You are on page 1of 18

Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan

pembedahan.Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat
selain eter, maka trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan pelbagai macam obat. Hipnosis didapat dari
sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran). Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik,
NSAID tertentu. Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant).

1. Instruksi pada Anastesi :


 Puasa 6 – 8 jam
 Informed Consent
 Perlu Darah
 Skin Prep
 Clysma ; cuci rectum dengan air sabun supaya keluar feses)
 Buka semua yang palsu
 Buka Perhiasan
2. Resiko Anastesi :
a. Keadaan Pasien à Asa
b. Timbul Keadaan Tak Terduga
* Reaksi Anapilaktik
* Emboli Udara
c. Human Error
d. Alat Anestesi, Alat Listrik, Kamar Bedah
e. Obat Anestesi
3. Langkah-langkah sebelum melaksanakan anastesi
 PSO
 Merencanakan Anestesi sesuai keadaan pasien
 Memeriksa alat anestesi, menyediakan obat anestesi, emergency
 Pelaksana anestesi
– Premedikasi
– Induksi
– Menintenance anestesi
– Recovery
 Monitor + Koreksi Waktu Operasi
 Mengatasi, Mengobati penyulit di RR
 Tanggung Jawab SP Sadar & Vital sign stabil

PSO
 Identifikasi
 RPS (Riwayat penyakit sekarang)
 RPP (Riwayat penyakit dahulu)
 Obat dimakan → interaksi
 Riwayat operasi
 Riwayat kebiasaan ex ; merokok, peminum, narkoba
 Riwayat keluarga
 Anamnesa Sistemik
- CVS
- Respirasi
- Git
- Urogenital
- Syaraf
- Metabolik
- Pemeriksaan Phisik
- Pemeriksaan Penunjang
- LAB
4. Teknik anastesi

Metode anastesi umum dilihat dari cara pemberian obat


I.Parenteral
Anastesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra muscular biasanya digunakan
untuk tindakan yang singkat/ untuk tindakan yang singkat atau untuk indikasi anesthesia. Keuntungan pemberian
anestetik intravena adalah cepat dicapai induksi dan pemulihan, sedikit komplikasi pasca anestetikjarang terjadi,
tetapi efek analgesic dan relaksasi otot rangka sangat lemah. Obat yang umum dipakai adalah thiopental, barbiturat,
ketamin, droperidol dan fentanil. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk
tindakan yang lama biasanya dikombinasi dengan obat anestetika lain.
II.Perektal
Anastesi umum yang diberikan melalui rectal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk induksi
anesthesia atau tindakan singkat.
III. Perinhalasi, melalui pernafasan
Anastesia inhalasi ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap
(volatile agent) sebagai zat anestetika melalui dara pernafasan. Zat anestetika yang dipergunakan berupa suatu
campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut tergantung dari tekanan parsial dalam jaringan
otak menentukan kekuatan daya Anastasia, zat anastetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah
mampu memberi anastesia yang adekuat.Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan yang menguap berbeda-beda
dalam hal potensi, keamanan dan kemampuan untuk menimbulkan analgesia dan relaksasi otot rangka.
5. Pelaksanaan di recovery room
a) DEFINISI
Recovery room (RR) atau sering disebut juga sebagai Post-AnesthesiaCare Unit (PACU)
merupakan suatu tempat dimana pasien pulih kembali dari efek anesthesipasca operasi dan pasien
mendapatkan perawatan pasca operasi. “Recovery Room” (RR)adalah suatu ruangan yang terletak
di dekat kamar bedah, dekat dengan perawat bedah, ahli anesthesia dan ahli bedah sendiri, sehingga apabila
timbul keadaan gawat pasca-bedah, kliendapat segera diberi pertolongan.
Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di
R e c o v e r y R o o m ( R u a n g p u l i h S a d a r ) s a m p a i k o n d i s i p a s i e n s t a b i l , t i d a k   mengalami
kompikasi operasi, dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan(bangsal perawatan) atau bahkan
dipulangkan.
Ruang pemulihan hendaknya diatur agar selalu bersih, tenang, dan alat-
alat yang tidak berguna disingkirkan. Suatu recovery room dapat berbentuk perorangan
m a u p u n s u a t u ruangan lebar yang dipartisi untuk banyak pasien. Untuk menjaga area tersebut
tetap steril dan mencegah penyebaran kuman, pengunjung dari luar perlu menggunakan gaun
operasi beserta  topo,  atau  dapat  dilarang  masuk  sama  sekali.  Pengecualian  pada  anak-anak,k e b e r a d a a n
o r a n g t u a p a d a m a s a p e m u l i h a n a k a n m e m i n i m a l i s i r t e r j a d i n y a t r a u m a p o s t operatif pada
anak tersebut.
Setiap area pasien dilengkapi dengan berbagai peralatan monitoring
m e d i s . S e b a l i k n y a , semua alat yang diperlukan harus berada di RR. Sirkulasi udara harus lancar
dan suhu didalam kamar harus sejuk. Bila perlu dipasang AC. Bila pengaruh obat bius sudah tidak
berbahaya lagi, tekanan darah stabil-bagus, pernafasan lancar-adekuat dan kesadaran sudah
mencukupi (lihat Aldered Score), barulah pasien dipindahkan ke kamarnya semula (bangsal perawatan).
b) SYARAT RECOVEY ROOM
1. Tenang, bersih, dan bebas dari peralatan yang tidak dibuthkan.
2. Warna ruangan lembut dan menyenangkan.
3. Pencahayaan tidak langsug
4. Pafon kedap suara
5. Peralatan yang mengontrol atau menghilangkan suara (misal: karet pelindung tempat tidur
supaya tidak mengeluarkan suara saat terbentur).
6. Tersedia  peralatan  standar:  alat  bantu  pernafasan;  oksigen;  laringoskopi;  settrakheostomi, peralatan
bronkial; kateter; ventilator mekanik; dan peralatan suction)
7. Peralatan kebutuhan sirkulasi: pengukur tekanan darah; peralat an parenterasi;
plasmasekunder; set intravena; defibrilator; kateter vena; dan torniquet.
8. Balutan bedah, narkotik, dan medikasi kedaruratan.
9. Set kateterasi dan peralatan drainase.
10. Tempat tidur pasien yang dapat diakses dengan mudah, aman dan dapat digerakkan dengan
mudah.
11. Suhu ruangan berkisar antara 20-22,2 C dengan ventilasi ruangan yang baik
Tabel 1: Asosiasi Dokter-dokter anestesi Britania Raya dan Irlandia Pedoman 1993

terletak sedekat mungkin ke ruang operasi untuk meminimalkan risiko pengangkutan


Posisi pemulihan
pasien tidak stabil

rata-rata 1,5 teluk pemulihan per operasi teater (9.3m 2 per teluk) 


suhu kamar 21-22 o C, kelembaban relatif 38-45% dan perubahan lima belas udara per
Ukuran dan suhu menit 
scavenging gas sistem dan enam outlet listrik 13 ampere per teluk 
terang dengan pencahayaan mendekati ke spektrum siang hari

oksigen outlet, masker wajah dan Sistem pernapasan

pulsa oksimetri

ketersediaan pemantauan tekanan darah dan EKG

Peralatan di teluk masing- hisap unit dengan Yankaur berakhir


masing
mesin anestesi lengkap dengan ventilator

obat-obatan dan cairan infus

troli pediatrik peralatan yang berisi masker, saluran udara, tabung endotrakeal dan konektor
dalam berbagai ukuran pediatric

c) KOMPONEN RECOVERY ROOM


Perawat
Ahli anesthesia dan ahli bedah
Alat pemantau dan peralatan khusus.

d) MONITORING PASCA OPERASI DI RECOVERY ROOM


Monitoring  klinis  dapat  dibagi  menjadi  pengamatan  jalan  nafas  (airway),  pernafasan(breathing), dan
sirkulasi (circulation); suhu (temperature), dan tingkat kesadaran (consciouslevel)
1. Monitoring jalan nafas (airway)
Dapat diamati dengan mengobservasi tanda-tanda sumbatan seperti retraksi dinding thorax atau
supraklavikula pada saat inspirasi dan/atau munculnya bising nafas. Jalan nafas yang baik paing mudah
dipertahankan pada posisi miring ke kiri . Posisi ini memungkinkan lidah dan pallatum molle jatuh ke arah depan
jauh dari rongga orofaring.
Pemeliharaan jalan nafas yang baik dapat disebut sebagai aspek terpenting dalam perawatan post operasi.
Penggunaan endotracheal tube merupakan salah satu cara untuk menjaga jalan nafas pada masa pemulihan. Pada
penggunaan obat anesthesia yang lambat dieeminasi (seperti eter dan halotan), endotrakheal tube baik untuk
digunakan sampai refleks laring kembai pulih. Penghisapan cairan di orofaring harus dilakukan sebelum pelepasan
endotracheal tube untuk mencegah adanya aspirasi arah atau lendir. Ahli anesthesia harus selalu mendampingi
sampai pasien tersadar.
Masalah yang sering muncul pada jalan nafas antara lain: obstruksi nafas parsial (nafas berbunyi) atau total
(tidak ada suara nafas), idah jatuh menutup faring, atau edema laring. Selain itu dapat terjadi spasme laring karena
laring terangsang oleh benda asing, dara, ludah, sekret atau sebelumnya ada riwayat kesulitan pada saat intubasi
trakhea.
Bila terjadi obstruksi karena kejang laring, selain perlu oksigen 100% haus dibersihkan jalan nasfas, berikan
preparat kortikosteroid (oradekson) dan kalau tak berhasil perlu dipertimbangkan muscle relaxant.
Obstruksi nafas mungkin tidak terjadi, tetapi pasien sianosis (hiperkarbia, hiperkapnia, PaCO2>45 mmhg)
atau saturasi oksigen menurun (hipoksemia) dangkal sering akibat muscle relaxant masih bekerja.

2. Pernafasan (breathing)
Respirasi dapat diamati dengan memonitor pergerakan dada atau dengan melakukan ekspirasi melalui
telapak tangan pada mulut atau hidung pasien. Oksigenasi juga dapat diperkirakan dalam beberapa derajat dengan
mengamati warna pasien. Warna kebiruan menunjukkna terjadinya hipoksia, dan ha ini paling mudah dilihat pada
sektar bibir atau lidah. Untuk dapat menentukan warna tersebut dibutuhkan pencahayaan yang baik. Pemberian
suplementasi oksigen dapat mencegah terjadinya hipoksemia, tetapi masalah yang muncul adalah tidak bisa
terdeteksinya apnea oleh pulse oxymeter.

Kecepatan nafas dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu bradipneum dan takpneu . Bradipneu atau nafas ambat
biasanya terjadi akibat penggunaan opioid selama operasi dan biasanya disertai dengan pupil yang mengecil. Hal ini
dapat menghilang secara spontan setelah obat anesthesia tereliminasi dan pasien tersadar. Takipnea atau nafas cepat
dapat berkaitan dengan agen volatile tertentu (khusunya eter), asidosis, hipovolemia, nyeri, hipokseia, atau masalah
respirasi lain.
3. Sirkulasi (circulation)
Sirkulasi dapat diamati dengan palpasi nadi (takikardia mengarahkan pada deplesi volume) dan dengan
merasakan perifer (tangan yang dingin dengan perfusi buruk mengarahkan pada hipovolemia atau hipotermia akibat
operasi yang lama). Kecepatan jantung harus berada pada keadaan normal, kira-kira 60-90 kali per menit.

Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa trakhea, cairan infus berlebihan,
buli-buli penuh atau aktivasi saraf simpatis karena hipoksia, hiperkapnia dan asidosis. Hipertensi akut dan berat yang
berlangsung lama kana menyebabkan gagal ventrike kiri, infark miokird, disritmia, edema paru atau perdarahan otak.
Terapi hipertensi ditujukan pada faktor penyebab dan kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitropusid
(niprus) 0,5-1,0 mikrogram/kgBB/menit.

Hipotensi yag diakibatkan isian balik vena (venous return) menurun disebabkan oleh beberapa ha seperti
perdarahan, terapi cairan kurang adekuat, diuresis, kontraksio miokardium kurang kuat atau tahanan vaskuler perifer
menurun. Hipotensi harus segera diatasi untuk mencegah terjadinya hipoperfusi organ vital yang dapat berlanjut
dengan hipoksemia dan kerusakan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan faktor penyebabnya. Berikan
oksigen 100 % dan infus kristaloid RL atau asering 300-500 ml. Disritmia yang terjadi dapat disebabkan oleh
hipokalemia, asidosis-alkalosis, hipoksia, hiperkapnia atau penyakit jantung.

Hipotensi adalah komplikasi kardiovaskuler yang paling sering muncul selama dan setelah pemberian obat
sedatif dan analgesia. Monitoring reguler terhadap status sirkulasi pasien, termasuk denyut jantung, tekanan darah,
temperatur, warna kulit, dan denyut nadi perifer, dapat meengidentifikasi maslah sehingga penanganan yang sesuai
dapat dilakukan. Lebih jauh lagi, pengamatan terhadap status cairan tubuh pasien dapat memfasilitasi pemberian
cairan yang tepat dibutuhkan pasien. Hal ini membutuhkan perhitungan dari pengurangan status cairan pasien selama
puasa dan kebutuhan cairannya.

Anjuran perhitungan kebutuhan cairan

Berat (kg) mL/jam

<10 kg 4 ml/kg/jam

10-20 kg 40 ml+2mL/kg diatas 10 kg

>20 kg 60 ml+1mL/kg diatas 20 kg

4. Suhu (temperature)
Hipotermia adalah salah 1 masalah yang juga sering muncul dan membutuhkan monitoring dan
penatalksanaan dini. Hipotermia kebanyakan muncul selama tindakan operasi dilakukan, tetapi juga dapat muncul
pada pasien yang diberi obat sedatif untuk prosedur diagnostik ataupun terapi. Hipotermia juga menyebabkan
kesulitan tubuh untuk mengkompensasi terhadap penggumpalan darah, yang pada beberapa pasien dapat
menyebabkan komplikasi, seperti pada pasien yang menjalani angiografi atau kateterisasi. Penggunaan selimut
hangat dan penyesuaina suhu pendingin atau penghangat ruangan biasanya berguna untuk mengembalikan keadaan
suhu pasien ke normal.
5. Tingkat kesadarn
Tingkat kesadaran harus dimonitor dengan mengobservasi kembalinya berbagai refleks; seperti; refleks
berkedip, refleks menelan, dan refleks bersuara, serta berespon tehadap perintah. Pada pasien yang menjalani
anesthesia regional (spinal atau epidural), tingginya blokade harus diamati sampai efek anesthesi tersebut
menghilang. Cara termudah untuk mengujinya adalah dengan mengukur titik dimana pasien tidak lagi dapat
merasakan sensasi dingin (menggunakan etil klorida atau es). Akan lebih aman apabila meletakkan pasien pada
posisi duduk terlalu cepat, karena hal ini bisa saja menyebabkan terjadinya hipotensi postural.
Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi pernafasan dilakukan paling tidak setiap dalam 15
menit pertama atau hingga stabil, setelah itu dilakukkan setiap 15 menit, selama 2 jam pertama. Dan setiap 30 menit
selama 4 jam berikutnya. Pulse oximetry dimonitor hingga pasien sadar kembali sambil meakukan pemeriksaan
suhu.

6. Penatalaksanaan transfuse darah


Catatan:

Dulu diyakini bahwa kadar Hb harus lebih tinggi dari 9 sampai 10 ml/dl agar tersedia cukup oksigen untuk
memenuhi kebutuhan organ vital (otak,jantung) dalam mencukupi stres. Sekarang sudah dibuktikan, bahwa Hb 3
sampai 6 g/dl masih dapat mencukupi kebutuhan oksigen jaringan. Dari percobaan diketahui bahwa Hb 2-3 g/dl
atau 6-8% masih mampu menunjang kehidupan (Singler,1980;Johnson,1991). Batas “anemia aman” bagi pasien
yang memiliki jantung normal adalah hematokrit 20%. Pasien yang menderita penyakit jantung koroner
memerlukan batas 30%
Penggantian volume yang hilang harus didahului karena penurunan 30% saja sudah dapat menyebabkan kematian.
Sebaliknya batas toleransi kehilangan Hb lebih besar. Kehilangan Hb sampai 50% masih dapat diatasi. Bagi pasien
tanpa penyakit jantung, Hb 8-10 gm/dl masih dapat memberikan cukup oksigen untuk jaringan dengan baik (asal
volume sirkulasi normal). Karena itu, tidak semua perdarahan harus diganti transfuse. Terapi diprioritaskan untuk
mengembalikan volume sirkulasi dengan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9% atau Plasma Substitute/koloid
(Expafusin, Dextran, Hemaccel, Gelafundin) selama Hb masih 8-10 gm/dl. Cara terapi dengan cairan ini disebut
hemodilusi. Perdarahan sampai volume darah masih dapat diganti saja tanpa transfusi.
Pada kehilangan 30-50% volume darah, maka setelah pemberian cairan, jika Hb < 8-10 gm/dl atau hematrokit <
20-25% maka transfusi diberikan.
Sasaran transfusi adalah mengembalikan kadar Hb sampai 8-10 gm/dl saja. Tidak perlu sampai Hb “normal” 15
gm/dl lagi.
Dari perhitungan kadar Hb, darah satu kantong hanya menaikkan Hb 0,5 gm/dl. Peningkatan sebesar ini juga dapat
dicapai dengan pemberian gizi yang baik dan terapi Fe++. Manfaat kenaikan Hb 0,5 gm/dl tidak sebanding dengan
resiko penularan penyakit.
Teknik hemodilusi tidak dapat digunakan pada pasien trauma dan trauma thorax karena dapat menyebabkan edema
otak/paru.
TUJUAN TRANSFUSI

1. Meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen


2. Memperbaiki volume darah tubuh
3. Memperbaiki kekebalan
4. Memperbaiki masalah pembekuan
INDIKASI

1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan cairan.
2. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.
3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.
4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma substitute atau larutan albumin
Jenis Darah Yang Ditransfusikan

1. Whole Blood (Darah Simpan/Wb)


 450 ml darah + 63 ml CPD (citrat phosphate dextrose anticoagulan)
 Simpan 4oC
 Lama simpan < 28 hari
 Antikoagulan lain : Acid Citrate Dextrose (simpan 4oC bisa selama 21 hari)
 Rendah platelet, F V&VIII, kecuali bila disimpan < 6 jam
 untuk mengganti volume darah pasien shock hipovolemik perdarahan
2. Fresh Whole Blood (darah segar)

 12 jam penyimpanan
 indikasi : pasien dengan Hb& platelet rendah, trombositopenia, transfusi masif dengan darah simpan
3. Packed Red Cell

 Hasil sentrifugasi WB (plasma dikurangi 200 ml)


 Volume 300 ml (masa hidup 21 hari jika disimpan dalam 4oC)
 1 unit = meningkatkan Hb 1-1,5 gr%
 indikasi : anemia kronis dengan normovolemi sirkulasi supaya tidak overload : pasien gagal jantung, pasien sangat
tua, sepsis kronis. Anemia perdarahan akut yang sudah mendapat penggantian cairan
 dapat dicampur NS è untuk pasien shock)
4. Stable Plasma Protein Solution (SPPS)

 Resiko hepatitis sangat kecil


 Pemanasan tinggi
 Faktor pembekuan kurang, F V, VIII
 Infus cepat SPPS untuk pasien hipotensi
 Sangat mahal, dipakai jika tidak sempat cross match
5. Fresh Frozen Plasma (FFP)

 Dari WB < 6 jam simpan. penyimpanan -20oC (3 bulan). Penyimpanan -30oC 1 tahun
 diinfuskan setelah mencair
 Indikasi: Mengganti faktor koagulasi, mengganti volume plasma
 Diberikan 10 cc/kg satu jam pertama, dilanjutkan 1 cc/kg Bb per jam sampai PPT dan APTT mencapai nilai  1,5 x
nilai kontrol yang normal.
 Terapi plasma tidak tepat untuk memperbaiki pasien hipoalbuminemia karena tidak akan meningkatkan kadar
albumin secara nyata
6. Thrombocyte Concentrate = TC

 berasal dari 250 cc darah utuh


 meningkatkan trombosit 5000/mm3.
 Disimpan pada 22oC  bertahan 24 jam. Pada suhu 4o-10oC  bertahan 6 jam.
 Diberikan pada DHF, hemodilusi dengan cairan jumlah besar dan transfusi masif > 1,5 x volume darah pasien
sendiri, yaitu bila dijumpai trombositopenia (50.000-80.000/mm3).
 Penambahan trombosit tidak dapat dilakukan dengan darah utuh segar sebab trombosit yang terkandung hanya
sedikit.
 Trombosit diberikan cukup sampai perdarahan berhenti atau masa perdarahan (bleeding time) mendekati 2x nilai
normal, bukan sampai jumlah trombosit normal.
7. Larutan Albumin

 Terdiri dari 5% dan 25% human albumin


 Resiko hepatitis <
 Faktor pembekuan (-)
 Tujuan : meningkatkan albumin serum pada : Penyakit hepar, Ekspansi volume darah
8. Cryoprecipitate

 Sentrifugasi plasma beku


 Konsentrasi tinggi F VIII
 Untuk terapi : haemofilia & defisiensi lain
 Resiko hepatitis
TRANSFUSI AUTOLOGOUS

darah pasien sendiri diambil pada masa pra-bedah, disimpan untuk digunakan pada waktu pembedahan yang terencana
(efektif). Dengan demikian dapat dipastikan bahwa tidak ada resiko penularan penyakit sama sekali.

KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH


I. Reaksi imunologi

A. Reaksi Transfusi Hemolitik


 Lisis sel darah donor oleh antibodi resipien.
 Tanda : menggigil, panas, kemerahan pada muka, bendungan vena leher , nyeri kepala, nyeri dada, mual, muntah,
nafas cepat dan dangkal, takhikardi, hipotensi, hemoglobinuri, oliguri, perdarahan yang tidak bisa diterangkan
asalnya, dan ikterus. Urine coklat kehitaman sampai hitam dan mungkin berisi hemoglobin dan butir darah merah
 Terapi : pemberian cairan intravena dan diuretika. Cairan digunakan untuk mempertahankan jumlah urine yang
keluar
 Diuretika yang digunakan ialah :
a. Manitol 25 %, 25 gr diberikan iv  pemberian 40 mEq Natrium bikarbonat.

b. Furosemid

 Bila terjadi anuria yang menetap perlu tindakan dialisis


B. Reaksi transfusi non hemolitik

1. Reaksi transfusi “febrile”

 Tanda: Menggigil, panas, nyeri kepala, nyeri otot, mual, batuk nonproduktif.

2. Reaksi alergi

a. “Anaphylactoid”

bila terdapat protein asing pada darah transfusi.

b. Urtikaria, paling sering terjadi dan penderita merasa gatal-gatal. Biasanya muka penderita sembab.

Terapi yang perlu diberikan ialah antihistamin, dan transfusi harus dihentikan.

II. Reaksi non imunologi

a. Reaksi transfusi “Pseudohemolytic”


b. Reaksi yang disebabkan oleh volume yang berlebihan.
c. Reaksi karena darah transfusi terkontaminasi
d. Virus hepatitis.
e. Lain-lain penyakit yang terlibat pada terapi transfusi misalnya malaria, sifilis, virus CMG dan virus Epstein-Barr,
parasit serta bakteri.
f. AIDS.
III. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah masif.

1. “dilutional coagulopathy”
2. disseminated intravascular coagulation (dic)
3. intoksikasi sitrat (komplikasi yang jarang terjadi)
4. keadaan asam basa
5. hiperkalemi
6. hipotermi
7. Post transfusion hepatitis (PTH)
TANDA OVERLOAD SIRKULASI

I. Pasien Sadar

1. dada sesak
2. batuk
3. dispnea
4. sianosis
5. vena leher membesar
6. takikardi
7. krepitasi basal
8. edema pulmo
II. Pasien dalam anestesi

1. takikardi
2. TD menurun
3. sianosis
4. vena leher membesar
5. krepitasi basal
Terapi:

1. stop transfusi
2. inhalasi O2
3. sandarkan pasien
4. digitalis iv, kecuali pasien gagal ginjal dan tua
5. diuretic  furosemid
6. morfin
7. aminofilin
7. terapi cairan
Kebutuhan Cairan
 Kebutuhan air pada orang dewasa setiap harinya adalah 30-35 ml/kgBB/24jam
 Kebutuhan ini meningkat sebanyak 10-15 % tiap kenaikan suhu 1° C
 Kebutuhan elektrolit Na 1-2 meq/kgBB (100meq/hari atau 5,9 gram)
 Kebutuhan elektrolit K 1 meq/kgBB (60meq/hari atau 4,5 gram)
Kebutuhan Harian Bayi Dan Anak
Berat badan Kebutuhan air (perhari)
s/d 10 kg 100 ml/kgBB
11-20 kg 1000 ml + 50 ml/kgBB (untuk tiap kg di atas 10 kg)
> 20 kg 1500 ml + 20 ml/kgBB (untuk tiap kg di atas 20 kg)

Keseimbangan Cairan Tubuh


Air masuk Air keluar
Minuman: 800-1700 ml Urine : 600-1600 ml.
Makanan: 500-1000 ml. Tinja : 50-200 ml.
Hasil oksidasi: 200-300 ml. Insensible loss : 850-1200 ml

Kebutuhan Cairan Meningkat


 demam (12% setiap 1o > 37o C)
 hiperventilasi
 suhu lingkungan meningkat
 aktivitas berlebih
 kehilangan abnormal seperti diare
Kebutuhan Cairan Menurun
 hipotermia (12% setiap 1o > 37o C)
 kelembaban sangat tinggi
 oliguria atau anuria
 tidak ada aktivitas
 retensi cairan misal pada gagal jantung

TERAPI CAIRAN PERI OPERATIF


A. Preoperatif
 Pasien normohidrasi
 pengganti puasa (DP): 2 ml/kgBB/jam puasa
 (bedakan dengan kebutuhan cairan per hari (30-35ml/kg/hari))
 cairan yang digunakan : kristaloid
 pemberian dibagi dalam 3 jam selama anestesi :
50 % dalam 1 jam pertama
25 % dalam 1 jam kedua
25 % dalam 1 jam ketiga
B. Durante operasi
- Pemeliharaan: 2 ml/kg/jam
- Stress operasi:
Jenis pembedahan (menurut MK Sykes) operasi ringan : 4
a. Pembedahan kecil / ringan ml/kgBB/jam
- Pembedahan rutin kurang dari 30 menit. operasi sedang : 6
- Pemberian anestesi dapat dengan masker. ml/kgBB/jam operasi
b. Pembedahan sedang. berat : 8 ml/kgBB/jam
- Pembedahan rutin pada pasien yang sehat.
- Pemberian anestesi dengan pipa endotracheal.
- Lama operasi kurang dari 3 jam.
- Jumlah perdarahan kurang dari 10% EBV
c. Pembedahan besar.
- Pembedahan yang lebih dari 3 jam.
- Perdarahan lebih dari 10% EBV
- Pembedahan di daerah saraf pusat, laparatomi, paru dan
kardiovaskuler
Perdarahan :
hitung EBV
jika perdarahan
10% EBV berikan kristaloid substitusi dengan
perbandingan 1 : 2-4ml cairan
10% kedua berikan koloid 1 : 1 ml cairan
> 20 % EBV berikan darah 1 : 1 ml darah

Contoh :
Pria BB 50 kg
à EBV 50 X 70 ml = 3500 ml
maka jika perdarahan 800 ml digantikan dengan
10% pertama (350 ml) à kristaloid 700-1400 ml
10% kedua (350 ml) à koloid 350 ml
100 ml à darah 100 ml
Pada anak dan bayi
Pemeliharaan:
10 kg pertama 4 ml/kgBB/jam
10 kg kedua 2 ml/kgBB/jam
Kg selanjutnya 1 ml/kgBB/jam
bedakan dengan kebutuhan per hari :
Defisit puasa (DP): cairan pemeliharaan x jam puasa
Stress operasi :
Ringan : 2 ml/kgBB/jam
Sedang : 4 ml/kgBB/jam
Berat : 6 ml/kgBB/jam

C. Pasca operasi
Terapi cairan pasca bedah ditujukan untuk :
a. Memenuhi kebutuhan air, elektrolit, nutrisi
b. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung, febris)
c. Melanjutkan penggantian defisit pre operatif dan durante operatif
d. Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan
Pada penderita pasca operasi nutrisi diberikan bertahap (start low go slow).
Penderita pasca operasi yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan kehilangan protein 75-125 gr/hari  Hipoalbuminemia
 edema jaringan, infeksi, dehisensi luka operasi, penurunan enzym pencernaan

1. Pasien tidak puasa post operasi.


a. Kebutuhan cairan (air) post operasi.
 Anak
BB 0-10 kg 1000 cc / 24 jam
BB 10-20 kg 1000 cc + 50 cc tiap > 1 kg
BB > 20 kg 1500 cc + 20 cc tiap > 1 kg
 Dewasa
50 cc / kgbb/ 24 jam.
b. Kebutuhan elektrolit anak dan dewasa
Na+ 2-4 mEq / kgbb
K+ 1-2 mEq / kgbb
c. Kebutuhan kalori basal
 Dewasa
BB (kg) x 20-30
 Anak berdasarkan umur
Umur (tahun) Kcal / kgbb / hari
<1 80-95
1-3 75-90
4-6 65-75
7-10 55-75
11-18 45-55

2. Pasien tidak puasa post operasi.


Pada pasien post op yang tidak puasa, pemberian cairan diberikan berupa cairan maintenance selama di ruang pulih
sadar (RR). Apabila keluhan mual, muntah dan bising usus sudah ada maka pasien dicoba untuk minum sedikit-sedikit.
Setelah kondisi baik dan cairan peroral adekuat sesuai kebutuhan, maka secara perlahan pemberian cairan maintenance
parenteral dikurangi. Apabila sudah cukup cairan hanya diberikan lewat oral saja.

Rumus Darrow
BB (kg) Cairan (ml)
0-3 95
3-10 105
10-15 85
15-25 65
>25 50
Tetesan infus: Mikro: BBx darrow /96
Makro: BB x darrow/24

Melihat tanda-tanda pada pasien disesuaikan dengan prosentase EBV yang hilang:
TANDANYA
Tensi systole 120 mmhg 100 mmhg < 90 mmhg < 60-70 mmhg
Nadi 80 x/mnt 100 x/mnt > 120 x/mnt > 140 x/mnt
Perfusi Hangat Pucat Dingin Basah
Estimasi Minimal 600 ml 1200 ml 2100 ml
perdarahan
Estimasi infus Minimal 1-2 liter 2-4 liter 4-8 liter

Melihat tanda klinis dan sesuaikan dengan prosentase defisit.


Tanda Ringan Sedang Berat
Defisit 3-5 % dari BB 6-8 % dari BB 10 % dari BB
Hemodinamik - Tachycardia - Tachycardia - Tachycardia.
- Hipotensi ortostatik - Cyanosis.
- Nadi lemah - Nadi sulit diraba
- Vena kolaps - Akral dingin.
Jaringan - Mukosa - Lidah lunak - Atonia, mata
lidah kering - Keriput cowong
- Turgor kulit - Turgor menurun - Turgor sangat
normal menurun
Urine - Pekat - Pekat, produksi / - oligouria
jumlah menurun
SSP Tak ada - Apatis - Sangat
kelainan menurun / coma

Problem puasa
a. Pada keadaan normal kehilangan cairan berupa
 Insesible water losses (IWL)
 Sensible water losses (SWL)
Pada orang dewasa kehilangan  2250 cc yang terdiri atas
1) IWL 700 ml / 24 jam
(suhu lingkungan 25 oC kelembaban 50-60 %, suhu badan 36-37 oC).
2) SWL
Urine 1 cc / kgbb / jam (24 cc / kg / bb / 24 jam)
b. Kebutuhan elektrolit tidak terpenuhi
Kebutuhan normal: Na+ 2-4 mEq / kgbb / 24 jam
K+ 1-2 eEq / kgbb / 24 jam
c. Kebutuhan kalori tidak terpenuhi
Kebutuhan normal: 25 Kcal / kgbb / jam
d. Pada operasi elektif yang dipuasakan, penggantian cairan hanya untuk maintenance saja
e. Pemberian cairan pre operasi adalah untuk mengganti bila ada
1) Kehilangan cairan akibat puasa.
2) Kehilangan cairan akibat perdarahan.
3) Kehilangan cairan akibat dehidrasi.
f. Pemberian darah pre operasi di dasarkan atas pertimbangan yang matang dan apabila perlu dilakukan pemeriksaan
darah lebih dahulu.
Cairan pengganti
- Kristaloid 2-4 kali dari jumlah perdarahan.
- Koloid 1 kali dari jumlah perdarahan
- Darah (WB) 1 kali dari jumlah perdarahan

JENIS CAIRAN INFUS

Berdasarkan Partikel dlm Cairan dibagi menjadi:

I. KRISTALOID

A. Cairan Hipotonik

 Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (< 285 mOsmol/L)  cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah
keluar ke jaringan sekitarnya
 Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik,
juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
 Komplikasi : kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intracranial
 Contoh NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
B. Cairan isotonik

 osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah) = 285 mOsmol/L,
sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
 Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus
menurun).
 Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan
hipertensi.
 Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%)
C. Cairan Hipertonik

 Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum (> 285 mOsmol/L), sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari
jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
 Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
 Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah
(darah), dan albumin

II. KOLOID

Mempunyai partikel besar, yg agak sulit menembus membran semipermeabel/ dinding pembuluh darah. dan tetap
berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contohnya adalah dextran, albumin dan steroid, HES (Hydroxy Etil Starch)

Berdasar tekanan Onkotik-nya ada 2 mcm :

- Iso-Onkotik : Co/ Albumin 25%


- Hiper-Onkotik : Co/ Albumin 5%

Efek Pemberian Ci Infus terhadap Kompartemen Ci Tubuh :

Dext 5% Kristaloid Kristaloid Koloid Koloid


(Hipotonis)
Isotonis hipertonis Iso-Onkotik Hiper-Onkotik

Vol.Intra-
vask.

Vol.Inter-
stitiel
- ¯

Vol.Intra-sel

- ¯ - ¯

8. ORIF
Defenisi : ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang
mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran.
Tujuan
 untuk memmbantu klien berjalan
 untuk membantu klien bergerak
 menjaga supaya tidak terjadi fraktur lagi
Indikasi
 pasien penderita dan pasca stroke
 pasien yang menderita kelumpuhan
 pasien yang menderita fraktur
Kontraindikasi

 pasien dengan penurunan kesadarn


 pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
 pasien yang mengalami kelemahan (malaise)
9. Cara mengatasi nyeri pasca operasi
Tindakan Farmakologis
Umumnya nyeri direduksi dengan cara pemberian terapi farmakologi. Nyeri ditanggulangi dengan cara
memblokade transmisi stimulant nyeri agar terjadi perubahan persepsi dan dengan mengurangi respon kortikal
terhadap nyeri
Adapun obat yang digunakan untuk terapi nyeri adalah :
a. Analgesik Narkotik
Opiat merupakan obat yang paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri pada klien, untuk nyeri sedang hingga
nyeri yang sangat berat. Pengaruhnya sangat bervariasi tergantung fisiologi klien itu sendiri. Klien yang sangat
muda dan sangat tua adalah yang sensitive terhadap pemberian analgesic ini dan hanya memerlukan dosisi yang
sangat rendah untuk meringankan nyeri (Long,1996).

Narkotik dapat menurunkan tekanan darah dan menimbilkan depresi pada fungsi – fungsi vital lainya, termasuk
depresi respiratori, bradikardi dan mengantuk. Sebagian dari reaksi ini menguntungkan contoh : hemoragi, sedikit
penurunan tekanan darah sangan dibutuhkan. Namun pada pasien hipotensi akan menimbulkan syok akibat dosis
yang berlebihan.
b. Analgesik Lokal
Analgesik bekerja dengan memblokade konduksi saraf saat diberikan langsung ke serabut saraf.
c. Analgesik yang dikontrol klien
Sistem analgesik yang dikontrol klien terdiri dari Infus yang diisi narkotik menurut resep, dipasang dengan pengatur
pada lubang injeksi intravena. Pengandalian analgesik oleh klien adalah menekan sejumlah tombol agar masuk
sejumlah narkotik. Cara ini memerlukan alat khusus untuk mencegah masuknya obat pada waktu yang belum
ditentukan. Analgesik yang dikontrol klien ini penggunaanya lebih sedikit dibandingkan dengan cara yang standar,
yaitu secara intramuscular. Penggunaan narkotik yang dikendalikan klien dipakai pada klien dengan nyeri pasca
bedah, nyeri kanker, krisis sel.
d. Obat – obat nonsteroid
Obat – obat nonsteroid antiinflamasi bekerja terutama terhadap penghambatan sintesa prostaglandin. Pada dosis
rendah obat – obat ini bersifat analgesic. Pada dosis tinggi, obat obat ini bersifat antiinflamatori sebagai tambahan
dari khasiat analgesik.
Prinsip kerja obat ini adalah untuk mengendalikan nyeri sedang dari dismenorea, arthritis dan gangguan
musculoskeletal yang lain, nyeri postoperative dan migraine. NSAID digunakan untuk menyembuhkan nyeri ringan
sampai sedang.

Tindakan Non Farmakologis


Menurut Tamsuri (2006), selain tindakan farmakologis untuk menanggulangi nyeri ada pula tindakan nonfarmakologis
untuk mengatasi nyeri terdiri dari beberapa tindakan penaganan berdasarkan :
1. Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi :
 Stimulasi kulit
Massase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini
dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu mampu memblok atau menurunkan
impuls nyeri
 Stimulasi electric (TENS)
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara ini bisa melepaskan endorfin,
sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan
kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS
merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda
luar.
 Akupuntur
Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama digunakan untuk mengobati nyeri. Jarum – jarum
kecil yang dimasukkan pada kulit, bertujuan menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang
dapat memblok transmisi nyeri ke otak.
 Plasebo
Plasebo dalam bahasa latin berarti saya ingin menyenangkan merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik
dalam bentuk yang dikenal oleh klien sebagai “obat” seperti kaplet, kapsul, cairan injeksi dan sebagainya.
2. Intervensi perilaku kognitif meliputi :
 Relaksasi
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan keteganggan otot yang
mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi mungkin perlu diajarkan bebrapa kali agar mencapai hasil optimal.
Dengan relaksasi pasien dapat mengubah persepsi terhadap nyeri.
 Umpan balik biologis
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang respon nyeri fisiologis dan
cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan
otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
 Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
 Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang. Distraksi visual (melihat
TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi sentuhan (massase, memegang
mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur)
 Guided Imagery (Imajinasi terbimbing)
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan, tindakan ini memerlukan suasana
dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien mengalami kegelisahan, tindakan harus
dihentikan. Tindakan ini dilakukan pada saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut
DAFTAR PUSTAKA

Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. 1989. Anestesiologi. Jakarta : CV. Info Medika

You might also like