Professional Documents
Culture Documents
Cetakan Pertama
Mei 2011
ISBN 978-979-1157-30-8
Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak tulisan ini sebagian atau
seluruhnya dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun
elektronis, termasuk fotokopi, rekaman, penyimpanan data, penerjemahan dan cara-cara lain
tanpa ijin tertulis dari penerbit
vi KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Pengantar
Rainer Heufers
Disusun Oleh
Editor
Sigit Pranawa
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
vii
FNS_rev8.indd 7 19/05/11 14:06:22
Ucapan Terima Kasih
Modul Pendidikan politik tema Manajemen Konstituen ini dapat diterbitkan sebagai buku oleh
Friedrich Naumann Stiftung fuer die Freiheit dan Forum Politisi Yogyakarta berkat dukungan
dari:
1. Pimpinan Partai Politik sebagai inisiator pendiri Forum Politisi Yogyakarta: H. Djuwarto,
GBPH. H. Prabukusumo, Immawan Wahyudi, Ma’sum Amrullah dan anggota Forum Poli
tisi Yogyakarta yang aktif mendesain dan mengembangkan Forum Politisi sejak diluncur
kan tanggal 14 Juni 2008, di Hotel Santika Yogya.
2. Anggota Forum Politisi Yogyakarta, pada diskusi rutin ke-9 bertajuk Mengelola Konstituen
bersama narasumber Dodi Ambardi (Direktur Eksekutif LSI) pada 8 Mei 2010 di Hotel
Santika, Yogyakarta
3. Diskusi Terfokus tentang Manajemen Konstituen, pada 26 Maret 2010 (di Rumah Makan
Dapur Ibu, Yogyakarta) yang di antaranya diikuti oleh Agus Martono, Imam Sujangi,
Sunarko, Mugiono Pujo Kusumo, dan lain-lain.
4. Diskusi Forum Politisi tentang Manajemen Konstituen 1, pada 19 Agustus 2010 (di Sekre-
tariat Forum LSM DIY).
5. Diskusi Forum Politisi tentang Manajemen Konstituen 2, pada 20 Agustus 2010 (di
Sekretariat Forum Politisi Yogyakarta, Jln. Palagan Tentara Pelajar No. 100, Sariharjo,
Ngaglik, Sleman, Yogyakarta).
6. Workshop tentang Modul Manajemen Konstituen, pada 21 Agustus 2010, yang dihadiri
di antaranya Arief Noor Hartanto, Gunawan Hartono, Widhi Pratomo, Agus Martono,
Samsul Bakri, Putut Gunawan, dan lain-lain (di University Club, Bulaksumur, UGM,
Yogyakarta).
7. Peserta Pelatihan Manajemen Konstituen 1 pada 15–17 Oktober 2010 di Taman Eden 1,
Kaliurang, Sleman, Yogyakarta. Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada bapak
Bupati Sleman, Drs. H. Sri Purnomo, M.Si., yang telah bersedia membuka dan berbagi pen-
galaman dalam menjaga hubungan dengan konstituen, serta kepada narasumber pelatihan
antara lain Arie Sujito, Ashadi Siregar dan Prof. Dr. Marsudi W. Kisworo.
viii KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
ix
FNS_rev8.indd 9 19/05/11 14:06:23
- Peserta
- Narasumber
- Fasilitator
- Metode
Pembelajaran ............................................................................................................................................... 65
Lampiran
- PPT - Warsito Ellwein .......................................................................................................................... 117
- Makalah – Ari Sujito .............................................................................................................................. 126
- PPT – Ari Sujito ........................................................................................................................................ 134
- Makalah – Ashadi Siregar ................................................................................................................... 139
- PPT – Prof. Marsudi Kisworo .............................................................................................................. 147
x KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
xi
FNS_rev8.indd 11 19/05/11 14:06:23
xii KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Pemilihan umum yang berlangsung semakin demokratis di era reformasi, telah mendorong
tumbuhnya aspirasi bagi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Suara pemilih tidak han-
ya berfungsi sebagai pemberian mandat politisi saja, melainkan juga dapat mempengaruhi
arah kebijakan dan dinamika perkembangan dalam partai politik. Ketika partai kalah atau
menang dalam Pemilu, maka di dalam partai tersebut terjadi perubahan yang cukup sig-
nifikan entah berupa arah kebijakan partai, melemah atau menguatnya pengaruh pengurus
partai baik di internal maupun ke publik, juga pengaruhnya di parlemen semakin melemah
seandainya kalah dan semakin menguat jika menang. Perkembangan inilah, yang kemudian
membuat partai harus lebih akomodatif terhadap tuntutan dan secara nyata dapat memper-
juangkan asiprasi konstituennya.
Partai yang tidak mampu memberikan ruang bagi pemenuhan kepentingan konstituen, maka
cepat atau lambat akan ditinggalkan konstituennya. Mereka dapat meninggalkan partai
yang selama ini didukungnya dan pindah mendukung partai lain atau memboikot partai
politik. Memang perilaku konstituen seperti di atas dapat merugikan partai maupun politisi
dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang hal tersebut dapat merugikan konstituen
sendiri. Karena di samping akan memperlemah partai politik secara keseluruhan juga akan
melahirkan politisi pragmatis yang tidak mempunyai visi akan pengembangan masyarakat
dalam jangka panjang.
Perkembangan politik yang pragmatis baik dalam pengelolaan partai maupun pengisian
jabata-jabatan formal strategis mendorong konstituen bersikap pragmatis, yaitu bagaimana
dapat memanfaatkan momentum Pemilu secara maksimal untuk dirinya sendiri maupun ke-
lompok kecilnya atau seandainya tidak dapat memanfaatkan, mereka akan mengambil sikap
pasrah atau sikap ekstrim dengan memboikot Pemilu.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
xiii
FNS_rev8.indd 13 19/05/11 14:06:23
Konstituen mempunyai kecenderungan reaktif dalam tatanan sistem kepartaian yang arah
kebijakannya belum sepenuhnya ditentukan oleh para anggotannya. Di sinilah arti penting
partai dalam memperkuat partisipasi politik dan kesejahteraan konstituennya. Peran penting
partai pada situasi seperti di atas adalah sebagai wadah sekaligus pendorong bagi pendidi-
kan politik terutama bagi konstituennya. Dengan pendidikan politik, partai dapat meningkat-
kan komitmen konstituen untuk memperkuat dan membesarkan partai sekaligus meningkat-
kan kemampuan mereka untuk mengembangkan diri secara maksimal.
Selanjutnya peran penting lain partai politik adalah membuka ruang seluas-luasnya bagi
pengembangan diri kader secara maksimal di berbagai bidang. Dengan demikian, aktif men-
gurusi partai hanya dengan tujuan agar nanti dapat dicalonkan menjadi pengurus partai,
calon legislatif maupun calon eksekutif, tetapi dengan masuk dan aktif mengurus partai
kader dapat mengembangkan kariernya, bakatnya, jaringan bisnisnya, pengetahuan dan
ketrampilannya, kemampuan dan kapasitasnya dan lain-lain. Ruang pengembangan diri bagi
kader ini sangat penting karena pertama, dapat meminimalisir konflik internal partai bagi
pencalonan baik sebagai pengurus partai, calon legislatif maupun calon eksekutif. Kedua,
kader dapat memperoleh keuntungan langsung dari partai. Ketiga, mendorong terbangun-
nya hubungan timbal balik yang saling memperkuat antara partai dan konstituennya. Ke-
empat, menumbuhkan kesadaran pada kader bahwa kekuatan dan keberhasilan partai juga
merupakan kekuatan dan keberhasilan kadernya juga. Kelima, menumbuhkan gairah kader
untuk memperkuat dan membesarkan partai.
Berangkat dari pemikiran di atas, maka Friedrich Naumann Stiftung fuer die Freiheit–FNS
mendukung sepenuhnya Diskusi Rutin Forum Politisi Yogyakarta dengan tema Mengelola
Konstituen yang diselenggarakan pada 8 Mei 2010. Dukungan secara maksimal juga kami
berikan ketika dalam diskusi tersebut menyimpulkan bahwa partai politik dan politisi harus
memperbaiki hubungannya dengan konstituen dan oleh karena itu, sudah seharusnya tema
mengelola konstituen perlu dipelajari secara sistematis dan berkelanjutan, yang salah satu-
nya melalui pelatihan. Berawal dari pijakan pemikiran itulah selanjutnya FNS bekerja sama
dengan Forum Politisi Yogyakarta mulai dari mengadakan Focus Group Discussion, Work-
shop, penyusunan modul hingga pelatihan Manajemen Konstituen.
Proses pembuatan buku tentang modul Manajemen Konstituen ini kami terbitkan dengan
harapan dapat digunakan sebagai referensi maupun rujukan bagi perorangan maupun
institusi untuk mengadakan pelatihan manajemen konstituen. Semakin banyak pelatihan
manajemen konstituen, tentunya akan semakin besar memberikan harapan untuk mem-
perkuat dan membesarkan partai-partai politik di Indonesia.
Dalam kesempatan ini, saya memberikan apresiasi yang sangat besar kepada pengurus
sekretariat Forum Politisi Yogyakarta yang telah bekerja dengan penuh dedikasi, konsistensi
dan kompetensi untuk merealisasikan rekomendasi hasil diskusi forum politisi terkait dengan
pengelolaan konstituen seperti tersebut di atas.
xiv KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Tidak lupa kami juga memberikan apresiasi dan juga ucapan terima kasih kepada seluruh
pengurus dan anggota Forum Politisi yang telah bekerja sama dengan baik sekali mulai
dari memunculkan ide awal, pemberian input substansi hingga mendukung terbitnya buku
Manajemen Konstituen ini.
Kami berharap buku ini dapat memberikan manfaat bagi konstituen pada umumnya dan
partai politik pada khususnya. Kami yakin buku ini masih banyak kelemahan dan kekurangan,
untuk itu kami sangat berharap mendapatkan masukan, komentar maupun kritik baik secara
tertulis maupun lisan. Masukan Komentar dan kritik dapat dialamatkan ke:
Hormat kami
Rainer Heufers
Direktur FNS Indonesia
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
xv
FNS_rev8.indd 15 19/05/11 14:06:25
FNS_rev8.indd 16 19/05/11 14:06:25
Prolog
Pengertian konstituen di Indonesia sampai hari ini terdapat beberapa pendapat antara lain:
Pemilih di daerah pemilihan, pendukung partai poitik, pemberi mandat pihak yang harus
diberi tanggung jawab, masyarakat yang harus diwakili atau kelompok sasaran yang harus
dilayani oleh partai atau anggota parlemen (Konsolidasi Demokrasi, 2005). Dalam buku
ini tidak akan mempersoalkan definisi konstituen mana yang paling sah, akan tetapi lebih
memilih satu pengertian dari beberapa pengertian seperti tersebut di atas agar pembaca
mengetahui yang dimaksud dalam buku ini terkait dengan konstituen. Dalam buku ini, yang
dimaksud Konstituen adalah Pemilih di Daerah Pemilihan.
Konstituen di era reformasi memegang peran penting dalam ikut mewarnai perkembangan
partai politik. Semakin besar konstituen yang mendukung dalam pemilihan umum legislatif,
semakin besar pula partai tersebut mempunyai akses dan aset dalam kekuasaan, semakin
kuat pengaruhnya di publik serta semakin stabil kepengurusan partainya. Sebaliknya, apabila
partai mendapatkan mandat yang kecil dari konstituen, semakin kecil juga pengaruh terha-
dap pemanfaatan akses dan aset publik, semakin kecil pengaruhnya dalam mempengaruhi
kebijakan publik dan rentan terhadap konflik internal partai.
Sifat dukungan konstituen di Indonesia sampai saat ini masih sangat labil, karena meski
sebagian besar konstituen adalah anggota partai, tetapi karakter keanggotaannya menggan-
tung ke atas. Artinya di dalam internal partai anggota tidak memegang peran penting dalam
penentuan kebijakan partai atau arah kebijakan partai lebih banyak ditentukan dari atas.
Dukungan konstituen terhadap partai politik setiap saat dapat berubah tergantung kepent-
ingan sesaat konstituen, issu aktual yang berkembang di publik dan pemahaman konstituen
terhadap situasi aktual partai.
Dukungan konstituen yang labil seperti tersebut di atas berpengaruh terdapat perkem-
bangan partai politik, dimana arah perkembangannya lebih banyak dipengaruhi dari faktor
eksternal, seperti: media massa yang menguasai opini publik dan money politik yang
dapat memenuhi tuntutan kebutuhan pragmatisme pemilih. Sedangkan idiologi, program,
kompetensi dan manajemen partai belum banyak berpengaruh terhadap arah kebijakan dan
perkembangan partai politik.
Berangkat dari situasi di atas, maka partai politik paska Pemilu 2009 banyak belajar bahwa
untuk menstabilkan perkembangan partai politik diperlukan dukungan konstituen yang
stabil pula. Stabilitas dukungan konstituen hanya dapat diperoleh partai politik apabila
partai berhasil merubah orientasi politiknya dari berorientasi pada kepentingan elit partai ke
orientasi melayani kepentingan konstituen baik dalam jangka pendek, menengah maupun
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
xvii
FNS_rev8.indd 17 19/05/11 14:06:25
jangka panjang. Pelayanan pada konstituen mempunyai konsekuensi pada:
1. Program partai harus disesuaikan antara idiologi partai dan aspirasi serta tuntutan
kebutuhan konstituen. Dengan demikian, program tersebut menjadi kongkrit, mudah
dirasakan manfaatnya serta mudah diukur keberhasilannya oleh konstituen.
2. Kebijakan partai harus realistis, rasional (bisa diterima konstituen) dan dinamis sesuai
dengan dinamikan aspirasi dan tuntutan kebutuhan konstituen. Dengan demikian,
kebijakan tersebut di samping bermanfaat bagi konstituen, publik juga berguna untuk
memperkuat dan membesarkan partai.
7. Perbaikan struktur partai, sehingga kendala dan problem hubungan timbal balik
antara partai dan konstituennya dapat diminimalisir. Struktur organisasi dibuat ser
amping mungkin tanpa harus mempersempit ruang dialog partai dan konstituen
yang terus menerus, efektif dan berkelanjutan.
Di luar poin-poin seperti tersebut di atas untuk memperbaiki hubungan timbal balik antara
partai dan konstituennya, partai juga harus mengenali dengan baik siapa konstituenya,
xviii KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Pemahaman tentang konservatif, rasional maupun pragmatis tidak terkait dengan penilaian
buruk atau baik maupun positif atau negatif, melainkan sebagai patokan untuk mengenali
karakter konstituen, sehingga memudahkan bagi partai politik maupun politisi untuk
membuat program, strategi dan manajemen konstituen yang tepat sasaran. Masing-masing
karakter konstituen mempunyai kekuatan dan kelamahan sendiri-sendiri, antara lain :
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
xix
FNS_rev8.indd 19 19/05/11 14:06:25
mudah dikenali oleh partai politik. Sedangkan kelemahannya adalah cenderung
bekerja dengan irama dan logikanya sendiri, meremehkan pendukung lain terutama
pendukung yang rasional apalagi yang pragmatis, mudah tersinggung apabila
keinginannya tidak terakomodir.
2. Pada Konstituen Rasional kekuatannya adalah dapat menjelaskan pada orang lain
dengan argumen yang meyakinkan, perilakunya terkendali dan dapat diprediksi, mu-
dah dikoordinasikan, begitu sudah yakin dengan pilihannya ia akan menjadi corong
partai yang baik. Kelemahannya, selalu melemparkan pertanyaan-pertanyaan kritis
yang kemudian sering menjadi pangkal kesalah pahaman, menjaga jarak dengan par-
tai.
Karakter konstituen seperti tersebut di atas juga mengalami perubahan secara dinamis
sesuai dengan tuntutan kebutuhan konstituen, kondisi aktual partai politik, opini publik dan
kodisi sosial, ekonomi dan politik lokal, regional dan nasional. Pemilih konservatif pada pe-
milihan legislatif dapat berubah menjadi pemilih pragmatis maupun rasional pada pemilihan
kepala daerah yang diadakan 2 bulan kemudian. Begitu pula sebaliknya, pemilih rasional
dalam pemilu kepala daerah dapat berubah menjadi pemilih konservatif maupun pragmatis
pada pemilihan umum legislatif yang diadakan 2 bulan kemudian. Mempertimbangkan la-
bilnya karakter konstituen, maka partai politik dalam mengenali konstituennya harus secara
terus menerus mengaktualisasikan peta konstituennya dan tentu yang lebih baik adalah
secara terus menerus berkomunikasi dengan konstituen terutama melalui berbagai kegiatan
kongkrit yang manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh konstituennya. Dengan adanya
manfaat langsung yang dirasakan oleh konstituen baik secara jangkan pendek, jangka
menengah maupun jangka panjang, maka konstituen akan semakin menaruh kepercayaan
serta pada akhirnya menjadikan partai sebagai identitas diri.
Manajemen konstituen adalah satu alat bantu untuk pengelolaan konstituen yang teren-
cana, efektif dalam pelaksanaan, terukur keberhasilan maupun kegagalannya dan berkem-
bang dinamis sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Manajemen Konstituen bekerja
berdasarkan realitas, rasionalitas dan efektivitas. Prinsip manajemen konstituen adalah
membuka ruang seluas-luasnya bagi konstituen untuk terlibat aktif dalam menentukan arah
kebijakan partai, memperkuat dan membesarkan partai, dan pengembangan diri konstituen
secara maksimal. Dengan demikian konstituen tidak hanya dimanfaatkan partai hanya ketika
ada pemilihan umum saja dan sebaliknya partai tidak hanya dijadikan ”sapi perahan” oleh
konstituen saja.
xx KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Kunci penting dalam keberhasilan Manajemen Konstituen juga ditentukan dengan adanya
bentuk dan pola komunikasi dua arah yang berimbang antara partai politik dan konstituen.
Komunikasi tersebut dapat berbentuk kegiatan baik yang struktural seperti pendidikan
politik, peningkatan kapasitas dan ketrampilan, networking, advokasi dan lain-lain. Di
samping kegiatan karitatif pemberian bantuan langsung, kegiatan sosial, dan sebagainya.
Bentuk komunikasi langsung, dimana partai melakukan kegiatan yang melibatkan langsung
konstituen dan komunikasi tidak langsung, dimana partai melakukan kegiatan yang terkait
dengan kepentingan konstituen tetapi konstituen tidak terlibat lagsung, seperti perjuangan
di legislatif, di eksekutif maupun perjuangan regulasi dan pembelaan hukum serta melalui
media massa. Adapun pola komunikasi meliputi komunikasi horisontal dimana partai dan
konstituen dalam posisi yang sama untuk mengeksplorasi ide maupun gagasan, sharing dan
tukar menukar informasi maupun pengalaman. Komunikasi vertikal yang meliputi penyera-
pan aspirasi dari konstituen dan regulasi partai yang diberikan kepada konstituen untuk
diketahui maupun untuk dijalankan.
Komunikasi dengan konstituen ini menjadi lebih penting ketika kepercayaan konstituen
terhadap partai politik dan politisi sangat rendah. Hal ini dapat terjadi karena konstituen
lebih banyak mendapatkan informasi tentang perkembangan partai politik dari eksternal
partai seperti media massa, yang selama ini cenderung menampilkan berita-berita sensa-
sional yang negatif terkait kondisi partai politik. Komunikasi partai dengan konstituennya,
di samping memberikan data dan fakta riil di internal partai juga dapat memberikan second
opinion di publik tentang informasi negatif yang berbasiskan sensasional yang dilansir oleh
eksternal partai. Komunikasi antara partai dan konstituen harus dilakukan secara sistematis,
terus menerus, berkelanjutan dan transparan.
Transparansi juga menjadi kata kunci penting komunikasi dalam manajemen konstituen.
Dengan transparansi dapat terbangun kepercayaan yang konstan antara partai politik
dan konstituennya, memudahkan partai dan konstituen untuk saling mengetahui dimana
kekuatan dan kelemahan, peluang maupun tantangannya,meringankan baik partai mau-
pun konstituennya untuk mencari solusi bersama atas problem yang mereka hadapi serta
memudahkan kedua belah pihak untuk menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan
bersama.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
xxi
FNS_rev8.indd 21 19/05/11 14:06:25
Manajemen Konstituen juga tidak dapat dilepaskan dengan data base. Dengan data base
yang sederhana, lengkap, sistematis dan terstruktur akan memudahkan partai untuk
mengenali siapa konstituennya, dimana saja mereka, apa saja profesi mereka, bagaimana
kondisi sosial, budaya dan ekonominya, apa saja potensi yang mereka miliki, apa saja aspirasi
dan tuntutan kebutuhan mereka. Data base juga merupakan faktor yang sangat penting
untuk membuat pemetaan konstituen, perencanaan, menentukan strategi dan mengevaluasi
kegiatan yang dibutuhkan oleh konstituen sekaligus dapat memperkuat partai. Operasional
data base baik untuk meng- up load, down load maupun untuk pengolahan data yang dapat
dioperasikan oleh banyak orang akan sangat membantu Manajemen Konstituen daripada
data base yang canggih tetapi kompleks dan operasionalnya dimonopoli oleh ”segelintir”
orang saja.
Manajemen Konstituen dalam kerjanya membutuhkan dukungan yang mutlak dari sekre-
tariat partai. Sekretariat harus berfungsi sebagai motor penggerak, dinamisator, administra-
tor dan fasilitator bagi partai dalam hubungannya dengan konstituen. Untuk itu, sekretariat
perlu dikelola oleh orang-orang yang kompeten, kapabel, berpengalaman serta mampu
bekerja secara profesional. Mereka dapat datang dari internal maupun eksternal partai yang
memang bekerja secara full time untuk memback-up Manajemen Konstituen yang ditangani
oleh pengurus yang mendapat mandat dari partai.
Konstituen adalah soko guru partai politik di era multi partai sistem yang berbasiskan pada
tatanan kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang demokratis. Konstituen menjadi kunci
utama dalam menentukan apakah partai politik mmepunyai peran penting dalam ikut me-
nentukan kebijakan publik atau tidak. Untuk itulah, Manajemen Konstituen yang berorientasi
pada penguatan konstituen dan partai politik menjadi penting untuk diterpakan oleh partai
politik.
xxii KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
1
FNS_rev8.indd 1 19/05/11 14:06:25
FNS_rev8.indd 2 19/05/11 14:06:25
1 Catatan Proses
Penyusunan Buku Modul Konstituen
Hasil diskusi kelompok dituliskan dalam lembar kertas plano Duduk bersama melingkari satu meja dalam menanggapi evaluasi
sehingga setiap peserta dapat memberikan respon umpan balik pelaksanaan pelatihan.
secara bersama.
Ide pembuatan buku modul Manajemen Konstituen ini berawal dari Diskusi Rutin Forum
Politisi. Diskusi Rutin tersebut adalah diskusi para politisi dan pengurus partai politik yang
diselenggarakan Forum Politisi Yogyakarta secara teratur yang diawali pada 14 Juni 2008
untuk membahas masalah-masalah mendasar dan aktual yang terkait dengan pengemban-
gan dan penguatan partai politik dan keparlemenan. Karakter Diskusi Rutin lebih menitik-
beratkan pada sharing dan tukar menukar informasi, data, fakta dan pengalaman dari para
peserta yang bersifat konsepsional dan reflektif. Diskusi Rutin ke 8 diselenggarakan pada 8
Mei 2010 di Hotel Santika Yogyakarta dengan tema “Mengelola Konstituen: Efektivitas Kerja
Politisi dan Partai Politik” dengan narasumbernya adalah Dr. Dodi Ambardi, Direktur Eksekutif
LSI.
Kesimpulan diskusi tersebut di atas adalah bahwa hubungan partai politik dan politisi den-
gan konstituen tidak hanya berbasiskan hubungan transaksional dan money politik, melain-
kan juga adanya hubungan yang lebih mempunyai basis kepentingan politik bersama, baik
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
3
FNS_rev8.indd 3 19/05/11 14:06:29
untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Partai ke depan tidak lagi
dijadikan “sapi perah”, akan tetapi sebagai rumah bagi konstituen yang paling efektif untuk
memperjuangkan aspirasi dan pengembangan diri secara maksimal.
Fakta menunjukkan bahwa referensi dalam bahasa Indonesia untuk mempelajari bagaimana
mengelola konstituen yang efektif masih sangat jarang dan kalaupun ada sulit untuk
mendapatkannya. Sementara itu kebutuhan partai politik maupun politisi untuk menge-
lola hubungannya dengan konstituen sangat mendesak. Untuk itu, pada akhir diskusi rutin
peserta menghedaki agar Forum Politisi dan Friedrich Naumann Stiftung fuer die Freiheit
diharapkan untuk bisa membuat pelatihan-pelatihan terkait dengan pengelolaan konstituen
tersebut.
Untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil diskusi rutin di atas, maka tim dari Forum Politisi
Yogyakarta menyelenggarakan pertemuan dengan wakil dari Friedrich Naumann Stiftung
dan Pengurus dari beberapa partai politik di Yogyakarta pada tanggal 26 Mei 2010. Dalam
pertemuan ini dibahas tentang:
1. Apakah memang dari pihak partai politik di Yogyakarta ada kebutuhan untuk mengir
imkan kader-kadernya untuk mengikuti pelatihan Manajemen Konstituen.
3. Substansi, informasi, pengetahun dan ketrampilan apa yang dibutuhkan partai politik
di Yogyakarta dalam rangka mengefektifkan hubungan antara partai politik dan kon-
stituen.
Kesimpulan dari pertemuan tersebut, bahwa perlu dibuat pelatihan Manajemen Konstituen.
Untuk merealisasi hal tersebut, maka perlu dikembangkan modul dan pengorganisasiannya.
Forum Politisi Yogyakarta selanjutnya membentuk tim pembuat modul. Baik Pengurus partai
politik, FNS maupun Forum Politisi bersepakat bahwa pelatihan Manajemen Konstiuen harus
mampu menjawab tuntutan kebutuhan riil partai politik saat ini terkait dengan pengelolaan
konstituen. Untuk itu, tim modul membuat langkah-langkah sebagai berikut:
4 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
5. Finalisasi Modul Manajemen Konstituen, sehingga siap dipakai sebagai landasan untuk
menyelenggarakan pelatihan.
8. Menghubungi pakar dan politisi yang diminta kesediaannya menjadi narasumber dan
fasilitator yang memandu seluruh proses pelatihan Manajemen Konstituen.
10. Melakukan persiapan teknis, seperti mencari lokasi dan tempat pelatihan, menyiap-
kan infrastruktur yang diperlukan untuk pelatihan, menyiapkan bahan-bahan bacaan
untuk peserta.
11. Menyelenggarakan rapat koordinasi bagi para fasilitator yang akan memandu seluruh
proses. Mensinkronkan agenda pelatihan dengan substansi pelatihan yang sudah
ditetapkan dalam modul dan pakar yang telah bersedia menjadi narasumber.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
5
FNS_rev8.indd 5 19/05/11 14:06:29
12. Pelaksanaan pelatihan Manajemen Konstituen 1 diselenggarakan pada tanggal 15–17
Oktober 2010 di Taman Eden, Kaliurang, Sleman, Yogyakarta dengan narasumber
Bapak Drs. H. Sri Purnomo, M.Si. Kepala Daerah Kabupaten Sleman, Bapak Arie Sujito,
FISIPOL Universitas Gadjah Mada, Bapak Ashadi Siregar, Pakar Komunikasi FISIPOL
UGM dan Prof. Dr. Ir. Marsudi Kisworo, Mantan Direktur Eksekutif Partai Amanat
Nasional.
15. Evaluasi akhir pelaksanaan dari kedua pelatihan Manajemen Konstituen, perbaikan
modul. Serta persiapan untuk penyusunan buku modul Manajemen Konstituen ini.
Seluruh rangkaian kegiatan di atas perlu diuraikan karena hal tersebut sangat penting, oleh
sebab seluruh kegiatan itu didedikasikan untuk penguatan partai politik dan parlemen yang
dilakukan secara sitematis, konsisten, berkelanjutan dan berdasarkan pada kebutuhan partai
dan politisi setempat.
Seluruh proses kegiatan mulai ide awal, perencanan, pelaksanaan, evaluasi sampai follow
up selalu melibatkan partai politik dan politisi yang bersangkutan, sehingga di samping
substansinya terkawal sesuai dengan kebutuhan, juga kegiatan tersebut merupakan kegiatan
yang diinginkan dan berguna bagi partai politik maupun politisi yang terlibat dalam aktivi-
tasnya.
6 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Catatan:
a. Setiap peserta adalah kader partai politik (anggota dan atau pengurus)
b. Setiap peserta membawa surat rekomendasi partai
c. Setiap peserta mengisi dan menyerahkan isian formulir Biodata
KONSTITUEN
Peserta memliki kerangka Ketua Panitia
Arti penting konstituen pemahaman terhadap FNS
Sambutan- penyelengaraan pelatihan + Pidato
Pembukaan bagi penguatan partai Ketua DPRD/ 30 menit
Peserta termotivasi untuk
KONSTITUEN
Ringkasan materi pentingnya konstituen
(pointers) tentang
Hubungan Konstituen dan
Manajemen Kerja Politik.
Tema:
Peserta memahami arti
Identitas sentimen
pentingnya spesifikasi dan
sebagai (a) partai kompetensi anggota baru sesuai
ekologis, (b) partai kebutuhan prioritas mendesak
Pokja 1: + Diskusi + Fasilitator
pluralis, (c) partai wong partai 45 menit
Menetapkan Peserta mengetahui pola Kelompok + Co-Fasilitator
Kerja cilik, (d) partai dakwah,
sasaran target rekruitmen mulai dari
Kelompok (e) partai kaum muda, (f)
rekruitmen perencanaan, implementasi
partai oposisi, (g) partai sampai evaluasi
pemerintah
Tema:
Memelihara dukungan Peserta mengetahui
sesuai perilaku pemilih demografi pemilih dan peta
Pokja 3: yang berdasarkan: (a) politik partai
Mengkonsolidasi trend dalam partisipasi Peserta mampu
+ Diskusi
konstituen untuk pemilu, (b) sikap tidak mendefinisikan pemilih + Fasilitator
Kelompok
pemenangan memilih/golput, (c) potensial dan mau + Co-Fasilitator
pemilu pemilih tetap dan membangun potensi itu.
pemilih musiman, (d) Peserta mampu menganalisis
perpindahan pemilih, kemenangan dan kekalahan
(e) alas an-alasan untuk dalam pemilu 2009.
menentukan pilihan
Peserta mengetahui:
Bagaimana membuat instrumen
+ Wakil
Apresiasi seni Hasil pembahasan Peserta mampu mengapresiasi + Presentasi
Malam kelompok 120
atas kerja diskusi kelompok Pokja hasil kerja kelompok ke dalam kelompok
Kebudayaan bentuk-bentuk media seni + Fasilitator dan menit
kelompok 1, Pokja 2 dan Pokja 3 + Pembahasan
Co- Fasilitator
Pointers
seluruh Poin-poin penting dan Peserta mampu mengingat
kembali dan mengendapkan + Presentasi
Review Hari I ringkasan substansif dari setiap + Fasilitator 10 menit
hasil pemahaman atas hasil pendek
materi pokok topik materi Hari I kegiatan Hari I
Hari I
Kelompok diberi
kesempatan memilih,
menyepakati dan Peserta memahami proses
Pokja 1: memutuskan sebuah dan mekanisme serap aspirasi
Kerja + Diskusi + Fasilitator
Merumuskan tema atau isu aktual sebagai bagian kerja politik 60 menit
Kelompok partai yang sistematis, terus Kelompok + Co-Fasilitator
Aspirasi yang terkait dengan
konstituen aspirasi konstituen. menerus dan berkelanjutan.
di salah satu daerah
pemiilihan
KONSTITUEN
Peserta mampu menyusun
gugus kerja yang meliputi:
Kelompok menentukan
Pokja 2: Mudah direalisasikan
Kelompok menyimpulkan
kepentingan konstituen
Pokja 3: di satu daerahpemilihan
Partai sebagai rumusan partai
Peserta mampu mengenali
mengagregasi yang akan didesakkan ke
lembaga legislatif. kepentingan konstituen.
kepentingan
Kelompok menyusun Peserta menyusun langkah- + Diskusi + Fasilitator
konstituen
langkah-langkah langkah konkrit untuk Kelompok + Co-Fasilitator
untuk kongkrit partai mempengaruhi kebijakan
dirumuskan guna mengawal publik.
sebagai dasar dan memastikan
kebijakan publik keberhasilan rumusan
tersebut sampai menjadi
kebijakan publik.
Dalam komunikasi
politik penyebaran data
dan informasi ditujukan
untuk membangun Peserta memahami tujuan
melakukan komuniksi dengan
pemahaman dan
konstituen.
Strategi persepsi bersama. Peserta memahami akan + Pakar
Komunikasi Pentingnya komunikasi pentingnya komunikasi + Diskusi Panel komunikasi
Input II Politik politik yang terencana yang terencana, tepat dan 90 menit
berkesinambungan. + Tanya jawab politik
menjangkau dan tepat.
Peserta memahami bahwa + Moderator
Konstituen Strategi politik
komunikas dengan konstituen
membutuhkan menuntut kretivitas dan
kreativitas fleksibilitas.
berkomunikasi.
Mengelola komunikasi
yang berkelanjutan.
KONSTITUEN
komunikasi. cukup dalam memilih media
Menggali
Simbol yang digunakan. komunikasi dengan konstituen + Chek list
Implementasi pengalaman
Penggunaan paling secara tepat. (Flow-chart) + Fasilitator 30 menit
Strategi penggunaan Peserta dapat melakukan
sering dengan media
Komunikasi politik
menekankan 3 bentuk
media: Peserta memahami akan
Propaganda, pentingnya membangun opini
Pengantar guna mencapai tujuan partai.
Membangun Iklan +Pengantar + Fasilitator
Kerja Peserta mampu memilih media 75 menit
Opini Kehumasan. yang tepat dan murah didalam Pendek + Co-Fasilitator
Kelompok
Opini dimaksudkan kerja membangun opini.
untuk mengarahkan
satu isu tertententu agar
menjadi kepentingan,
KONSTITUEN
Pembahasan tiap-tiap Peserta mendapatkan
+ Roleplay + Wakil Pokja
Pleno Pleno Pokja pendalaman tiap-tiap materi 60 menit
materi Pokja + Pembahasan + Fasilitator
Pokja
Pointers
Poin-poin penting dan Peserta mampu mengingat
Review Hari seluruh + Presentasi
kembali dan mengendapkan
ringkasan substansif dari setiap + Fasilitator 10 menit
II hasil pemahaman atas hasil pendek
materi pokok topik materi Hari II kegiatan Hari II
Hari II
KONSTITUEN
tentang database yang
dianggap sulit dan
kompleks
Mengelola sekretariat Peserta memahami pengelolaan
Pemahaman arti
pentingnya database
Peserta mengetahui alur dan
tentang konstituen oleh
seluruh kader partai teknik inputing data konstituen.
politik. Peserta mampu mencatat,
Pengelolaan database mengumpulkan,
Pokja 3 dan 4:
tentang konstituen menggolongkan dan menyajikan
Kelompok yang sedang dijalankan data-data selengkapnya + Diskusi + Fasilatator 75 menit
Mengelola
Kerja selama ini (bidang Peserta memiliki kriteria kelompok + Co-Fasilitator
Database
Indokom partai) penyaringan data, antara lain:
Konstituen Kegiatan pengarsipan relevansi, ukuran, tingkat
dan dokumentasi kepentingan, dan urgensi agar
tentang konstituen data terkumpul tidak terlampau
berlangsung rutin dan
luas
berkelanjutan
KONSTITUEN
Peserta, fasilitator dan
Penyelenggara dapat
Seluruh hal terkait memperbaiki kelemahan dan
Sertifikat tanda
telah mengikuti Penyerahan sertifikat
Kuatnya komitmen mengelola + FNS
dengan baik tanda telah berhasil
konstituen dalam perspektif Pidato Penutupan + Panitia 30 menit
Penutupan Pelatihan mengikuti Pelatihan pengembangan partai sehingga Penyelenggara
Manajemen Manajemen Konstituen kinerja kader semakin akuntabel.
Konstituen
Pelatihan Manajemen Konstituen menggunakan prinsip belajar orang dewasa, dimana dalam
seluruh aktivitas belajar bertumpukan pada eksplorasi pengalaman, ide, informasi, dan
hasil refleksi dari peserta. Sedangkan materi dari para nara sumber hanya sebatas sebagai
pengantar atau input bagi diskusi lebih lanjut di antara peserta. Agar seluruh proses belajar
seperti tersebut di atas dapat berjalan dengan maksimal, maka peran fasilitator menjadi san-
gat penting sebagai penentu apakah pelatihan tersebut akan menghasilkan hasil pelatihan
yang maksimal atau tidak.
Fasilitator, bertugas untuk memfasilitasi peserta agar mampu menyerap substansi, pendala-
man dan internalisasi materi baik yang disampaikan oleh narasumber maupun yang digali
oleh peserta dari kerja-kerja kelompok, maupun kerja perorangan dalam proses pelaksa-
naan pelatihan Manajemen Konstituen. Tugas seorang fasilitator mengawal arah dan focus
pembahasan pada proses kerja peserta, agar tidak keluar dari pokok dan kerangka bahasan,
mendinamisir proses dialog maupun diskusi peserta serta menjaga kesepakatan waktu dan
kesepakatan hasil yang akan dicapai dalam proses belajar.
Fasilitator bukanlah narasumber yang memberikan pengantar panjang lebar atas tema
bahasan, melainkan hanya melemparkan pertanyaan-pertanyaan kunci untuk memancing
peserta agar aktif untuk memberikan pendapat serta menjaga agar diskusi berjalan siste-
matis dan terstruktur serta terfokus dalam menggali lebih jauh dan detail pokok bahasan.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
23
FNS_rev8.indd 23 19/05/11 14:06:30
Fasilitator menjadi kunci penting keberhasilan pelatihan Manajemen Konstituen, yang mana
ia menjadi penjaga alur atau benang merah substansi pengetahuan dan ketrampilan yang
akan dicapai selama pelatihan. Fasilitator juga akan berperan penting dalam fungsi peng-
hubung antara sesi satu dengan sesi berikutnya, sehingga peserta dapat menginternalisasi
substansi dan ketrampilan secara sistematis.
Mengingat arti penting fasilitator dalam proses pelatihan, maka fasilitator harus memahami
sepenuhnya capaian yang ditetapkan pada setiap sesi dan capaian akhir dari pelatihan.
Untuk itu, perlu disediakan bahan-bahan bacaan terkait materi dan alur pelatihan sebagai
referensi dan panduan fasilitator sebagai pegangan fasilitator selama memandu pelatihan.
Kerja Kelompok I
Arti Penting Konstituen
Tugas Fasilitator
Mengajak peserta untuk membuat review tentang substansi diskusi Pengantar Tematik, yang
nantinya akan dipakai sebagai bahan pembahasan pada diskusi kelompok
Menggaris bawahi tentang pengertian konstituen, pola hubungan partai dan konstituen
serta tata kelola konstituen yang telah dibahas pada sesi pengantar tematik serta reviewnya.
Membagi peserta menjadi 3 kelompok, menunjukkan dimana ruang dan siapa fasilitator
yang akan mendampingi masing-masing kelompok.
Tema bahasan
Kelompok 1 : Rekrutmen Angggota baru
Kelompok 2 : Memperkuat Hubungan Partai Dengan Konstituen
Kelompok 3 : Mobilisasi Konstituen Pada Saat Kampanye
Diskusi Kelompok
Masing-masing kelompok didampingi oleh seorang Fasilitator, yang bertugas untuk menga-
wal:
1. Substansi; mengawal agar pembahasan focus pada pokok bahasan
2. Proses ; mengawal agar proses diskusi berjalan dinamis
3. Desain: memastikan kelompok membuat desain kegiatan yang dituliskan pada
kertas plano atau dalam bentuk power point, yang akan dipresentasikan di pleno
24 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Output
1. Peserta mengetahui fungsi dan peran konstituen bagi penguatan dan pengem
bangan partai politik.
2. Peserta mampu memetakan siapa dan di mana saja konstituennya.
3. Peserta mampu mengenali problem dan tantangan yang dihadapi oleh
partai terkait dengan manajemen konstituen.
4. Membuat desain-desain kegiatan partai dalam rangka memperbesar dan
memperkuat konstituen.
Kelompok 1
Rekrutmen Anggota Baru
Tugas Kelompok
Mendiskusikan sekaligus mendesain rekrutmen anggota baru yang terencana, sistematis dan
sesuai dengan kebutuhan partai.
Menentukan Partai
Memilih satu partai bisa salah satu dari partai anggota kelompok atau bisa juga menentu-
kan partai fiktif.
Kerangka bahasan
Dalam diskusi kelompok ada tiga kerangka bahan yang harus dihasilkan, yaitu:
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
25
FNS_rev8.indd 25 19/05/11 14:06:30
1. Siapa saja (usia, profesi, dan lain-lain) anggota partai yang sudah ada
2. Apa saja kebutuhan dan tantangan partai terkait dengan rekrutmen anggota
baru
3. Bagaimana mendesain sebuah kegiatan untuk merekrut anggota baru yang dibu
tuhkan partai
Waktu
90 menit
Output
1. Peserta memahami bahwa rekrutmen anggota partai baru harus dilaku
kan secara terencana, sistematis dan dengan standart rekrutmen yang jelas.
2. Desain rekrutmen anggota.
Kelompok 2
Memperkuat Hubungan Partai dengan Konstituen
Tugas Kelompok
Mendiskusikan sekaligus mendesain rencana kegiatan terkait dengan tema Memperkuat
Hubungan partai dan Konstituen.
Menentukan Partai
Memilih satu partai bisa salah satu dari partai anggota kelompok atau bisa juga menentukan
partai fiktif.
26 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Waktu
90 menit
Output
1. Peserta mendapatkan inspirasi bagaimana memperkuat hubungan antara partai
politik dengan konstituen
2. Desain kegiatan untuk memperkuat hubungan partai dengan konstituennya
Kelompok 3
Mobilisasi Konstituen Pada Saat Kampanye
Tugas Kelompok
Mendiskusikan sekaligus mendesain recana kegiatan terkait dengan Mobilisasi Konstituen
pada saat Kampanye.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
27
FNS_rev8.indd 27 19/05/11 14:06:30
Menentukan partai
Memilih satu partai bisa salah satu dari partai anggota kelompok atau bisa juga menentukan
partai fiktif.
Kerangka bahasan
Dalam diskusi kelompok ada tiga kerangka bahan yang harus dihasilkan, yaitu:
Waktu
90 menit
Output
1. Peserta mengetahui bahwa mobilisasi konstituen pada kampanye harus dilakukan secara
sistematis dan dalam waktu yang panjang
2. Desain mobilisasi konstituen dalam kampanye
Kerja Kelompok II
Artikulasi dan Agregasi Kepentingan Konstituen
Tugas Fasilitator
Mengajak peserta untuk membuat review tentang substansi sesi Input I tentang Artikulasi
dan Agregasi Kepentingan Konstituen, yang nantinya akan dipakai sebagai bahan pemba-
hasan pada diskusi kelompok.
Menggaris bawahi tentang artikulasi dan agregasi kepentingan konstituen, yang telah diba-
has pada sesi input I serta pada review.
Membagi peserta menjadi 3 kelompok, menunjukkan dimana ruang dan siapa fasilitator
yang akan mendampingi masing-masing kelompok.
28 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Diskusi Kelompok
Masing-masing kelompok didampingi oleh seorang Fasilitator, yang bertugas untuk menga-
wal:
1. Substansi; Mengawal agar pembahasan focus pada pokok bahasan
2. Proses ; Mengawal agar proses diskusi berjalan dinamis
3. Desain: Memastikan kelompok membuat desain kegiatan yang dituliskan pada
kertas plano atau dalam bentuk power point, yang akan dipresentasikan di-
pleno.
Apabila proses pembahasan dalam kelompok berjalan lancar, fasilitator hanya berfungsi
sebagai pengamat jalannya diskusi di kelompok. Hal ini penting diperhatikan karena seluruh
proses pembahasan pada kelompok kerja merupakan bagian dari latihan juga bagi peserta.
Output
1. Peserta memahami peran dan fungsi partai sebagai agregator yang mampu
mengidentifikasi, mengumpulkan, menseleksi dan merumuskan kepentingan,
problem dan aspirasi konstituen.
2. Peserta mampu membuat berbagai gugus kerja partai yang sesuai dengan tuntu
tan dan kebutuhan konstituen.
Kelompok 1
Merumuskan Aspirasi Konstituen
Tugas Kelompok
Mendiskusikan sekaligus mendesain recana kegiatan terkait dengan penyerapan aspirasi
Konstituen.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
29
FNS_rev8.indd 29 19/05/11 14:06:30
2. Seorang Notulen, yang bertugas mencatat seluruh proses diskusi kelompok.
3. Seorang Presenter, yang bertugas mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
Menentukan Partai
Memilih satu partai bisa salah satu dari partai anggota kelompok atau bisa juga menentukan
partai fiktif.
Kerangka Bahasan
Dalam diskusi kelompok ada tiga kerangka bahan yang harus dihasilkan, yaitu:
1. Apa saja bentuk aspirasi dan tuntutan kebutuhan konstituen yang harus diako
modir dan diperjuangkan oleh partai politik.
2. Problem dan tantangan apa yang dihadapi partai dalam mengakomodir dan
memperjuangkan aspirasi partai.
3. Mendesain kegiatan tentang bagaimana mengakomodir dan memperjuangkan
aspirasi konstituen.
Waktu
90 menit
Output
1. Peserta mampu merumuskan aspirasi dan tuntutan kebutuhan konstituen
2. Membuat desain kegiatan dalam rangka mengakomodir dan memperjuangkan
aspirasi dan tuntutan kebutuhan konstituennya.
Kelompok 2
Menyusun Gugus Kerja Partai
Tugas Kelompok
Mendiskusikan sekaligus mendesain rencana kegiatan terkait gugus kerja dan program partai
yang berbasiskan aspirasi konstiuennya.
30 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Menentukan Partai
Memilih satu partai bisa salah satu dari partai anggota kelompok atau bisa juga menentukan
partai fiktif.
Kerangka bahasan
Dalam diskusi kelompok ada tiga kerangka bahan yang harus dihasilkan, yaitu:
Waktu
45 menit
Output
1. Peserta mengetahui bagaimana aspirasi konstituen diolah menjadi gugus-gugus kerja
partai.
2. Desain program partai yang berbasiskan aspirasi konstituennya.
Kelompok 3
Mengawal Aspirasi Konstituen
Tugas Kelompok
Mendiskusikan sekaligus mendesain recana kegiatan terkait dengan pengawalan aspirasi
konstituen.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
31
FNS_rev8.indd 31 19/05/11 14:06:30
Penanggung jawab Kelompok
Penanggung jawab kelompok dipilih secara demokratis oleh anggota kelompok sendiri. Ada-
pun penanggung jawab yang harus dipilih oleh anggota kelompok adalah :
Menentukan Partai
Memilih satu partai atau bisa salah satu dari partai anggota kelompok atau bisa juga me-
nentukan partai fiktif.
Kerangka Bahasan
Dalam diskusi kelompok ada tiga kerangka bahan yang harus dihasilkan, yaitu:
1. Apa saja program partai yang berbasis aspirasi konstituen.
2. Problem dan tantangan memperjuangkan aspirasi konstituen di lembaga legislatif dan
eksekutif.
3. Bagaimana mendesain kegiatan untuk memperjuangkan program partai yang berbasis
aspirasi konstituen pada lembaga legislatif dan eksekutif.
Waktu
45 menit
Output
1. Peserta mendapatkan inspirasi bagaimana membuat program partai berbasis
aspirasi konstituen.
2. Desain kegiatan untuk memperjuangkan program partai yang berbasiskan as
pirasi konstituen pada lembaga legislatif dan eksekutif.
32 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Menggaris bawahi tentang poin-poin penting komunikasi politik, yang telah dibahas pada
sesi input II serta pada review.
Membagi peserta menjadi 3 kelompok, menunjukkan dimana ruang dan siapa fasilitator
yang akan mendampingi masing-masing kelompok.
Tema bahasan
Kelompok 1 : Rekrutmen Angggota baru
Kelompok 2 : Memperkuat Hubungan Partai Dengan Konstituen.
Kelompok 3 : Mobilisasi Konstituen Pada Saat Kampanye
Diskusi Kelompok
Masing-masing kelompok didampingi oleh seorang Fasilitator, yang bertugas untuk menga-
wal:
Apabila proses pembahasan dalam kelompok berjalan lancar, fasilitator hanya berfungsi
sebagai pengamat jalannya diskusi di kelompok. Hal ini penting diperhatikan karena seluruh
proses pembahasan pada kelompok kerja merupakan bagian dari latihan juga bagi peserta.
Output
1. Peserta memahami tujuan melakukan komuniksi dengan konstituen.
2. Peserta memahami akan pentingnya komunikasi yang terencana, tepat dan
berkesinambungan.
3. Peserta memahami bahwa komunikasi dengan konstituen menuntut kretivitas dan
fleksibilitas.
4. Desain-desain kegiatan komunikasi politik yang dihasilkan oleh diskusi kelompok.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
33
FNS_rev8.indd 33 19/05/11 14:06:30
Kelompok 1
Role play : Debat di Parlemen
Tema Debat
”Memperjuangkan Aspirasi Konstituen”
Tema dan substansi sebagai bahan debat diambil dari hasil Kelompok Kerja II dari kelompok 3.
2. Pembagian Peran
a. Ketua Sidang Komisi
b. Partai Koalisi (pengusul tema)
c. Partai Oposisi (tidak setuju)
d. Wartawan (mencatat dan kemudian melaporkan ke publik)
3. Latihan
Sebelum Role Play di tampilkan di pleno terlebih dahulu diuji cobakan di kelompoknya
Waktu
120 menit
Output
1. Peserta mendapat inspirasi bagaimana memberikan argumentasi yang menguntungkan
konstituennya dan partainya sekaligus meyakinkan pengambil keputusan atau publik.
2. Skenario Role Play Debat Politik
34 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
2. Pembagian Peran
a. Moderator
b. Wakil dari partai A
c. Wakil dari partai B
d. Wakil dari LSM
e. Wartawan (mencatat dan kemudian melaporkan ke publik)
3. Latihan
Sebelum talk show ditampilkan di pleno terlebih dahulu diuji cobakan di kelompoknya.
Waktu
120 menit
Output
1. Peserta mengetahui bahwa pesan-pesan politik dapat disampaikan kepada konstituen.
melaui berbagai media komunikasi seperti Talkshow
2. Peserta mengetahui bahwa dalam menyampaikan pesan-pesan politik harus dengan argu
mentasi yang jelas, logis dan berpihak kepada konstituennya.
3. Skenario talk show tentang Money politic dalam Pemilukada.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
35
FNS_rev8.indd 35 19/05/11 14:06:30
Kelompok 3
Konferensi Pers : Di Kantor DPC
Tema Konferensi Pers
”Sukses Besar Rekrutmen Anggota Baru”
Tema dan substansi sebagai bahan Konperensi Pers diambil dari hasil Kelompok Kerja I dari
kelompok 1
2. Pembagian Peran
a. Moderator
b. Ketua DPC
c. Koordinator Humas
d. Wakil anggota baru yang berhasil direkrut
e. Wartawan (mencatat dan kemudian melaporkan ke publik)
3. Latihan
Sebelum konperensi pers di tampilkan di pleno terlebih dahulu diuji cobakan di kelompoknya.
Waktu
120 menit
Output
1. Peserta mengetahui bagaimana menggunakan media untuk berkomunikasi dengan kon
stituennya.
2. Skenario konperensi pers tentang sukses besar pada rekrutmen anggota baru.
36 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Tema bahasan
Kelompok 1: Sekretariat Partai Sebagai motor penggerak Konstituen
Kelompok 2: Konstituen sebagai dinamisator Sekretariat Partai
Kelompok 3: Strategi membangun data base
Kelompok 4: Pengelolaan data base konstituen
Diskusi Kelompok
Masing-masing kelompok didampingi oleh seorang Fasilitator, yang bertugas untuk mengawal:
Apabila proses pembahasan dalam kelompok berjalan lancar, fasilitator hanya berfungsi
sebagai pengamat jalannya diskusi di kelompok. Hal ini penting diperhatikan karena seluruh
proses pembahasan pada kelompok kerja merupakan bagian dari latihan juga bagi peserta.
Output
Peserta mengenali dan memahami:
1. Sekretariat sebagai motor penggerak kegiatan partai politik.
2. Peluang pengembangan kelembagaan sekretariat partai menjadi lebih terbuka,
partisipatif, aksesibel, dan akomodatif.
3. Tata kelola kesekretarian yang transparan dan akomodatif mampu mendinaminisir hubun
gan partai dengan konstituen.
4. Dasar-dasar pengelolaan data base konstituen yang efektif dan realistis untuk di terapkan
di semua level struktur partai.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
37
FNS_rev8.indd 37 19/05/11 14:06:30
Kelompok 1
Sekretariat Sebagai Motor Penggerak Konstituen
Tugas Kelompok
Mendiskusikan sekaligus mendesain rencana kegiatan terkait dengan tema sekretariat partai
sebagai motor penggerak konstituen
Menentukan partai
Memilih satu partai bisa salah satu dari partai anggota kelompok atau bisa juga menentukan
partai fiktif.
Kerangka bahasan
Dalam diskusi kelompok ada tiga kerangka bahan yang harus dihasilkan, yaitu:
Waktu
90 menit
38 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Kelompok 2
Konstituen sebagai Dinamisator Sekretariat Partai
Tugas Kelompok
Mendiskusikan sekaligus mendesain recana kegiatan terkait dengan Konstituen sebagai
dinamisator Sekretariat Partai.
Menentukan partai
Memilih satu partai bisa salah satu dari partai anggota kelompok atau bisa juga menentukan
partai fiktif.
Kerangka bahasan
Dalam diskusi kelompok ada tiga kerangka bahan yang harus dihasilkan, yaitu:
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
39
FNS_rev8.indd 39 19/05/11 14:06:31
Proses Diskusi Kelompok
Semua anggota kelompok diberi peluang untuk mengemukakan pendapatnya.
Waktu
90 menit
Output
1. Peserta mendapatkan inspirasi tentang bagaimana mengembangkan konstituen sebagai
dinamisator secretariat partai.
2. Desain kegiatan untuk pengembangan konstituen sebagai dinamisator sekretariat partai.
Kelompok 3
Strategi Membangun Data Base Konstituen
Tugas Kelompok
Mendiskusikan sekaligus mendesain recana kegiatan terkait dengan strategi membangun
data base konstituen.
Menentukan partai
Memilih satu partai bisa salah satu dari partai anggota kelompok atau bisa juga menentukan
partai fiktif.
Kerangka bahasan
Dalam diskusi kelompok ada tiga kerangka bahan yang harus dihasilkan, yaitu:
40 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Waktu
90 menit
Output
1. Peserta mendapatkan inspirasi tentang bagaimana mengembangkan data base konstituen
di sekretariat partai.
2. Desain strategi untuk pengembangan data base konstituen di sekretariat partai.
Kelompok 4
Pengelolaan Data Base Konstituen
Tugas Kelompok
Mendiskusikan sekaligus mendesain recana kegiatan terkait dengan pengelolaan data base
konstituen di sekretariat partai.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
41
FNS_rev8.indd 41 19/05/11 14:06:31
Menentukan partai
Memilih satu partai bisa salah satu dari partai anggota kelompok atau bisa juga menentukan
partai fiktif.
Kerangka bahasan
Dalam diskusi kelompok ada tiga kerangka bahan yang harus dihasilkan, yaitu:
1. Bagaimana kondisi pengelolaan data base konstituen di sekretariat partai saat ini.
2. Problem dan tantangan dalam pengelolaan data base konstituen di sekretariat
partai.
3. Bagaimana mendesain pengelolaan data base konstituen di sekretariat partai.
Waktu
90 menit
Output
1. Peserta mendapatkan inspirasi tentang bagaimana mengelola data base konstituen
di sekretariat partai.
2. Desain pengelolaan data base konstituen di sekretariat partai.
42 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
43
FNS_rev8.indd 43 19/05/11 14:06:31
FNS_rev8.indd 44 19/05/11 14:06:31
KERANGKA ACUAN
4 PELATIHAN MANAJEMEN
KONSTITUEN
Latar Belakang
Sokoguru partai politik adalah konstituen. Beragam pemahaman atas istilah ini belum jelas
sehingga secara teknis sulit dipetakan. Konstituen diartikan sebagai rakyat biasa, pemilih di
daerah pemilihan, pendukung partai politik, pemberi mandat pihak yang harus diberi tang-
gung jawab, masyarakat yang diwakili, maupun kelompok sasaran yang harus dilayani oleh
partai atau parlemen.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
45
FNS_rev8.indd 45 19/05/11 14:06:33
sana terdiri dari anggota partai, simpatisan partai dan pemilih yang mempunyai kesamaan
kepentingan dengan partai. Konstituen mempunyai spektrum kuantitatif lebih luas dari ang-
gota partai, tetapi tingkat komitmennya terhadap eksistensi partai lebih rendah dari pada
anggota.
Apapun konstituen saat ini merupakan pilar penting bagi penentuan kekuatan dan pengem-
bangan partai politik. Semakin banyak partai mendapatkan suara dari pemilih pada saat
Pemilu semakin besar pula pengaruh partai dalam ikut menentukan arah kebijakan negara
baik di Legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif. Kuatnya pengaruh dalam ikut menentukan
kebijakan pembangunan bangsa menjadikan partai juga semakin besar menguasai aset
dan akses yang dimiliki oleh negara dan ini menjadi landasan penting bagi penguatan dan
pengembangan partai itu sendiri.
Melihat arti penting konstituen bagi penguatan dan pengembangan partai, maka partai ha-
rus mampu mengembangkan pengelolaan hubungan dengan konstituen yang sistemik dan
berkelanjutan serta menjadikan pengelolaan tersebut sebagai fokus utama bagi kinerja yang
penuh tantangan dan konsistensi. Bagi kader partai -anggota dan pengurus-manajemen
kerja politik mengurus konstituen tidak mungkin berlangsung individual, melainkan organ-
isasional. Sebaliknya, di mata konstituen kerja-kerja grassroot seorang kader tidak sekadar
dilihat sebagai kegiatan pribadi tetapi kerja partai sebagai pengemban fungsi agregasi dan
artikulasi kepentingan.
Bentuk-bentuk hubungan partai dan konstituen selama ini telah berjalan secara formal
dan informal. Namun umumnya, komunikasi sangat intensif dengan konstituen dilaku-
kan oleh partai politik apabila partai sedang membutuhkan dukungan konstituen, seperti
menjelang Pemilu atau acara-acara besar partai yang melibatkan publik. Komunikasi intensif
juga dilakukan oleh kader partai yang ada di parlemen sering hanya ketika ada kunjungan
kerja disaat reses saja. Sebaliknya, ketika konstituen ingin berkomunikasi intensif dengan
menyampaikan aspirasi dan tuntutan kebutuhannya, partai belum dapat merespon secara
maksimal.
Seringkali aspirasi dan tuntutan kebutuhan konstituen direspon oleh partai dan atau kader
partai dengan melakukan kegiatan-kegiatan karitatif, misalnya, sepeda gembira, gerak jalan
sehat, pasar rakyat, pengobatan gratis, pertunjukan seni-hiburan, kegiatan keagamaan/
spiritual, dan perlombaan lainnya. Kegiatan-kegiatan ini tidak salah. Hanya menjadi kurang
efektif apabila jangkauan tujuan kegiatannya kabur, peserta heterogen, massif, sekadar
publisitas, dan bahkan sporadis sehingga kurang dirasa menjawab persoalan riil konstituen.
Memang banyak hal dapat ditempuh lewat kegiatan praktis, tapi banyak pula kegiatan bersi-
fat deseminasi ide-ide politik yang cerdas berdasar program dan garis perjuangan partai.
Karena itu menangkap aspirasi dan mengartikulasikan kepentingan merupakan kerja politik
simultan oleh kader di dalam menjaga keberlangsungan hubungan dengan konstituen. Me-
46 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Sebagai pelaksana hubungan antara partai dengan konstituen, sebenarnya kader telah
mengembangkan sendiri berbagai pendekatan komunikasi politik, termasuk kepada kon-
stituen partai. Namun justru seringkali partai gagal mengumpulkan dan mengolah capaian
kemajuan dari setiap hasil kontak langsung maupun tidak langsung kadernya. Hal ini terlihat
betapa kegiatan partai politik di tempat yang seharusnya menjadi ujung tombak partai
ternyata masih sangat kurang dan lemah. Padahal, inilah kunci membangun basis massa
yang kuat di setiap lingkungan sosial partai yang bertumbuh kompleks.
Kerja-kerja politik lebih murah apabila pengelolaan hubungan partai dengan konstituen
terjadi secara berkelanjutan, sistemik dan komprehensif. Partai yang responsif dewasa
ini menuntut kapasitas internal yang mampu menggali, mempertajam, memperluas dan
mengelola sumberdaya yang tersedia dan potensial. Dalam praktiknya ditekankan prinsip
efektifitas dan efisiensi terhadap setiap tahap merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan,
mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi.
Di sinilah manajemen konstituen diperlukan agar tujuan partai tercapai secara efektif dan
efisien, dan membalikkan anggapan terhadap tingginya biaya politik demokrasi prose-
dural dalam sistem pemilu berbasis kandidat. Yang dimaksud efektif adalah “mengerjakan
pekerjaan yang benar”, dan efisien adalah “mengerjakan pekerjaan dengan benar” (Peter F.
Drucker). Untuk itu partai politik bukan hanya terus menerus membangun ideologi sebagai
landasan pemikiran dan platform programnya saja. Melainkan juga melakukan kerja peren-
canaan, kerja pengorganisasian, kerja pengarahan, kerja pengawasan, dan kerja evaluasi atas
pelaksanaan program yang dijalankan, termasuk janji kampanye dan ide-ide politik lainnya.
Di tengah gelombang semakin tipisnya kepercayaan konstituen terhadap partai politik dan
politisi dan tumbuhnya kebutuhan partai untuk membangun hubungan yang lebih responsif
atas aspirasi dan tuntutan kebutuhan konstituen, maka pelatihan kader tentang Manajemen
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
47
FNS_rev8.indd 47 19/05/11 14:06:33
Konstituen, yang akan memberikan input bagi pembangunan sistem kepartaian yang berakar
kuat pada konstituen menjadi mendesak dan penting.
2. Memberikan pemahaman pada kader partai tentang arti penting konstituen bagi
daya tawar dan pengembangan partai politik
48 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Para pimpinan partai politik memberi pengantar tematik pada pelatihan Manajemen Konstituen
ke-2. Dari kanan ke kiri, Bambang Praswanto (DPD PDI Perjuangan DIY), Immawan Wahyudi
(DPD PAN DIY), GBPH H. Prabuningrat (DPD PD DIY), Ma’sum Amrullah (DPD PAN DIY) dan
Gunawan (moderator).
Dalam kunjungan ini disampaikan bahwa kegiatan pelatihan akan berlangsung dua kali. Un-
tuk pelaksanaan kegiatan pertama seluruh daerah dijajaki, kecuali kabupaten Gunung Kidul
dan Kulon Progo. Dua kabupaten ini direncanakan hanya akan dilibatkan untuk pelatihan
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
49
FNS_rev8.indd 49 19/05/11 14:06:35
kedua. Pada pelatihan yang kedua ini sekaligus dilibatkan peserta luar provinsi DIY, yakni
seorang anggota legislatif dari kabupaten Klaten, Jawa Tengah dan seorang dari kabupaten
Nganjuk, Jawa Timur.
Pelibatan peserta luar wilayah ini didahului melalui jaringan informasi dari kegiatan-
kegiatan candidate school yang difasilitasi oleh FNS-Indonesia di mana sebelumnya pernah
dilakukan kegiatan di beberapa kota, di Jawa dan luar Jawa.
Sasaran kunjungan ke partai-partai di wilayah DIY dimulai dengan fokus satu daerah
tertentu, misalnya di kabupaten Bantul, langsung mendatangi kantor-kantor partai politik
setempat. Demikian juga saat kunjungan ke kabupaten Sleman dan kota Yogyakarta, be-
berapa pengurus struktural partai ditemui untuk dimintai masukan, saran dan umpan balik
informasi terkait rencana kegiatan pelatihan.
Menyangkut tema Manajemen Konstituen, sebagian besar ternyata partai politik belum per-
nah secara spesifik menyelenggarakannya dalam bentuk sebuah pelatihan/training ataupun
workshop bagi para kadernya. Umumnya yang dilakukan selama ini adalah pelatihan dan
pembekalan anggota, yakni pendidikan kader partai, dengan materi yang memuat beragam
tema sekaligus.
Ada kesan tidak setiap partai politik memiliki kurikulum pendidikan kader guna meng-up
grade peningkatan kapasitas sumber daya internal partai yang berkelanjutan, terjadwal dan
terukur out-putnya. Oleh karena itu, pelatihan Manajemen Konstituen yang memuat materi
padat dan terstruktur diharapkan memompa “darah segar” agar partai semakin memperbarui
diri dalam mengembangkan pola hubungan berkelanjutan, cerdas dan berakar kuat dengan
konstituen.
Agenda kunjungan ke partai-partai politik oleh Sekretariat Forum Politisi adalah sosialisasi
atas keseluruhan proses dengan melaporkan hasil-hasil setiap kegiatan yang melatar-
belakangi penyusunan modul pelatihan. Sehingga tujuan kunjungan bukan saja penjajakan
dan diseminasi informasi kepada partai-partai, namun lebih dari itu adalah mengingatkan
kembali bahwa keberadaan Sekretariat Forum Politisi (FP) Yogyakarta didedikasikan atas
prakarsa dari dan untuk politisi sendiri.
50 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Dalam sesi world café peserta menyimak arahan tugas oleh fasilitator.
Kriteria calon peserta pelatihan adalah kader partai. Kader partai adalah anggota dan pen-
gurus partai, baik tingkat provinsi maupun kabupaten kota. Setiap peserta diharap menyer-
takan Surat Rekomendasi dari partai masing-masing, sehingga peserta merupakan utusan
resmi yang mewakili partai untuk mengikuti pelatihan, dan pada gilirannya partai dapat
mengambil manfaat dari pelatihan yang diikuti oleh kadernya.
Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) partai dengan demikian merupakan
peningkatan kapasitas kelembagaan/organisasi partai. Oleh karenanya, penerima manfaat
(beneficiary) pelatihan bukan saja individu kader, tetapi juga partai politik selaku wadah bagi
para anggota yang berhimpun.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
51
FNS_rev8.indd 51 19/05/11 14:06:38
Pelatihan Manajemen Konstituen yang diselenggarakan oleh Forum Politisi Yogyakarta den-
gan difasilitasi sepenuhnya FNS Indonesia, berlangsung 2 kali sebelum nantinya terbuka bagi
siapapun pihak yang akan mengadakannya, termasuk menggunakan instrumen modul pela-
tihan sebagaimana yang dipergunakan pada pelatihan-pelatihan Manajemen Konstituen.
Dalam workshop penyusunan modul yang diikuti sejumlah politisi lintas partai telah
disepakati bahwa peserta pelatihan nanti adalah kader partai, baik dalam kedudukannya
sebagai pengurus dijenjang struktur tertentu maupun anggota umumnya.
Agar dapat mengetahui rekam jejak calon peserta pelatihan, maka dibuatlah lembar kon-
firmasi dengan mengisi form biodata peserta. Form ini sekaligus dapat dipergunakan oleh
fasilitator pelatihan sebagai instrumen melakukan Need of Assessment (NA) atas apa yang
diinginkan, diharapkan, dan yang mungkin akan diperkembangkan sendiri di antara peserta
paska pelatihan.
Semula profil biodata ringkas ini disertai pula satu lampiran yang merupakan tulisan atau
catatan pendek oleh calon peserta pelatihan mengenai bagaimana pengalaman mereka se-
lama ini dalam berhubungan dengan konstituen, atau kerja-kerja grassroot lainnya. Catatan
peserta yang dibuat sebelum pelatihan berlangsung, dapat menjadi bahan umpan balik
merefleksikan sejauhmana partai bekerja menjalin hubungan dengan konstituen khususnya
dan masyarakat pada umumnya.
Berikut ini merupakan rangkaian proses dan tahap dalam merekrut peserta pelatihan, ialah:
2. Mengirim Undangan dalam satu bundel yang berisi: a). surat undangan mengi
kuti pelatihan, b). Kerangka Acuan (TOR) pelatihan, c). Jadwal Pelatihan, d).
Modul Pelatihan, dan e). Form Biodata Peserta. Selain 5 (lima) material ini peny
elenggara pelatihan juga mengirimkan 1 eksemplar buku hand-out untuk satu
calon peserta.
3. Menemui pimpinan partai tingkat provinsi (DPW/DPD partai politik) dan berkon
sultasi dengan politisi (anggota DPRD provinsi) atau anggota Forum Politisi
Yogyakarta yang selama ini aktif mengikuti kegiatan Diskusi Rutin tematik yang
telah berjalan hampir 2 tahun.
52 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
53
FNS_rev8.indd 53 19/05/11 14:06:38
FNS_rev8.indd 54 19/05/11 14:06:38
7 ALUR PELATIHAN
HARI I
Materi Output
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
55
FNS_rev8.indd 55 19/05/11 14:06:38
HARI II
Materi Output
HARI III
Materi Output
56 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Prof. Marsudi Kisworo (narasumber topik mengelola sekretariat harian partai) mengajak
dialog kepada peserta atas pengalaman membangun hubungan dengan konstituen.
1. Penyelenggara
a. Friedrich Naumann Stiftung fuer die Freiheit (FNS) atau Yayasan Friedrich-Naumann -
Untuk Kebebasan adalah sebuah organisasi nirlaba dengan misi mempromosikan nilai-
nilai demokrasi liberal di Republik Federal Jerman. Yayasan ini didirikan tahun 1958 oleh
Presiden Republik Federal Jerman yang pertama: Theodor Heuss (1884 – 1963). Dan di
Indonesia, yayasan ini telah bekerja sejak tahun 1969, terutama dalam mempromosikan
dialog politik dan memperkuat masyarakat sipil.
b. Forum Politisi Yogyakarta adalah sebuah forum bagi politisi dan pengurus partai politik
untuk bersama-sama mencari solusi atas problem yang dihadapi oleh partai politik
dan politisi sekaligus mengembangkan desain bersama bagi penguatan partai politik dan
parlemen di wilayah yogyakarta. Forum Politisi Yogyakarta didirikan oleh tokoh-tokoh
partai politik di Yogyakarta antara lain ; H. Djuwarto, GBPH. H. Prabukusumo, Immawan
Wahyudi, Ma’sum Amrullah pada bulan Juni 2008.
2. Kepanitiaan
a. Koordinator: Hari Subagyo
b. Panitia : Eko Winardi, Joko Utomo, M. Syarifudin
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
57
FNS_rev8.indd 57 19/05/11 14:06:40
3. Waktu Penyelenggaraan
a. Tanggal 15 -17 Oktober 2010
b. Tanggal 3 – 5 November 2008
4. Tempat Pelatihan
a. Pelatihan 1
Hotel Taman Eden
Kaliurang, Sleman
Yogyakarta
b. Pelatihan 2
Hotel Satya Nugraha
Yogyakarta
5. Agenda Pelatihan
JADUAL ACARA
PELATIHAN MANAJEMEN KONSTITUEN
Yogyakarta, 29-31 Oktober 2010
Hari/Tanggal Waktu Kegiatan Narasumber
09.00 - 10.00 Registrasi Peserta
10.00 - 10.15 Pembukaan Narasumber
58 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
59
FNS_rev8.indd 59 19/05/11 14:06:40
6. Peserta
Target peserta adalah 30 kader dari berbagai partai politik. Peserta direkomendasikan
oleh pimpinan partai dan diharuskan membawa surat rekomendasi dari partainya
masing-masing.
a. Pelatihan 1
Peserta sebanyak 31 kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar,
Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai
Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hanura, Partai Gerindra
b. Pelatihan 2
Peserta sebanyak 28 kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar,
Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai
Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hanura, Partai Gerindra
7. Narasumber
a. Pelatihan 1
- Bp. Sri Purnomo, Bupati Kabupaten Sleman
- Rainer Heufers, Direktur Eksekutif Friedrich Naumann Stiftung
- Warsito Ellwein, Program Manajer Friedrich Naumann Stiftung
- Arie Sujito, FISIPOL Universitas Gajah Mada Yogyakarta
- Ashadi Siregar, Direktur Lembaga Penelitian Pendidikan Penerbitan Yogya
(LP3Y)
- Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo, Rektor Institut Perbanas, Mantan Direktur
Eksekutif Partai Amanat Nasional
b. Pelatihan 2
- GBPH. H. Prabukusumo, Partai Demokrat, Yogyakarta
- Bambang Praswanto, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Yogyakarta
- Imawan Wahyudi, Partai Amanat Nasional, Yogyakarta
- Ma’sum Amrullah, Partai Persatuan Pembangunan, Yogyakarta
- Ashadi Siregar, Direktur Lembaga Penelitian Pendidikan Penerbitan Yogya (LP3Y)
- Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo, Rektor Institut Perbanas, Mantan Direktur
Eksekutif Partai Amanat Nasional
8. Fasilitator
a. Pelatihan 1
- Agus Gunawan Wibisono, Staf Ahli Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
- Hari Subagyo, Forum Politisi Yogyakarta
60 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
b. Pelatihan 2
- Agus Gunawan Wibisono, Staf Ahli Dewan Perwakilan Daerah Republik Indo-
nesia
- Hari Subagyo, Forum Politisi Yogyakarta
- Eko Winardi, Perguruan Rakyat Merdeka
9. Metode
Metode pelatihan yang dipakai pada pelatihan manajemen konstituen mengacu pada
kaidah partisipatory learning, yakni memberikan porsi cukup kepada para peserta un-
tuk berpartisipasi aktif selama menjalani pelatihan, yang secara teknis menggunakan
pendekatan andragogy (Malcolm Knowles); pendidikan orang dewasa, yang mendasar-
kan pada prinsip:
Berdasarkan prinsip pendidikan orang dewasa seperti tersebut diatas, maka metode
yang dipakai dalam keseluruhan proses pelaksanaan pelatihan manajemen konstituen
lebih banyak membuka ruang sebesar-besarnya akan partisipasi aktif peserta baik untuk
saling bertukar pikiran, informasi dan pengalaman diantara peserta maupun mengemu
kan pendapat, ide maupun gagasan.
Adapun metode yang akan digunakan selama proses pelatihan pada mata acara atau
masing-masing kajian materi adalah :
a. Pidato pembukaan, dilakukan oleh Pejabat setempat dan dari pihak FNS dalam
rangka memberikan memberikan legitimasi sebagai pelatihan yang resmi dan
terbuka, sharing pengalaman terkait dengan manajemen konstituen dan mem
berikan motivasi bagi peserta akan arti penting pelatihan manajemen
konstituen
b. Pengantar Tematik, dipandu oleh narasumber dari Pimpinan partai atau pakar
dalam rangka memberikan alur dan kerangka besar tentang substansi bagi
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
61
FNS_rev8.indd 61 19/05/11 14:06:40
pembahasan seluruh materi pelatihan. Pemaparan poin-poin dan fakta-fakta
penting terkait dengan manajemen konstituen, yang nantinya akan diurai
secara detail dalam pembahasan-pembahasan berikutnya dalam pelatihan.
c. Ceramah dan Tanya Jawab, dilaksanakan pada sesi input dan dipandu oleh Nara
sumber, memberikan input terkait dengan materi pokok pada pelatihan, kemu-
dian dilanjutkan dengan tanya jawab. Dilanjutkan dengan internalisasi materi
dalam kerja kelompok yang dipandu oleh fasilitator dan setelah pleno presentasi
hasil kerja kelompok Narasumber akan memberikan komentar atas hasil kerja
kelompok.
9. Peserta
Target peserta adalah 30 kader dari berbagai partai politik. Peserta direkomendasikan
oleh pimpinan partai dan diharuskan membawa surat rekomendasi dari partainya
masing-masing.
62 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
63
FNS_rev8.indd 63 19/05/11 14:06:40
FNS_rev8.indd 64 19/05/11 14:06:40
Pembelajaran
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
65
FNS_rev8.indd 65 19/05/11 14:06:40
FNS_rev8.indd 66 19/05/11 14:06:40
EVALUASI DAN
9 PEMBELAJARAN
(Pelatihan Manajemen Konstituen)
Peserta adalah subyek pelatihan, yang kaya dengan pengalaman, informasi serta pengua-
saan terhadap data dan fakta terkait dengan Manajemen Konstituen. Oleh karena itu, Pelati-
han Manajemen Konstituen (PMK) lebih merupakan media sharing, tukar menukar infor-
masi, pengetahuan, data dan pengalaman terkait dengan Manajemen Konstituen bagi para
peserta. Pelatihan Manajemen Konstituen digunakan sebagai forum untuk refleksi, evaluasi
dan pengkosepsian temuan-temuan bersama tentang Manajemen Konstituen. Selain itu,
PMK juga merupakan sarana untuk mengeksplorasi dan referensi dari berbagai kalangan
terkait dengan Manajemen Konstituen.
Keberhasilan pelatihan tidak hanya diukur dari berapa banyak orang yang terlibat dan
apakah tahapan-tahapan pelatihan berjalan sesuai dengan rencana. Namun juga apakah
peserta mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan baru terkait dengan Manajemen
Konstituen yang realistis dapat diterapkan dalam kerja politik sehari-hari mereka sendiri
(individu peserta) maupun partai politiknya. Hal-hal yang dibahas selama pelatihan meliputi:
teori, praktek, data maupun fakta lapang yang relevan dengan kondisi konstituen dari para
peserta pelatihan. Oleh karena itu, mulai dari ide awal hingga pemuatan modul final dari
Manajemen Konstituen ini selalu mengkonfirmasikannya ke partai-partai politik maupun
politisi dan pengurus partai politik yang aktif pada Forum Politisi Yogyakarta. Selanjutnya
diharapkan pelatihan ini betul-betul akan menjadi milik bersama dan tentu saja bermanfaat
baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Juga diharapkan akan
bermanfaat baik bagi peserta secara pribadi maupun bagi partai politik.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
67
FNS_rev8.indd 67 19/05/11 14:06:40
Harapan yang sangat idealistis seperti tersebut di atas tentu saja tidak dapat sepenuh-
nya terpenuhi dengan hanya dua (2) pelatihan yang telah diselenggarakan oleh Friedrich
Naumann Stiftung fuer die Freiheit dan Forum Politisi Yogyakarta beberapa saat yang lalu,
akan tetapi hal tersebut telah menjadi awal yang cukup baik, untuk kemudian secara terus
menerus diperbaiki, sehingga pelatihan Manajemen Konstituen akan betul-betul menjadi
pelatihan yang mempunyai kontribusi untuk memperkuat partai politik maupun politisi teru-
tama yang terkait dengan tema Manajemen Konstituen. Sehingga pada akhirnya konstituen
partai politik tidak hanya memanfaatkan secara efektif partai apabila partai sedang menjadi
peserta Pemilu legislatif maupun eksekutif, tetapi juga menjadikan partai politik sebagai
saluran politik yang dapat dimanfaatkan secara terus menerus dalam rangka memperjuang-
kan aspirasi dan tuntutan kebutuhan serta sebagai wadah untuk mengembangkan diri ( baik
secarasosial, ilmu pengetahuan, ekonomi, politik dan kebudayaan) secara maksimal.
Forum Politisi telah memulai dan secara maksimal telah berusaha untuk melibatkan secara
aktif partai politik dan politisi yang aktif pada Forum Politisi Yogyakarta dalam setiap lang-
kah maju atas pelaksanaan pelatihan manajemen konstituen. Sebaliknya, partai politik dan
politisi juga selalu aktif memberikan masukan dan gagasan-gagasan yang berharga bagi
penyusunan modul sampai pelaksanaan pelatihan.
Penyusunan modul pelatihan Manajemen Konstituen yang memakan waktu lama, dari
bulan Mei hingga Oktober 2010, lebih dikarenakan Forum Politisi Yogyakarta dan Friedrich
Naumann Stiftung ingin memastikan bahwa substansi yang terkandung dalam modul betul-
betul dapat memenuhi tuntutan kebutuhan partai politik dan politisi. Untuk itu, beberapa
kali Modul ini diuji oleh pengurus partai politik dan politisi yang akftif mendukung kegiatan
Forum Politisi Yogyakarta serta para pakar partai politik, komunikasi dan aktivis pengor-
ganisasian masyarakat, yang akrab dengan manajemen konstituen. Manajemen konstituen
merupakan hal yang relatif baru di Indonesia, maka Tim penulis Modul merasa perlu mem-
baca banyak referensi baik dari buku-buku, occassional paper, artikel maupun berita di media
massa yang relevan dengan Manajemen Konstituen.
Pelatihan 1 dan pelatihan 2 dari segi antusiasme peserta pada saat pelatihan dapat
dikatakan berlangsung cukup dinamis. Hal ini terlihat pada saat sesi tanya jawab dengan
narasumber maupun sessi diskusi kelompok dan pleno kelompok. Semua materi hardcopy
dibagikan kepada setiap peserta sebelum input materi narasumber dilakukan, dan terlihat
banyak peserta yang menggunakan kesempatan untuk membaca atau mempelajarinya lebih
dulu.
68 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Dalam beberapa kasus sebenarnya panitia telah berupaya optimal, misalnya mengirim
bahan-bahan tersebut ke alamat email calon peserta (bahkan bagi yang tidak memiliki email,
oleh panitia juga dibuatkan dan selanjutnya dipersilakan untuk mengubah password-nya
bila dikehendaki) yang kami memiliki kontaknya secara langsung.
Sebenarnya, pada lembar/form biodata peserta, ada pertanyaan atau isian yang dapat diper-
gunakan oleh tim fasilitator untuk melakukan need assessment, khususnya tentang harapan
dan keinginan peserta atas kegiatan pelatihan. Tetapi, karena lembar ini pun tidak seluruh-
nya diserahkan kepada panitia, maka asesmen awal hanya dapat dilakukan sekilas pada saat
dimulainya pelatihan.
Pelaksanaan pelatihan 1 (di Kaliurang) dan pelatihan 2 (di Jogja) diikuti oleh peserta dari
partai-partai yang memiliki kursi di DPRD, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Untuk Pelatihan 1 asal usul peserta lebih banyak yang merupakan fungsionaris partai atau
pengurus partai daripada Pelatihan 2 yang sebagian besar mereka adalah anggota/kader
partai. Kualifikasi pengurus tentu lebih kuat (legitimated) daripada anggota partai, termasuk
dalam proses-proses ke-aktiv-an selama mengikuti pelatihan.
Metode Fasilitasi
Dari pelatihan 1 ke pelatihan 2 telah dilakukan upaya-upaya perbaikan/ penyempurnaan
agar peserta memperoleh out-come yang memadai. Di antaranya adalah, setiap narasumber
setelah sesi input (ceramah dan tanya jawab) dimohon untuk tetap mengikuti sesi berikut-
nya, yakni saat diskusi kelompok dan pleno. Kepada narasumber kemudian diberi kesem-
patan memberikan aksentuasi atau tanggapan kritis atas penugasan hasil-hasil kelompok
diskusi melalui sesi pleno.
Pada pelatihan 2 ada kesalahan teknis, yakni pembicara atau narasumber Arie Sujito masih
berada di Denpasar (Bali) karena tidak mendapatkan pesawat ke Jogja padahal yang ber-
sangkutan telah confirmed. Upaya menggantikan Arie Sujito dilakukan malam sebelum acara
berlangsung (bahkan semula ia mengusulkan agar dirinya digantikan oleh Titok Haryanto
dari KPUD Yogya) sehingga seluruh materi dan TOR dikirim ke email Titok dan pembicaraan
via telepon antara panitia dengan Saudara Titok Haryanto terjadi dan Titok bersedia hadir.
Tetapi, justru esoknya beberapa jam sebelum acara mulai, sdr. Titok menyatakan ada keg-
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
69
FNS_rev8.indd 69 19/05/11 14:06:41
iatan penting yang tidak mungkin bisa ditinggalkan, dan akhirnya materi untuk sesi input
1 (topik: Agregasi dan Artikulasi Politik) tidak diberikan oleh narasumber tetapi langsung
dipresentasikan oleh fasilitator sesuai bahan Arie Sujito pada pelatihan 1.
Pada pelatihan 2, sesi pengantar tematik diberikan oleh para pimpinan partai, dan sesi
seperti ini tidak terjadi pada pelatihan 1. Para pimpinan partai tingkat provinsi tersebut di
antaranya adalah Bambang Praswanto (Sekretaris DPD PDIP). GBPH H Prabukusumo (Ketua
DPD Partai Demokrat), Immawan Wahyudi (Ketua DPW PAN) dan Ma’sum Amrullah (Wakil
Sekretaris DPW PPP). Pengantar tematik oleh para praktisi politik sendiri sudah merupakan
brainstorming yang baik untuk merefleksikan sejauhmana kerja-kerja politik yang dilak-
sanakan oleh masing-masing partai dalam menjalin komunikasi dengan konstituen.
70 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Pelatihan manajemen konstituen yang baru diadakan 2 kali seperti tersebut di atas tentu
saja jauh dari memuaskan banyak pihak. Tetapi paling tidak, langkah kaki untuk memper-
baiki dan menguatkan hubungan partai politik dengan konstituennya sudah diayunkan dan
didokumentasikan secara tertulis. Dokumen tertulis dalam buku ini dibuat sejujur-jujurnya
dalam rangka, agar ke depan akan makin banyak pihak yang mempunyai komitmen untuk
meningkatkan dan menguatkan hubungan partai dan konstituennya terlibat aktif membuat
pelatihan-pelatihan dengan lebih baik lagi.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
71
FNS_rev8.indd 71 19/05/11 14:06:41
FNS_rev8.indd 72 19/05/11 14:06:41
HAND OUT
PELATIHAN MANAJEMEN
KONSTITUEN
Diskusi kelompok dengan duduk saling berhadapan dan dipandu Seorang wakil peserta mempresentasikan hasil kelompok dis-
fasilitator. kusinya dihadapan forum pleno.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
73
FNS_rev8.indd 73 19/05/11 14:06:44
FNS_rev8.indd 74 19/05/11 14:06:44
Latar Penyusunan
10 Hand Out
Berangkat dari upaya mencari, memilih dan mengumpulkan berbagai buku, koran, maja-
lah, jurnal, buletin, hasil studi, catatan lapangan, dan makalah baik yang berupa hardcopy
maupun softcopy, disusunlah sumber bacaan ini untuk dapat di-refer bagi proses fasilitasi
penyelenggaraan pelatihan “Menajemen Konstituen”.
Tema ini beranjak dari usulan yang mengemuka sepanjang diskusi rutin Forum Politisi (FP)
Yogyakarta. Sudah barang tentu, gagasan lebih variatif terekam pula dalam setiap sesi dialog
floor yang bertolak dari pengalaman praktis para politisi lintas partai, yang duduk di DPRD
Kabupaten/Kota dan Provinsi DIY periode 2004–2009 maupun fungsionaris kader partai di
daerah.
Kelanjutan diskusi rutin FP paska Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2009 sebagian
besar memberi tekanan pada evaluasi kerja-kerja politik partai di Yogyakarta di dalam men-
gorganisasi hubungan dengan konstituen. Diakui, bahwa konstituen adalah sokoguru partai.
Tidaklah begitu mudah di era multipartai landasan sokoguru ini terbangun secara berkelan-
jutan dan sistemik sesuai pengembangan kapasitas infrastruktur partai. Karenanya, setiap
kader partai dituntut mampu me-manage pola hubungan dua arah yang saling sinergis.
Sebagai bahan bacaan anjuran, apa yang disajikan di sini belum dapat dikatakan sebagai
“Buku Sumber” (Resource Book) sebelum dilakukan pengayaan dan perluasan materi melalui
sejumlah rangkaian uji kegiatan pelatihan langsung. Lebih banyak nanti, setelah diawali
try-out dan kegiatan pelatihan-pelatihan yang makin standar, bahan acuan ini merupakan
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
75
FNS_rev8.indd 75 19/05/11 14:06:44
hand-out bagi peserta di dalam menjalankan modul tentang Manajemen Konstituen.
Susunan materi bacaan yang tersedia ini belum sepenuhnya menjadi aspek “Panduan Pela-
tihan” secara sistematis dan praktis, namun lebih merupakan panorama yang menghimpun
bahan-bahan yang berserakan. Dimulai dengan pengelompokan tema dari sejumlah sub-sub
topik yang dipergunakan selama proses fasilitasi pelatihan berlangsung.
Akhir kata, melalui pengantar ini diharapkan akan terjadi umpan balik kritis sehingga setiap
sumber bacaan yang kiranya relevan diacu dapat terus menerus dilengkapi, diperkaya dan
diperluas di waktu kemudian.
76 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Sikap mengenai kandungan ideologi ditentukan oleh karakter atau sifat-sifat masyarakat.
Dikenali dua teori idelogi yang disusun berdasarkan kandungannya, yaitu Teori Kepentin-
gan (interest) dan Teori Ketegangan (strain). Menurut teori Kepentingan, ideologi disusun
berdasarkan nilai dan kepentingan kelas sebagai struktur masyarakat. Karena itu ideologi
memberikan motivasi perjuangan antar kelas masyarakat yang secara otomatis dianggap
mewakili individu. Itulah sebabnya, maka di dalam teori ini, ideologi dilihat sebagai alat
perjuangan kelas.
Menurut teori Ketegangan, ideologi mengambarkan nilai dan kepentingan keseluruhan ma-
syarakat, bukan hanya bagiannya. Karena dalam hubungan antar individu seperti halnya di
antara kelompok-kelompok masyarakat yang beraneka nilai dan kepentingan tersebut selalu
terdapat ketegangan, maka ideologi dilihat sebagai petunjuk untuk menyelesaikan ketegan-
gan tersebut. Jadi teori Ketegangan tentang ideologi melihat individu dan kelompok secara
berimbang, seperti halnya memperhatikan nilai dan kepentingan.
Berangkat dari kerangka teoritis tersebut, timbul kecenderungan untuk berpendapat bahwa
pada dasarnya keseluruhan cara pandang atau pendekatan ideologi tersebut hidup atau
pernah hidup di kalangan masyarakat Indonesia. Hanya saja dalam waktu ke waktu terdapat
penekanan kepada aspek masyarakat tertentu dalam mendekati ideologi. Variasi penekanan
masyarakat tersebut tampaknya berasal dari kenyataan masyarakat di satu pihak, dan dari
keinginan untuk memanfaatkan ideologi di lain pihak.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
77
FNS_rev8.indd 77 19/05/11 14:06:44
Kelemahan pokok dari penekanan budaya dalam pendekatan terhadap ideologi adalah lebih
terbukanya kesempatan mengemukanya nilai elit ketimbang nilai non-elit, sebab di dalam
pendekatan ini memang tidak ada keperluan untuk memperhatikan kelas. Oleh sebab itu
timbullah kecenderungan melihat dan menafsirkan ideologi berdasarkan kepada nilai yang
dianut oleh elit. Selain itu, tumbuh pula kecenderungan berpikir yang utopis dalam mengha-
dapi kenyataan.
Dalam hal pemanfaatan ideologi, variasi penekanan aspek kehidupan masyarakat terungkap
dalam pilihan di antara ideologi sebagai petunjuk identitas dengan ideologi sebagai alat
penumbuh solidaritas (Lihat: David E. Aptered, Ideology and Discontent, N.Y.; The Free Press,
1964, hal 18-21). Sungguhpun pada hakekatnya kedua corak penggunaan ideologi tersebut
tidak seharusnya dipertentangkan, namun kecenderungan yang ada di kalangan masyarakat
Indonesia ialah melihat keduanya sebagai pilihan.
Di masa sistem politik yang mendasarkan kepada Demokrasi Konstitusional, terbuka kesem-
patan untuk memanfaatkan ideologi sebagai pembentuk identitas dan solidaritas. Itu berarti
bahwa di satu pihak ideologi dimanfaatkan untuk membentuk kepribadian individu yang
pada gilirannya memberikan identitas kepada kelompok yang terbentuk karena persamaan
identitas. Pada lain pihak, ideologi dimanfaatkan pula sebagai sarana untuk menjembatani
perbedaan antar individu dan antar kelompok yang terikat dalam suatu identitas tersebut,
dengan memberikan kerangka atau basis ikatan yang luas kepada keseluruhan individu dan
kelompok.
78 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Ideologi
Pengembangan Identifikasi
Pengorganisasian
Sekalipun asas perwakilan politik telah menjadi sangat umum, tetapi ada beberapa kalan-
gan yang merasa bahwa partai politik dan perwakilan yang berdasarkan kesatuan-kesatuan
politik semata-mata, mengabaikan berbagai kepentingan dan kekuatan lain yang ada dalam
masyarakat terutama di bidang ekonomi. Beberapa negara telah berusaha mencoba untuk
mengatasi persoalan ini dengan mengikutsertakan wakil dari golongan-golongan yang
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
79
FNS_rev8.indd 79 19/05/11 14:06:44
dianggap memerlukan perlindungan khusus. Misalnya, India mengangkat beberapa orang
wakil dari golongan Anglo-Indian sebagai anggota Majelis Rendah, sedangkan beberapa
wakil dari kalangan kebudayaan, kesusastraan, dan pekerja sosial diangkat menjadi ang-
gota Majelis Tinggi. Di parlemen Pakistan pada masa demokrasi dasar disediakan beberapa
kursi untuk golongan perempuan dan untuk orang-orang yang berjasa di pelbagai bidang,
misalnya bekas pejabat tinggi seperti gubernur atau menteri, dan dari kalangan kebudayaan,
ilmuwa, dan profesi-profesi (seperti pengacara, dan sebagainya). Umumnya boleh dikatakan
bahwa pengangkatan wakil dari pelbagai minoritas dimaksudkan sebagai sekedar koreksi
terhadap asas perwakilan politik.
Di samping itu ditemukan bahwa di beberapa negara asas perwakilan politik diragukan ke-
wajarannya dan perlu diganti atau sekurang-kurangnya dilengkapi dengan asas perwakilan
fungsional (functional or occupational representation). Dianggap bahwa negara modern
dikuasai oleh bermacam-macam kepentingan terutama di bidang ekonomi, yang di dalam
sistem perwakilan politik kurang diperhatikan dan tidak dilibatkan dalam proses politik.
Dicanangkan agar si pemilih mendapat kesempatan untuk memilih dalam golongan ekonomi
atau profesi di mana mereka bekerja, dan tidak semata-mata menuntut golongan politiknya,
seperti halnya dalam sistem perwakilan politik. Golongan yang gigih memperjuangkan pan-
dangan ini antara lain Guild Socialists abad ke-20.
Bermacam-macam cara telah digunakan untuk mengatasi masalah ini. Misalnya di Irlandia,
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1937, wakil-wakil golongan fungsional dipilih dan
didudukkan dalam Senat. Di Republik Prancis IV pada tahun 1946 didirikan sebuah majelis
khusus di luar badan legislatif, yaitu Majelis Ekonomi, yang berhak memperbincangkan
rancangan undang-undang yang menyangkut soal ekonomi, akan tetapi badan ini tidak
mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan, dan hanya memainkan peranan seb-
agai penasehat dari badan legislatif. Di Republik Prancis V Undang-Undang Dasar 1958 me-
nentukan adanya suatu Majelis Ekonomi dan Sosial, akan tetapi fungsinya berbeda dengan
Majelis Ekonomi yang digantinya; ia tidak memberi nasihat kepada badan legislatif, tetapi
kepada pemerintah. Anggotanya ditunjuk oleh pemerintah dari bermacam-macam golongan
ekonomi, sosial, profesi, dan bidang keahlian lain.
Di Italia asas Functional Representation diperkenalkan oleh Mussolini pada tahun 1926.
Perwakilan didasarkan atas golongan ekonomi, dan untuk keperluan itu dibentuk 22 corpo-
ration yang masing-masing mewakili satu industri, misalnya industri tekstil. Setiap Cor-
porations mencakup baik golongan pekerja maupun golongan management dalam bidang
industri itu. Melalui wakil-wakilnya dalam Council of Corporations yang didirikan pada
tahun 1930 dan yang pada tahun 1939 menggantikan dewan perwakilan yang ada (badan
baru disebut Chamber of Fasces and Corporations dan terdiri atas tokoh-tokoh Partai Fasis
dan Council of Corporations), Corporations ini memainkan peranan yang penting. Karena itu
di Italia masa itu dinamakan Negara Korporatif (Corporate State). Dengan jatuhnya Musso-
lini, eksperimen ini juga terhenti.
80 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Keterwakilan Politik
Perwakilan politik dalam artian bahwa satu atau sejumlah orang berwenang membuat
keputusan atas nama seseorang, sekelompok orang ataupun keseluruhan anggota ma-
syarakat Indonesia, bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia, di mana peranan pemimpin
amat dominan di dalam kehidupam bermasyarakat. Bukan saja mereka tergolong ke dalam
kelompok yang biasanya disebut sebagai penguasa (power elite), bahkan semua orang yang
mempunyai kedudukan sebagai elit, apapun tingkatannya, mempunyai kecenderungan untuk
mengatasnamakan pihak lain.
Secara de jure tentulah para penguasa mempunyai kewenangan untuk mewakili masyarakat
karena penguasaannya atas lembaga-lembaga pemerintahan dan kemasyarakatan. Namun
demikian, secara de facto kekuatan kewenangan mewakili itu dapat dipertanyakan, sebab hal
itu amat ditentukan oleh berbagai faktor yang menyangkut hubungan di antara wakil dan
yang diwakili. Begitu pula halnya dengan kekuatan elit yang tidak berkuasa untuk mewakili
anggota masyarakatnya secara sepihak.
Kecenderungan elit untuk menganggap dirinya sebagai wakil masyarakat secara sepihak
dapat diamati dari berbagai tingkah laku kelompok masyarakat. Terdapat gelagat untuk
menimbulkan anggapan bahwa argumentasi yang dikemukakan adalah pendapat orang
banyak, tanpa terbiasa menekankan pada pandangan sendiri. Ada semacam kebiasaan dalam
memberikan tanggapan terhadap suatu gejala masyarakat dengan menghadapkan gejala
tersebut kepada kerugian masyarakat luas, tanpa mengkajinya secara mendalam terlebih
dahulu. Penggunaan kata ganti kami di kalangan pembicara di dalam suatu pertemuan atau-
pun rapat, menimbulkan kesan bahwa pembicara tersebut mewakili sekelompok orang.
Sementara kelaziman seperti itu tetap hidup di dalam masyarakat Indonesia, perkembangan
masyarakat telah menuntut adanya pengertian perwakilan politik yang sesuai. Dalam hal ini,
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
81
FNS_rev8.indd 81 19/05/11 14:06:44
kewenangan dan kekuatan mewakili tidak lagi ditentukan secara sepihak oleh elit atau pihak
yang mewakili, akan tetapi pihak yang diwakili bertindak pula sebagai penentu. Di dalam
politik, corak perwakilan seperti itu dikategorikan sebagai perwakilan yang demokratis.
Perwakilan politik yang demokratis lazimnya dipandang dari hubungan timbal balik di antara
wakil dengan pihak yang mewakili. Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan dalam hal
ini ialah apa yang diwakili oleh rakyat? Siapa yang diwakili oleh anggota badan perwakilan?
Apa yang dilakukan oleh wakil rakyat? Dan bagaimana anggota badan perwakilan melakukan
tugasnya sebagai wakil rakyat? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tampaknya berkisar di seki-
tar dua sudut pandang. Dua pertanyaan pertama bertolak dari pihak yang diwakili. Sedang-
kan dua pertanyaan yang kemudian berpangkal dari pihak yang mewakili.
Persoalan tentang apa yang diwakili, berkisar pada kepentingan atau opini (lihat Hanna F.
Pitkin, The Concept of Representation, Berkeley, Los Angeles, 1967, hal 63-64). Perwakilan
kepentingan berarti bahwa wakil rakyat terikat kepada kelompok-kelompok kepentingan
yang mendukung wakil tersebut. Oleh karena itu struktur keanggotaan badan perwakilan
diwarnai oleh keanekaragaman kelompok kepentingan yang hidup di dalam masyarakat.
Dengan kata lain badan perwakilan diumpamakan sebagai gambaran kepentingan-kepent-
ingan masyarakat. Kuatnya peranan dan pengaruhnya kelompok-kelompok kepentingan di
dalam kehidupan politik pada awal kemerdekaan, yang menyebabkan partai politik beserta
fraksinya di parlemen memberikan perhatian yang cukup kepada kelompok-kelompok terse-
but, merupakan pengesah terhadap pernyataan di atas.
Dalam pada itu, perwakilan opini mengikatkan wakil rakyat kepada pendapat umum. Sesuai
dengan sifat opini yang bergerak di antara berbagai struktur masyarakkat, maka perwakilan
seperti itu tidak dihubungkan dengan susunan masyarakat yang jelas polanya. Akan tetapi
perwakilan opini dikaitkan kepada hubungan simbolik di antara wakil dengan yang diwakili.
Apa yang diwakili dalam perwakilan simbolik adalah emosi, perasaan dan aspek psikologis
dari anggota masyarakat (Lihat Hanna F. Pitkin, The Concept of Representation, Berkeley, Los
Angeles, 1967, hal 100-101). Pembentukan kelompok spiritual dan materiil di dalam badan
perwakilan Demokrasi Terpimpin misalnya, mengacu kepada bentuk perwakilan simbolik.
Perlu dicatat bahwa perwakilan seperti ini memang lebih luas cakupannya, karena tidak
terbatas menurut kepentingan yang cenderung kecil cakupannya. Akan tetapi cakupan yang
luas tersebut tidak membangun hubungan yang kukuh di antara wakil dengan pihak yang
diwakili.
82 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
83
FNS_rev8.indd 83 19/05/11 14:06:44
legislatif untuk menampung, mengubah, dan mengkonversikan kepentingan-kepentingan
yang diartikulasikan oleh rakyat sampai menjadi alternatif-alternatif kebijakan publik.
Kemampuan manajerial diperlukan oleh wakil rakyat dalam menjalankan fungsi agregasi
kepentingan ini. Dan, secara umum terdapat beberapa gaya agregasi kepentingan, yaitu:
pragmatic-bargaining, absolute-value oriented, dan traditionalistic.
[Dikutip dari Sirajudin, dkk, “Parlemen Lokal DPRD Peran dan Fungsi dalam Dinamika Otonomi Daerah”, Setara Press,
Malang, 2009, hal. x]
RAKYAT
PEMILU
REPRESENTASI
RAKYAT
(KETERWAKILAN)
Hubungan
dengan Fungsi Legislasi
Pemilih
DPRD
Hubungan MEMBUAT
dengan KEPUTUSAN
Media & POLITIK Fungsi Anggaran
Kelompok
Kepentinga
nnn
Sumber
Daya Fungsi Pengawasan
(anggaran,
Staff, Riset
& Informasi
Peningkatan Perlindungan
Kesejahteraan Hak-hak Individual
Individu & dan Masyarakat
Masyarakat
[Sumber: Bagan dari NDI, Jakarta, disesuaikan oleh LGSP dengan UU 32/2004 pasal 40]
84 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Seandainya tidak ada yang mengagregasi dan mengartikulasi, niscaya pendapat atau as-
pirasi akan simpang siur dan saling berbenturan, sedangkan dengan agregasi dan artikulasi
itulah salah satu fungsi komunikasi partai politik.
Setelah itu partai politik merumuskannya menjadi usulan kebijakan. Usul kebijakan ini dima-
sukan ke dalam program atau platform partai (goal formulation) untuk diperjuangkan atau
disampaikan melalui parlemen kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum (public
policy). Demikianlah tututan dan kepentingan masyarakat disampaikan pada pemerintah
melalui partai politik.
Di sisi lain, partai politik juga berfungsi memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-
rencana dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Dengan demikian menjadi arus informasi dan
dialog dua arah dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Dalam pada itu partai politik
memainkan peran sebagai penghubung antara yang memerintah dan yang diperintah. Peran
partai sebagai jembatan sangat penting, karena di satu pihak kebijakan pemerintah perlu
dijelaskan kepada semua kelompok masyarakat, dan di pihak lain pemerintah mesti tanggap
terhadap tuntutan masyarakat.
Dalam menjalankan fungsi inilah partai politik sering disebut-sebut sebagai perantara
(broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas). Kadang-kadang juga dikatakan
bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi
warga masyarakat sebagai “pengeras suara” .
Menurut Sigmund Neumann dalam hubungannya dengan komunikasi politik, partai politik
merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi
sosial dengan lembaga pemerintah yang resmi dan yang mengaitkannya dengan aksi politik
di dalam masyarakat politik yang lebih luas.
Akan tetapi sering terjadi gejala bahwa pelaksanaan fungsi komunikasi ini, sengaja mau-
pun tidak sengaja, menghasilkan informasi yang berat sebelah dan malahan menimbulkan
kegelisahan dan keresahan dalam masyarakat. Misinformasi semacam itu menghambat
perkembangan kehidupan politik yang sehat.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
85
FNS_rev8.indd 85 19/05/11 14:06:45
• Sebagai Sarana Sosial Politik
Dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya seorang
memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang umumnya berlaku dalam
masyarakat di mana ia berada. Ia adalah bagian dari proses yang menentukan sikap politik
seseorang, misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi dan hak
kewajiban.
Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah sebagai proses yang melaluinya masyarakat
menyampaikan “budaya politik“ yaitu norma-norma dan nilai-nilai, dari suatu generasi ke
generasi berikutnya. Dengan demikian sosialisasi politik merupakan faktor penting dalam
terbentuknya budaya politik (political culture) suatu bangsa.
Suatu definisi yang dirumuskan oleh seorang ahli sosiologi politik M. Rush (1992):
Sosialisasi politik adalah proses yang melalui orang dalam masyarakat tertentu be
lajar mengenali sistem politiknya. Proses ini sedikit banyak menentukan persepsi
dan reaksi mereka terhadap fenomena politik (politicall socialization) may be defined
is the process by which individuals in a given society become acquainted with the
political system and which to a cartain degree determines their perception and their
reaction to political phenomena).”
Proses sosialisasi berjalan seumur hidup, terutama dalam masa kanak-kanak. Ia berkembag
melalui keluarga, sekolah peer group, tempat kerja, pengalaman sebagai orang dewasa,
organisasi keagamaan dan partai politik. Ia juga menjadi penghubung yang mensosialisasi-
kan nilai-nilai politik generasi yang satu ke generasi yang lain. Di sinilah letak partai dalam
memainkan peran sebagai sarana sosialisasi politik. Pelaksanaan fungsi sosialisasinya dilaku-
kan melalui berbagai cara yaitu media massa, ceramah-ceramah, penerangan, kursus kader,
penataran dan sebagainya.
Sisi lain dari fungsi sosialisasi politik partai adalah upaya menciptakan citra (image) bahwa
ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting jika dikaitkan dengan tujuan partai un-
tuk menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum. Karena itu harus
memperoleh dukungan seluas mungkin, dan partai berkepentingan agar para pendukungnya
mempunyai solidaritas yang kuat dengan partainya.
Ada lagi yang lebih penting nilainya apabila partai politik dapat menjalankan fungsi sosial-
isasi yang satu ini, yaitu mendidik anggota-anggotanya menjadi manusia yang sadar akan
tanggung jawabnya sebagai warga negara dan menempatkan kepentingan sendiri di bawah
kepentingan nasional. Secara khusus perlu disebutkan di sini bahwa di negara-negara yang
baru merdeka, partai-partai politik juga dituntut berperan memupuk identitas nasional dan
integrasi nasional. Ini adalah tugas lain dalam kaitannya dengan sosialisasi politik.
Namun, tidak dapat disangkal adakalanya partai mengutamakan kepentingan partai atas
kepentingan nasional. Loyalitas yang diajarkan adalah loyalitas kepada partai, yang melebihi
86 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Selain untuk tingkatan seperti itu, partai politik juga berkepentingan memperluas atau
memperbanyak keanggotaan. Maka iapun berusaha menarik sebanyak-banyak orang untuk
menjadi anggotanya. Dengan didirikannya organisasi-organisasi massa (sebagai onderbouw)
yang melibatkan golongan-golongan buruh, tani, pemuda, mahasiswa, wanita dan sebagain-
ya, kesempatan untuk berpartisipasi diperluas. Rekruitmen politik menjamin kontinuitas dan
kelestarian partai, sekaligus merupakan salah satu cara untuk menjaring calon-calon pe-
mimpin. Ada berbagai cara untuk melakukan rekruitmen politik, yaitu melalui kontak pribadi,
persuasi, ataupun cara-cara lain.
Di sini peran partai politik diperlukan untuk membantu mengatasinya, atau sekurang-
kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatifnya dapat ditekan semini-
mal mungkin. Elite partai dapat menumbuhkan pengertian di antara mereka dan bersamaan
dengan itu juga meyakinkan pendukungnya.
Pada tataran yang lain dapat dilihat pendapat dari ahli yang lain, Arend Lijphart (1968).
Menurut Lijphart: Perbedaan-perbedaan atau perpecahan di tingkat massa bawah dapat
diatasi oleh kerjasama di antara elite-elite politik. (Segmented or subcultural cleavages at
the mass level could be overcome by elite cooperation). Dalam konteks kepartaian, para
pemimpin partai adalah elite politik.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
87
FNS_rev8.indd 87 19/05/11 14:06:45
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa partai politik dapat menjadi penghubung psikolo-
gis dan organisasional antara warga negara dengan pemerintahnya. Selain itu partai juga
melakukan konsolidasi dan artikulasi tuntutan-tuntutan yang beragam yang berkembang
di berbagai kelompok masyarakat. Partai juga merekrut orang-orang untuk diikutsertakan
dalam kontes untuk pemilihan kontes wakil-wakil rakyat dan menemukan orang-orang
yang cakap untuk menduduki posisi-posisi eksekutif. Pelaksanaan fungsi-fungsi ini dapat
dijadikan instrumen untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan partai politik di negara
demokrasi.
Di pihak lain dapat dilihat bahwa seringkali partai malahan mempertajam pertentangan
yang ada. Dan jika hal ini terjadi dalam suatu masyarakat yang rendah kadar konsensus
nasionalnya, peran semacam ini dapat membahayakan stabilitas politik.
[Dikutip dari Prof. Miriam Budiardjo, “Dasar-Dasar Ilmu Politik” (edisi revisi), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2008, hal. 405-410]
88 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Perhelatan akbar forum tertinggi tiga partai besar: Partai Golkar, Partai Demokrasi Indo-
nesia Perjuangan, dan Demokrat, usai digelar. Tekad menjadi partai yang lebih aspiratif,
modern, dan transparan tampak sama-sama dicanangkan. Masihkah publik berharap
banyak pada sosok partai politik ke depan?
Di tengah meningkatnya peluang politik dan daya kritis publik, partai politik tampak
berupaya merumuskan ulang identitas politik di mata publik. Pasca-Kongres II, Partai
Demokrat maju dengan Ketua Umum berusia muda: Anas Urbaningrum, 41 tahun. PDI-P
dalam Kongres III sebelumnya berupaya memperkuat visi ideologis kerakyatan dan insti-
tusi kelembagaan. Sementara Partai Golkar, yang sudah relatif ”rampung” dengan proses
pelembagaan, sejak Munas VIII tampak sudah lebih dahulu sibuk bermain di panggung
elite melalui forum Sekretariat Gabungan.
Terlepas dari hiruk-pikuk kiprah parpol di tataran internal dan panggung politik, di mata
publik sosok parpol relatif belum banyak beranjak dari stagnasi ketidakpuasan diband-
ingkan dengan situasi menjelang pemilu parpol 2009. Hasil jajak pendapat Kompas, 26-
27 Mei lalu, memperlihatkan gambaran ketidakpuasan masih disuarakan dalam berbagai
fungsi politik partai, seperti representasi, fungsi sosialisasi politik, mobilisasi, partisipasi,
legitimasi, dan aktivitas politik. Upaya parpol menjalankan fungsi representasi termasuk
yang paling lemah diapresiasi publik (68,9 persen) ketimbang fungsi-fungsi lainnya.
Ketidakpuasan responden terhadap parpol dapat pula dilihat dari penilaian mereka ter-
hadap kiprah parpol dalam melakukan pendidikan politik dan kaderisasi terhadap warga
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
89
FNS_rev8.indd 89 19/05/11 14:06:45
negara. Minimnya aktivitas partai dalam memberikan pendidikan politik secara lugas
membuat rakyat tidak paham logika politik dan ”muara”-nya. Mereka menjadi tidak berani
menyuarakan aspirasinya secara konkret atau dalam tindakan nyata. Padahal, seharusnya
partai sepantasnya berupaya menggalang warga negara untuk lebih aktif dalam keg-
iatan-kegiatan politik, seperti memilih pemimpin, membangkitkan kesadaran berpolitik,
penggalangan dana, dan kegiatan politik lainnya.
Tawar-menawar parpol dengan kekuasaan politik melalui berbagai ”barter isu”, termasuk
mundurnya Menkeu Sri Mulyani baru-baru ini, tak lepas pula dari sorotan publik. Akibat-
nya, ada sedikit perubahan positif dalam citra parpol terkait penegakan hukum. Meski
publik meyakini masih berkelindannya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam tubuh
parpol, di sisi lain upaya parpol berjuang di DPR dalam beberapa isu, seperti kasus Bank
Century, mafia hukum, dan mafia pajak, membuat citra parpol relatif membaik. Diband-
ingkan dengan masih melempemnya fungsi representasi, kaderisasi, dan kontrol; fungsi
penegakan hukum dan peran memberantas KKN oleh parpol relatif paling diapresiasi.
Penguatan Institusi
Penguatan partai pada tingkat akar rumput dan kelembagaan partai kerap kali menen-
tukan hidup matinya sebuah parpol di negeri ini. Kenyataannya, terlepas dari kontro-
versinya, bisa dibilang baru partai lama yang mapan seperti Golkar yang sudah relatif rapi
dalam format organisasi modern, tidak bergantung pada figur orang, dan memiliki me-
kanisme yang relatif ”demokratis” dalam pemilihan struktur pengurus partai. Dua partai
besar lainnya, PDI-P dan Demokrat, sebenarnya relatif dalam tahap membangun institusi
ketika mereka tiba-tiba menjadi pemenang Pemilu 1999 dan 2009.
Buktinya, dalam Pemilu 2009 ada wilayah di Jawa Barat di mana tidak terdapat struktur
formal sebuah partai besar di tingkat cabang, tetapi dalam pemilu tetap saja menang
dengan suara terbanyak. Setelah menang, baru sibuk ”mencari” pengurus. Demikian juga
dengan contoh lain, sehari menjelang pengumuman Pemilu 1999, ada tokoh partai politik
takut jika partainya benar-benar menang dalam pemilu pada tahun-tahun yang kalut
secara politik itu. Penyebabnya? Ketidaksiapan partainya secara organisasi kelembagaan
yang pastinya harus mengemban tanggung jawab di tingkat negara sebagai partai pe-
menang pemilu.
Menurut Wicipto Setiadi (2010), pelembagaan partai biasanya dilakukan melalui pengua-
tan empat komponen kunci, yakni pengakaran (party rooting), legitimasi partai (party
legitimacy), aturan dan regulasi (rule and regulation), dan daya saing partai (competitive-
ness). Becermin pada keempat komponen kunci di atas, tampaknya lampu kuning masih
menyala bagi keberadaan parpol saat ini apabila secara kelembagaan parpol tidak mulai
90 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Bagi bagian terbesar publik, tampaknya tidak terlalu sulit menunjukkan kelemahan
parpol. Hal ini terlihat dari pengamatan dan penilaian responden terhadap aktivitas dan
kondisi partai di wilayahnya selama ini. Lebih dari separuh (54 persen) responden men-
gamati bahwa selama ini tidak ada aktivitas organisasi yang berarti dari parpol-parpol
yang ada di wilayahnya. Sebagian besar responden tidak pernah mengetahui kegiatan
maupun aktivitas partai seperti dalam hal perekrutan anggota, pendidikan politik,
penggalangan dana, maupun dalam pendampingan-pendampingan saat situasi krisis
berlangsung di wilayah mereka.
Apabila dilihat dari orientasi politik pada Pemilu 2009, ketidaktahuan responden terha-
dap adanya kegiatan parpol ini relatif sama, baik terhadap partai yang dipilih maupun
partai lainnya. Kondisi demikian memperlihatkan bahwa sebagian besar responden tidak
merasakan kehadiran parpol di kehidupan sehari-harinya. Aktivitas parpol di akar rum-
put di tempat yang seharusnya merupakan ujung tombak partai masih sangat kurang
dan lemah. Padahal, untuk membangun basis massa yang kuat, kegiatan-kegiatan yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat di akar rumput harus diperkuat. Sejauh ini,
kehadiran parpol lebih banyak dirasakan sesaat menjelang pemilu. Setelahnya, tidak lagi
membekas.
Langgam Politik
Terdelegitimasinya fungsi parpol tampak dari makin banyaknya kiprah politik yang men-
jadikan partai sekadar kendaraan politik ketimbang sebuah lembaga yang menjadi wa-
dah artikulasi politik. Tampilnya wajah-wajah baru di elite parpol tanpa melalui tempaan
pendidikan politik dalam parpol, termasuk dari kalangan artis, usahawan, akademisi, dan
latar belakang nonpolitisi parpol, menunjukkan ketidakberdayaan parpol membentuk
dan menawarkan kader sendiri. Di sisi lain, mekanisme politik langsung dalam pemilu
kian mengimpit parpol yang dalam era kebebasan demokrasi saat ini pun, menurut
seorang petinggi Golkar, rupanya belum ada yang betul-betul mandiri menggalang dana
dari anggotanya.
Ketidakmandirian dalam soal anggaran berarti sangat besar kemungkinan tidak mandiri
pula dalam soal-soal yang sifatnya lebih strategis haluan politik. Fakta bahwa parpol
mungkin hanya ditunjang oleh beberapa konglomerat dan sekelompok simpatisan partai
membuat keputusan parpol tak bisa lepas dari koridor kepentingan politik tertentu.
Apalagi kalau yang terjadi merupakan ”perkawinan politik” antara pengusaha dan ke-
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
91
FNS_rev8.indd 91 19/05/11 14:06:45
pentingan politisi sebagaimana disitir dalam pidato politik Menkeu Sri Mulyani beberapa
waktu lalu.
Ketidakpuasan publik terhadap kinerja parpol di negeri ini menunjukkan bahwa parpol
belum membentuk diri menjadi sebuah lembaga yang diidamkan rakyat, atau paling ti-
dak, belum mampu mengikuti langgam politik masyarakat. Menjadi tidak mengherankan
jika kepercayaan publik responden terhadap parpol relatif lebih rendah dibandingkan
dengan terhadap lembaga-lembaga lain, yang sejauh ini memang mendekatkan diri
dengan ”tuntutan pasar”. Dalam jajak pendapat ini parpol hanya menduduki peringkat
keempat (9,6 persen) setelah media massa (35,5 persen), lembaga agama (22 persen),
dan lembaga swadaya masyarakat (14 persen) sebagai lembaga yang paling dipercaya
menyalurkan aspirasi (baca: kebutuhan) masyarakat.
Sudah bukan zamannya lagi parpol hanya sibuk atau kelihatan ada aktivitasnya pada
saat menjelang pemilu atau kongres dan hanya berorientasi untuk memperoleh suara
di parlemen. Sekadar menjadi ”electoral party”—partai yang hidup hanya untuk tujuan
memenangi pemilu, tanpa mampu mereformulasi dan memperkokoh sosok dan visi poli-
tik— membuat parpol makin kehilangan kepercayaan dari pemilihnya. Seusai perhelatan
akbar tiga partai politik terbesar di negeri ini, memang sudah sepantasnya saat ini mulai
menjadi titik balik kebangkitan bagi partai politik. (Litbang KOMPAS)
[Sumber: http://cetak.kompas.com]
92 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Pemahaman Istilah
Kejelasan dan pemahaman istilah konstituen memang menjadi penting karena sering kali
secara teknis sulit untuk dipetakan. Konstituen sering dimaknai sebagai
- Rakyat biasa
- Pemilih di daerah pemilihan
- Pendukung partai politik
- Pemberi mandat pihak yang harus diberi tanggung jawab
- Masyarakat yang diwakili
- atau, kelompok sasaran yang harus dilayani oleh partai atau parlemen.
Menurut beberapa sumber dari berbagai tulisan, istilah pemilih pendukung pada daerah
pemilihan memang sering digunakan untuk menunjuk makna konstituen atas partai politik
atau parlemen. Pemaknaan lebih dalam oleh partai politik, konstituen adalah pendukung
yang tetap loyal, yang memilihnya dan harus ia perjuangkan.
[Dikutip dari “Membina Hubungan Dengan Konstituen –Buku Saku DPRD”, USAID-LGSP, hal 11]
1) Wajah Politik yang padat dengan ide-ide dan upaya konkret yang lebih mense
jahterakan rakyat plus nilai-nilai keadilan bagi masyarakat
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
93
FNS_rev8.indd 93 19/05/11 14:06:45
• Penggunaan Media
Partai Politik harus mampu berkomunikasi langsung dengan konstituen melalui tatap
muka. Komunikasi melalui organisasi-organisasi yang berfungsi sebagai mediator, seperti
Serikat Buruh, Serikat Tani, Organisasi Pemuda, atau Organisasi Perempuan. Selain itu, juga
dibangun komunikasi melalui media massa: Koran dan Majalah, radio, TV, Internet dengan
Website, email dan Telepon. Dan juga yang tidak kalah pentingnya komunikasi dengan
menggunakan media riset, polling, dan survey.
• Pembangunan Infrastruktur
Merupakan salah satu usaha untuk memudahkan partai politik memahami siapa sesung-
guhnya yang menjadi pemilih partai dan sekaligus dapat dipakai untuk menjawab aspirasi
mayarakat pada umumnya dan pemilih khususnya. Infrastruktur yang memungkinkan siner-
gisitas antar aktor kunci partai baik yang di struktural, legislatif, eksekutif, maupun kader.
• Peraturan Partai
Dengan pengaturan ini, tidak ada alasan lain bagi politisi, pengurus dan aktivis partai untuk
menghindar bagi terbangunnya komunikasi imbal balik dan saling menguntungkan antara
partai dan masyarakat pada umumnya dan pemilih khususnya.
• Sayap Partai
Pembangunan sayap partai merupakan jembatan yang paling baik untuk membangun komu-
nikasi dengan masyarakat pada umumnya dan pemilih khususnya. Sayap partai juga ber-
guna untuk mengintensifkan hubungan sektoral dengan masyarakat dan terutama dengan
pemilih. Sayap partai juga berguna sebagai filter partai untuk beberapa isu sektoral.
• Identifikasi Personal
Partai harus mampu mengidentifikasikan siap anggota partai, siapa pemilihnya dan dimana
94 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
[Dikutip dari ”Konsolidasi Demokrasi”, Forum Komunikasi Partai dan Politisi untuk Reformasi, Jakarta, 2005, hal
35-37]
Dalam sistem politik yang demokratis, rakyat mempunyai hak untuk memilih wakil rakyat
yang terhimpun dalam partai politik untuk duduk di parlemen, di satu sisi, dan juga mem-
punyai hak untuk terlibat aktif dalam kontestasi politik itu sendiri (hak dipilih), pada sisi
lainnya.
Oleh karena itu, pemilu merupakan mekanisme paling penting sampai dengan saat ini, dalam
sistem politik modern, yang bisa digunakan rakyat dalam membuat pilihan terbaiknya untuk
memilih calon-calon yang menurut pandangannya mampu menjalankan roda pemerintahan,
baik di level daerah (pilkada), dewan (DPR/DPD/DPRD), maupun dalam konteks pimpinan
tertinggi eksekutif.
Dalam sistem politik modern, tidak satu pun negara yang disebut demokratis (oleh masyara-
kat internasional) apabila tidak mengadakan pemilu. Permasalahannya, apakah pemilihan itu
dilakukan dengan adil, transparan, dan jujur, itu merupakan hal lain. Oleh karena itu, ketika
perang dingin berlangsung, hampir semua negara berusaha mengidentifikasi diri sebagai
negara demokratis dengan cara melaksanakan pemilu secara berkala. Walau pada saat yang
lain, Pemilu dilakukan hanya untuk melegitimasi tindakan nyata rejim yang otokratik (Che-
habi & Linz 1998).
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
95
FNS_rev8.indd 95 19/05/11 14:06:45
Indonesia dalam waktu dekat mengadakan dua pemilu, parlemen dan presiden, dan yang
menarik untuk dikaji adalah bagaimana perilaku pemilih dalam kedua pemilu tersebut. Tiga
pendekatan teori yang sering digunakan banyak sarjana politik untuk memahami perilaku
pemilih ialah pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan pilihan rasional.
Pendekatan sosiologis menekankan pentingnya beberapa hal yang berkaitan dengan instru-
men kemasyarakatan seseorang seperti: (i) status sosioekonomi (seperti pendidikan, jenis
pekerjaan, pendapatan, dan kelas), (ii) agama, (iii) etnik, bahkan (iv) wilayah tempat tinggal
(misalnya kota, desa, pesisir, ataupun pedalaman).
Beberapa hal ini menurut sarjana yang mengusungnya, Lipset (1960), Lazarsfeld (1968)
hanya untuk menyebut beberapa nama, mempunyai kaitan kuat dengan perilaku pemilih.
Penelitian mengenai perilaku ini dicetuskan oleh sarjana-sarjana ilmu politik dari University
of Columbia (Columbia’s School) yang mengkaji perilaku pemilih pada waktu pemilihan
Presiden Amerika Serikat (AS) tahun 1940.
Mereka mendapati pola yang mempunyai kaitan erat dengan aspek-aspek tadi. Misalnya,
dari segi kelas, kelas bawah dan kelas menengah di AS berkecenderungan mendukung Partai
Demokrat, sementara kelas atas menyokong Partai Republik (Lipset 1960:305). Demikian pula
halnya jika dilihat dari aspek agama, penganut agama Kristen Protestan di AS cenderung
memilih Partai Republik dibandingkan dengan mereka yang memeluk agama Katolik (Lazars-
feld 1968:21-22).
Identifikasi kepartaian (party identification) adalah wujud dari sosialisasi politik tersebut,
yang bisa dibina orang tua, organisasi sosial kemasyarakatan, dan lainnya. Sosialisasi ini
berkenaan dengan nilai dan norma yang diturunkan orang tua, organisasi sosial kemasyara-
katan, dan lainnya sebagai bentuk penurunan dan penanaman kepada generasi baru.
Oleh karena itu, pilihan seorang anak yang telah melalui tahap sosialisasi politik ini tidak
jarang memilih partai yang sama dengan pilihan orang tuanya. Bahkan, kecenderungan
menguatnya keyakinan terhadap suatu partai akibat sosialisasi ini merupakan impak dari-
padanya (Campbell et. al. 1960:163). Untuk kasus terhadap anak-anak, menurut Jaros dan
Grant (1974:132), identifikasi kepartaian lebih banyak disebabkan pengimitasian sikap dan
perilaku anak ke atas sikap dan perilaku orang tuanya.
Hal tersebut terjadi di Inggris, umpamanya, khususnya pada anak-anak kelas pekerja yang
melakukan pengimitasian terhadap pilihan orang tua mereka (Rose & McAllister 1990).
96 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Dalam konteks pilihan rasional, ketika pemilih merasa tidak mendapatkan faedah dengan
memilih partai atau calon presiden yang tengah berkompetisi, ia tidak akan melakukan
pilihan pada pemilu (Downs 1957:261). Hal ini dilandaskan pada kalkulasi ekonomi, di mana
perhitungan biaya yang dikeluarkan lebih besar dengan apa yang akan didapatnya kelak.
Maka jalan terbaik bagi pemilih adalah melakukan kegiatan atau aktivitas kesehariannya
(Pappi 1996).
Pendekatan ini juga mengandaikan bahwa calon presiden atau partai yang bertanding akan
berupaya dan berusaha untuk mengemukakan pelbagai program untuk menarik simpati dan
keinginan pemilih memilih. Namun, apabila partai ataupun calon presiden itu gagal mem-
promosikan programnya pada pemilih, maka pilihan untuk tidak memilih adalah rasional
bagi pemilih.
Babak baru perilaku pemilih di Indonesia datang pada tahun 2004 setelah pernah terjadi
pada Pemilu 1955 —perilaku pemilih masa Orde Baru lebih diaktifkan atas mobilisasi, sedan-
gkan Pemilu 1999 tampak berwajah emosional. Dengan merujuk pada amendemen Undang-
Undang Dasar 1945 dan sistem politik yang presidensial, maka pemilu tidak lagi berwajah
parlementer.
Oleh karena itu, pada Pemilu 2004 sistem pemilihan diubah, dan mempersilakan rakyat un-
tuk ikut andil memilih pasangan presiden yang mereka anggap dapat memberikan harapan.
Layaknya seorang pembeli di pasar, pemilih melakukan pilihan dengan cermat bukan hanya
dalam memilih presiden tetapi juga anggota DPR, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
97
FNS_rev8.indd 97 19/05/11 14:06:45
nonperkotaan (bisa ditambah variabel lain non-Pulau Jawa, tingkat pendidikan menengah
atau bahkan rendah, misalnya), perilaku rasional kembali bergeser pada perilaku pemilih
yang tradisional atau bahkan emosional.
Sebagai contoh, seorang pemilih akan memilih kepala daerah karena kebetulan sang calon
berkeyakinan agama sama dengannya, ataupun satu jenis kelamin (khususnya untuk calon
kepala daerah yang perempuan), atau sang kandidat satu daerah (kecamatan/kabupaten/
kota) dengan calon dan pelbagai macam variabel lainnya, yang boleh jadi semua ini menihil-
kan program yang ditawarkan.
Walau tampak terjadi pergeseran kembali ke arah perilaku sosiologis, tetapi yang tidak
diperhitungkan adalah adanya variabel intervening "sentimen" yang menyelubunginya. Dan,
sentimen ini tidak dipelajari dalam Columbia’s School.
Persoalannya sekarang, perilaku pemilih yang semakin terlihat rasional pada 2004, akan
kembali bergeser ke arah pemilih tradisional dan emosional setelah penyelenggaraan pilkada
pada pertengahan 2005.
[Sumber: Leo Agustino, Pikiran Rakyat, Selasa 7 April 2009]
98 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Seiring dengan semakin terbukanya masyarakat, mereka juga semakin kritis di dalam
menyikapi permasalahan. Masyarakat melihat bahwa permasalahan bangsa dan negara
yang hadir di depan mereka jauh lebih penting dibandingkan dengan ideologi yang diusung
partai. Masalah yang riil dan harus dicarikan jawabannya adalah masalah nasional, baik
masalah ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, maupun politik. Hal terpenting
yang akan dilihat oleh pemilih adalah kemampuan partai politik dan kontestan individu un-
tuk melaksanakan program kerjanya. Kondisi seperti ini membuat mobilitas pemilih sangat
tinggi. Mereka telah kehilangan ikatan ideologis dengan suatu partai politik tertentu dan
lebih melihat kemampuan masing-masing partai. Ketika mereka melihat bahwa suatu parpol
atau kontestan tidak memiliki kemampuan dalam mengkonsepkan dan mengimplementasi-
kan pogram kerjanya, mereka tidak segan-segan untuk memilih partai politik atau kontestan
individu lainnya.
Kenyataan pada masa belakangan ini membawa implikasi yang berbeda dibandingkan den-
gan masa ideologis. Pertama, perdebatan untuk meraih suara lebih memfokuskan diri pada
program kerja yang ditawarkan dan bukan lagi rasionalitas ideologi masing-masing partai.
Meskipun terkadang program kerja dibangun berdasarkan ideologi tertentu, tetapi bukan
ideologinya yang dianalisis oleh masyarakat, melainkan lebih pada program kerjanya. Kedua,
partai politik atau kontestan yang akan memenangkan pemilihan umum adalah mereka yang
bisa mengangkat isu daerah atau nasional sekaligus menawarkan program kerja yang bagus
untuk memecahkan persoalan yang ada. Masyarakat akan menilai sendiri dan memilih suatu
partai politik atau kontestan individu, dengan harapan bahwa manakala mereka menang,
permasalahan yang dihadapi bangsa ini akan segera terselesaikan. Sebaliknya, partai politik
atau kontestan individu yang kurang peka terhadap permasalahan yang dihadapi masyara-
kat akan kurang mendapat sambutan dan kalah dalam pemilu. Ketiga, masyarakat menjadi
subyek karena mereka bisa memaksa partai politik dan kontestan individu untuk lebih
memerhatikan kehendak mereka. Dengan ideologi partai, gagasan lebih bersifat top-down,
yakni dari elite politik untuk ditawarkan kepada masyarakat, kemudian masyarakat akan
memilih ideologi partai politik mana yang paling sesuai dengan mereka. Cara ini menjadikan
masyarakat sebagai obyek politik. Sedangkan dalam program kerja, mau tidak mau, partai
politik harus tetap memperhatikan kondisi masyarakat dan menjadikan hal-hal yang terjadi
di dalam masyarakat sebagai titik tolak dalam mengembangkan produk politik yang akan
ditawarkan.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
99
FNS_rev8.indd 99 19/05/11 14:06:45
Pemilih Non-partisan
Terdapat trend di sejumlah negara yang memperlihatkan semakin meningkatnya proporsi
non-partisan dalam pemilihan umum. Non-partisan adalah sekelompok masyarakat yang
tidak menjadi anggota atau tidak mengikatkan diri secara ideologis dengan partai politik
tertentu. Kaum non partisan melihat pentingnya kemampuan dan kapasitas orang atau
program kerja yang dicanangkan partai atau kandidat. Kelompok masyarakat ini menunggu
partai politik mana yang dapat memberikan solusi atas permasalahan bangsa dan negara
ketika program itu dikomunikasikan selama periode menjelang pemilihan umum. Fenomena
non-partisan ini menunjukkan bahwa pemilih dewasa ini semakin kritis terhadap partai
politik. Hal inilah yang menentukan bisa tidaknya suatu partai untuk mendapatkan suara
dalam pemilu.
Masyarakat melihat bahwa kehidupan politik bukan lagi kehidupan yang sakral. Masyarakat
sudah mengetahui bahwa politikus hanyalah salah satu di antara begitu banyak profesi.
Politikus sebagai profesi tidak ubahnya seperti profesi dokter, guru, karyawan, apoteker yang
memiliki peran tertentu dalam masyarakat. Politikus adalah orang-orang yang menjalankan
fungsi tertentu dalam masyarakat, yaitu mengatur kehidupan sosial bermasyarakat. Memang
sudah tugas politisi, mewakili orang-orang yang mempercayai mereka dan menuangkan ke-
inginan masyarakat dalam peraturan perundang-undangan. Jika seorang politikus dianggap
kurang memiliki kemampuan, masyarakat akan menjatuhkan vonis untuk tidak memilihnya
lagi. Masyarakat enggan mengikatkan diri dalam identitas partai politik tertentu. Yang lebih
mereka lihat adalah kemampuan partai atau kontestan individual dibandingkan dengan
ideologi yang mereka usung.
[Dikutip dari Firmanzah Ph.D., “Marketing Politik”, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008, hal. 35-39]
100 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Partai Politik
(Elit Partai)
Masyarakat (pemilih)
[Dikutip dari ”Konsolidasi Demokrasi”, Forum Komunikasi Partai dan Politisi untuk Reformasi, Jakarta,
2005, hal 33]
Strategi ofensif dibagi lagi menjadi strategi untuk memperluas pasar dan strategi untuk
menembus pasar. Sementara strategi defensif menyangkut strategi untuk mempertahankan
pasar dan strategi menutup atau menyerahkan pasar. Strategi perluasan pasar yang ofensif
dalam sebuah pemilu bertujuan untuk membentuk kelompok pemilih baru di samping pemilih
tradisional (tetap) yang telah ada. Oleh karenanya harus ada penawaran baru atau penawaran
yang lebih baik bagi para pemilih yang selama ini memilih partai pesaing. Yang dimaksud di
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
101
FNS_rev8.indd 101 19/05/11 14:06:45
sini adalah strategi persaingan yang faktual, di mana berbagai partai berbeda saling berta-
rung untuk segmen kelompok pemilih dalam sebuah kompetisi.
Dalam merumuskan penawaran baru akan tepat apabila memanfaatkan perubahan nilai atau
perubahan struktur dalam masyarakat. Perluasan pasar tidak mungkin dicapai dengan men-
gangkat isu-isu yang tidak laku. Bagi partai beberapa syarat perlu dipertimbangkan, yakni:
Strategi menembus pasar bukan menyangkut ditariknya pemilih lawan atau warga yang
selama ini tidak aktif dengan memberikan penawaran yang lebih baik atau baru, melainkan
penggalian potensi yang sudah ada secara lebih optimal, atau penggalian bagian yang dimil-
iki kelompok target di mana keberhasilan telah diraih sebelumnya. Peningkatan keselarasan
program dan kader partai dilakukan dengan memperbesar tekanan kepada kelompok target.
Sehingga perlu dipertimbangkan antara lain:
102 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Kiat bagi politisi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan bagi politisi yang akan
melakukan perubahan di dalam partainya sendiri atau di parlemen tempat ia mendapatkan
mandat dari rakyat, sebagai berikut:
Kunjungan Rutin
Mengadakan kunjungan rutin ke daerah asal pemilihan dan menentukan waktu
pertemuan secara terbuka dengan konstituen di pos komunikasi yang telah anda
dirikan. Dengan demikian konstituen tahu kapan dapat bertatap muka langsung
dengan wakilnya.
Menentukan Prioritas
Dengarlah informasi dan aspirasi dari konstituen secara serius, tentukan prob
lem-problem yang mendesak dan berdampak pada publik, lalu tentukan kerang
ka prioritas, problem mana yang harus secepatnya diselesaikan. Ambil kasus-
kasus yang paling mudah untuk diselesaikan, sehingga konstituen anda melihat
bahwa anda serius memecahkan masalah mereka.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
103
FNS_rev8.indd 103 19/05/11 14:06:45
Informasi
Berikan informasi tentang apa yang anda lakukan, yang berkaitan dengan
konstituen anda. Berikan informasi tentang tema-tema perdebatan-perdebatan
aktual di parlemen, yang dapat berpengaruh terhadap konstituen anda.
Bank Data
Buatlah bank data yang berkaitan dengan konstituen anda: berapa persen anda
mendapatkan suara, siapa saja pemilih anda. Problem-problem apa saja yang
dihadapi oleh konstituen anda, apa saja yang telah anda lakukan untuk
konstituen anda dan informaasi tentang kependudukan, sosial dan ekonomi di
daerah asal pemilihan anda.
[Dikutip dari ”Konsolidasi Demokrasi”, Forum Komunikasi Partai dan Politisi untuk Reformasi, Jakarta, 2005, hal 47]
104 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh
siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika
ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak
lebih dari istilah belaka.
Dalam praktiknya, Komunikasi Politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab,
dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang
sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis
orang awam berkomentar soal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi
politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi
politik dengan mendapat persetujuan DPR.
Gabriel Almond (1960): komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam
setiap sistem politik. “All of the functions performed in the political system, political social-
ization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule applica-
tion, and rule adjudication,are performed by means of communication.”
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat
keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat
secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.
• Process by which a nation’s leadership, media, and citizenry exchange and confer
meaning upon messages that relate to the conduct of public policy. (Perloff).
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
105
FNS_rev8.indd 105 19/05/11 14:06:46
• Communicatory activity considered political by virtue of its consequences, actual,
and potential, that it has for the funcioning of political systems (Fagen, 1966).
• Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan
aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa
“penggabungan kepentingan” (interest aggregation) dan “perumusan kepentingan”
(interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budi
ardjo).
• Jack Plano dan kawan-kawan Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna,
atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan
unsur-unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan
komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, sep
erti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian,
komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari
lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen.
menganut perspektif ini hanya menitikberatkan pada tujuan tertinggi sebuah sistem politik
tanpa mempersoalkan apa yang sesungguhnya dikehendaki rakyat.
[Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1897611-pengertian-komunikasi-politik/]
106 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Menurut Sumarno (1993:28) fungsi komunikasi politik dapat dibedakan kepada dua bagian.
Pertama, fungsi komunikasi politik yang berada pada struktur pemerintah (suprastruk-
tur politik) atau disebut pula dengan istilah the governmental political sphere, berisikan
informasi yang menyangkut kepada seluruh kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Isi komunikasi ditujukan kepada upaya untuk mewujudkan loyalitas dan integritas nasional
untuk mencapai tujuan negara yang lebih luas.
Kedua, fungsi yang berada pada struktur masyarakat (infrastruktur politik) yang disebut pula
dengan istilah the socio political sphere, yaitu sebagai agregasi kepentingan dan artikulasi
kepentingan, dimana kedua fungsi tersebut sebagai proses komunikasi yang berlangsung di
antara kelompok asosiasi dan proses penyampaian atau penyaluran isi komunikasi terhadap
pemerintah dari hasil agregasi dan artikulasi tersebut.
Apabila dilihat secara umum, maka fungsi komuniksi politik pada hakekatnya sebagai
jembatan penghubung antara suprastruktur dan infrastruktur yang bersifat interdependensi
dalam ruang lingkup negara. Komuniksi ini bersifat timbal balik atau dalam pengertian lain
saling merespons sehingga mencapai saling pengertian dan diorientasikan sebesar-besarnya
untuk kepentingan rakyat.
[Sumber: http://kompol.wordpress.com/2008/03/25/pengantar-komunikasi-politik/]
Dalam komunikasi politik, komunikator politik merupakan salah satu faktor yang menen-
tukan efektivitas komunikasi. Beberapa studi mengidentifikasi sejumlah karakteristik yang
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Richard E. Petty
dan John T. Cacioppo dalam bukunya Attitudes and Persuasion: Classic and Contemporary
Approaches, (1996), dikatakan bahwa ada empat komponen yang harus ada pada komunika-
tor politik, yaitu:
1. Kredibilitas
Kredibilitas sumber mengacu pada sejauh mana sumber dipandang memiliki keahlian
dan dipercaya. Semakin ahli dan dipercaya sumber informasi, semakin efektif pesan
yang disampaikan. Kredibilitas mencakup keahlian sumber (source expertise) dan keper
cayaan sumber (source trustworthiness).
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
107
FNS_rev8.indd 107 19/05/11 14:06:46
a. Keahlian sumber adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki sumber terhadap
subjek dimana ia berkomunikasi. Sementara kepercayaan sumber adalah sejauh
mana sumber dapat memberikan informasi yang tidak memihak dan jujur. Para
peneliti telah menemukan bahwa keahlian dan kepercayaan memberikan kontribusi
independen terhadap efektivitas sumber.
2. Daya Tarik
Daya tarik seorang komunikator bisa terjadi karena penampilan fisik, gaya bicara,
sifat pribadi, keakraban, kinerja, ketrampilan komunikasi dan perilakunya. Daya tarik
fisik sumber (source physical attractiveness) merupakan syarat kepribadian. Daya tarik
fisik komunikator yang menarik umumnya lebih sukses daripada yang tidak menarik
dalam mengubah kepercayaan. Beberapa item yang menggambarkan daya tarik ses
eorang adalah tampan atau cantik, sensitif, hangat, rendah hati, gembira dan lain-lain.
3. Kesamaan
Sumber disukai oleh audience bisa jadi karena sumber tersebut mempunyai kesamaan
dalam hal kebutuhan, harapan dan perasaan. Dari kacamata audience maka sumber
tersebut adalah sumber yang menyenangkan (source likability), yang maksudnya
adalah perasaan positif yang dimiliki konsumen (audience) terhadap sumber informasi.
Mendefinisikan menyenangkan memang agak sulit karena sangat bervariasi antara satu
orang dan orang lain. Namun secara umum, sumber yang menyenangkan mengacu
pada sejauh mana sumber tersebut dilihat berperilaku sesuai dengan hasrat mereka
yang mengobservasi. Jadi, sumber dapat menyenangkan karena mereka bertindak atau
mendukung kepercayaan yang hampir sama dengan komunikan.
Sumber yang menyenangkan (sesuai kebutuhan, harapan, perasaan komunikan) akan
mengkontribusi efektivitas komunikasi, bahkan lebih memberikan dampak pada peruba
han perilaku. Bila itu terjadi, sumber tersebut akan menjadi penuh arti bagi penerima,
artinya adalah bahwa sumber tersebut mampu mentransfer arti ke produk atau jasa
yang mereka komunikasikan.
4. Power
Power, menurut Petty (1996) adalah “the extent to which the source can administer
rewards or punishment.” Sumber yang mempunyai power, menurutnya, akan lebih efek
tif dalam penyampaian pesan dan penerimaannya daripada sumber yang kurang atau ti
dak mempunyai power. Pada dasarnya, orang akan mencari sebanyak mungkin peng
hargaan dan menghindari hukuman. Sebagaimana dikemukakan oleh Kelman (dalam
108 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Jadi pada dasarnya harus ada tiga syarat untuk menjadi seorang powerful communica-
tor, yaitu: (1) the recipients of the communication must believe that the source can indeed
administer rewards or punishments to them; (2) recipients must decide that the source
will use theses rewards or punishments to bring about their compliance; (3) the recipients
must believe that the source will find out whether or not they comply (Petty, 1996). Dengan
dihasilkan dan terpeliharanya kepatuhan, artinya komunikator dapat mempengaruhi atau
mempersuasi perilaku komunikan. Dalam upayanya mempersuasi komunikan, biasanya ada
dua faktor penunjang yang harus diperhatikan pula oleh komunikator. Dua faktor tersebut
adalah keterlibatan sumber dan kepentingan isu bagi penerima. Keterlibatan yang tinggi
menghasilkan efektivitas pesan yang tinggi pula, dan isu yang semakin dekat dengan ke-
pentingan penerima biasanya akan lebih mendorong efektivitas pesan.
[Sumber: http://adiprakosa.blogspot.com/2008/03/komunikator-politik-3.html]
Multiplikator, Aliansi
Dalam konteks komunikasi politik, multiplikator sama dengan “multiply” –yang berarti
“pengganda” atau “penyebar” sebuah pesan politik. Sementara aliansi adalah kelompok atau
organisasi – yang ingin mencapai sasaran bersama dengan organisasi; dan, oleh karena itu,
mereka bekerja sama dengan kita.
Selain itu, multiplikator juga dapat merupakan wakil aliansi yang bersama organisasi ingin
mencapai sasaran bersama, dan oleh karenanya bersedia menyebarkan pesan-pesan. Sebagai
contoh adalah partai-partai aliansi, tapi juga inisiatif warga atau inisiatif pemilih.
Sebuah daftar multiplikator dan partai aliansi yanga ada perlu dibuat pada saat melakukan
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
109
FNS_rev8.indd 109 19/05/11 14:06:46
pengumpulan fakta. Dalam berbagai kasus tampak jelas bahwa untuk berbagai strategi
politik dan bahkan strategi kampanye, jumlah multiplikator yang dapat diandalkan sangat
sedikit.
Kuisioner berikut dapat digunakan untuk memperoleh penilaian yang akurat dan kualitatif
atas seseorang multiplikator.
Apabila pertanyaan 1 sampai 3 dapat dijawab “ya”, maka multiplikator tersebut dapat dima-
sukkan ke dalam daftar multiplikator. Apabila pertanyaan-pertanyaan berikutnya juga dapat
dijawab dengan “ya”, maka multiplikator tersebut adalah multiplikator yang efektif dan aktif.
[Dikutip dari Peter Schrőder, ”Strategi Politik” (Edisi Revisi untuk Pemilu 2009), Friedrich Naumann Stiftung füer die
Freiheit -Indonesia, Jakarta, 2008, hal 56-57]
1. Apakah nama, alamat, nomor telepon (kantor dan rumah) sang multiplikator terse
dia? (jika tidak, maka multiplikator tersebut tidak dapat digunakan).
2. Apakah ada komunikasi yang rutin dengan multiplikator? (jika tidak, bagaimana
hubungan ini dapat dipelihara dan bagaimana sang multiplikator tetap dapat
memperoleh informasi aktual sehubungan dengan pekerjaannya sebagai penyebar
pesan?)
3. Apakah ada seseorang penghubung dari organisasi kita yang bertanggung jawab
atas multiplikator ini?
110 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Secara umum, manajemen pengelolaan parpol oleh pengurus parpol di Provinsi DIY hingga
Mei 2008, sudah tergolong dalam keadaan baik. Hal itu bisa dilihat dari 6 (enam) indikator
utama, yakni sebagai berikut. Pertama, dalam manajemen SDM diketahui bahwa rekrutmen
anggota parpol dilakukan dengan cara melibatkan calon anggota tersebut dalam kegiatan
langsung parpol dengan frekuensi kegiatan sering/sangat sering (79%). Rekrutmen anggota
parpol dilakukan dengan menungunjungi komunitas dengan frekuensi sering/sangat sering
(52,5%). Pelaksana rekrutmen melibatkan secara merata kepengurusan parpol di tingkat
kelurahan/desa, kecamatan, kabupaten/kota, hingga level provinsi/pusat. Kelompok masyara-
kat yang menjadi prioritas rekruimen anggota parpol yakni kelompok buruh (24,7%), tani
(18,8%), perempuan (17,5%), dan pemilih pemula (12,6%).
Selain itu, pengurus parpol banyak yang sudah mengikuti training internal partai, misalnya
training tingkat dasar bagi pengurus parpol sudah diikuti 64,6% pengurus dan training
tingkat menengah (52,5%). Jenis training yang banyak diikuti seperti training Manajemen
Organisasi (70%), Manajemen Kampanye (65%), Public Speaking (51%), dan Kewirausahaan
(64,4%). Dalam mempromosikan kader ke jenjang /jabatan yang lebih tinggi, pengurus
parpol memutuskan berdasarkan pertimbangan rasional ketimbang emosional, dimana
lebih dominan pertimbangan kecakapan/ keahlian (61,9%) ketimbang senioritas (1,3%)
misalnya. Kecakapan/ keahlian diyakini/ sangat diyakini (80,2%) menentukan peningakatan
karir seorang pengurus kelak. Peran parpol melaksanakan fungsi rekrutmen politik dinilai
pengurus sudah baik (53,8%).
Kedua, dalam manajemen keuangan, sumber penerimaan keuangan parpol, selain bantuan
pemerintah (52,9%), sisanya diperoleh dari sumbangan anggota legislatif, pejabat publik,
pengurus parpol, fraksi di DPR/DPRD, dan iuran anggota. Pengeluaran keuangan partai
politik banyak dialokasikan untuk membiayai kesekretariatan (46,2%), setelah itu dialokasi-
kan untuk pengeluaran rapat-rapat, training/ diklat kepartaian, mobilisasi pendukung, dan
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
111
FNS_rev8.indd 111 19/05/11 14:06:46
kegiatan partai politik seperti kegiatan peringatan hari lahir, munas, dan lain-lain. Meski-
pun sumber pemasukan dan pengeluaran tidak seideal yang diharapkan/ditargetkan oleh
pengurus, namun mekanisme pelaporan keuangan parpol sudah dilakukan dengan baik oleh
pengurus (bendahara) pada saat rapat pimpinan (47,1%) dan rapat pleno (36,3%).
Ketiga, dalam manajemen organisasi, diketahui bahwa selama dua tahun terakhir di tubuh
parpol jarang (25,6%) dan tidak pernah (56,1%) terjadi konflik mengenai perbedaan orientasi
ideologi. Jarang (24,7%) dan tidak pernah (69,1%) terjadi konflik mengenai pemberhentian
pengurus tanpa prosedur. Jarang (36,8%) dan tidak pernah (41,3%) terjadi konflik mengenai
perbedaan keputusan politik menyangkut koalisi pilkada. Jarang (34,1%) dan tidak pernah
(45,7%) terjadi konflik mengenai perbedaan keputusan politik menyangkut jabatan ekseku-
tif. Jarang (34,5%) dan tidak pernah (34,5%) terjadi konflik mengenai perbedaan keputusan
politik menyangkut pencalonan anggota legislatif. Jarang (26%) dan tidak pernah (50,2%)
terjadi konflik mengenai perebutan posisi kepengurusan partai. Jarang (38,1%) dan tidak
pernah (47,1%) terjadi konflik mengenai pergantian antarwaktu. Jarang (45,3%) dan tidak
pernah (33,6%) terjadi konflik mengenai perselisihan yang bersifat personal.
Partai jarang (26,5%) dan tidak pernah (52,5%) menggunakan mekanisme penyelesaian
konflik melalui forum khusus partai, seperti Musdalub, Muscablub, Rapimsus. Partai jarang
(41,7%) dan tidak pernah (45,7%) menggunakan mekanisme penyelesaian konflik melalui
pemberian sanksi, seperti pemecatan. Partai jarang (37,2%) dan tidak pernah (41,3%) meng-
gunakan mekanisme penyelesaian konflik melalui keputusan pimpinan tertinggi partai. Partai
jarang (23,8%) dan tidak pernah (70,9%) menggunakan mekanisme penyelesaian konflik me-
lalui pengadilan atau mediasi. Partai jarang (32,3%) dan tidak pernah (31,4%) menggunakan
mekanisme penyelesaian konflik melalui kesepakatan informal, seperti islah.
Selain itu, umumnya tujuh partai politik besar di Provinsi DIY sudah memiliki kode etik yang
memuat disiplin partai. Dalam hal manajemen atau pelayanan administrasi partai, diketahui
bahwa telah terselenggara dengan cara yang baik dan sangat baik. Penerbitan SK Kepengu-
rusan dinilai baik (62,8%) dan sangat baik (17,5%). Penerbitan risalah, notulensi rapat dinilai
baik (60,1%) dan sangat baik (6,7%). Pengarsipan/penyimpanan dokumen (database) dinilai
baik (58,7%) dan sangat baik (10,3%). Dan, surat menyurat parpol dinilai baik (61%).
Keempat, dalam hal kepemimpinan yang berlangsung dalam tubuh parpol, nampaknya telah
berlangsung baik dan demokratis. Tidak pernah (53,4%) atau jarang (31,8%) terjadi konflik
internal di kepengurusan. Tidak pernah (46,6%) atau jarang (41,7%) terjadi pelanggaran
disiplin partai. Tidak pernah (30%) atau jarang (39%) terjadi kepengurusan tidak aktif. Tidak
pernah (37,7%) atau jarang (22%) terjadi pengurus mengisi jabatan lain di luar partai.
Usulan untuk melakukan pergantian kepengurusan lebih banyak diusulkan oleh anggota
pengurus (70%) ketimbang usulan pimpinan parpol (15,7%). Komposisi kepengurusan
diharapkan (80,7%) seimbang antara generasi tua dan muda. Pengurus memiliki keyakinan
tinggi (88,3%) terhadap kemampuan generasi muda. Parpol memberikan kesempatan yang
112 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Regenerasi kelompok tua kepada kelompok muda dilakukan dengan cara yang baik yakni
melibatkan kelompok muda dalam setiap event (64,1%) dan mempromosikan mereka (21,
1%). Suksesi kepemimpinan parpol tidak dilakukan (78,9%) dengan cara yang tidak wa-
jar seperti Musda luar biasa (Musdalub), artinya selama ini suksesi kepemipinan umum-
nya berlangsung normal melalui Musda terjadwal. Dalam suksesi kepemimpinan parpol,
tokoh-tokoh kunci parpol tidak pernah (35,5%) atau jarang (32,3%) melakukan pemihakan
terhadap figur calon kandidat pimpinan parpol. Pengurus bersikap rasional dimana pengurus
menetapkan pertimbangan paling mendasar dalam memilihi figur calon pimpinan har-
ian parpol terletak pada dua hal penting yakni visi/misi kandidat (50,7%) dan pengalaman
kepengurusan (31,4%).
Kelima, peran parpol melaksanakan fungsi agregasi dan artikulasi kepentingan konstituen
mempengaruhi kebijakan sudah berjalan cukup baik, hal itu bisa dilihat dari beberapa hal.
Pimpinan parpol sering (51,6%) dan sangat sering (12,1%) menghadiri rapat konsultasi
partai. Parpol sering (78%) dan sangat sering (8,5%) menghimpun aspirasi/ masukan dari
konstituen/ masyarakat melalui pelibatan dalam kegiatan partai. Parpol sering (69,5%) dan
sangat sering (5,4%) menghimpun aspirasi masukan dari konstituen /masyarakat melalui ke-
giatan partai seperti jaring aspirasi masyarakat, dll. Parpol sering (58,7%) dan sangat sering
(4,9%) menghimpun aspirasi/ masukan dari konstituen/ masyarakat melalui kunjungan
langsung ke komunitas tertentu. Parpol memperjuangkan aspirasi/ masukan dari konstituen/
masyarakat dalam rangka mempengaruhi kebijakan dengan cara menggalang lobi (51,6%)
dan mengintensifkan komunikasi (27,8%). Peran parpol melaksanakan fungsi menghimpun
aspirasi sudah baik (56,1%). Peran parpol melaksanakan fungsi memperjuangkan aspirasi
sudah juga baik (52%).
Keenam, peran parpol melaksanakan fungsi pendidikan politik sudah cukup baik (50,7%).
Parpol sering (53,4%) menyelenggarakan pendidikan politik tentang visi/misi parpol. Parpol
membina basis dukungan/konstituen dengan cara menyelenggarakan even/kegiatan (36,8%),
menyampaikan informasi (22%), diskusi/tanya jawab (20,6%), dan melakukan kunjungan
(18,4%). Peran parpol melaksanakan fungsi komunikasi politik juga sudah berjalan baik
(53,4%).
[Dikutip dari Syafarudin, ”Manajemen Pengelolaan Parpol dan Kesetiaan Konstituen”, makalah pada Program Pas-
kasarjana Ilmu Politik UGM, Yogyakarta, 2008]
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
113
FNS_rev8.indd 113 19/05/11 14:06:46
FNS_rev8.indd 114 19/05/11 14:06:46
Lampiran
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
115
FNS_rev8.indd 115 19/05/11 14:06:46
FNS_rev8.indd 116 19/05/11 14:06:46
Konstituen Sebagai
11 Tulang Punggung
Partai Politik
35
30
25
20 1999
15 2004
2009
10
0
PDIP PG PKB PAN PKS PD PPP
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
117
FNS_rev8.indd 117 19/05/11 14:06:46
Pemberian Mandat
Karakter Pemilih
1. Pemilih Konservatif
Pemilih yang menentukan pilihannya berdasarkan ikatan emosional: Keluarga,
kesamaan asal-usul daerah, suku, sekolah, agama.
2. Pemilih Rasional
Pemilih yang menentukan pilihannya berdasarkan kepribadian, kompetensi dan
kemampuan calon.
3. Pemilih Pragmatis
Pemilih yang menentukan pilihannya berdasarkan kepentingan
Parlemen Negara
Partai
Politik Pemerintah
Konstituen
118 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
119
FNS_rev8.indd 119 19/05/11 14:06:46
Definisi Konstituen (politik)
“ Pemilih di satu daerah pemilihan ”
a Anggota Partai
ikatan ideologi, visi, misi, identitas
a Simpatisan Partai
kesamaan visi, misi, program
a Supporter partai
kesamaan kepentingan, program, kegiatan
Pemilu
Pilpres Pemilukada
Legislatif
Pemilu Legislatif
Terjadi komunikasi sangat intensif dan massif antara partai politik dengan konstituen
seluruh mesin partai politik didukung oleh seluruh calon-calon legislatif menggerakkan mo-
tor pemenangan Pemilu dengan cepat dan di semua wilayah.
120 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
121
FNS_rev8.indd 121 19/05/11 14:06:47
Pemilihan Presiden
Terjadi komunikasi yang cukup intensif antara partai dan konstituen tetapi tidak langsung
Mesin-mesin pemenangan lebih dominan dibandingkan dengan mesin-mesin partai dalam
berkomunikasi dengan konstituen pada pemilihan presiden. Dan bentuk komunikasinya lebih
banyak menggunakan media massa dan multiplikator.
Pemilukada
Terjadi Komunikasi kurang intensif antara partai politik dan konstituen
Komunikasi intensif dengan konstituen lebih banyak didominasi oleh team pemenangan
calon, sedangkan partai politik lebih berperan di belakang layar
122 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Fraksi
DPR RI
Media massa
Partai
Fraksi
DPRD I
Partai Media massa
Fraksi
DPRD II
Partai Media massa
PU B L I K
Komunikasi dg konstituen
Struktur
Eksterna l:
Tokoh, Pak ar, pa rtai diata s
Dona tur
Struktur forma l
diba wahny a Twiter,
Internal:
Staf khus us, facebook
tema n deka t, , blog,
asistenp riba di SMS
K O N S T I TU E N /P U B L I K
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
123
FNS_rev8.indd 123 19/05/11 14:06:47
Tantangan
a Partai mendominasi pola komunikasi dengan konstituen
Rekomendasi
Media Massa
Opini
Informasi
Partai Konstituen
Aspirasi
124 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Informasi
Partai Konstituen
Aspirasi
Komunikasi rutin, dengan kegiatan-kegiatan yang berdasarkan aspirasi dan tuntutan kebu-
tuhan konstituen
a Perlu membuka dialog untuk mengenali dan merumuskan problem, aspirasi dan
tuntutan kebutuhan konstituen
a Perlu membuat Program dan kegiatan yang mudah dirasakan manfaatnya oleh
konstituen
a Perlu dipikirkan agar partai dapat menjadi ruang untuk pengembangan diri secara
maksimal bagi konstituen
a Perlu memfasilitasi alat klengkapan & sayap partai guna mmperkuat hubungan
dg konstituen
a Perlu mendinamisir kantor partai agar menjadi motor bagi seluruh kegiatan
bersama konstituen
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
125
FNS_rev8.indd 125 19/05/11 14:06:47
Mencari Jalan Pembaharuan Parpol dan
Komunikasi Politik Konstituen
Oleh Arie Sujito1
Mari memulai pembicaraan ini dengan refleksi perubahan sejauh ini, terutama di jaman
post-otoriterisme. Ruang kebebasan terbuka lebar setelah segala bentuk represi, pem-
bungkaman serta domestikasi (di bawah kebijakan deideologisasi, depolitisasi dan floating
mass) selama 32 tahun itu akhirnya dihentikan secara formal tahun 1998 melalui gerakan
reformasi. Harapan baru bermunculan, menjadi energi segar membuka cakrawala peruba-
han. Secara nyata ekspresi itu berwujud dalam bentuk ledakan jumlah parpol mencapai 48 di
tahun 1999 dan, 24 di tahun 2004. Pada pemilu legislatif 2009 sebanyak 36 (partai nasional)
ditambah 6 (partai lokal). Tumbuhnya parpol adalah indikator meningkatnya kesadaran dan
partisipasi (sekurang-kurang secara formal) masyarakat di dalam memanfaatkan insitusi
politik sebagai alat, arena menyampaikan pendapatnya, agar dapat mempengaruhi kebijakan
secara langsung.
Secara teoritis), partai politik (parpol memang sangat diperlukan dalam sistem demokrasi.
Parpol dianggap sebagai lembaga politik formal yang berfungsi mengagregasi dan men-
gartikulasi kepentingan konstituen, untuk pengambilan kebijakan strategis. Parpol juga
berfungsi sebagai lahan semaian kaderisasi dan rotasi kepemimpinan yang paling strategis.
Di sanalah, parpol menjadi alat perjuangan rakyat yang efektif, berkontestasi dalam elektoral
(jalur konstitusional dalam berkuasa), untuk menyusun kekuasaan formal. Menggunakan
istilah Robert Dahl, parpol sebagai bagian terpenting masyarakat politik, berfungsi sebagai
penyeimbang kekuasaan eksekutif ketika wakil-wakilnya di parlemen menyelenggarakan
kontrol efektif terhadap jalannya kekuasaan. Jika keseimbangan dapat dijalankan sesuai
konsep-normatif (ini menjadi pengalaman negara-negara maju yang lebih dulu memper-
agakan demokrasi), kemungkinan praktik demokrasi dilangsungkan secara benar.
Melalui demokrasi sebagai sistem politik modern, parpol memiliki peran penting dan begitu
besar. Di Indonesia misalnya, saat ini untuk menjadi presiden harus melalui pintu parpol
(melalui keputusan MK) soal calon perseorangan-independen yang tidak diberi kesempatan
secara konstitusional (masalah yang hingga saat ini juga masih menjadi bahan perdebatan).
Kendati pun untuk pengajuan kepala daerah diperbolehkan. UU Pemilihan Presiden (Pilpres)
terbaru yang dipakai dalam Pilpres 2009 bisa kita tengok sebagai rujukan. Artinya apa?
Sepak terjang parpol sesungguhnya akan berpengaruh pada proses pembangunan demokra-
si, karena kenyataannya parpol memiliki kewenangan, atau otoritas formal demikian besar.
***
Perubahan sistem politik yang makin terbuka, merupakan pengaruh langsung gerak gel-
ombang demokratisasi ketiga yang melanda dunia (Huntington, 1991), fase-fase penataan
ulang dan pembenahan format politik baru dibutuhkan (Markoff, 1996), terutama untuk
126 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Menyimak perkembangan sejauh ini, kecenderungan munculnya parpol, baik itu ”baru
maupun metamorfosis parpol lama menjadi baru”, terlihat dengan beberapa hal. Ukuran itu
dapat dicandra dari perangkat ideologi, visi dan misi, struktur organisasi, program-program
serta strateginya, sampai dengan para aktor penggerak. Struktur sosial dan tata politik yang
berubah, tak pelak jika Parpol juga dituntut mengadaptasikan diri, karena pergeseran tantan-
gan bahkan orientasi-orientasi yang dirumuskan. Kesemua itu berkonsekuensi pada pilihan
strategi perjuangan. Pada aras masyarakat sipil, sejak perubahan formasi kekuasaan (era
transisional), pembentukan organisasi-organisasi massa, baik itu sifatnya permanen atau
ad-hock, dianggap menjadi alat yang dibenarkan untuk menyalurkan kepentingan di era
liberalisasi tersebut. (Nico Cana, 2003, 2004). Formasi asosiasi sipil makin terbangun baik itu
berbasis klas, etnik maupun kelompok-kelompok kepentingan, di berbagai tingkat.
Harus diakui, dalam rentang lebih dari satu dasa warsa reformasi, suasana politik sebagian
besar diisi oleh sepak terjang parpol. Jika ditarik lebih spesifik; Pertama, di jaman liberal-
isasi politik, terutama awal-awal reformasi, geliat dan sepak terjang parpol sangat dinamis.
Perkembangan semacam itu makin memperkuat harapan pembenahan sistem politik dan
kekuasaan negara. Parpol, sebagai konsekuensi berdemokrasi, merupakan alat politik untuk
keperluan mobilitas sosial, khususnya mempengaruhi struktur kekuasaan. Kedua, berdasar-
kan penilaian (audit) demokrasi terpaparkan, bahwa parpol mengalami masalah serius. Di
antaranya: wataknya yang oligarkhis, feodalis, serta pragmatis. Masalah itu berakibat terjadi
erosi komitmen, kaderisasi kian buruk, diabaikannya prinsip dasar dan ideologi. Dengan
demikian, jika fase-fase awal mesin politik seperti parpol begitu mudah dioperasikan dan
mendapat sambutan positif dari masyarakat, maka setelah berlangsung satu dekade refor-
masi justru terjadi gelombang distrust (ketidakpercayaan) bahkan delegitimasi masyarakat
pada parpol (Demos, 2005). Kekhawatiran adanya deparpolisisasi makin terasa, dengan
maksud mematikan alat-alat artikulasi sipil. Ada faktor-faktor yang sifatnya eksternal men-
gapa soal ini makin terasa dan membesar, namun ulah internal kader dan pemimpin parpol
juga tidak kalah besarnya merusak dinamika politik. (Arie Sujito, 2008).
***
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
127
FNS_rev8.indd 127 19/05/11 14:06:47
Hal penting perlu mendapat perhatian, pergulatan parpol di era liberalisasi politik selama ini,
nampaknya harapan menjadikan parpol sebagai alat rakyat dalam proses politik masih jauh
dari peran semestinya. Keragu-raguan masyarakat pada keseriusan parpol dalam men-
jalankan amanat, terus terasa. Pemilu 2004 lalu misalnya, banyak yang golput, pilkada dalam
2 tahun terakhir ini makin menurun angka partisipasinya. Kita bisa lihat untuk pemilu leg-
islatif 2009 lalu, tendensi hampir sama. Selain soal administrasi, daya jangkau parpol untuk
merangsang partisipasi pemilih cenderung rendah. Alasannya, sebagian besar parpol yang
berkuasa di parlemen kian melupakan konstituen. Sebaliknya justru perilaku politisi di parpol
hanya menonjolkan agenda pribadi saat di parlemen (KKN dan pemanfaatan fasilitas lemba-
ga secara personal), mencari akses kelompok (konspirasi untuk agenda-agenda kepartaian),
serta menciptakan kesepakatan yang berlawanan dengan kehendak dan aspirasi masyarakat
(misalnya membuat keputusan yang bertentangan dengan kemauan luas masyarakat).
Dalam sistem politik seperti kali ini, biasanya muncul ancaman membahayakan yakni tinda-
kan kesewenang-wenangan penguasa baru (produk liberalisasi) yang memperoleh otoritas
tanpa kontrol efektif civil society. Robert Michel misalnya mengingatkan, penyelewengan
pemerintahan pusat atau daerah yang dioperasikan partai, sebagaimana di Indonesia pada
era multi partai, merupakan bagian ekspresi “hukum besi oligarkhi”. Organisasi seperti partai,
parlemen maupun negara, adalah entitas yang melahirkan dominasi minoritas terpilih, oleh
pemegang mandat atas pemberi mandat, oleh utusan atas orang yang mengutus. Setiap
organisasi partai selalu menampilkan kekuatan oligarkhis yang didasarkan pada basis
demokratis. Dimana-mana dijumpai massa pemilih dan orang-orang terpilih, dan bahwa
kekuasaan para pemimpin yang dipilih itu cenderung tidak terbatas. Secara sistematik, struk-
tur oligarkhis dalam institusi-institusi politik justru telah mampu membunuh prinsip dasar
demokrasi itu sendiri.
Hingga saat ini, persoalan oligarkhi dan elitisme parpol memang sudah menjadi pengeta-
huan umum. Beberapa parpol kental dengan kultur feodal, dan meluas tindakan pragmatis
yang membenarkan segala cara. Bahkan anarkhis dan destruktif. Pemeliharaan feodalisme
juga makin subur saat parpol makin dihiasi relasi keluarga (dinastik). Apalagi belakangan ini
muncul upaya pemeliharaan konstruksi dinasti dalam politik, menarik garis keturunan dalam
mengoperasikan parpol. Bisa disebut ”aristokratisasi” parpol. Keputusan-keputusan strategis
parpol, biasanya bergantung pada selera elit (darah biru dalam jalur institusi politik), men-
gabaikan kehendak arus bawah. Di sejumlah kasus, proses pengambilan keputusan internal
parpol, faktor kemauan dan selera pengurus elit parpol selalu menjadi penentu kendati pun
bertentangan dengan aspirasi konstituennya.
Kita bisa menyebut misalnya, peristiwa pemilihan kepala daerah di era otonomi daerah yang
diwarnai sengketa antara DPP (pengurus pusat) dengan DPD (pengurus daerah). Keputusan
pengurus pusat seringkali mengundang resistensi pengurus daerah, karena biasanya DPD
dipaksa untuk “mengamankan” keputusan DPP meskipun keputusan itu tidak sesuai dengan
128 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Bahkan, secara lebih jauh berdampak pada menggejalanya disersi politik, pembangkangan-
pembangkangan sistematik garis komando parpol terjadi dimana-mana. Parpol akhirnya
hanya berfungsi sebagai institusi administrasi pengajuan kandidat, tetapi para pengurus dan
konstituennya bisa kemana-mana arahnya tanpa kendali dan komitmen. Itulah dampak dan
reaksi buruknya tata kelola (governance) parpol. Pernah suatu ketika terjadi, simpatisan par-
pol tertentu menyatakan diri keluar dari parpol dengan cara membakar kartu keanggotaan-
nya gara-gara merasa ditipu oleh pengurus parpol. Sikap itu dilakukan sebagai bentuk protes
kepada para pengurus parpol karena dianggap tidak memperjuangkan kepentingan kon-
stituennya. Banyak kebijakan pemerintah disetujui parlemen, tetapi merugikan masyarakat.
Para pemilih merasa telah dikhianati politisi di parpol. Itulah, bagian dari faktor terjadinya
demoralisasi parpol.
Pada banyak kasus, bahkan sampai pemilu presiden. Tak terjadi kekompakan antara kepu-
tusan pusat dengan tindakan di daerah, apalagi di konstituen atau kader di bawah. Hampir
semua partai mengalaminya. Paling terasa dan menjadi perbincangan mutakhir adalah,
ormas (sosial-keagamaan) juga menderita masalah yang sama, makin hilangnya daya ikatan
antara pengurus dengan konstituen atau umatnya. Keputusan yang dibuat pemimpinnya,
diabaikan oleh anggotanya.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
129
FNS_rev8.indd 129 19/05/11 14:06:48
Dengan demikian, soal hubungan antara partai dengan parlemen, dan tanggung jawabnya
dengan konstituen adalah masalah serius yang mengitari ketidakberesan praktek demokrasi
di Indonesia. Arus reformasi nampaknya tidak secara signifikan diadaptasi parpol, juga par-
lemen, terutama urusannya dengan soal tanggungjawabnya (akuntabilitas) dengan pemilih.
Parpol tengah mengidap gejala involusi, ada dinamika tetapi tanpa kemajuan yang berarti.
Itulah momentum yang perlu disayangkan, karena tidak segera dibenahi.
***
Sudah saatnya parpol untuk segera membenahi diri agar keluar dari kerangkeng oligarkhi
dan elitisme. Parpol tidak sekadar mempertebal ambisi memperluas kewenangan semata,
yang kadangkala justru memerosotkan citra parpol dimata publik. Solusinya, parpol dituntut
untuk segera merumuskan ulang ideologi, visi-misinya, program-program dengan spirit
populisme, serta membenahi tata kelola sebagai partai modern yang berpihak pada pemberi
mandat atau konstituen.
Memulai membuat terobosan reformasi parpol dan reformulasi sistem politik, dengan
momentum saat ini, sangat tepat. Sudah saatnya parpol membuat terobosan baru langkah-
langkah pembangunan institusi modern yang tangguh, berbasis evaluasi sebagaimana
dijelaskan di depan. Problem-problem sebagaimana diuraikan tersebut, menjadi dasar objek-
tif agar parpol pada akhirnya bisa mendapatkan pengakuan kembali sebagai alat strategis
dalam rangka mempengaruhi kekuasaan agar lebih baik dan tertata. Soal internal misalnya,
tata kelola yang buruk, kaderisasi (rekruitmen) yang lemah dan orientasi yang pragmatis,
hendaknya menjadi dasar arah perubahan dan perbaikan parpol. Jika demikian, bermacam
peluang atau tindakan sistematik yang melakukan deparpolisasi sebagai dikehendaki rezim
lama (alumni Orde Baru) bisa diatasi. Kebangkitan parpol dapat kembali hadir.
Merujuk tata politik yang saat ini makin digiring oleh kepentingan parpol-parpol besar (den-
gan interest mendominasi tetapi sayangnya tidak diikuti pembenahan diri), tentu dengan
merujuk jejak langkah akrobatik politisi di parpol besar, hal tersebut menunjukkan makin
carut marutnya arah parpol, bahkan terjadi disorientasi politik. Sejauh ini, mainstreaming
parpol-parpol besar masih konservatif dengan kepentingan semata-mata merebut ataukah
mempertahankan diri. Sementara partai-partai kecil yang berupaya reformis seringkali “mu-
dah disuap” oleh politik akomodasi dengan diberikan posisi-posisi tertentu dalam struktur
kekuasaan dominan. Apa implikasinya? Seringkali langkah-langkah progresif parpol kecil,
130 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Indonesia dengan struktur sosial yang majemuk (keragaman basis etnik dan geopolitik yang
memiliki jarak daerah begitu berjauhan), parpol memang perlu membuat skema besar dalam
merumuskan format dan agenda pembangunan organisasi.
Perlu ke depan dipikirkan, tata kelembagaan parpol bisakah diformat dengan model desen-
tralisasi (memberi ruang pada politisi lokal berperan dalam arah partai ke depan), dengan
basis sentral tetap pada ideologi sebagai pemandu. Model lama dengan ciri kelola manaje-
men sentralistik sejauh ini di tengah basis keragaman sosial, seringkali mengakibatkan
terjadi gap politik, baik antar level pengurus, maupun antar daerah dalam formulasikan ke-
bijakan. Banyak sekali artikulasi-artikulasi yang disalurkan dengan model tata kelola parpol
sekarang mengalami hambatan. Format desentralisasi manajemen tentu tetap dalam koridor
nilai dan ideologinya (dalam konsensus) parpol, yang perlu dimatangkan dan diperkuat
secara sentralistik. Soal format atau formulasinya perlu memperhatikan konteks kedaerahan
(mempertimbangkan kebutuhan dan persoalan lokal).
Dengan kalimat lain, desentralisasi tata kelola parpol lebih memberikan ruang agar artikulasi
dan negosiasi lebih terbuka, betapapun platform dengan dasar ideologi perjuangan tetap
dirumuskan dalam satu kesatuan. Dengan konteks model dan format parpol semacam ini,
maka formulasi sistem kepartaian lebih relevan ”konsosiasional”. Strategi yang bertumpu dan
mempertimbangkan struktur sosial dan keragaman etnik, parpol lebih memformulasikan diri
dalam platform dengan nilai-nilai terbuka, kontekstual dan demokratis. Model semacam itu
akan bisa dilakukan jikalau masalah-masalah konsolidasi politik antar kelompok terus ber-
langsung sehingga terbangun konsensus baru. Selebihnya, parpol harus bersegera melaku-
kan reorientasi, agar tidak terjebak disorientasi yang berkelanjutan, bahkan makin stagnan.
Inilah tantangan tantangan untuk berbenah.
***
Segala kemerosotan kualitas demokrasi dan pembangunan sebagai akibat terlalu besarnya
ruang eksekutif dan legislatif di satu sisi, sementara masyarakat sipil mengalami penyem-
pitan arena di sisi lain, perlu dirumuskan jalan keluarnya. Partai, parlemen dan masyarakat
sipil (sebagai basis pemilih) harus menjadi kekuatan berimbang yang saling mendukung dan
mengontrol, agar legitimasi kekuasaan demokratis makin bekerja efektif.
Belakangan, jika muncul ide calon independen, dalam pandangan saya itu sebenarnya hany-
alah pilihan sementara ketika peran parpol tidak optimal. Sebagai wacana, gagasan calon in-
dependen hanya bentuk teguran pada parpol agar membenahi diri dan melakukan reformasi
dalam menjalankan demokrasi representasi. Karena itu, mengenai calon independen yang
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
131
FNS_rev8.indd 131 19/05/11 14:06:48
maju dalam pemilu (nasional maupun daerah) untuk presiden dan kepala daerah dipahami
sebagai konstruksi kebutuhan jangka pendek, bukan jangka panjang yang permanen. Saya
percaya, jika peran parpol bisa optimal dan efektif, maka calon independen tidak diperlukan
lagi.
Dalam sistem demokrasi representasi saat ini, ruang subjek politik yang disandarkan pada
personal sebenarnya kurang menguntungkan bagi pelembagaan politik demokratik. Apa
yang diistilahkan O’Donnel dengan demokrasi delegatif cenderung membahayakan tatanan
konsolidasi demokrasi, apalagi era transisional. Seburuk apapun keadaan parpol, memang
itulah alat politik formal mesin suara untuk membentuk kekuasaan. Hanya saja kualitas
yang buruk parpol jangan dibiarkan begitu saja, harus segera diatasi, ada exit strategy, agar
konsolidasi demokrasi dapat dilangsungkan dengan baik.
***
Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membenahi parpol. Pertama, sudah
saatnya parpol kembali merumuskan dan mendalami ideologi yang selama ini cender-
ung diabaikan. Dijaman pragmatis saat ini, partai lupa diri seolah ideologi tidak penting.
Segalanya diukur dengan uang, dimana perjuangan semilitan apapun dari kader selalu
dikalahkan oleh mereka yang berduit. Hal ini berbahaya, karena kader-kader parpol bisa
rusak mentalnya akibat jebakan pragmatisme. Harus ada pendidikan kader yang sistematis,
mengenai peran parpol dan parlemen dalam sistem demokrasi.
Kedua, rekrutmen parpol yang harus selektif atas dasar komitmen dan kapasitas. Parpol
adalah alat perjuangan, bukan sekadar tempat mengadu nasib, sambilan dan asal-asalan.
Karena itu, parpol harus membenahi inputnya yakni merekrut para calon kader yang memi-
liki komitmen yang jelas, kecerdasan dan pengetahuan yang memadai, dedikasi organisasi
serta keseriusan dalam berkomitmen. Jangan sampai parpol menampung para aktor politik
bermental petualang yang pekerjaanya berpindah-pindah parpol tidak jelas arah dan komit-
mennya. Kader-kader parpol harus memiliki pengetahuan mengenai sistem politik Indonesia,
sistem kepartaian dan tata pemerintahan, serta perspektif pembangunan demokrasi. Secara
spesifik juga trampil dan paham dalam hal legal drafting, membaca dan analisis anggaran
(APBD/ APBN), kemampuan agregasi dan artikulasi kepentingan, pemahaman gender dan
politik, dan seterusnya berkenaan dengan tugas dan peran lembaga-lembaga politik. Hal
ini dibutuhkan, agar para kader parpol yang nantinya diproyeksi mengisi struktur parlemen
telah memiliki kemampuan dan mengadaptasi kebutuhan yang seharusnya melekat dalam
anggota parpol dan parlemen tersebut.
Ketiga, parpol perlu mengembangkan tata kelola (governance) internal yang bersih, sehat
dan demokratis. Sejauh ini, parpol identik dengan ketidakberesan mengelola organisasi, yang
memperburuk citranya di mata masyarakat. Hal ini harus segera dibenahi, dengan maksud
menerapkan mekanisme kerja dalam parpol yang egaliter, transparansi, partisipatif seb-
agaimana menjadi cerminan institusi politik modern.
132 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Kelima, parpol perlu konsistensi menjalankan program itu selama lima tahun, dan senantiasa
direview tiap tahun untuk memastikan apakah capaian-capaian strategis itu bermanfaat
bagi konstituen, bagi parpol maupun pada sistem politik secara umum. Disejumlah kasus,
parpol hanya bekerja 1 tahun menjelang pemilu, dimana mereka berkepentingan. Cara ini
buruk dengan akibat parpol tidak populer karena tidak memperhatikan nasib pemilih atau
konstituennya.
Keenam, para kader parpol perlu senantiasa membangun hubungan komunikasi dengan
konstituen secara konsisten, reguler dan terukur. Intensitas komunikasi politisi dengan
pemilih (konstituen dengan kader) akan bermanfaat bermanfaat, yakni merekam aspirasi
yang bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk diperjuangkan oleh parpol dan kadernya;
mendapatkan pengakuan konstituen pada parpol dan kadernya; memungkinkan dukungan
dalam pemilu.
Ketujuh, membangun gugus-gugus warga sebagai basis parpol yang dibangun sebagai
mesin dukungan politik, dikelola secara partisipatif dan ideologis, bukan pragmatis. Alat-alat
semacam ini dilakukan regrouping berdasarkan sektoral maupun teritorial sebagai kekuatan
strategis mendiagnosis masalah, merekam sejak aspirasi, serta menjadi pilar utama beker-
janya organisasi politik basis konstituen.
Kedelapan, mengurangi tendensi “meninggalkan massa” pasca pemilu dengan cara meru-
muskan model kedekatan antara parpol dan konstituen, dengan senantiasa merawat dan
mengembangkan program berkelanjutan. Karenanya, parpol hendaknya memiliki kader-
kader di grassroot sebagai ujung tombak pembangunan politik konstituen, berlangsung lima
tahun, tidak hanya menjelang pemilu semata
***
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
133
FNS_rev8.indd 133 19/05/11 14:06:48
Akuntabilitas Politik,
Membangun Demokrasi Lokal
Arie Sujito
FISIPOL Universitas Gadjah Mada
ariedjito@yahoo.com
0811256702
Pokok bahasan
n Demokrasi representatif
n Fungsi parpol dalam demokrasi
n Representasi Parlemen
n Akuntabilitas politik
n Demokrasi sejauh ini
n Membenahi keterwakilan parlemen
n Membenahi parpol
134 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Representasi parlemen
n Sebagai lembaga representasi, parlemen memiliki peran strategis dan otoritas besar di
dalam menjalankan mandat rakyat yang diwakilinya
n Parlemen dengan fungsi:
- legislasi, budgeting, dan kontrol,
*) diharapkan mampu menerjemahkan aspirasi masyarakat dalam kebijakan
strategis (agregasi dan artikulasi)
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
135
FNS_rev8.indd 135 19/05/11 14:06:48
n
Parlemen, menjadi tulang punggung kebijakan agar berimbang (balance) antara kepu-
tusan eksekutif dengan aspirasi warga
n
Posisi sebagai lembaga representasi tentu harus akuntabel, yakni mempertanggung-
jawabkan keterwakilannya dalam sikap kepemihakan yang jelas sesuai prinsip ideologi
dan konstitusi
n
Akuntabel, yakni mempertanggungjawabkan keterwakilannya dalam sikap kepemi-
hakan yang jelas sesuai prinsip ideologi dan konstitusi
n
Anggota parlemen dipilih oleh rakyat berbasis konstituen parpol, konsekuensinya:
- mempertanggungjawabkan mandatnya kepada pemilihnya yang berkoordi
nasi dengan parpol
n
Menjaga kedekatan relasi dengan pemilih dengan membangun intensitas pertemuan
melalui berbagai cara:
- Pertemuan langsung, telepon, sms, dialog televisi, radio (komunitas), media
cetak, memakai internet, atau media-media lainnya
n
Mengkomunikasikan proses dan hasil kerjanya kepada konstituen
n
Meminta input, menjaring, mengolah dan mengartikulasikan aspirasi warga menjadi
rumusan kebijakan
n
Berinisiatif dan responsif atas segala masalah masyarakat, bukan saja menunggu
aspirasi warga
Kontrol, budgeting,
legislasi
Eksekutif Parlemen
Konsultasi
Keputusan dan
implementasi
Kontrol
ekstraparlemen
Partai Politik
Jaring aspirasi
langsung
Pendidikan politik Agregasi dan
artikulasi
Masyarakat/ konstituen
136 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
137
FNS_rev8.indd 137 19/05/11 14:06:48
Membenahi parpol
n Pendidikan politik bagi kader harus dilakukan untuk melakukan ideologisasi, secara
bertahap dan sistematik
n Menghindari model-model cetak kader yang instan, karenanya track record saat
rekruitmen kader harus lebih selektif
n Menyusun struktur dan kelola parpol yang demokratis, mengurangi dan mencegah
personalisasi, tetapi justru mengembangkan tradisi sistemik kelola organisasi
- Menghilangkan cara-cara oligarkhis dalam pengambilan keputusan, sebaliknya
- mengelola parpol secara demokratis : partisipatif, transparan dan akuntable
Secara internal perlu mengembangkan spirit “solidaritas” (antar kader saling men-
guatkan dan mendukung) dibandingkan “kompetisi” (bersaing secara tidak sehat)
n Secara eksternal, para kader parpol perlu senantiasa membangun hubungan komuni-
kasi dengan konstituen
n Intensitas komunikasi politisi dengan pemilih (konstituen dengan kader) bermanfaat:
merekam aspirasi yang bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk diperjuangkan oleh
parpol dan kadernya
n Mendapatkan pengakuan konstituen pada parpol dan kadernya
Memungkinkan dukungan dalam pemilu
n Membangun gugus-gugus warga sebagai basis parpol yang dibangun sebagai mesin
dukungan politik, dikelola secara partisipatif dan ideologis, bukan pragmatis
n Mengurangi tendensi “meninggalkan massa” pasca pemilu dengan cara merumuskan
model kedekatan antara parpol dan konstituen, dengan senantiasa merawat dan
mengembangkan program berkelanjutan
n Parpol hendaknya memiliki kader-kader di grassroot sebagai ujung tombak pemban-
gunan politik konstituen, berlangsung lima tahun, tidak hanya menjelang pemilu
semata
138 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
1. Setting komunikasi
Kegiatan komunikasi perlu dilihat sebagai suatu tindakan dalam masyarakat. Setiap tindakan
manusia dapat dibedakan dalam 3 kerangka: yaitu tindakan sosial pragmatis, sosial-budaya,
dan sosial-patologis. Pertama, tindakan sosial pragmatis diadakan untuk konformitas dalam
kehidupan sosial, untuk tujuan harmoni sosial, politik maupun ekonomi. Bagian terbesar
kegiatan manusia berada dalam kerangka ini, karenanya kegiatan komunikasi akan lahir
sesuai tujuan, seperti komunikasi sosial, komunikasi politik, dan komunikasi komersial.
Kedua, tindakan budaya pada dasarnya terdiri dari dua macam, yaitu tindakan estetis dan
tindakan etis. Dimensi estetis dan etis bersumber dari nilai budaya suatu masyarakat. Nilai
budaya dapat bersumber dari budaya besar dan budaya kecil (sub-culture ataupun coun-
terculture), atau budaya elit dan budaya rakyat, atau budaya tinggi maupun budaya massa.
Setiap orang mengadopsi nilai budaya dari proses sosialisasi dan internalisasi. Perbedaan
sosialisasi dan internalisasi dan sumber nilai budaya akan melahirkan pola tindakan yang
khas seseorang dalam masyarakat. Dalam konteks ini muncul komunikasi (ber)budaya.
Pada sisi lain, suatu tindakan pada dasarnya bertolak dari sikap paradigmatis secara seder-
hana dalam 2 sisi, pertama: orang banyak harus bertindak sesuai dengan keinginan dan
kepentingan sesorang; kedua: seseorang bertindak sesuai dengan keinginan dan kepentin-
gan orang banyak.
Dalam bahasa filsafat biasa disebut tindakan ego-sentris dan altruistik. Dari kedua sikap ini
* Disampaikan pada Workshop Manajemen Konstituen, Forum Politisi, Yogyakarta 17 Oktober 2010
** E-mail: ashadisr@gmail.com; Weblog: http://ashadisiregar.wordpress.com/
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
139
FNS_rev8.indd 139 19/05/11 14:06:48
lahir orientasi komunikasi publik yaitu dimaksudkan untuk membentuk (moulder) atau mem-
pengaruhi masyarakat agar sesuai dengan kepentingan komunikator, ataukah sebaliknya
komunikasi merupakan cermin (mirror) atau dipengaruhi oleh realitas masyarakat.
Orientasi yang kedua menempatkan kegiatan komunikasi sebagai cara untuk mengenali
realitas. Untuk itu media komunikasi massa, dipandang sebagai teks yang merepresentasikan
makna, baik makna yang berasal dari realitas empiris maupun yang diciptakan oleh media.
Dengan demikian media dipandang sebagai bentukan realitas yang berasal dari masyarakat,
dengan kewaspadaan untuk mengeritisi muatannya, apakah bersifat imperatif dari faktor-
faktor yang berasal dari masyarakat, ataukah berasal dari orientasi kultural pelaku media.
Kritisisisme atas media massa bertolak dari pertanyaan, pada satu sisi apakah sebagai cermin
baur yaitu instrumen dari kekuasaan (ekonomi dan/atau politik) dengan memeroduksi
budaya dominan dari kekuasaan untuk pengendalian (dominasi dan hegemoni) masyarakat,
ataukah pada sisi lain dilihat sebagai cermin jernih yaitu institusi yang memiliki otonomi dan
independensi dalam merefleksikan makna berasal dari masyarakat. (Perlu dibedakan media
massa sebagai instrumen atau institusi).
Pada dataran teknis, kegiatan komunikasi dapat dilihat melalui komponen dalam gejala yang
biasa dirangkum dalam kalimat: WHO says WHAT in which CHANNEL to WHOM with what
EFFECT. Kerangka berpikir mengenai proses komunikasi direntang dari pesan ke efek, dan
setelah itu dilihat hubungannya secara bertingkat antar komponen. Artinya, seorang per-
ancang komunikasi, dalam merumuskan pesan dengan tujuan efek tertentu, akan memper-
timbangkan sasarannya sebagai dasar dalam pengwujudan alat dan format pesan tersebut,
serta media yang akan digunakannya. Dengan demikian dalam perencanaan komunikasi,
komponen-komponen dimaksud dilihat saling berkaitan.
2. Kegiatan Politik
Kegiatan politik biasa dirumuskan secara populer sebagai: siapa (WHO) memperoleh apa
(WHAT), kapan (WHEN) dan bagaimana (HOW). Atau dengan cara lain dilihat sebagai
tindakan secara kolektif dengan aturan tertentu dalam kondisi perbedaan kepentingan
kelompok. Dari sini kata kunci yang penting adalah adanya kepentingan yang diperoleh atau
diwujudkan. Karenanya biasa pula dilihat sebagai praktik pengaturan sumberdaya (resources)
dengan menggunakan kekuasaan (authoritative).
Resources kekuasaan ini pada satu sisi secara kelembagaan konvensional adalah 3 pilar yaitu
140 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Tetapi kerangka konseptual kelembagaan 3 pilar plus 1 ini tidak memadai untuk melihat
persoalan yang muncul dari kompleksitas yang menyertai kegiatan politik. Karenanya den-
gan cara lain kegiatan politik dilihat dalam 3 wilayah, yaitu konteks kekuasaan negara (state)
yang terdiri dari 3 pilar kelembagaan konvesional, kapitalisme pasar (market capitalism)
terdiri atas korporasi, dan masyarakat warga/sipil (civil society) dengan kelembagaan sosial
dan kultural. Pada satu sisi kelembagaan ini bertemu melalui produk hukum dan kebijakan
publik/negara (regulasi), dan praktik dalam interaksi institusional.
Dalam interaksi antar institusional 3 wilayah, secara ideal kekuasaan negara dituntut
melindungi publik dalam masyarakat sipil dari hegemoni kapilatalisme pasar. Pada sisi lain,
media menjadi ajang perebutan bagi kekuasaan negara dan kapitalisme pasar untuk menjadi
instrumen hegemoni terhadap masyaeakat sipil. Disini muncul pandangan idealistik yang
menuntut otonomi dan independensi media agar berpihak pada publik dalam masyarakat
sipil.
Setiap kegiatan politik mengundang pertanyaan, apakah bertolak dari kepentingan aktor
politik ataukah kepentingan publik, dalam konteks negara, kapitalisme pasar atau masyara-
kat sipil. Setiap person dalam kegiatan politik memiliki kepentingan yang berfokus pada
produk hukum
dan kebijakan publik, dalam konteks kelembagaan masing-masing. Persoalan yang muncul
adalah semakin kompleksnya kepentingan para aktor politik sebab tidak ada lagi pemisahan
kekuasaan yang nyata dan berdasarkan etika kepublikan (fatsoen politik) antara aktor untuk
wilayah negara, pasar dan masyarakat sipil. Partai politik sebagai bagian dari masyarakat
sipil tidak puas hanya menempatkan orang-orangnya di lembaga yudikatif, tetapi juga
merasa perlu ada di lembaga yudikatif (Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi), atau bu-
kan hanya sebagai menteri kabinet, tetapi juga di komisioner yang dibentuk eksekutif. Atau
pengusaha sebagai menteri, atau ketua partai politik, tanpa melepas kepentingan bisnisnya.
Atau pengusaha media sekaligus sebagai aktor politik.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
141
FNS_rev8.indd 141 19/05/11 14:06:48
3. Komunikasi Politik
Sesuai dengan orientasi setiap komunikasi, kegiatan komunikasi politik juga terdiri atas 2
sisi, pertama: membentuk opini publik (public opinion) yang berkesesuaian dengan tujuan
personal atau institusional aktor politik, dan kedua: mengenali opini publik sebagai dasar
dari program politik.
Pihak yang terlibat dalam komunikasi politik adalah:
1) Konstruksi personal: opini personal, yaitu persepsi seseorang atas obyek politik
yang bertalian dengan kepentingannya sehingga terbentuk opini personal.
2) Konstruksi sosial: 1) kesesuaian opini personal dalam kelompok sosial, sehingga
menjadi opini yang dinyatakan oleh kelompok terorganisasi; 2) pernyataan lang
sung opini personal secara langsung kepada aktor politik, atau ditampung dan
dinyatakan dalam hasil polling opini; 3) opini yang bersifat abstrak, tidak secara
spesifik dinyatakan kelompok tertentu, diasumsikan ada dalam alam pikiran
kelompok-kelompok masyarakat.
3) Konstruksi politik: terprosesnya opini publik dalam tindakan aktor politik.
Perancang komunikasi politik yang bertujuan mengidentifikasi dan membentuk opini publik
biasanya melihat kecenderungan publik melalui faktor-faktor sebagai berikut:
142 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Selain kecenderungan personal dari publik, opini publik biasanya berada dalam kerangka bu-
daya politik, yaitu pola orientasi kepada tindakan politik bersifat khas, atau pola kecenderun-
gan kepercayaan, nilai dan pengharapan yang diikuti secara luas. Budaya politik ini menjadi
acuan dari sikap dan opini dalam menghadapi obyek politik.
Opini publik selamanya bersifat spesifik bagi kepentingan kelompok tertentu. Karenanya se-
lalu bersifat pro-netral-kontra, atau tidak tunggal. Ini yang membedakan dengan pendapat
umum (general opinion), yaitu pendapat mengenai obyek politik berkaitan dengan hak dan
kepentingan yang diterima secara luas atas dasar kebenaran rasional. Keberadaan aktor
politik dlihat dalam posisi dalam mengambil posisi dari pro dan kontra atau varian pendapat,
atau lebih jauh kemampuan artikulasi untuk mengangkat opini publik menjadi opini umum.
Pencitraan untuk aktor dan kelembagaan politik sebagai bagian dalam komunikasi politik
dimulai penciptaan obyek politik yang berkesesuaian dengan hak dan kepentingan publik.
Dari sini pesan dalam komunikasi bertolak dari realitas kehidupan publik, bukan dari kepent-
ingan aktor atau kelembagaan politik
4. Kepentingan Publik
Konstituen merupakan kumpulan agregat pemilih di satu daerah pemilihan bagi aktor atau
kelembagaan politik peserta pemilihan umum. Sebagai kumpulan agregat, merupakan data
kuantitatif massa yang tidak teridentifikasi secara fisik. Karenanya konstituen hanya me-
miliki makna dalam kerangka altruistik, yaitu adanya pihak-pihak lain bersifat abstrak perlu
dihormati karena dipandang sebagai sumber dari kekuasaan manakala seorang aktor politik
masuk ke wilayah negara. Dengan begitu rumusan aspirasi konstituen tidak dapat merujuk
kepada publik secara spesifik. Dengan kata lain, pada saat aktor politik berada di wilayah
negara, kewajiban (obligation)nya bersifat imperatif dari publik yang diidentifikasi atas dasar
hak dan kepentingannya dalam kehidupan publik.
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
143
FNS_rev8.indd 143 19/05/11 14:06:49
Pengelolaan hubungan kelembagaan partai dan aktor politik dengan konstituennya hanya
dapat dilakukan dengan “membaca” kepentingan publik dan merumuskannya ke dalam
undangundang (pada tingkat nasional) dan kebijakan publik (peraturan pada tingkat lokal
dan sektoral eksekutif), serta pengawasan pelaksanaan hukum dan regulasi bagi pemenuhan
kepentingan publik. Pada langkah awal aktor politik dapat mengevaluasi kesesuaian hukun
dan regulasi yang dikeluarkan kelembagaan negara sebelumnya dengan kepentingan publik,
berikutnya memeroyeksikan undang-undang dan peraturan yang menampung kepentingan
publik.
Warga dalam kehidupan publik diidentifikasi dari secara kategoris dari kesamaan orientasi
kepentingan., sebab setiap tindakan dalam interaksi sosial pada dasarnya bertolak dari
kepentingan (interest) bersifat pragmatis. Pada tingkat otentik, kepentingan berasal dari
hasrat pemenuhan kebutuhan (needs). Maslow memberikan urutan hirarkis kebutuhan
manusiawi, yaitu:
Contoh hak yang melekat pada diri antar lain: hak atas kehidupan, kebebasan dan keamanan
pribadi; hak atas standar kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan, dst.
Sedang hak yang menjadi kewajiban imperatif pada pihak lain, antara lain: tak boleh dikenai
intervensi sewenang-wenang terhadap privasi, keluarga, rumah atau korespondensinya, juga
serangan terhadap kehormatan dan nama baiknya; tak boleh dirampas kekayaannya secara
sewenang-wenang, dst.
Fungsi fundamental negara dalam kerangka filsafat humanitarian adalah menjamin hak-hak
yang melekat pada diri warga, dan menghukum pihak yang melanggar kewajiban imperatif-
144 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
LAMPIRAN:
HAK DAN KEPENTINGAN PUBLIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
145
FNS_rev8.indd 145 19/05/11 14:06:49
Hirarki KEBUTUHAN HAK DASAR WARGA BERSIFAT MELEKAT PADA DIRI
MANUSIAWI
Cinta dan • untuk menikah dan membentuk keluarga
3
kebersamaan
• untuk memiliki kekayaan secara pribadi maupun bersama-sama
dengan orang-orang lain.
• atas pendidikan
4 Penghargaan diri • orang tua untuk memilih jenis pendidikan yang diberikan
kepada anak-anaknya
• untuk membentuk dan bergabung ke dalam serikat buruh
• atas kebebasan beropini dan berekspresi.
• atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama
5 Aktualisasi diri • atas kebebasan untuk berkumpul dan berasosiasi secara tenang.
• atas perlindungan karya cipta
• untuk berpartisipasi secara bebas dalam kehidupan budaya
Kutipan dari DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA (1948)
146 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Tentang saya
z Prof. Dr. ir. Marsudi Wahyu Kisworo
z Lahir di Kediri, 29 Oktober 1959
z Tinggal di Jl. Anggrek Nelimurni A/104 Kemanggisan, Jakarta
z S1 dari Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung, 1983
z S2 Teknologi Informasi, Curtin University, Australia, 1990
z S3 Teknologi Informasi, Curtin University, Australia, 1992
z Dosen di beberapa perguruan tinggi (UI, ITS, Unla, dll)
z Rektor Institut Perbanas
z Ex Direktur Eksekutif Partai Amanat Nasional
z Pelatih motivasi, Neuro Lingustic Programmming, hypnotheraphy, kecerdasan
z emosional dan spirirual, kecerdasan paripurna, dll
z E-mail : marsudi.kisworo@gmail.com
z HP : 0818-888-537, 0811-85-58-85
z Facebook: Marsudi Wahyu Kisworo
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
147
FNS_rev8.indd 147 19/05/11 14:06:49
Pemilih
Simpatisan
Kader
Simpatisan
Dikelola dg baik
Kader
Pemilih
Manajemen Modern
v Perencanaan yang matang
v “plan without execution is a dream, execution without plan is a nightmare”
v Pelaksanaan yang konsisten
v Kepemimpinan tingkat 5
v “Who, then what”
v Bekerja dengan fakta, logis
v Budaya kualitas, termasuk budaya disiplin
148 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
PENCITRAAN
Non-purposive Limited
Public
Supporters Figur Program Relations &
(loyal) Terbatas Data Terbatas
terbatas
(legitimasi)
Pendidikan Riset&
Kader Program Konsultasi
Politik Publik
PENCITRAAN
Purposive Systematic
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
149
FNS_rev8.indd 149 19/05/11 14:06:49
Korporatisasi Manajemen Partai
Penerapan pendekatan-pendekatan manajemen modern dalam manajemen
partai politik
Menempatkan partai seperti sebuah korporasi
- Pemegang saham = kader/anggota
- Pengurus = komisaris
- Komite eksekutif = dewan direksi
Product concept
v Menggunakan organisasi partai yang dijalankan oleh pengurus dengan fokus
pada kandidat
- Mencari kader terbaik sbg kandidat yang merepresentasikan partai
- Mirip dengan ide awal tentang marketing
- Media memiliki peranan tetapi fokus masih tetap pada kampanye masal
Sales concept
v Menggunakan organisasi eksternal (campaign management) dan fokus kepada
kandidat
- Informasi: berdasarkan riset pemasaran (dasar)
- Media experts memegang peranan penting
- Media menjadi kanal komunikasi utama dan penting
150 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Problematika Partai
v Masalah organisasi dan kepemimpinan
v Masalah ideologi dan program
v Masalah basis konstituen
v Masalah strategi dan taktik
v Masalah pelembagaan (institusionalisasi) demokrasi internal
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
151
FNS_rev8.indd 151 19/05/11 14:06:49
Masalah Institusionalisasi Demokrasi Internal
v Belum ada kultur berdemokrasi secara konsekuen
v Penyimpangan terhadap prosedur, mekanisme dan aturan main organisasi karena
pertimbangan politis
v AD/ART disusun belum memperhitungkan situasi transisional yang dialami partai
v AD/ART kurang mengatur mekanisme solusi konflik internal partai
PENCAPAIAN TUJUAN
Kegiatan pokok organisasi, kegiatan penunjang lainnya tidak mungkin terlepas dari kegiatan
perkantoran karena semua pengolahan data/informasi dilakukan pada unit perkantoran.
152 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Office (Inggris) :
v Kewajiban tugas,duty, task, function
v Jabatan( tanure of official position)
v Markas/ gedung ( Quarter )
v Jasa layanan (kind help, Service )
v Tugas pekerjaan ( duties )
TEMPAT/RUANG (statis)
PENGERTIAN KANTOR
1.Tempat atau ruangan penyelenggaraan kegiatan
2. Proses penyelenggaraan kegiatan
3. Secara fungsional sbg tempat berkumpulnya pejabat dan staf melakukan kegiatan yang
sifatnya administratif
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
153
FNS_rev8.indd 153 19/05/11 14:06:49
MANAJEMEN PERKANTORAN
v Arthur Gregor : “ Office management is the fuction of administering the communi-
cation and record service of an organization”.
William Leffingwell & Edwin Robinson : “Office management as fuction , is the
v branch of the art and science which is concerned with the efficient performance of
office works, whenever and wherever the work is to be done”
v Hal Nourse : “… office management in the broader sense might embrace, not onlythe
generally accepted service function, but also the arise of functional control adminis-
trative direction of most clerical and paperworks”.
v Edwin Robinson :” Office management is concerned with the direction and supervi-
sion of office work “.
PEKERJAAN KANTOR
Terry, OFFICE MANAGEMENT AND CONTROL,1966 :
-” Office management...as the planning, controlling ,and organizing of office works,
and actuating those performing it so as to achieve the predetermined objectives . It
deals with the life cycle of business information and retention ,if of permanent value,
of destruction if obsolete”
- perencanaan,pengorganisasian,penggerakan DATA/
- pengendalian,pengwasan,pengarahan INFORMASI ttg
- pelaksanaan yg efisien semua sumber
- tata penyelengaraan daya
Kantor Partai
v Pendukung
v Pusat kendali kegiatan partai
v Front office – Back office
v Merupakan birokrat partai
v Appointed officials
v Salah satu titik kritis yang dapat menjadi sumber penyimpangan dan konflik
154 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
SEKRETARIAT
1 2 3 4
UNIT PENUNJANG
UN IT PERKANTORAN
1 2 3 4
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
155
FNS_rev8.indd 155 19/05/11 14:06:49
Pemilu 2004 dan 2009 Database
Geopolitic database keangg otaan White Papers
Plikada
Political analyst
Knowledge Repository
Document service
White papers
Publikasi
Speech/text writers
Intranet Bahan-bahan
(sarana komunikasi) Rapat
Perencanaan strategi
marsudi.kisworo@gmail.com
http://marsudi.wordpress.com
Facebook: Marsudi Wahyu Kisworo
0818-888-537
0811-85-58-85
156 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
Adam, Rainer (2005). Menangkan Pemilu! Petunjuk Praktis Bagi Kandidat. Jakarta: Friedrich
Naumann Stiftung.
Budiardjo, Prof. Miriam (2008). Dasar-dasar Ilmu Politik (edisi revisi). Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Ellwein, Warsito & Rainer Adam (2006). Kerja dan Strategi Seorang Politisi. Jakarta: Penerbit
Friedrich Naumann Stiftung.
Ellwein, Warsito & Rainer Heufers (2008). Politisi Bersih. Jakarta: Friedrich Naumann Stiftung.
Firmanzah (2008). Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Klingemann, Hans-Dieter, dkk (2000). Partai, Kebijakan, dan Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sanit, Arbi. (1995). Ormas dan Politik. Jakarta: Lembaga Studi Informasi Pembangunan.
Schroder, Peter (2008). Strategi Politik (Edisi Revisi untuk Pemilu 2009). Jakarta: Friedrich
Naumann Stiftung.
Sirajudin, dkk (2009). Parlemen Lokal DPRD Peran dan Fungsi dalam Dinamika Otonomi
Daerah. Malang : Setara Press.
Website:
ASMRomli (2009). Pengertian Komunikasi Politik. Sumber:
http://id.shvoong.com/social-sciences/1897611-pengertian-komunikasi-politik/
Sumber lain:
- “Membina Hubungan Dengan Konstituen –Buku Saku DPRD”, USAID LGSP, hal 11.
- ”Konsolidasi Demokrasi”, Forum Komunikasi Partai dan Politisi untuk Reformasi,
Jakarta, 2005.
- Syafarudin, ”Manajemen Pengelolaan Parpol dan Kesetiaan Konstituen”, makalah
pada Program Paskasarjana Ilmu Politik UGM, Yogyakarta, 2008
- Syafarudin, Manajemen Pengelolaan Partai Politik Dan Kesetiaan Konstituen
(Analisis dan Refleksi Hasil Survei Tata Kelola Kelembagaan Tujuh Partai Politik di
Provinsi DIY 2008), makalah desk studi pada Program Pascasarjana Ilmu Politik
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
157
FNS_rev8.indd 157 19/05/11 14:06:50
UGM, Yogyakarta, 2008
- “Memperbesar Peluang Calon Memenangkan Pilkada: Friedrich Naumann
Stiftung, 2009.
- Ari Sujito, Akuntabilitas Politik – Membangun Demokrasi Lokal, Fisipol UGM,
makalah presentasi berupa power point.
158 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
A. Leaflet
1. Individualisme
2. Keadilan Sosial
3. Kebebasan
4. Liberalisme
5. Pasar Tenaga Kerja
6. Persaingan
7. Solidaritas
8. Tanggung Jawab
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
159
FNS_rev8.indd 159 19/05/11 14:06:50
18. Politik Indonesia di Mata Wartawan Politik, Yuniawan W. Nugroho.
19. Gerakan Kebebasan Sipil: Studi dan Advokasi Kritis di Daerah Syari’ah, Ihsan Ali-
Fauzi dan Saiful Mujani.
20. Fakta Mengenai Jerman, Socieats-Verlag, Frankfurt an Main dan Kementrian Luar
Negeri Jerman, 2007.
21. RUU Pornografi: Studi Kasus Terhadap Proses Pengambilan Keputusan di DPR, Dr.
Stephen Sherlock, 2008.
22. Jalan Menuju Tatanan Persaingan Global disertai dokumen-dokumen kebijakan per
saingan yang bersifat Internasional, Henning Klodt, 2004
23. Manual Penggalangan Dana dan Mobilitas Sumber daya, 2005
24. Menangkan Pemilu!-Petunjuk Praktis Bagi Kandidat, 2005
25. Strategi Politik, Peter Schroeder, Cetakan ke-2, 2005
26. Memperbesar Calon Memenangkan Pilkada, Warsito Ellwein, Sigit Pranawa dan Yan
Kurniawan, FNSt, 2010
160 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
161
FNS_rev8.indd 161 19/05/11 14:06:50
52. Rekrutmen dan Pelatihan Anggota Partai Politik, Hasil Workshop, 2005
53. Ruang Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pemerintah Daerah, Warsito
Ellwein
54. Satu Ideologi Beda Wajah, Ignatius Kristianto – Litbang Kompas, 2009
55. Sentralisme Partai Oligarkisme di PDIP, Studi pada beberapa kasus Gianyar Bali,
2008
56. Strategi Politik & Penerapannya – Contoh Kasus Kampanye Pemilu Jerman 2002-Ba
gian I dari III: “Persiapan pemilu” – sebuah Pengantar”, 2002
57. Strategi Politik dan Penerapannya – Contoh Kasus Kampanye Pemilu Jerman 2002 –
Bagian II dari III:- “Kampanye Perencanaan Organisasi dan Penerapan Strategi”,
2002
58. Strategi Parpol Menjelang 2009, Prayitno Ramelan, 2008
59. Strategi Politik dan Penerapannya – Contoh Kasus Kampanye Pemilu Jerman 2002 –
Bagian III dari III:- “Pasca Pemilu:Analisa Hasil Pemilu”, 2002
60. Strategi Pemenangan Kandidat Perempuan dalam Pemilu, Eleisaun, 2009
61. Sustainable Deevelopment – a Cultural Approach, Richard Van der Wurff, 1996
62. The Text of Thailand’s 1997 Constitution
Link Website
Link Pemerintah Indonesia
1. MK-Mahkamah Konstitusi http://www.mahkamahkosntitusi.go.id
2. KP-Komisi pemilihan Umum http://www.kpu.go.id
3. Depertemen Dalam Negeri http://www.depdagri.go.id
162 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
163
FNS_rev8.indd 163 19/05/11 14:06:50
5. Hukum Online http://www.hukumonline.com
6. Awasi Parlemen http://www.awasiparlemen.org
“Klinik desas-desus” diterapkan satu kelompok diskusi dalam topik komunikasi politik
melalui penyampaian opini berantai di mana setiap orang menjadi multiplikator pesan.
Pleno antarkelompok ditanggapi peserta guna memperoleh input pembanding dari setiap
tugas yang diberikan fasilitator.
164 KONSTITUEN
PILAR UTAMA PARTAI POLITIK
FNS mengawali kegiatannya di Indonesia pada 1969 dan memulai kerja sama resminya
dengan pemerintah Indonesia sejak 26 April 1971. FNS membagi pengetahuan dan nasihat
kepada para politisi, pembuat keputusan, masyarakat sipil, dan masyarakat secara umum.
Lembaga ini bekerja sama dengan lembaga-lembaga pemerintahan, organisasi masyarakat
dan institusi-institusi pendidikan untuk berbagi pengetahuan dan membantu menciptakan
perubahan yang positif dan damai pada masyarakat di Negara-negara itu.