Professional Documents
Culture Documents
Pengantar Redaksi:
Tulisan ini merupakan *Muqaddimah* pada sebuah buku berjudul *Awas! Operasi
SELAIN TNI dan Polri, badan intelijen merupakan salah satu alat negara, bukan alat pemerintah atau alat
dari rezim tertentu yang sedang berkuasa. Namun dalam kenyataannya, terutama selama rezim Orde
Baru berkuasa, badan intelijen lebih terkesan sebagai alat penguasa.
Badan intelijen yang dimiliki negara RI, tidak saja BIN (Badan Intelijen Negara), tetapi ada badan-badan
intelijen di bawah kendali TNI, Polri, dan bahkan lembaga sipil lainnya. Pimpinan badan intelijen di tubuh
TNI dan Polri, tentu saja dijabat oleh perwira-perwira TNI dan Polri yang masih aktif. Sedangkan badan
intelijen di luar TNI-Polri seperti BIN, mengapa lebih sering dijabat oleh para perwira TNI atau
purnawirawan TNI.
Menurut berbagai sumber yang berhasil dirangkum oleh badan Litbang Majelis Mujahidin, selama
empat dasawarsa lebih, sejak 1965 hingga tahun 2006 ini, kepala badan inteljen selalu dijabat oleh
perwira TNI minimal berbintang dua.
Badan Pusat Intelijen (BPI) yang didirikan sejak November 1959 dan pernah dipimpin Dr Subandrio
(tokoh PKI), dibubarkan pada tahun 1965. Sejak itu, badan intelijen bernama KIN (Komando Intelijen
Negara) di bawah pimpinan Jenderal TNI Soeharto yang saat itu juga menjabat sebagai
Menpangab/Menteri bidang Hankam/Ketua Presidium Kabinet Ampera. Namun dalam kesehariannya,
KIN dijalankan oleh Mayjen TNI Hertasning, hingga tahun 1967.
Periode 1967-1968, setelah KIN dibubarkan, dibentuk BKI (Badan Kerja Intelijen), yang dipimpin Mayjen
TNI Sudirgo. Ternyata, Sudirgo dianggap kekiri-kirian, maka KIN pun dibubarkan, kemudian menjadi
BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara), dirintis oleh Letjen TNI Yoga Soegama yang sempat
menjalankan lembaga ini selama beberapa bulan (November 1968 hingga Maret 1969).
Letjen TNI Yoga Soegama dikirim ke New York menduduki posisi sebagai orang kedua untuk perwakilan
Indonesia di PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dengan pangkat Duta Besar, setelah terjadi peristiwa
kehilangan tas berisi dokumen di bandara. Posisi Yoga dilanjutkan oleh Mayjen TNI Sutopo Yuwono
(1969-1974). Yoga kembali menduduki posisi Kepala BAKIN (1974-1989), setelah sekitar lima tahun
bertugas di New York.
Pasca kepemimpinan Letjen Yoga Soegama, berturut-turut BAKIN dipimpin oleh Letjen TNI Soedibyo
(1989-1997), kemudian Mayjen TNI Muthojib (1997-1998), dilanjutkan oleh Mayjen TNI ZA Maulani
(1998-1999), dan terakhir Letjen TNI Arie J. Kumaat (1999-2001). Tahun 2001, BAKIN menjadi BIN
(Badan Intelijen Negara), dipimpin pertama kali oleh Letjen TNI Purn AM Hendropriyono dan berfungsi
menjalankan koordinasi atas seluruh badan intelijen yang ada.
[image: image]Sejak KIN hingga BIN, Drs. As'ad merupakan orang sipil pertama yang berhasil menduduki
posisi cukup tinggi, yaitu sebagai wakil kepala badan intelijen, sejak 1998 hingga masa kekuasaan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Oleh komunitas politik, Drs. As'ad disebut sebagai orang NU. Ia mulai menduduki jabatan sebagai Waka
BAKIN sejak BJ Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI. Drs. As'ad ketika itu mendampingi
Mayjen TNI Z.A . Maulani. Ketika Habibie turun dan digantikan Abdurrahman Wahid, Drs As'ad tetap
pada posisinya, namun kali ini ia mendampingi Letjen TNI Arie J. Kumaat (Nashara). Pada saat jabatan
Presiden RI dipegang Megawati, Kumaat digantikan Letjen TNI Purn Abdullah Makhmud Hendropriyono,
kader PDI-P, dan Drs As'ad tetap pada posisinya.
Setelah Megawati tidak lagi menghuni Istana Negara, akibat kalah dalam Pilpres 2004 dan muncul
Presiden Susilo Bambang Yudojono (SBY) yang terpilih untuk pertama kalinya melalui pemilihan
langsung, AM Hendropriyono yang pernah menjadi atasan SBY melepaskan jabatannya. Posisi Hendro
kemudian diisi oleh Letjen TNI Purn Syamsir Siregar. Sementara itu, Drs As'ad tetap awet pada posisinya,
entah sampai kapan?
Naik turunnya kepala badan intelijen negara seirama dengan jatuh bangunnya pemimpin puncak
lembaga eksekutif (presiden), maka tidaklah keliru bila ada yang menyimpulkan bahwa badan intelijen
negara belum menjadi alat Negara sepenuhnya, tetapi lebih sering menjadi alat penguasa.
[image: image]Sosok intelijen yang paling dikenal dan licin adalah Ali Moertopo, meski ia belum pernah
berhasil menduduki posisi puncak di lembaga
intelijen negara adalah pada tahun 1969-1974, ketika Mayjen TNI Sutopo
Pada tahun 1974-1989, ketika Kepala BAKIN dijabat oleh Letjen TNI Yoga
Soegama, Mayjen TNI Ali Moertopo menjabat sebagai Wakil Kepala BAKIN, selama
korupsi, pengamanan Pemilu, Timor Timur (yang kala itu masih dijajah
Portugis). Baru setelah tahun itu masuklah agenda mengawasi ekstrim kanan
[image: image]
Sebelum bergabung dengan TNI, Ali Moertopo pernah bergabung dengan tentara *
Hizbullah*, salah satu unsur cikal bakal TNI. Danu M. Hasan adalah salah
seorang anak buah Ali di Hizbullah. Pada gilirannya, ketika Ali masuk TNI,
penaklukan, terjalinlah hubungan yang lebih serius antara Ali dengan Danu di
1980-an, terungkap bahwa Ali Murtopo secara khusus menugaskan Kolonel Pitut
Soeharto untuk menyusup ke golongan Islam, antara lain dengan mengecoh Haji
Ismail Pranoto (Hispran) di Jawa Timur. Di Jawa Barat, Pitut "membina" Dodo
Pada 1976 muncul kasus Komando Jihad (Komji) yang merupakan muslihat cerdik
Islam. Pada mulanya, Ali Moertopo mengajak para petinggi DI untuk menghadapi
bahaya komunisme dari Utara (Vietnam). Ketika itu Vietnam yang komunis
ancaman bagi Indonesia yang sejak awal Orde Baru sudah menjadi 'sekutu' AS.
komunisme inilah yang menjadi alasan bagi sejumlah orang sehingga mau
mulai dari pedagang, guru mengaji, guru sekolah umum, bahkan ada juga
prajurit TNI. Walau sudah berhasil merekrut ribuan orang, namun tidak ada
satu tetes perbuatan radikal pun yang dilakukan mereka. Tiba-tiba, secara
Komando Jihad.
Hampir tidak ada lembaga Islam pergerakan di Indonesia yang steril dari
penetrasi intelijen. Bahkan sejak awal Orde Baru, hal ini sudah mulai
dilakukan. Tidak saja dalam rangka memata-matai, pada beberapa kasus justru
Awal tahun 1970, Ali Moertopo 'menggarap' Nur Hasan Ubaidah, sehingga
yang kemudian terkenal dengan nama Islam Jama'ah (IJ). Salah satu ajarannya
protes massa akibat ajaran sesat yang dikembangkannya, Lembaga ini berganti
nama menjadi Lemkari, kemudian berganti lagi menjadi LDII hingga kini.
Jenderal TNI Purn Rudini mantan KASAD yang kemudian menjadi Mendagri, ketika
itu berada di belakang perubahan nama dari IJ menjadi Lemkari, dan menjadi
salah satu unsur pendukung GOLKAR terutama sejak Pemilu 1971. Oleh MUI, IJ
atau Lemkari atau Darul Hadits dinyatakan sebagai aliran sesat. Bahkan
Moertopo kemudian dilanjutkan oleh Rudini melalui Nur Hasan Ubaidah dan
Pada tahun 1978, intelijen berhasil membina dan menyusupkan Hasan Baw,
Jawa Barat. Najamuddin pula lah yang merancang aksi anarkis berupa
nama A. Yani Wahid, kini almarhum). Sebagai "sutradara" ia tidak ikut dalam
Lampung Berdarah. Selain itu, almarhum juga pernah menjadi staf Menkopolkam
semasa dijabat Jenderal SBY. Bahkan almarhum ikut pula mensukseskan SBY
hingga mencapai puncak sebagai Presiden RI.
bersemangat kala itu sama sekali tidak menyebut dirinya sebagai Jama'ah
Imran. Barulah setelah pecah kasus penyerbuan Polsek Cicendo dan Pembajakan
Woyla, kelompok ini diberi label Jama'ah Imran oleh aparat berwenang.
Sekalipun pada tahun 1983 Ali Moertopo mati mendadak di Gedung Dewan Pers
tetap berlanjut. Tahun 1986, gerakan Usrah pimpinan Ibnu Thayib kesusupan
Syahroni dan Syafki, mantan preman blok M, yang menyebabkan timbulnya sebuah
Tahun 1988, Ibnu Thayib diberi 'order' sebagai umpan yang ternyata meleset,
karena umpan itu tidak digubris. Tetapi, kemudian 'ditelan' oleh Nur
Hidayat, seorang mantan karateka Nasional yang pernah menjadi bagian dari
gerakan Usrah Ibnu Thayib. Lalu, pada Februari 1989, terjadilah tragedi yang
800 lebih jamaah NII KW-9. Mereka yang ditangkap aparat itu adalah mantan
anggota NII KW-9 pimpinan Abu Toto alias Panji Gumilang. Di hadapan aparat
mereka mengaku baru saja melepaskan diri dari keanggotaan NII KW-9, serta
menjelaskan bahwa pimpinan mereka adalah Abu Toto. Mereka semua akhirnya
dijebloskan ke penjara dengan masa tahanan paling rendah 2-3 minggu, namun
sosok yang bernama Abu Toto sama sekali tidak disentuh aparat.
Siapa Abu Toto? Menurut Mohammad Soebari, Mantan Kabag Keuangan DPR RI dan
tokoh elite KW-9, di tahun 1980 ketika elite NII KW-9 ditangkap Ali
Moertopo, Abu Toto kabur ke Sabah sambil membawa lari uang jamaah sebanyak
dua miliar rupiah. Toto muncul kembali sekitar tahun 1988-1989 dan bergabung
dengan Karim Hasan yang secara ideologis sudah berbeda dengan Soebari. Toto
berhasil meyakinkan Karim Hasan yang secara aqidah sudah menyimpang itu
untuk 'kembali' kepada NII. Padahal, di tahun 1983, Karim Hasan sudah
Tahun 1992, H. Rais Ahmad yang ketika itu menjabat sebagai pimpinan NII KW-9
ditangkap aparat. Namun, Toto yang juga petinggi KW-9 tidak tersentuh
peradilan, hingga akhir hayatnya. Setelah H Rais ditangkap (1992), Toto pun
Seluruh peristiwa penangkapan jamaah NII KW-9 di tahun 1992 dan 1994, adalah
atas laporan Toto sendiri. Menurut sumber dari kalangan pergerakan, sudah
sejak 1986 Toto direkrut aparat, disuruh pulang dari pelariannya, kemudian
'membangun kembali NII' setelah sebelumnya masuk ke dalam lingkaran Karim
tertuju kepada sosok yang bernama AS Panji Gumilang, yang tak lain adalah
Abu Toto, alias Toto Salam, yang pernah memfitnah H Rais (1992) hingga masuk
penjara, yang pernah melaporkan 800 lebih jamaahnya sendiri (jamaah NII
'TPS Khusus' yang menampung puluhan ribu suara (24.878 jiwa) untuk mendukung
mengangkut ribuan orang dari luar Indramayu yang akan memberikan suaranya di
TPS Khusus tersebut. Sayangnya kemudian hasil dari TPS Khusus ini dianulir.
Pada Pemilu Legislatif 5 April 2004, terdapat sekitar 11.563 pemilih yang
Dari fakta-fakta ini, adalah masuk akal bila muncul wacana atau bahkan
Panji Gumilang dengan petinggi militer Orde Baru, Partai Golkar mesin
politik Orde Baru, dan tokoh Orde Baru lainnya, termasuk intelejen. Pada 14
yang diberi nama *Gedung Doktor Insinyur Haji Ahmad Soekarno*. Kehadiran
BIN.
Sebelumnya, sekitar akhir 1999, ZA Maulani Kepala BAKIN saat itu pernah
buku yang mengupas sepak terjang Toto Salam dan keberadaan Al-Zaytun.
Beberapa bulan sebelum buku tersebut terbit, Al Chaidar diajak oleh Zaenal
Muttaqin, Pemred Sabili kala itu ke rumah makan Sate Pancoran. Ternyata di
penerbitan buku tersebut dengan imbalan satu miliar rupiah. Nampaknya tidak
buku tersebut terbit perdana pada Januari 2000, berjudul *Sepak Terjang KW9
Letjen Prabowo Subianto, Brigjen Adityawarman Thaha, Mayjen Kivlan Zein yang
oleh Abdurrahman Wahid pernah disebut dengan julukan "Mayjen K" ketika kasus
Sebelum kasus penimbunan senjata oleh Brigjen Koesmayadi diungkap oleh KSAD
Jenderal TNI Djoko Santoso (29 Juni 2006), beberapa tahun sebelumnya
kemudian, setelah ratusan senjata itu dipindahkan ke tempat lain, dan bunker
Dari fakta-fakta di atas, nampaknya sulit untuk mencegah bila ada yang
menyimpulkan bahwa Toto adalah sosok yang disusupkan ke dalam gerakan Islam,
satu tokohnya adalah Haris. Pada tahun 2000 ketika sejumlah tokoh Islam pro
Haris sudah ambil bagian dengan peranan yang cukup signifikan, sehingga ia
Islam, menyusup melalui "pintu gerbang"-nya yaitu Ustadz Rani Yunsih, salah
Jadi, melalui jejak intel penyusup ini, diketahui bahwa sejak awal memang
Bahkan hingga kini, masih tetap ada keinginan untuk mengkaitkan antara MM
dengan JI. Antara lain sebagaimana analisa yang dibangun Maftuh dan
Encyclopaedia*".
Ketika pecah tragedi WTC 11 September 2001, Haris perwira menengah sebuah
terorisme. Sebagai sosok yang pandai bergaul, Haris pasti tahu persis siapa
record* Ustadz Ba'asyir yang tidak pernah terkait tindak kekerasan. Itu
Sosok Haris sebenarnya bisa dijadikan bukti, bahwa Ustadz Ba'asyir sama
sekali jauh dari apa yang dituduhkan kepada beliau selama ini. Namun,
mengapa beliau tetap saja ditahan? Nampaknya, aparat penegak hukum termasuk
Presiden AS, George Walker Bush. Terbukti, ketika pemerintah SBY membebaskan
Ba'asyir, yang paling sewot dan ribut justru PM Australia, Jhon Howard,
sekutu AS.
mingguan GATRA.
diperintah oleh CIA untuk mengirimkan anggota MM naik bus dari Garut ke
Bandung pukul 05.00. Kelak, pada bus itu akan ditaruh bahan peledak.
Sehingga, saat bus dihadang, ada orang MM yang diringkus. Menurut Asep
Rahmatan Kusuma, ini merupakan rekayasa untuk menjebak anggota MM. Namun, *
Penyusupan agen intel ke dalam tubuh Majelis Mujahidin memang tidak selalu
Lalu Muhammad Hasan alias Ihsan, yang menyusup ke MM dengan tujuan melacak
mata rantai hubungan Majelis Mujahidin dengan Al Qaidah pimpinan Usamah bin
Memperalat Negara
maka penyusupan itu hanyalah sia-sia belaka. Karena, pasti sang agen tidak
khawatir, bila kehadiran agen intel tadi tidak sekadar menggali informasi,
Sebagai instistusi dakwah dan jihad, bagi Majelis mujahidin, intel juga
manusia, yang menjadi objek da'wah bagi pentingnya penegakan Syari'ah Islam
pola berpikir tokoh-tokohnya, tidak ada hal yang harus dikhawatirkan. Harus
dihilangkan cara pandang sebagai orang kalah, yaitu merasa menjadi korban
siapa saja, tidak seharusnya membuat kita kehilangan apa pun jua.
yang suka berbersahabat, berdamai dengan siapa saja yang ingin damai, dan
juga siap melawan terhadap siapa saja yang mengusiknya. Melawan siapa saja
Islam berkembang bebas, atau orang yang hendak memaksakan ideologi tertentu
pada kaum Muslimin. Siap melawan, baik melalui perang intelektual, taktik
Islam pada seorang Muslim adalah jaminan bagi keselamatan jiwanya, hartanya,
Muslimin akan mudah menjadi sasaran pertumpahan darah, dan adu domba. Harta
musuh-musuhnya.
sudah bisa menjadi kontribusi berharga bagi badan intelijen untuk sampai
pada sebuah kesimpulan, bahwa Majelis Mujahidin sama sekali tidak terkait
terorisme. Kalau badan intelijen merupakan alat negara, akan lebih produktif
dana BLBI yang mencapai triliunan rupiah, penimbunan senjata (dan jual-beli
Masih sangat banyak jagat persoalan yang seharusnya menjadi objek badan
Pulau Ligitan, misalnya, bisa direbut oleh Malaysia. Apa sebenarnya yang
telah dilakukan aparat terkait sehingga kedua pulau itu bisa lepas begitu
saja?
luar sana banyak pihak sedang melakukan aneka kegiatan yang berpotensi
sebagai alat negara, atau cuma memperalat negara guna kepentingan politik
rezim yang berkuasa? Atau, untuk memuaskan negara asing seperti AS dan
yang akan membebani generasi mendatang? Jika hanya itu, *masya Allah*,
betapa nista dan tidak berdayanya akal sehat sebagian aparat di negeri ini.