You are on page 1of 6

BAB VII

Implikasi Perkembangan Bukti Elektronik Terhadap system


Pembuktian dalam Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui
Pengadilan di Indonesia

Tahap yang terpenting dalam proses penyelesaian sengketa perdata


melalui pengadilan adalah pembuktian, karena melalui pembuktian para pihak
berupaya untuk membuktikan kebenaran suatu peristiwa atau adanya hak ke
hadapan hakim di persidangan. Pembuktian merupakan suatu proses kegiatan
yang dilakukan baik oleh penggugat maupun tergugat dalam persidangan, untuk
membuktikan adanya kejadian-kejadian atau peristiwa juga untuk membuktikan
adanya suatu hak. Proses pembuktian merupakan susunan satuan kegiatan
untuk mencapai suatu tujuan yaitu membuktikan kebenaran dalil-dalil yang
dikemukakan oleh para pihak, baik itu peristiwa, kejadian maupun hak. Karena
itu pembuktian merupakan suatu system, yaitu system pembuktian.
Pembuktian dikatakan sebagai suatu system karena merupakan suatu
susunan kesatuan yang terdiri atas pengertian pembuktian, objek pembuktian,
subjek pembuktian, asas-asas pembuktian, beban pembuktian, kekuatan
pembuktian dan alat-alat bukti untuk mencapai suatu tujuan yaitu membuktikan
kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan para pihak. Kebenaran yang dicari
dalam hukum acara perdata adalah kebenaran formal, yaitu kebenaran yang
didasarkan pada apayang dikemukakannya atau didalilkan oleh para pihak
melalui memori-memori di persidangan.
Pada dasarnya, terdapat 2 macam system pembuktian, yaitu system
pembuktian secara formal dan system pembuktian secara materiil. Hukum acara
perdata yang berlaku di Indonesia pada dasarnya menganut system pembuktian
formal yang diajukan oleh para pihak dalam berpekara di pengadilan, dan hanya
mencari kebenaran formal. Kebenaran formal adalah kebenaran yang
didasarkan pada apa yang dikemukakan dan didalilkan oleh para pihak di muka
pengadilan, sehingga hakim tidak bebas dalam menentukan kebenaran formal
melainkan terikat pada apa yang dikemukakan oleh para pihak.
Pada system pembuktian perdata berdasarkan system HIR, dalam proses
pembuktian hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang berarti bahwa
hakim hanya boleh mengambil atau menjatuhkan keputusan berdasarkan alat-
alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang ialah surat, keterangan saksi,
persangkaan-persangkaan, pengakuan, sumpah.
Hukum yang berlaku saat ini, secara formal belum mengakomodasi
dokumen elektronik sebagai alat bukti, sedangkan dalam praktiknya masyarakat
melalui transaksi perdagangan secara elektronik, alat bukti elektronik sudah
banyak digunakan, terutama dalam transaksi bisnis modern. Sementara itu,
dalam hukum pembuktian perdata hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah,
yang berarti bahwa hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan
pembuktian dengan alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Dengan belum diakomodasinya alat bukti elektronik secara formal dalam
ketentuan acara perdata, akan menyulitkan bagi hakim dalam menyelesaikan
dan memutus sengketa apabila para pihak mengajukan dokumen elektronik
sebagai bukti atau mengajukan pemeriksaan saksi dengan menggunakan
teleconference, karena belum ada aturannya.
Dalam mengadili suatu perkara, hakim harus melakukan tiga tahapan
tindakan yaitu :
1. mengkonstatir, berarti melihat, mengakui dan membenarkan telah
terjadinya peristiwa yang diajukan
2. hakim harus mengkualifikasikan peristiwanya yaitu menilai peristiwa yang
telah dianggap benar-benar terjadi termasuk menemukan hukumnya bagi
peristiwa yang telah dikonstatir
3. hakim harus mengkonstitusikan atau memberikan konstitusinya, berarti
bahwa hakim menetapkan hukumnya kepada peristiwa yang
bersangkutan
Dewasa ini dalam praktik peradilan seiring dengan perkembangan
teknologi
Informasi dan komunikasi, hakim harus bersinggungan dengan alat bukti
elektronik, seperti misalnya dokumen elektronik, tetapi apakah hakim mau
menerima atau menolak dokumen elektronik tersebut sebagai alat bukti. Di
pengadilan terdapat dua kelompok hakim mengenai hal ini, yaitu hakim yang
secara tegas menolak bukti elektronik sebagai alat bukti yang dapat diajukan ke
pengadilan karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. Akan tetapi,
ada pula kelompok hakim yang membuka diri untuk menerima keberadaan
dokumen elektronik sebagai alat bukti yang dapat diajukan ke persidangan.
Hakim-hakim di Pengadilan Niaga pada umumnya mulai menerima dokumen
elektronik sebagai alat bukti, seperti misalnya dokumen perusahaan yang sudah
berbentuk microfilm
Menurut Rob van Esch, karena akta akan berfungsi sebagai alat bukti,
setidaknya material yang digunakan untuk menerakan tersebut haruslah
memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya :
1. ketahanan jenis material yang dipergunakan untuk membuat suatu
akta
2. ketahanan terhadap pemalsuan
3. orisinalitas
4. publisitas
5. dapat segera dilihat
6. mudah dipindahkan
Pada umumnya data elektronik dapat memenuhi persyaratan sebagai
suatu tertulis dengan material kertas yang berfungsi sebagai alat bukti. Bahkan
data/dokumen elektronik memiliki kelebihan dalam hal perolehan data dapat
dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah untuk memindahkannya bila
dibandingkan dengan surat menggunakan material kertas.
Selain dikenalnya bukti elektronik dalam bentuk dokumen/data, dalam
praktik peradilan pernah pula dilakukan pemeriksaan saksi dengan menggunakan
media elektronik, yaitu mendengar keterangan saksi yang tidak hadir di
persidangan melalui teleconference. Hal ini dapat dilakukan jika saksi yang akan
didengar keterangannya berada jauh dari pengadilan tempat pemeriksaan
perkara, misalnya saksi berada di luar negeri atau kerena suatu hal saksi tidak
dapat hadir secara fisik di ruang siding, tetapi saksi hadir dalam tayangan gambar
yang dapat berkomunikasi secara langsung dengan pemeriksa
Ketentuan yang mengatur tentang alat bukti hendaknya dibuat secara
terbuka, sehingga memberi kemungkinan untuk dapat mengakomodasi
seandainya dikemudian hari muncul alat-alat bukti yang belum ditentukan atau
diatur dalam undang-undang. Dengan demikian ketentuan tentang acara perdata
dapat mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat serta memenuhi
kebutuhan hukum masyarakat.
BAB X

Konsep Pengaturan Alat Bukti Elektronik dalam Hukum


Acara Perdata yang Diperbaharui Guna Menunjang
Kepastian Hukum

Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi,


alat bukti mengalami perkembangan dengan munculnya alat bukti dalam
bentuk informasi/data atau dokumen elektronik yang dikenal dengan
istilah alat bukti elektronik. Namun pengakuan terhadap informasi
elektronik sebagai alat bukti di pengadilan masih dipertanyakan
validitasnya.
Pengaturan alat bukti dalam UU Hukum Acara Perdata yang akan
diperbarui hendaknya tidak ditentukan secara limitative , tetapi diatur
dalam norma yang sifatnya umum atau bersifat terbuka sehingga dalam
jangka panjang dapat mengakomodasi perkembangan alat bukti di
masyarakat.
Konsep pengaturan alat bukti elektronik dalam undang-undang
acara perdata yang baru harus ada pasal yang mengatur secara jelas
menyatakan bahwa hasil cetak computer dan keluaran computer diakui
sebagai alat bukti yang secara sah menurut hukum dan mempunyai
kekuatan pembuktian. Keluaran computer adalah suatu pernyataan atau
gambaran, berupa sesuatu yang dapat didengar/suara, yang dapat dilihat,
grafik, multi media, cetakan, majalah bergambar, tulisan atau bentuk
lainnya yang dihasilkan oleh computer.
Harus pula diatur secara tegas bahwa suatu dokumen elektronik
dapat diletakkan sejajar dengan dokumen tertulis dan mempunyai
kekuatan mengikat jika memenuhi persyaratan sebagai berikut : dokumen
itu dapat dibaca/dimengerti oleh para pihak, kebenaran isinya dapat
terjamin, waktu atau saat terjadinya perjanjian dapat ditentukan dengan
pasti, dan identitas para pihak dapat ditentukan dengan pasti.
Akta atau dokumen elektronik harus secara tegas diakui sebagai
alat bukti yang dapat dipersamakan dengan alat bukti tertulis, dengan
syarat hakim dan para pihak menerima dan menyetujuinya sebagai bukti
dalam menyelesaikan suatu perkara di pengadilan, dan kekuatan
pembuktiannya mempunyai kekuatan pembuktian yang tidak berbeda
dengan dokumen tertulis biasa sepanjang memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan oleh undang-undang
Dengan dicantumkannya pengaturan secara tegas terhadap alat
bukti elektronik dalam hukum acara perdata yang baru, diharapkan hakim
dapt memeriksa perkara sampai tuntas dan kemudian menjatuhkan
putusan, sehingga dapat diperoleh kepastian hukum melalui putusan
hakim guna memberikan rasa adil bagi masyarakat. Karena keadilan
dapat tercapai atas dasar kepastian hukum yang diterapkan pada
peristiwa-peristiwa tertentu atau sebaliknya suatu kepastian hukum
tercapai atas rasa keadilan

You might also like