Implikasi Perkembangan Bukti Elektronik Terhadap system
Pembuktian dalam Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Pengadilan di Indonesia
Tahap yang terpenting dalam proses penyelesaian sengketa perdata
melalui pengadilan adalah pembuktian, karena melalui pembuktian para pihak berupaya untuk membuktikan kebenaran suatu peristiwa atau adanya hak ke hadapan hakim di persidangan. Pembuktian merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan baik oleh penggugat maupun tergugat dalam persidangan, untuk membuktikan adanya kejadian-kejadian atau peristiwa juga untuk membuktikan adanya suatu hak. Proses pembuktian merupakan susunan satuan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan yaitu membuktikan kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak, baik itu peristiwa, kejadian maupun hak. Karena itu pembuktian merupakan suatu system, yaitu system pembuktian. Pembuktian dikatakan sebagai suatu system karena merupakan suatu susunan kesatuan yang terdiri atas pengertian pembuktian, objek pembuktian, subjek pembuktian, asas-asas pembuktian, beban pembuktian, kekuatan pembuktian dan alat-alat bukti untuk mencapai suatu tujuan yaitu membuktikan kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan para pihak. Kebenaran yang dicari dalam hukum acara perdata adalah kebenaran formal, yaitu kebenaran yang didasarkan pada apayang dikemukakannya atau didalilkan oleh para pihak melalui memori-memori di persidangan. Pada dasarnya, terdapat 2 macam system pembuktian, yaitu system pembuktian secara formal dan system pembuktian secara materiil. Hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia pada dasarnya menganut system pembuktian formal yang diajukan oleh para pihak dalam berpekara di pengadilan, dan hanya mencari kebenaran formal. Kebenaran formal adalah kebenaran yang didasarkan pada apa yang dikemukakan dan didalilkan oleh para pihak di muka pengadilan, sehingga hakim tidak bebas dalam menentukan kebenaran formal melainkan terikat pada apa yang dikemukakan oleh para pihak. Pada system pembuktian perdata berdasarkan system HIR, dalam proses pembuktian hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang berarti bahwa hakim hanya boleh mengambil atau menjatuhkan keputusan berdasarkan alat- alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang ialah surat, keterangan saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, sumpah. Hukum yang berlaku saat ini, secara formal belum mengakomodasi dokumen elektronik sebagai alat bukti, sedangkan dalam praktiknya masyarakat melalui transaksi perdagangan secara elektronik, alat bukti elektronik sudah banyak digunakan, terutama dalam transaksi bisnis modern. Sementara itu, dalam hukum pembuktian perdata hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang berarti bahwa hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan pembuktian dengan alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dengan belum diakomodasinya alat bukti elektronik secara formal dalam ketentuan acara perdata, akan menyulitkan bagi hakim dalam menyelesaikan dan memutus sengketa apabila para pihak mengajukan dokumen elektronik sebagai bukti atau mengajukan pemeriksaan saksi dengan menggunakan teleconference, karena belum ada aturannya. Dalam mengadili suatu perkara, hakim harus melakukan tiga tahapan tindakan yaitu : 1. mengkonstatir, berarti melihat, mengakui dan membenarkan telah terjadinya peristiwa yang diajukan 2. hakim harus mengkualifikasikan peristiwanya yaitu menilai peristiwa yang telah dianggap benar-benar terjadi termasuk menemukan hukumnya bagi peristiwa yang telah dikonstatir 3. hakim harus mengkonstitusikan atau memberikan konstitusinya, berarti bahwa hakim menetapkan hukumnya kepada peristiwa yang bersangkutan Dewasa ini dalam praktik peradilan seiring dengan perkembangan teknologi Informasi dan komunikasi, hakim harus bersinggungan dengan alat bukti elektronik, seperti misalnya dokumen elektronik, tetapi apakah hakim mau menerima atau menolak dokumen elektronik tersebut sebagai alat bukti. Di pengadilan terdapat dua kelompok hakim mengenai hal ini, yaitu hakim yang secara tegas menolak bukti elektronik sebagai alat bukti yang dapat diajukan ke pengadilan karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. Akan tetapi, ada pula kelompok hakim yang membuka diri untuk menerima keberadaan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang dapat diajukan ke persidangan. Hakim-hakim di Pengadilan Niaga pada umumnya mulai menerima dokumen elektronik sebagai alat bukti, seperti misalnya dokumen perusahaan yang sudah berbentuk microfilm Menurut Rob van Esch, karena akta akan berfungsi sebagai alat bukti, setidaknya material yang digunakan untuk menerakan tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya : 1. ketahanan jenis material yang dipergunakan untuk membuat suatu akta 2. ketahanan terhadap pemalsuan 3. orisinalitas 4. publisitas 5. dapat segera dilihat 6. mudah dipindahkan Pada umumnya data elektronik dapat memenuhi persyaratan sebagai suatu tertulis dengan material kertas yang berfungsi sebagai alat bukti. Bahkan data/dokumen elektronik memiliki kelebihan dalam hal perolehan data dapat dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah untuk memindahkannya bila dibandingkan dengan surat menggunakan material kertas. Selain dikenalnya bukti elektronik dalam bentuk dokumen/data, dalam praktik peradilan pernah pula dilakukan pemeriksaan saksi dengan menggunakan media elektronik, yaitu mendengar keterangan saksi yang tidak hadir di persidangan melalui teleconference. Hal ini dapat dilakukan jika saksi yang akan didengar keterangannya berada jauh dari pengadilan tempat pemeriksaan perkara, misalnya saksi berada di luar negeri atau kerena suatu hal saksi tidak dapat hadir secara fisik di ruang siding, tetapi saksi hadir dalam tayangan gambar yang dapat berkomunikasi secara langsung dengan pemeriksa Ketentuan yang mengatur tentang alat bukti hendaknya dibuat secara terbuka, sehingga memberi kemungkinan untuk dapat mengakomodasi seandainya dikemudian hari muncul alat-alat bukti yang belum ditentukan atau diatur dalam undang-undang. Dengan demikian ketentuan tentang acara perdata dapat mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat serta memenuhi kebutuhan hukum masyarakat. BAB X
Konsep Pengaturan Alat Bukti Elektronik dalam Hukum
Acara Perdata yang Diperbaharui Guna Menunjang Kepastian Hukum
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi,
alat bukti mengalami perkembangan dengan munculnya alat bukti dalam bentuk informasi/data atau dokumen elektronik yang dikenal dengan istilah alat bukti elektronik. Namun pengakuan terhadap informasi elektronik sebagai alat bukti di pengadilan masih dipertanyakan validitasnya. Pengaturan alat bukti dalam UU Hukum Acara Perdata yang akan diperbarui hendaknya tidak ditentukan secara limitative , tetapi diatur dalam norma yang sifatnya umum atau bersifat terbuka sehingga dalam jangka panjang dapat mengakomodasi perkembangan alat bukti di masyarakat. Konsep pengaturan alat bukti elektronik dalam undang-undang acara perdata yang baru harus ada pasal yang mengatur secara jelas menyatakan bahwa hasil cetak computer dan keluaran computer diakui sebagai alat bukti yang secara sah menurut hukum dan mempunyai kekuatan pembuktian. Keluaran computer adalah suatu pernyataan atau gambaran, berupa sesuatu yang dapat didengar/suara, yang dapat dilihat, grafik, multi media, cetakan, majalah bergambar, tulisan atau bentuk lainnya yang dihasilkan oleh computer. Harus pula diatur secara tegas bahwa suatu dokumen elektronik dapat diletakkan sejajar dengan dokumen tertulis dan mempunyai kekuatan mengikat jika memenuhi persyaratan sebagai berikut : dokumen itu dapat dibaca/dimengerti oleh para pihak, kebenaran isinya dapat terjamin, waktu atau saat terjadinya perjanjian dapat ditentukan dengan pasti, dan identitas para pihak dapat ditentukan dengan pasti. Akta atau dokumen elektronik harus secara tegas diakui sebagai alat bukti yang dapat dipersamakan dengan alat bukti tertulis, dengan syarat hakim dan para pihak menerima dan menyetujuinya sebagai bukti dalam menyelesaikan suatu perkara di pengadilan, dan kekuatan pembuktiannya mempunyai kekuatan pembuktian yang tidak berbeda dengan dokumen tertulis biasa sepanjang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang Dengan dicantumkannya pengaturan secara tegas terhadap alat bukti elektronik dalam hukum acara perdata yang baru, diharapkan hakim dapt memeriksa perkara sampai tuntas dan kemudian menjatuhkan putusan, sehingga dapat diperoleh kepastian hukum melalui putusan hakim guna memberikan rasa adil bagi masyarakat. Karena keadilan dapat tercapai atas dasar kepastian hukum yang diterapkan pada peristiwa-peristiwa tertentu atau sebaliknya suatu kepastian hukum tercapai atas rasa keadilan