Professional Documents
Culture Documents
ALBINER SIAGIAN
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
1. Pendahuluan
Intoksikasi Infeksi
1. Intoksikasi stapilokoki 1. Salmonellosis: enterotoksin dan
(enterotoksin stapilokoki diproduksi sitotoksin dari Salmonella spp.
oleh Staphylococcus aureus)
2. Botulism: neurotoksin diproduksi oleh 2. Clostridium perfringens:
Clostridium botulinum entertoksin diproduksi selama
sporulasi
C. Perfringens tipe A dalam saluran
pencernaan
6. Listeria monocytogenes
7. Yersiniosis
Shigellosis
Vibrio parachaemolyticuz
Indeks pangan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok: (1) infeksi dimana
makanan tidak menunjang pertumbuhan patogen tersebut, misalnya, patogen
penyebab tuberkolosis ( Mycobacterium bovis dan M. tubercolosis), brucellosis
(Brucela aortus, b. melitensis), diprteri (Corynebacterium diptheriae), disentri oleh
Campylobacter, demam tifus,kolera , hepatitis, dan lain-lain; dan (2) infeksi dimana
makanan berfungsi sebagai medium kultur untuk pertumbuhan patogen hingga
mencapai jumah yang memadai untuk menimbulkan infeksi bagi pengkomsumsi
makanan tersebut; infeksi ini mencakup Salmonela spp, Listeria, vibrio
parahaemolyticus, dan Escherichia coli enteropatogenik. Penularan infeksi jenis
kedua ini lebih mewabah dari pada jenis-jenis gangguan perut yang lain. Gejala-
gejala yang disebabkan infeksi mulai terlihat setelah setelah 12-24 jam dan ditandai
dengan sakit perut bagian bawah (abdominal pains), pusing, diare, muntah-muntah,
demam dan sakit kepala. Pada tabel 2 disajikan gejala-gejala penyakit yang
ditimbulkan oleh bakteri patogen dan waktu inkubasi yang diperlukan untuk
menimbulkan gejala.
Beberapa peneliti menyarankan penyakit yang disebabkan oleh Clostridium
perfringens dan Bacillus cereus dikategorikan sebagai intoksikasi karena kedua jenis
bakteri dapat memproduksi toksin. Akan tetapi untuk menimbulkan efek keracunan,
sejumlah besar sel hidup harus terkonsumsi. Demikian juga Salmonella dapat
menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin didalam saluran pencernaan. Sebaliknya
Saereus yang tergolong ke dalam intoksikasi, dapat mengkolonikasi mukosa dalam
saluran pencernaan dan menyebabkan diare kronis. Dengan demikian klasifikasi
keracunan makanan ini harus digunakan secara hati-hati.
Virus
Virus adalah mikroorganisme ultramikroskopik dan dapat lolos filter 0,22 µm.
Virus berkembang biak hanya pada inang yang sesuai dan tidak dapat tumbuh diluar
inang. Beberapa virus dapat menyebabkan ganggun pencernaan dan ciri-cirinya
hampir sama dengan yang ditimbulkan oleh bakteri. Sebagian virus juga dapat
menginfeksi tanpa adanya simpton sampai virus tersebut menyerang jaringan sel
yang lain, misalnya jaringan saraf, melalui aliran darah. Transmisi virus yang dapat
menyebabkan gangguan pencernaan dapat melalui aerosol atau kontak langsung
degan orang yang terinfeksi. Enterovirus diketahui menyebar melalui rute fekal-oral,
sedangkan virus polio (dapat menyebabkan gangguan pencernaan, demam dan
kelumpuhan) menyebar melalui rute fekal-oral, sedangkan virus hepatitis B tersebar
melalui kontak langsung dan transfusi darah.
Rotavirus juga merupakan virus yang penting dan secara sporadis dapat
menyebabkan diare akut, demam dan seing kali muntah-muntah. Virus ini telah
dilaporkan dapat menyebar melalui air.
Rickettsiae
Rickettsiae adalah bakteri yang berukuran kecil dan tidak pernah berhasil
dikultivasi pada medium sintetik. Rickettsia berbeda dengan virus karena
mikroorganisme ini mempunyai DNA dan RNA mempunyai beberapa struktur yang
dimiliki bakteri. Coxiella burnetii, penyebab demam Q, ditimbulkan oleh
mikroorganisme ini adalah sakit kepala dan demam. Penularannya melalui susu dari
sapi yang terinfeksi. C. burnetii telah dilaporkan relatif tahan panas dan dapat
membentuk spora, sehingga kemungkinan bisa terdapat pada susu pasteurisasi jika
susu tersebut berasal dari sapi yang terinfeksi.
Prion
Prion menyebabkan penyakit degeneratif pada sistem syaraf pusat pada
hewan dan manusia. Penyakit scrapie pada kambing merupakan penyakit yang
ditimbulkan oleh prion. Penyakit yang sama juga telah ditemukan pada sapi, bovine
spongiform encephalopathy (BSE). Prion tersebar melalui pakan dan penularan
terhadap manusia kini mendapat perhatian yang serius. Prion sangat resisten
terhadap panas, lebih tahan daripada spora bakteri dan merupakan bentuk protein
yang abnormal dari inang. Pencegahan penularan melalui pencegahan pemberian
pakan dari bahan-bahan yang terinfeksi dan pencegahan komsumsi daging dan
bagian-bagian hewan yang terinfeksi.
b. Telur
Kulit telur kemungkinan mengandung Salmonella yang berasal dari kotoran
ayam dan mungkin mengkontaminasi isi telur pada waktu telur dipecahkan. Di
negara-negara Eropa terjadi peningkatan gangguan pencernaan karena infeksi oleh
S. enteritidis yang berasal dari telur yang telah terinfeksi. Departemen kesehatan
c. Produk-produk Susu
Susu yang telah mengalami pengolahan yang benar, misalnya pasteurisasi
dan sterilisasi, merupakan produk yang aman. Akan tetapi susu segar yang diperoleh
dari hewan sehat bisa terkontaminasi dari hewan yang menyusui atau dari peralatan
dan lingkungan pemerahan susu. Di Inggris telah dilaporkan keracunan makanan
(Salmonellosis) karena mengkonsumsi susu sapi segar. Gangguan pencernaan juga
kadang-kadang terjadi akrena prises pemanasan susu tidak cukup. Produk-produk
susu yang disiapkan dari susu yang tidak mengalami proses pemanasan merupakan
produk yang potensial mengandung Staphylococus auerus, Bacillus cereus, Yersenia
enterocolitia monocytogenes.
Pengasaman susu dan fermentasi susu dapat menghilangkan atau
menghambat mikroorganisme patogen enterik, tetapi beberapa mikroorganisme
masih bisa tahan. Walaupun susu telah mengalami pemanasan, kontaminasi dapat
terjadi selama penanganan produk atau karena penambahan ingridien yang tidak
mengalami perlakuan dekontaminasi. Adanya L. monocytogenes pada keju yang
dimatangkan diduga karena rekontaminasi selama proses pembuatan dan
penanganan keju.
f. Makanan kering
Bakteri yang dominan mengkontaminasi makanan kering adalah kelompok
Clostridium dan Bacillus. Spora kedua bakteri ini dapat bertahan pada proses
pengeringan. Penggunaan suhu pengeringan yang tidak bekterisidal, memungkinkan
bakteri seperti salmonella dan E. coli tetap ada setelah pengeringan.Makanan-
makanan yang demikian aman dalam keadaan kering, akan tetapi jika direhidrasi
maka harus diperlakukan seperti halnya makanan segar. Karena herbs dan rempah-
rempah seringkali terkontaminasi spora dalam jumlah banyak, maka penambahan
ingredian harus dilakukan sebelum proses pemanasan.
2.1. Pendahuluan
Bahan pangan atau makanan disebut busuk atau rusak jika sifat-sifatnya
telah berubah sehingga tidak dapat diterima lagi sebagai makanan. Kerusakan
pangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu pertumbuhan dan aktivitas
mikroorganisme, kerusakan karena serangga atau hewan pengerat, aktivitas enzim
pada tanaman atau hewan, reaksi kimia nomenzimatik, kerusakan fisik misalnya
karena pembekuan, hangus, pengeringan, tekanan, dan lain-lain.
Kerusakan atau kebusukan pangan juga merupakan mutu yang subyektif,
yaitu seseorang mungkin menyatakan suatu pangan sudah busuk atau rusak,
sedangkan orang lainnya menyatakan pangan tersebut belum rusak/busuk. Orang
yang sudah biasa mengkonsumsi makanan yang agak basi mungkin tidak merasa
bahwa makanan tersebut dari segi kesehatan mungkin sudah tidak layak untuk
dikonsumsi.
Gejala keracunan sering terjadi karena seseorang mengkonsumsi makanan
yang mengandung bahan-bahan berbahaya, termasuk mikroorganisme, yang tidak
dapat dideteksi langsung dengan indera manusia. Bahan-bahan kimia berbahaya
yang terdapat pada makanan sukar diketahui secara langsung oleh orang yang akan
mengkonsumsi makanan tersebut, sehingga seringkali mengakibatkan keracunan.
Mikroorganisme berbahaya yang terdapat di dalam makanan kadang-kadang dapat
dideteksi keberadaannya di dalam makanan jika pertumbuhan mikroorganisme
tertentu menyebabkan perubahan-perubahan pada makanan, misalnya menimbulkan
bau asam, bau busuk, dan lain-lain. Akan tetapi tidak semua mikroorganisme
menimbulkan perubahan yang mudah dideteksi secara langsung oleh indera kita,
sehingga kadang-kadang juga dapat menimbulkan gelala sakit pada manusia jika
tertelan dalam jumlah sangat kecil di dalam makanan. Jumlah yang sangat kecil ini
tidak mengakibatkan perubahan pada sifat-sifat makanan.
103
107
Produk kadaverin dan putresin di dalam daging terjadi melalui reaksi sebagai berikut
:
dekarboksilase
Lisin H2N(CH2)5NH2
Kadaverin
dekarboksilase
Ornitin atau arginin H2N(CH2)4NH2
Putresin
H3C
Trimetilamin-N-oksida N-CH3
H3C
Trimetilamin
TMAO merupakan komponen yang normal terdapat di dalam ikan laut, sedangkan
pada ikan yang masih segar TMA hanya ditemukan dalam jumlah sangat rendah atau
tidak ada. Produksi TMA mungkin dilakukan oleh mikroorganisme, tetapi daging ikan
juga mengandung enzim yang dapat mereduksi TMAO. Tidak semua bakteri
mempunyai kemampuan yang sama dalam meruduksi TMAO menjadi TMA, dan
reduksi tergantung dari pH ikan.
Histamin, diamin, dan senyawa volatil (total volatile substances) juga
digunakan sebagai indikator kebusukan ikan. Histamin diproduksi dari asam amino
histidan oleh enzim histidin dekarboksilase yang diproduksi oleh mikroorganismeaa:
dekarbokdsilase
Histidin Histamin
4 40
4,5 25
5 15
5,5 10
6 6
6,5 – 8 2,5
8 1