakat setempat. Karena Kepolisian Daerah wajib sifatnya
untuk melaksanakan semua kebijakan dari Kepolisian Pusat baik itu
dalam hal adminstrasi maupun operasional, sementara setiap daerah
tentu nya memiliki kebudayaan dan karakteristik masing-masing yang
tidak sama anatara satu daerah dengan daerah yang lain. Oleh karena
itu Mabes Polri selaku pemberi kebijakan kepolisian hanya
memberikan kebijakan yang bersifat umum dan memberikan alternatif
yang jelas dan tertentu. Dan kepolisian daerah mendapatkan porsi
dalam menentukan arah kebijakan lokal disesuaikan dengan
karakteristik masyarakat diderahnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Awaloedin Djamin,2009. Kedudukan Kepolisian Negara RI Dalam Sistem


KeTata Negaraan : Dulu,Kini dan Esok.

Roberg, Roy R. : Police Management. Sebagaimana diterjemahkan oleh


Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). 2006

Ahwil Lutan. : Perbandingan Sistem Kepolisian di negara-negara


Demokratis. Penerbit Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. 2000

ARTIKEL INTERNET

Rahmawati, Dewi. : Sistem Manajemen Kepolisian Perlu


Didesentralisasikan. http://www.elshinta.com/v2003a/readnews.htm?
id=38324 , diakses pada 11 April 2011.

Arman Pasaribu, “Perbandingan sistem kepolisian – Sistem kepolisian


ideal di Indonesia”, http://armanpasaribu.wordpress.com/2009/02/12/108/,
diakses pada 11 April 2011. 

PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN

Undang – Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia.

Undang – Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

11

You might also like