You are on page 1of 16

UJI ANTIKANKER EKSTRAK METANOL DAUN TEH HIJAU TERHADAP

KANKER FIBROSARCOMA PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS HASIL


INDUKSI BENZO(A)PIREN

PROPOSAL

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh kuliah Imunologi

Disusun oleh :
Wanda Indriani Wibowo (098114003)
Kenny Ryan Limanto (098114006)
Johanes Putra W. (098114010)
Jimmy Pieter Chua (098114018)
Leonardus Nito K. (098114019)
Topan F. Pamungkas (098114022)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teh adalah suatu pilihan untuk hidup lebih sehat. Banyak khasiat yang bisa
didapatkan dari teh ini. Berdasarkan proses pembuatan teh, terdapat tiga hasil yaitu teh
hijau (tidak difermentasi), teh oolong (semi-fermentasi), dan teh hitam (fermentasi
penuh). Namun sudah banyak penelitian yang membuktikan manfaat sehat dari teh hijau
dan reputasi teh hijau pun jadi mendunia. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa teh
hijau ini mampu mencegah penyakit kanker, penyakit jantung, dan aneka penyakit gaya
hidup modern.
Manfaat sehat teh hijau ini dikarenakan di dalam teh hijau banyak mengandung
zat yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh yaitu salah satunya adalah senyawa polifenol.
Senyawa polifenol ini meliputi flavonol, flavon, flavanon, antosianidin, katekin, dan
biflavan dan lebih larut dalam golongan alkohol maka dari itu digunakan metanol dan
kloroform sebagai pelarutnya. Turunan dari katekin seperti epicatehcin (EC), epigallo-
catehcin (EGC), epigallo-catehcin gallate (EGCg), dan quercetin. EGCg dan quercetin
merupakan antioksidan yang kuat dengan kekuatan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan
vitamin E dan C yang juga merupakan antioksidan potensial. Antioksidan sendiri
diketahui mampu menghindarkan sel dari kerusakan.
Dari penelitian yang sudah dilakukan juga memberikan bukti kuat tentang
bioaktivitas polifenol teh hijau dimana dapat menguatkan sistem imunitas, yaitu
membantu proses fagositosis sel, meningkatkan sekresi INF-γ dan respon proliferasi
limfosit. Sekresi INF-γ ini yang meningkatkan aktivitas fagosit sehingga meningkatkan
kadar nitrit oksida (NO) juga yang diekskresikan oleh fagosit.
Nitrit oksida (NO) ini dibentuk di dalam sel fagosit yang terdiri dari fagosit
mononuklear (makrofag dalam jaringan tubuh dan monosit dalam sirkulasi darah),
segmen neutrofil PMN (polimorfonuklear), dan eusinofil (dalam jumlah kecil). Nitrit
oksida (NO) memiliki banyak kegunaan yaitu salah satunya sebagai peningkatan sistem
imun tubuh. NO dapat membunuh sel dengan cara fagositosis, jadi apabila semakin
meningkat kadar NO maka proses fagositosis akan semakin cepat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
a. Apakah pemberian ekstrak metanol daun teh hijau dapat mempengaruhi pertumbuhan
sel kanker fibrosarcoma pada mencit betina galur Swiss hasil induksi benzo(a)piren.

1.3 Tujuan Penelitian


a. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian ekstrak
metanol daun teh hijau terhadap pertumbuhan sel kanker fibrosarcoma pada mencit
betina galur Swiss hasil induksi benzo(a)piren.
b. Tujuan khusus
1. Mengukur pertumbuhan sel kanker fibrosarcoma pada mencit betina galur
Swiss hasil induksi benzo(a)piren sebelum perlakuan.
2. Mengukur pertumbuhan sel kanker fibrosarcoma pada mencit betina galur
Swiss hasil induksi benzo(a)piren setelah pemberian ekstrak metanol daun teh
hijau sebanyak 6 kali penyuntikan dengan interval waktu 2 hari sekali.
3. Menganalisis perbedaan pertumbuhan sel kanker fibrosarcoma pada mencit
betina galur Swiss hasil induksi benzo(a)piren sebelum dan sesudah perlakuan.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
a. Untuk peneliti : menambah khasanah keilmuwan peneliti tentang aktivitas antikanker
dari ekstrak metanol daun teh hijau terhadap penghambatan pertumbuhan sel kanker
fibrosarcoma pada mencit betina galur Swiss hasil induksi benzo(a)piren.
b. Untuk masyarakat : memberikan informasi kepada masyarakat tentang potensi
kandungan teh hijau sebagai minuman kesehatan yang dapat mencegah tumbuhnya
kanker.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA

2.1 Teh hijau


2.1.1 Sekilas tentang teh hijau
Teh hijau mengandung vitamin C dengan dosis tinggi dan vitamin
lainnya dalam jumlah sedikit. Sehingga dengan minum teh, kita dapat menjaga
kondisi stamina tubuh. Kandungan mangan yang terdapat pada teh hijau dapat
membantu penguraian gula menjadi energi, sehingga bisa membantu menjaga
kadar gula dalam darah. Teh hijau mengandung zat aktif berupa antioksidan
alami. Hal ini membuat teh hijau yang dikonsumsi mampu melindungi sel-sel
tubuh dari berbagai pengaruh radikal bebas yang berperan besar menimbulkan
kanker, penyumbatan pembuluh darah, dan gangguan jantung. Kandungan lain
yang bermanfaat dari teh hijau ialah polifenol, yang dapat membantu
menghalangi pertumbuhan sel kanker kulit (Anonim, 2011).
Khasiat utama teh berasal dari senyawa polifenol yang dikandungnya.
Di dalam tubuh, senyawa ini membantu kerja enzim Superoxide Dismutase
(SOD) yang berfungsi menyingkirkan radikal bebas. Seperti diketahui, radikal
bebas yang dihasilkan proses oksidasi di dalam tubuh berbahaya bagi
kesehatan karena menghambat aliran darah (Syah, 2006).
Teh hijau menjadi sangat berkhasiat karena mengandung Catechin
polyphenol; sejenis antioksidan yang sangat kuat, sehingga bias menekan
pertumbuhan sel kanker, tanpa merusak jaringan yang sehat. Unsur polyphenol
yang sama juga diketahui efektif menurnkan kadar LDL dan memperbaiki sifat
pembekuan darah yang tidak normal (Anonim, 2011).
Teh hijau juga dapat meningkatkan sekresi IFN- dan respons
proliferasi limfosit, serta kemampuan fagositosis dan sekresi IL-12 makrofag
pada mencit yang diinokulasi L. monocytogenes. Bakteri intraseluler seperti
L.monocytogenes, menstimulasi sekresi IL-12 yang mengaktifkan sel NK serta
menstimulasi perkembangan sel Th1 dan sel CD8 CTLs. Ketiganya mensekresi
IFN- yang akan mengaktifkan fagosit sehingga fagosit dapat membunuh
bakteri intraseluler tersebut. Fagosit teraktifasi membunuh bakteri melalui
mekanisme fagositosis, kemudian membentuk ROI (Reactive Oxygen
Intermediates) yang salah satunya berupa hidrogen peroksida (H2O2) dan Nitrit
Oksida (NO) untuk menghancurkan bakteri yang difagosit (Anonim, 2011).
2.1.2 Senyawa aktif dalam teh hijau
Di dalam teh hijau terdapat epicatehcin gallate (ECG), epigallo-
catehcin (EGC), epigallo-catehcin gallate (EGCg), gallo-catechin, dan
catechin. Catechin (polifenol) adalah antioksidan yang kuat, lebih kuat
daripada vitamin E, C, dan β-karoten (Syah, 2006).
Hasil studi U.S. National Cancer Institute, kandungan Catechin dalam
polifenol yang terdapat dalam teh hijau memiliki peranan penting dalam
pencegahan kanker. EGCg adalah turunan dari Catechin. Kadar antioksidannya
4-5 kali lebih tinggi dibanding vitamin E dan C yang dapat menghambat
pertumbuhan sel kanker. EGCg mampu membunuh sel kanker tanpa
membahayakan jaringan sel sehat di sekitarnya (Hasan dan Nihal, 2009).
2.1.3 Efek teh hijau terhadap kadar NO
Beberapa penelitian sebelumnya telah memberikan bukti–bukti yang
kuat mengenai bioaktivitas dari polifenol teh hijau dalam meningkatkan sistem
imunitas, yaitu membantu proses fagositosis, meningkatkan sekresi INF-γ dan
respon proliferasi limfosit (Sulaningsih, 2003).
Meningkatnya bioavaibilitas EGCg pada plasma setelah mengkonsumsi
teh hijau, akan diikuti dengan peningkatan imunomodulasi dari EGCg. Pada
kenyataannya, kita mengetahui bahwa EGCg sangat potensial dalam
menstimulasi produksi interleukin-1 alpha (IL-1α), interleukin-1 beta (IL-1β),
tumor necrosis factor alpha (TNF-α), EGCg juga dapat membantu proses
fagositosis, meningkatkan ketahanan limfosit, proliferasi limfosit, dan sekresi
IL-12 makrofag (Katzuto, 2007).
Teh hijau juga meningkatkan sekresi interferon γ, yang menyebabkan
peningkatan aktivitas fagosit. Dengan demikian maka terjadi peningkatan
sekresi Nitrogen Oksida (NO) yang dihasilkan oleh fagosit (Katzuto, 2007).
2.2 Sistem Imunitas
2.2.1 Sistem imun tubuh
Imunitas merupakan suatu mekanisme fisiologis yang berupa
kemampuan untuk mengenal suatu zat asing terhadap dirinya yang selanjutnya
tubuh akan mengadakan respon imun yang berbentuk netralisasi, melenyapkan
atau memasukkan dalam metabolisme dengan akibat menguntungkan dirinya
atau menimbulkan kerusakan jaringan tubuh sendiri (Kresno, 2001).
Sistem imun tubuh terdiri dari banyak komponen. Semua komponen
tersebut akan bekerja secara serentak manakala tubuh mendapatkan serangan
dari penyakit yang berasal dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh kita
sendiri (Anonim, 2006).
Bakteri menstimulasi makrofag untuk mensekresi IL-12 yang
mengaktifkan sel NK, serta menstimulasi perkembangan sel Th1 dan
mengaktifkan sel T CD8. Ketiga jenis sel tersebut mensekresi Interferon
Gamma (IFN-γ) yang mengaktifkan fagosit memproduksi oksigen reaktif,
menstimulasi produksi antibodi dan mengopsonisasi bakteri dengan tujuan
akhir membantu fungsi efektor fagosit (Roitt, 2001).
2.2.2 Fungsi sistem imun tubuh
Fungsi dari sistem imun ada tiga macam, yaitu:
a. Pertahanan tubuh, yaitu menangkal bahan berbahaya agar tubuh tidak
sakit, dan jika sel-sel imun yang bertugas untuk pertahanan ini
mendapatkan gangguan atau tidak bekerja dengan baik, maka orang akan
mudah terkena sakit.
b. Keseimbangan, atau fungsi homeostatik artinya menjaga keseimbangan
dari komponen tubuh.
c. Perondaan, sebagian dari sel-sel imun memiliki kemampuan untuk
meronda ke seluruh bagian tubuh. Jika ada sel-sel tubuh yang mengalami
mutasi maka sel peronda tersebut akan membinasakannya (Anonim, 2006).
2.3 Nitrit Oksida
2.3.1 Sintesa Nitrit Oksida
Nitrit Oksida diproduksi oleh arginin yang mengandung oksigen reaktif
yang sangat beracun untuk mikroorganisme diproduksi dalam jumlah besar
dengan aktivasi makrofag. Sebaliknya, tingkat rendah NO dihasilkan secara
konstitutif oleh sel endotheliat, dan memainkan peran kunci dalam regulasi
nada pembuluh darah (Playfair et al, 2009).
Nitrit Oksida adalah suatu senyawa berbentuk gas dalam darah yang
penting dalam menunjang berbagai fungsi fisiologis tubuh mamalia. Nitrit
Oksida dikenal sebagai senyawa yang merelaksasi pembuluh darah
(Endothelium Derived Relaxing Factor). EDRF disintesa secara alami dari
asam amino arginin dan oksigen melalui enzim Nitric Oxide Synthase (NOS)
(Anonim, 2011).
Nitrit Oksida dibentuk di tiap jaringan sel, sel-sel pembuluh darah dan
sel syaraf spesifik di otak. Produksi Nitrit Oksida dalam jumlah yang seimbang
dan sesuai diperlukan tubuh agar kontraksi dan pelebaran pembuluh darah
manusia berlangsung secara optimal dan teratur sehingga aliran darah ke
seluruh (Anonim, 2011).
2.3.2 Fungsi Nitrit Oksida
Nitrit Oksida adalah nitrogen monoksida yaitu senyawa kimia dengan
formula kimia NO. Salah satu fungsi NO di dalam tubuh adalah sebagai
vasodilator. Vasodilator adalah kemampuan untuk melebarkan pembuluh
darah. Mekanisme kerja NO melalui stimulasi atau rangsangan guanilat siklase
yang merupakan enzim heterodinamik dengan pembentukan dari cGMP.
cGMP akan mengaktivasi protein kinase dan menyebabkan defosforilasi dari
rantai miosin yang mengakibatkan relaksasi dari sel otot polos (Anonim,
2011).
Nitrit Oksida (NO) mempunyai banyak manfaat bagi tubuh, salah satu
yang terpenting adalah peranannya dalam sistem imun tubuh. NO bekerja sama
dengan lisosom makrofag untuk membunuh patogen seperti bakteri, jamur dan
virus. Tanpa disadari, NO ikut membantu melindungi tubuh dari bakteri yang
masuk melalui saluran pencernaan. Flora normal yang hidup pada rongga
mulut dan kerongkongan mengkonversikan nitrat dalam makanan menjadi
nitrit yang akan diubah menjadi NO saat terpapar asam lambung. NO ini akan
membunuh hampir seluruh kuman patogen yang tertelan bersama makanan
(Anonim, 2011).
2.3.4 Pengaruh NO Terhadap Sistem Imun
Reactive Oxigen Intermediate (ROI) merupakan radikal superoksida,
hidrogen peroksida, radikal hidroksil dan singlet oksigen. ROI sangat reaktif
sehingga dapat membunuh bakteri dan menghancurkan sel – selnya. Dalam
proses tersebut kebutuhan oksigen meningkat, sehingga prosesnya disebut
respiratory burst. Bakteri yang masuk ke dalam fagosom dan menyatu dengan
lisosom akan membentuk fagolisosom. Pada proses ini terjadi respiratory burst
dan didigesti oleh enzim lisosom. Enzim lisosom bertugas mencerna fragmen
sel bakteri setelah terintegrasi (Susilaningsih, 2003).
Reactive Nitric Intermediate (RNI) berperan pada fase awal dari
aktivasi anti bakteri makrofag. Yang termasuk dalam RNI adalah NO, nitrit
dan nitrat. Dengan adanya Inducible Nitric Oxide Synthase ( iNOS ) akan
terbentuk NO dari prekursor L-arginin dari makrofag yang teraktifasi. Dengan
adanya O2, iNOS yang telah berikatan dengan kofaktor tetrahidrobiopterin
akan mengubah larginin menjadi sitrulin dan NO. NO inilah yang mempunyai
aktivitas antimikroba (Susilaningsih, 2003).
Selain reaksi diatas, sinergi ROI dan RNI dapat membentuk
antimikroba yang lebih toksik. Contohnya adalah NO yang bereaksi dengan
singlet oksigen akan membentuk peroksinitrit (ONOO-). Peroksinitrit adalah
suatu oksidan yang dapat merusak lipid, protein dan bahkan DNA bakteri
(Bratawijaya, 1996).
2.4 Kanker
2.4.1 Sel kanker
Kanker terjadi karena adanya perubahan mendasar dalam fisiologi sel
yang akhirnya tumbuh menjadi malignan serta mempunyai ciri-ciri umum
sebagai berikut: (1) mandiri dalam signal pertumbuhan, (2) tidak peka terhadap
signal antipertumbuhan, (3) menghindari apoptosis, (4) memiliki potensi
replikasi yang tidak terbatas, (5) angiogenesis, (6) invasi dan metastase ke
jaringan lain (Manahan dan Wierberg, 2002).
2.4.2 Metode uji aktivitas antikanker
Salah satu metode untuk menguji aktivitas antikanker dari bahan –
bahan bioaktif tanaman adalah dengan hewan coba mencit yang dibuat
menderita kanker dengan beberapa inducer antara lain: benzo(a)piren, N-metil-
N-nitrosourea, 3-metilkolantren. Evaluasi aktivitas antikankernya dapat
digunakan parameter penghambatan pertumbuhan dan anatomi dari hispatologi
jaringan kanker (Woerdenbag dkk, 1987).
2.5 Apoptosis
Apoptosis merupakan program bunuh diri dari sebuah sel. Program ini
memiliki peran yang penting untuk menjaga homeostatis perkembangbiakan sel dan
dengan adanya disregulasinya bisa berakibat timbulnya macam-macam penyakit
(Evan dan Litlewood, 1998).
Salah satu peran pentingnya adalah untuk membatasi proliferasi sel yang tidak
diperlukan yang sekiranya akan dapat menyebabkan kanker. Pada sel-sel kanker
program apoptosis ini telah mengalami gangguan sehingga sel akan mengalami
metastasis (Peter et al, 1997).
Apoptosis dapat diamati pada penampakan fisiologis, antara lain berupa
pengerutan sel, kerusakan pada plasma membran dan adanya kondensasi kromatin.
Tidak seperti pada nekrosis sel, sel-sel yang mengalami apoptosis tidak kehilangan
kandungan internal sel dan tidak menyebabkan respon inflamasi. Bila program
apoptosis telah selesai pada sebuah sel maka akan meninggalkan kepingan sel mati
yang disebut badan apoptosis yang akan dikenali oleh sel makrofag dan dimakan
(engulfed) (Peter et al, 1997).
2.6 Neoplasma
Neoplasma ialah masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan, tidak
terkoordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus-menerus meskipun rangsang
yang menimbulkan telah hilang (Anonim, 2011).
2.7 Kerangka Teori
2.8 Kerangka Konsep

Pertumbuhan sel kanker dihambat


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental dengan rancangan
Post Test Design. Mencit betina yang mempunyai berat 20-25 gram kemudian
diinduksi agar terkena kanker kemudian diberikan ekstrak metanol daun teh hijau
sebanyak 6 kali penyuntikkan dengan interval waktu 2 hari sekali. Pengukuran
aktivitas antikanker dari ekstrak metanol daun teh hijau dilakukan dengan melihat
perkembangan sel kanker fibrosarcoma sebelum dan sesudah pemberian perlakuan.
3.2 Variabel penelitian
3.2.1 Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian ekstrak metanol
daun teh hijau sebanyak 6 kali penyuntikkan dengan interval waktu 2 hari
sekali.
3.2.2 Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah perkembangan sel
kanker fibrosarcoma.
3.3 Definisi operasional
3.3.1 Dosis ekstrak metanol daun teh hijau adalah dosis polifenol teh hijau diperoleh
dengan mengekstrak serbuk daun teh hijau dalam pelarut metanol.
3.3.2 Mencit betina galur Swiss adalah mencit betina yang mempunyai galur Swiss
dengan bobot 20-25 gram yang diperoleh dari Laboratorium Imono.
3.3.3 Polifenol teh hijau adalah senyawa aktif dari teh hijau yang mengandung tujuh
macam bentuk catechin dan bermanfaat sebagai antioksidan.
3.3.4 Pemberian polifenol teh hijau merupakan pemberian polifenol teh hijau dalam
bentuk ekstrak metanol daun teh hijau dengan dosis 75 mg/ kgBB; 150 mg/
kgBB; 300 mg/ kgBB yang diberikan sebanyak 6 kali penyuntikkan dengan
interval waktu 2 hari sekali.
3.3.5 Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang
tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan
biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang
bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis).
3.4 Alat dan Bahan
3.4.1 Bahan
Daun teh hijau diperoleh dari pasar Beringharjo, Yogyakarta. Daun teh
hijau yang dikumpulkan adalah daun teh hijau dalam keadaan segar. Daun teh
hijau kemudian dirajang kecil-kecil kemudian dikeringkan dan diserbuk
dengan alat penyerbuk mekanik sehingga diperoleh serbuk daun teh hijau.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih
betina galur Swiss yang berumur sekitar dua bulan, dengan berat 20-25 gram
yang diperoleh dari Laboratorium Imono, Fakultas Farmasi, Yogyakarta.
Bahan-bahan kimia yang digunakan berupa heksan, kloroform,
metanol, CMC-Na berderajat murni pereaksi diperoleh dari E.Merck.
3.4.2 Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain seperangkat alat gelas, mikroskop,
rotary evaporator, spuit injeksi, dan pisau bedah.
3.5 Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan merupakan data primer hasil pengukuran di
laboratorium
3.6 Alur penelitian
3.6.1 Pembuatan ekstrak metanol
Ekstrak metanol diperoleh dengan jalan ekstraksi dingin (maserasi)
dalam bejana tertutup dengan beberapa pelarut secara bertahap. Pelarut
pertama yang digunakan adalah heksan, dengan merendam 800 gram serbuk
dalam 400 mL heksan selama 24 jam sambil sekali-sekali diaduk dan
kemudian sari heksan disaring dengan corong Buchner. Pengerjaan ini diulang-
ulang hingga filtrat berwarna jernih. Ampas serbuk diangin-anginkan sampai
kering kemudian dilakukan cara yang sama untuk pelarut kloroform. Dari
ampas ekstraksi dengan kloroform tersebut kemudian dimaserasi dengan
pelarut metanol. Selanjutnya sari metanol yang diperoleh diuapkan di bawah
tekanan udara yang direduksi (vacuum evaporation) sehingga diperoleh ekstrak
kering.
3.6.2 Uji Antikanker dengan Kanker Fibrosarcoma Mencit
3.6.2.1 Penyiapan sampel
Sediaan bahan uji berupa suspensi ekstrak metanol yang dibuat
secara aseptis. Cara pembuatan dilakukan dengan membuat suspensi
ekstrak metanol dengan CMC-Na 0,5% (b/v). Sampel dibuat dalam
tiga dosis, yaitu : 75 mg/ kgBB; 150 mg/ kgBB; 300 mg/ kgBB dan
sampel disimpan di dalam lemari es jika tidak digunakan.
3.6.2.2 Pembuatan kanker fibrosarcoma pada mencit dengan induksi
benzo(a)piren
Kanker fibrosarcoma dibuat dengan menyuntikkan larutan
benzo(a)piren dalam oleum olivarum secara subkutan pada daerah
interskapuler (tengkuk) hewan uji dengan dosis 0,3 mg/ 0,1 mL
selama 10 kali penyuntikkan dengan interval waktu 2 hari sekali.
Benjolan kanker akan mulai tumbuh sekitar tiga bulan setelah
penyuntikan dengan benzo(a)piren (Zaini, 1982).
3.6.2.3 Pelaksanaan uji.
Penelitian ini dilakukan dalam empat kelompok, satu kelompok
kontrol negatif dan tiga kelompok perlakuan dimana tiap kelompok
digunakan empat ekor mencit yang menderita kanker fibrosarcoma.
Pelaksanaan uji dilakukan dengan menyuntikkan sampel uji secara
intraneoplasma dengan dosis yang sesuai sebanyak 6 kali penyuntikan
dengan interval waktu 2 hari sekali. Pengukuran hambatan
pertumbuhan kanker diukur berdasarkan ukuran volume kanker
menggunakan metode Woerdenbag, dkk (1987). Irisan histopatologi
jaringan kanker dibuat dengan mengambil jaringan kanker dengan
cara pembedahan dan kemudian disimpan dalam dapar formalin 10%
yang selanjutnya dibuat irisan dan dilakukan pewarnaan sehingga
mempermudah dalam pengamatan.
3.6.1 Pengolahan dan Analisis Data
Untuk mengetahui jumlah sel kanker sebelum dan sesudah perlakuan
mempunyai sebaran yang normal atau tidak, maka dilakukan uji distribusi
normalitas data (uji Shapiro-Wilk). Apabila data yang diperoleh memiliki
distribusi normal maka akan dianalisis dengan uji T-test untuk data
berpasangan (Paired Sample T-test). Jika data tersebut berdistribusi tidak
normal maka akan dianalisis dengan uji statistik Wilcoxon. Dengan melakukan
analisis secara statistik, maka dapat diketahui pengaruh penambahan ekstrak
metanol terhadap pertumbuhan kanker fibrosarcoma pada mencit. Pengolahan
analisis data dengan menggunakan program SPSS for Windows Versi 12.0
dengan tingkat kemaknaan α < 0,05.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011, Sistem Imun, http://www.klikdokter.com, diakses tanggal 6 Mei


Anonim, 2011, Diet and Nutrion, http://www.conectique.com, diakses tanggal 7 Mei 2011
Anonim, 2006, Sistem Imun Tubuh dan Manfaat Imunomodulator,
http://www.stimuno.com/index.php?mod=article&id=62, diakses tanggal 7 Mei
2011
Anonim, 2011, Nitric oxide, http://users.rcn.com/jkimball.ma.ultranet, diakses tanggal 7 Mei
2011
Baratawidjaya, K.G., 1996, Imunologi dasar, Cetakan ketiga, 8-16, Balai Penerbit FK UI,
Jakarta
Evan. G and Littlewood. T.D., 1998, A Matter of Life and Cell Death, 281, Science,
Washington DC
Kazuto M, Thomas W. Klein, Herman F, Yoshimasa Y., 2001, Legionella pneumophila
replication in macrophages inhibited by selective immunomodulatory effects on
cytokine formation by Epigallocatechin Gallate, a major form of tea catechins.
Infection and Immunity, http://iai.asm.org/cgi/content/full/69/6/3947, diakses
tanggal 7 Mei 2011
Kresno, S.B., 2001, Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, Edisi keempat, 3-9,
Penerbit FK UI, Jakarta
Lowenstein, C.J., Dinerman, J.L., & Snyder , S.H., 1994, Nitric Oxide : A Physiologic
Messenger, 227-228, Ann Intern Med, Baltimore
Hanahan, D., and Wienberg, R.A., 2002, The Hallmarks of Cancer,
http://www.weizmann.ac.il/home/fedomany/Bioinfo05/lecture6_Hanahan.pdf,
diakses tanggal 7 Mei 2011
Mukhtar, H., & Ahmad, N., 2000, Tea Polyphenols : Prevention of Cancer & Optimizing
Health., http://www.ajcn.org/content/71/6/1698S.full, diakses tanggal 7 Mei 2011
Playfair, J.H.L., Chain B.M., 2009, Immunology at Glance, 27, Wiley-Blackwell, London
Peter.M.E., Houfelder.A.E., and Heugartner,M.O., 1997, Advance in Apoptosis Research, 94,
Proc. Acad. Sci, USA
Roitt, I.M., 2001, Imunologi, Edisi 8, 2-10, Penerbit FK UI, Jakarta
Susilaningsih N, Johan A, Gunardi, Winarto, 2003, Pengaruh polifenol teh hijau terhadap
aktifitas makrofag dalam membunuh bakteri, Artikel Penelitian, FK UNDIP,
Semarang
Syah, A., 2006, Taklukkan Penyakit dengan Teh Hijau, 19, Agro Media Pustaka, Jakarta
Woerdenbag, J.H., Lemstra, W., Hendriks, H., Malingre, Th.M., and Konings A.W.T.,
Investigation of the Anti-Tumour Action of Eupathoriopicrin Againts The Lewis
Lung Tumour, 53, Planta Medica, New York
Zaini, N.C., 1982, Komponen Herba Vernonia cineriae Less yang Berkhasiat Antikanker, 8-
10, Disertasi, ITB, Bandung

You might also like