Professional Documents
Culture Documents
Gender
Robert Stoller (1669), istilah gender untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada
pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang berasal dari cirri-ciri fisik
biologis. Ann Oakley (1972) mengartikan gender sebagai konstruksi sosial atau atribut yang
dikenakan pada manusia yang dibangun oleh kebudayaan manusia. Hillary M. Lips mengartikan
gender sebagai harapan –harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (expectation for
woman and men). Ada dua elemen gender yang bersifat universal yaitu; 1) gender tidak identik
dengan jenis kelamin, dan 2) gender merupakan dasar dari pembagian kerja di semua masyarakat
(Gallery, 1987).
Dari berbagai definisi yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konstruksi
atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah
tergantung dari tempat, waktu/zaman, suku/ras/bangsa, budaya. Status sosial, pemahaman
agama, negara ideology, politik, hukum, dan ekonomi. oleh karenanya gender bukanlah kodart
Tuhan melainkan buatan manusiayang dapat dipertukarkan dan memiliki sifat relative. Hal
tersebut bisa terdapat pada laki-laki maupun pada perempuan. Sedangkan pada jeni kelamin
(seks) merupakan kodrat Tuhan (ciptaan Tuhan) yang berlaku dimana saja dan sepanjang masa
yang tidak dapat berubah dan dipertunjukan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Ketimpangan Gender
Perbedaan jenis kelamin dapat menimbulkan perbedaan gender (gender difference). Sebenarnya
bukan suatu masalah sepanjangn tidak menimbulkan gender inequality (ketidak adilan gender).
Namun, yang menjadi masalah adalah gender difference ini telah menimbulakan berbagai
ketidak adilan, baik bagi kaum laki-laki dan utamanya. Ketidak adilan gender yang
termanifestasi dalam bentuk marjinalisasi, subordinasi, kekerasan, stereotype, dan beban kerja
telah terjadi di berbagai tingkatan di masyarakat.
Pertama, wujud ketidak adilan gender terjadi di tingkat negara, baik pada satu negara maupun
organisasi antarnegara. Banyak kebijakan dan hukum negara, perundang-undangan serta
program kegiatan yang masih mencerminkan sebagian dari wujud ketidak adilan gender.
Kedua, wujud dari ketidak adilan ini juga terjadi di tempat kerja, organisasi maupun dunia
pendidikan. Banyak aturan kerja, manajemen, kebijakan keorganisasian, dan kurikulum
pendidikan yang masih melanggengkan ketidaka dilan gender tersebut.
Ketiga, dalam adat istiadat didalam kelompok etnik masyarakat kultural, suku-suku maupun
dalam tafsiran keagamaan wujud ketidak adilan gender ini pun terjadi. Mekanisme pengambilan
keputusan di masyarakat masih banyak yang mencerminakna ketidak adilan gender.
Keempat, ketidakadilan gender juga terjadi di lingkungan rumah tangga. Mulai dari pengambilan
keputusan, pembagian kerja, hingga interaksi antar anggota keluarga, di dalam kehidupan banyak
rumah tangga sehari-hari asusmsi bias gender ini masih digunakan.
Kelima, adalah ketidak adilan gender yang sudah mengakar di dalam suatu keyaki nan dalam
menjadi ideology bagi kaum perempuan maupun laki-laki, hal seperti ini sudah sangat sulit
diubah.
Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender adalah seperti sebuah frase (istilah) ‘suci’ yang sering diucapkan oleh para
aktivis sosial, kaum feminis, bahkan para pejabat negara. Kesetaraan gender dapat juga berarti
adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh kesempatan serta
hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
politik, hukum, ekonomi, dan sosial budaya, pendidikan dan pertahanan & keamanan nasional
(hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
Feminisme Radikal
Pendekatan ini menekankan perbedaan struktural antara permepuan dan laki-laki dengan
memberikan penilaian yang lebih positif terhadap cirri-ciri feminine daripada kepada cirri-ciri
maskulin. Feminism radikal melihat bahwa akar permasalahannya adalah sistem seks dan
gender. Dalam feminism radikal ada dua kelompok yang mempunyai pandanagn berbeda tentang
gender, seksualitas, dan reproduksi. Kedua pandangan tersebut aalah feminism Radikal
libertarian dan feminism radikal cultural.
Feminisme Eksistensialis
Feminisme eksistensialis melihat bahwa untuk menjadi ‘exist’, perempuan harus hidup dengan
melakukan pilihan-pilihan sulit, dan menjalaninya dengan tanggung jawab, baik atas diri sendiri
maupun atas orang lain itulah kebebasan.
Feminisme Postmodern
Yang paling menarik bagi pemikiran feminism Postmodern adalah pertanyaan tentang kebebasan
dan identitas. Perspektif kebebasan menurut feminism post modern adalah adanya pengakuan
bahwa perempuan dan laki-laki berbeda sebenarnya perempuan tidak menginginkan hak untuk
menjadi sama dengan laki-laki karena yang diinginkan sebebnarnya adalah hak untuk bebas
mengkonstruksikan diri sendiri seperti yang dimiliki lak-laki. Artinya, tidak ada kelompok yang
menentukan identitas bagi yang lain, atau perempuan tidak didefinisikan oleh laki-laki,
melainkan oleh dirinya sendiri.
Feminisme Islam
Salah satu kritik utama feminisme Islam terhadap feminisme Barat adalah kecenderungannya
kepada sekularisme. Menurut teologi feminisme Islam, konsep hak-hak asasi manusia yang tidak
berlandasakan Visitransendetal merupakan hal-hal yang teragis. Sehubungan dengan hal itu
mereka berpandangan bahwa gerakan perempuan islam harus berpegang pada paradigm agam
islamagar tidak menjadi sekuler.
Perwakilan POLITIK gurung tak ketik yan. Iki sek kait mulai