Professional Documents
Culture Documents
SENI BUDAYA
KELAS X2
Punokawan
Panakawan atau Punokawan
Added by Njowopedia
Di dalam cerita Pewayangan khususnya Yogyakarta dan Surakarta dikenal adanya tokoh
Panakawan. Pana artinya mengetahui, memahami permasalahan yang dihadapi dan
mampu memberikan solusi-solusinya. Sedangkan Kawan atau sekawan selain berarti
berjumlah empat, juga dapat dimaknai sebagai teman atau sahabat. Mereka adalah Semar
beserta ketiga anaknya, yaitu; Gareng, anak yang paling tua, Petruk anak kedua dan yang
bungsu bernama Bagong.
Tugas utama panakawan adalah menghantar dan memomong tokoh ksatria dalam
mencari dan mencapai cita-cita hidupnya. Hubungan antara panakawan dan tokoh ksatria
adalah hubungan yang sangat lentur. Kadang-kadang hubungan mereka bagaikan abdi
dan bendara, yang melayani dan yang dilayani. Ada kalanya hubungan mereka seperti
layaknya raja dan rakyatnya, gusti dan kawula, yang disembah dan yang menyembah
Namun yang lebih tepat hubungan antara Panakawan dan ksatria bagaikan kedua sahabat
yang saling berkomunikasi, berinteraksi, bertukar pendapat serta pikirannya untuk
menyelesaikan dan menyingkirkan masalah-masalah yang menghalangi dalam usahanya
mencapai sebuah cita-cita. Mereka saling asah (mengasah budi dan pikiran), asih
(mengasihi dan mencintai), asuh (menjaga dan memelihara).
Tidak sedikit tulisan dan pendapat yang menguraikan tokoh panakawan. Diantaranya
adalah bahwa tokoh panakawan adalah Dewa atau penguasa semesta alam yang
ngejawantah menjadi manusia miskin untuk bekerjasama dan membantu usaha manusia
agar dapat mencapai cita-cita luhur. Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan
tokoh panakawan ini bersamaan dengan suatu gerakan kalangan bawah yang ingin
menunjukan kekuatan rakyat yang sesunguhnya. Raja dan para bangsawan (ksatria) yang
berkuasa, tidak akan pernah berhasil mengantar negerinya kearah kemakmuran dan
kesejahteraan jika tidak didukung dan di emong oleh rakyat. Seperti yang digambarkan
dalam cerita wayang bahwa yang berhasil dan menang dalam sebuah pergulatan
mendapatkan ‘wahyu’ adalah tokoh yang senantiasa diikuti oleh panakawan.
Sementara itu ada yang menguraikan bahwa ke empat panakawan tersebut merupakan
simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya. Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung
putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau
cipta,. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan
berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa
kewaspadaan. Tangan cekot adalah rasa ketelitian. Kaki pincang adalah rasa kehati-
hatian. Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam
kedua tangannya. Tangan depan menuding dengan telunjuknya, tangan belakang dalam
posisi menggenggam. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang
bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki,
tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Sedangkan karya
disimbolkan Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya
pekerja keras. Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karsa berada dalam satu wilayah yang bernama pribadi
atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah
merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya
dapat menempati fungsinya masin-masing dengan harmonis untuk kemudian berjalan
seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria
dan panakawan mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam
hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati
tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).
Diibaratkan seorang sais (jati diri manusia) mengendarai sebuah kereta yang ditarik
empat ekor kuda (cipta, rasa, karsa dan karya). Bagaimana Kereta itu berjalan untuk
mencapai tujuan sangat bergantung dengan kemampuan sais dalam mengendalikan dan
mengoptimalkan kuda-kudanya. Jika si sais terampil niscaya ke empat kudanya akan
kompak berderap berpacu menuju sasaran. Rintangan yang menghadang di jalan tidak
akan membuat kereta jatuh dan tak mampu bangkit kembali. Paling-paling kereta akan
mengurangi kecepatan sejenak untuk kemudian berpacu kembali.