You are on page 1of 6

DATA APBD TAHUN 2009 DAN PRODUKTIVITAS DAERAH SETIAP SEKTOR

TAHUN 2005 – 2009


PROVINSI JAWA TIMUR

Pada Provinsi jawa timur pada tahun 2009 memiliki total pendapatan Rp
5,950,572,000, hal ini terdiri dari PAD yang cukup dominan yaitu Rp
3,886,986,000 dan tingkat DAU Rp 1,118,478,000 dan DAK Rp 18,001,000.
selain itu masih ada lagi pendapatan dari Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan
pajak sebesar 733,154 jika ditotal maka dana perimbangan berjumlah Rp
1,869,633,000.pendapatan terbesar tetap berasal dari pajak daerah yang
berjumlah Rp 3,267,125,000,dengan selisih antara PAD dan DAU ini dapat
disimpulkan Jawa timur tidak terlalu tergantung dari dana perimbangan.namun
dengan belanja tidak langsung yang berjumlah Rp 3,843,103,000 sehingga
mengakibatkan perbandingan defisit antara pendapatan dan belanja sebesar Rp
-363,484,000.pendapatan Provinsi Jawa Timur adalah sebesar Rp 5,950,572,000
dan belanja sejumlah Rp 6,314,056,000

Dari Provinsi jawa timur, daerah(kota maupun katan dan kabupaten) yang
memiliki PAD terbesar adalah Kota Surabaya dengan PAD Rp 864,083,000 dan
ber Pendapatan Total sebesar Rp 2,599,946,000 namun pendapatan total
ternyata lebih kecil dibandingkan belanja langsung , bahkan Kota Surabaya
mengalami defisit sebesar Rp - 1,429,910,000.Dana Perimbangan sebesar Rp
1,459,643,000 ternyata masih belum mampu memenuhi belanja langsung kota
surabaya.namun dengan tingginya selisih antara PAD dan dana perimbangan
mengindikasikan surabaya masih bergantung pada dana bantuan.dengan jumlah
defisit tersebut menempatkan kota surabaya sebagai kota yang memiliki defisit
terbanyak.

Sedangkan yang memiliki PAD terendah di Provinsi jawa timur adalah kabupaten
Ngawi dengan PAD yang hanya menyumbang Rp 19,233,000 ,namun dengan
dana perimbangan sejumlah Rp 673,174,000 sehingga mempengaruhi
pendapatan total sejumlah Rp 715,953,000, mampu membuat kondisi yang
stabil bagi Kabupaten ngawi, yaitu terjadinya tingkat surplus sejumlah Rp
1,408,000.hal ini ditenggarai oleh jumlah belanja langsung yang hanya
berjumlah Rp 232,365,000 dan belanja tidak langsung Rp 482,180,000.dengan
tingkat surplus ini menempatkan Kabupaten ngawi sebagai daerah yang
memiliki profit terbesar.

Dari Jumlah APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2009 yang berjumlah Rp
5,950,572,000 menghasilkan PDRB tahun 2009, berupa beberapa sektor yang
memiliki produktivitas yang tinggi , berikut 3 sektor yang memiliki nilai
produktivitas > 100 :

1. Sektor Listrik, Gas, dan Air

2. Sektor Lembaga Keuangan

3. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Perekonomian Jawa Timur hampir sebanding dengan Provinsi DKI, namun


kelebihannya adalah Provinsi Jawa Timur memiliki potensi sumber daya alam
yang lebih baik. Dari sektor Pertanian telah memberikan kontribusi PDRB
sebesar 16,39 persen, atau sebesar Rp. 112,16 milyar (tahun 2009) dan
menempati posisi ke 3 (tiga) dalam perekonomian Jawa Timur. Disisi lain tenaga
kerja yang terserap juga sangat besar yaitu 8,3 juta orang (Tahun 2009), atau
sebesar 43 persen dari jumlah tenaga kerja yang ada di Jawa Timur.
Perbandingan antara nilai PDRB sektor pertanian dan jumlah tenaga kerja yang
terserap di sektor Pertanian terlihat sangat timpang dibandingkan dengan
sektor-sektor lainnya. Artinya tingkat produktivitas sektor Pertanian dari tahun
ke tahun masih sangat rendah jika dibandingkan dengan produktivitas sektor
lainnya. Kondisi inilah yang sering menimbulkan kesenjangan pendapatan antara
tenaga kerja di sektor pertanian dengan tenaga kerja di sektor lainnya.
Sementara itu sebagian besar penduduk miskin adalah mereka yang bekerja di
sektor pertanian. Untuk itu dibutuhkan dukungan teknologi pertanian yang lebih
canggih dalam meningkatkan besaran PDRB, yang akan berujung pada
peningkatan kesejahteraan petani di Jawa Timur.
Pada tahun 2005 produktivitas sektor tertinggi adalah sektor Listrik, gas dan air
yaitu sebesar Rp. 219,91 juta, diikuti sektor Lembaga keuangan sebesar Rp.
101.32 juta, sektor Pertambangan dan penggalian sebesar Rp. 67,55 juta dan
sektor industri pengolahan sebesar Rp.50,27 juta. Sektor lainnya masih memiliki
produktivitas rata-rata di atas Rp. 15 juta, kecuali sektor Pertanian hanya
sebesar Rp. 8,95 juta

Mencermati kondisi tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa produktivitas sektor


tertinggi adalah sektor Listrik, gas dan air. Meskipun nilai PDRB yang dihasilkan
jauh lebih rendah dibandingkan dengan sektor Pertanian, tetapi tenaga kerja
yang dibutuhkan relatif sangat kecil, karena sebagian besar sudah menggunakan
teknologi yang cukup canggih. Sebaliknya sektor Pertanian meskipun nilai PDRB
yang dihasilkan cukup besar tetapi tenaga kerja yang diserap juga besar. Karena
proses produksi umumnya masih dengan cara tradisional sehingga PDRB yang
dihasilkan juga masih belum maksimal.
Pada tahun 2006 produktivitas sektor Pertanian meningkat sebesar 13,13
persen, atau menjadi menjadi sebesar Rp. 10,12 juta. Sementara itu
produktivitas sektor lainnya rata-rata juga mengalami peningkatan di atas 13
persen, kecuali sektor Konstruksi hanya meningkat sebesar 5,25 persen. Sektor
Listrik, gas dan air masih tercatat memiliki produktivitas tertinggi yaitu sebesar
Rp. 258,01 juta, diikuti sektor Lembaga keuangan sebesar 116,86 juta, sektor
Pertambangan dan penggalian sebesar Rp. 80,83 juta, sektor Industri sebesar
Rp. 57,27 juta, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 37,62 juta,
sektor Pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp.32,68 juta, sektor Jasa-jasa
sebesar Rp. 18,70 juta dan sektor Konstruksi sebesar Rp. 18,21 juta.
Pada tahun 2007 Sektor Pertanian mengalami peningkatan produktivitas sebesar
5,32 persen, atau menjadi sebesar Rp. 10,66 juta, sedangkan sektor lainnya
rata-rata meningkat di atas 9 persen, kecuali sektor Konstruksi dan sektor
Pengangkutan dan komunikasi hanya mengalami peningkatan sebesar 3,36
persen dan 4,99 persen. Sektor Listrik, gas dan air yang memiliki peringkat
produktivitas tertinggi juga meningkat cukup besar yaitu 74,49 persen
Sejalan dengan meningkatnya nilai tambah sektor Pertanian, tahun 2008
produktivitas sektor Pertanian meningkat sebesar 16,85 persen, atau menjadi
sebesar Rp. 12,45 juta. Namun demikian posisi produktivitas sektor Pertanian
masih yang terendah karena sektor lain juga mengalami peningkatan cukup
tinggi. Seperti sektor Listrik, gas dan air, dengan jumlah tenaga kerja yang
sedikit dan semakin berkurang, mendorong produktivitasnya meningkat cukup
tinggi hingga sebesar 21,54 persen, atau menjadi sebesar Rp. 547,19 juta.
Sektor lainnya seperti sektor Industri, sektor Konstruksi, dan sektor
Perdagangan, hotel dan restoran rata-rata juga masih tumbuh sebesar 16,80
persen, 13,15 persen, dan 15,76 persen. Sedangkan sektor pertambangan dan
penggalian, sektor Pengangkutan dan komunikasi, sektor Lembaga keuangan
dan sektor Jasa-jasa rata-rata produktivitasnya meningkat di bawah 7 persen.

Pada tahun 2009 produktivitas sektor Listrik, gas dan air mulai terkontraksi
hingga sebesar 7,45 persen, diperkirakan penurunan ini terjadi karena produksi
dan harga per kwh listrik selama tahun 2009 berjalan stagnan, sementara
jumlah tenaga kerja yang terserap masih terus bertambah. Namun demikian
produktivitas sektor Listrik, gas dan air masih yang tertinggi yaitu sebesar
Rp.506,41 juta. Sektor lainnya rata-rata masih mengalami peningkatan
produktivitas, seperti sektor Pertambangan dan penggalian meningkat sebesar
24,49 persen, sektor Industri pengolahan meningkat sebesar 10,06 persen,
sektor Konstruksi 12,27 persen, sektor Keuangan 10,62 persen dan sektor
Pertanian masih meningkat sebesar 6,87 persen. Sedangkan sektor
Pengangkutan dan komunikasi hanya mengalami peningkatan sebesar 7,21
persen dan sektor Jasa-jasa hanya meningkat sebesar 3,95 persen.

Secara keseluruhan dapat dikatakan rendahnya produktivitas sektoral adalah


ketimpangan output yang dihasilkan dibandingkan dengan impornya. Hal ini
dapat disebabkan karena minimnya penggunaan teknologi, sumber daya
manusia, serta pasar. Oleh karena itu output yang dihasilkan tidak berimbang
dengan penggunaan tenaga kerjanya, khususnya di sektor Pertanian.

APBD Jawa Timur Tahun 2008 berjumlah Rp 5.358.420.000 jika dibandingkan


dengan APBD Jawa Timur Tahun 2009 yang berjumlah Rp 5,950,572,000, hal ini
merupakan perkembangan, apalagi jika dikaitkan dengan PDRB yang meningkat,
dapat kita lihat PDRB ADHB di kolom atas pada tahun 2008 mencatat angka Rp
619.004.000.000 meningkat menjadi Rp 684.231.000.000 pada tahun 2009,
sehingga kenaikan APBD berpengaruh pada kenaikan PDRB.

Namun jika kita lihat pada tabel diatas ternyata kenaikan PDRB tidak
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi terutama setelah tahun 2007, hal ini
dikarenakan karena pada akhir tahun 2007 hingga kuartal kedua tahun 2008,
kenaikan harga minyak dunia meningkat hingga mencapai 147 dollar AS per
barrel. Secara perlahan, kenaikan itu juga berdampak pada kenaikan harga BBM
di dalam negeri yang pada akhirnya mendorong naiknya harga barang dan jasa.
Kondisi ini terus berlanjut dengan terjadinya krisis finansial yang dimulai dari
kasus subprime mortgage di Amerika Serikat, hingga meluas di berbagai negara
di dunia termasuk Indonesia. Bagai efek domino, Jawa Timur juga terkena imbas,
sehingga pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 melambat kembali dan hanya
mencapai 5,94 persen. Dampak Krisis Keuangan Global yang terjadi pada akhir
tahun 2008 terus berlanjut hingga tahun 2009, ekspor beberapa komoditi
unggulan Jawa Timur khususnya ke negara-negara Amerika dan Eropa ikut
merosot, dan berakibat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2009
terus melambat dengan hanya tumbuh sebesar 5,01 persen.

Hal ini dikarenakan kondisi ekonomi di luar negeri sedang mengalami kelesuan
dan kacau dikarenakan krisis sehingga permintaan akan barang-barang
berkurang sehingga produk dan hasil produksi dari jawa timur walau
berkontribusi pada produksi nasional namun karena barang nasional mengalami
permaslahan dalam penjualan produk nya, maka kenaikan PDRB tidak
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi jawa timur.

You might also like