You are on page 1of 11

TUGAS

SENI BUDAYA

DISUSUN OLEH: DAUDYOSIA

KELAS X2

SEKOLAH SMA NEGERI 1 NOGOSARI


Belajar dari Punokawan
Posted on June 30, 2007 by Admin

Dalam dunia pewayangan istilah


sedulur papat lima pancer
merupakan simbolisasi ksatria dan
empat abdinya. Sedulur papat adalah
punokawan, lima pancer adalah
ksatriya.

Dalam hal ini, yang dinamakan


punokawan yakni Semar sebagai pamomong keturunan Saptaarga
ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk dan Bagong sebagai
pengiring para ksatria Pandawa. Kehadiran mereka seringkali hanya
dianggap sebagai tambahan yang kurang diperhitungkan dan untuk
menghadirkan lelucon saja, padahal kerap menentukan arah
perubahan.

ke lima tokoh ini menduduki posisi penting dalam kisah pewayangan.


Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Saptaarga atau
pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan
nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk
mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa
ngrame. Dalam perjalanannya, Punokawan harus menemani
perjalanan sang Ksatria dalam memasuki “hutan”, memasuki sebuah
medan medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh
semak belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap
menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengancam jiwanya,
sehingga berhasil keluar “hutan” dengan selamat, sampai sang Ksatria
dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyelesaikan
tugas hidupnya dengan selamat.
Semar merupakan gambaran penyelenggaraan Illahi yang ikut
berproses dalam kehidupan manusia. Untuk lebih memperjelas
peranan Semar, maka tokoh Semar dilengkapi dengan tiga tokoh
lainnya. Ke empat punokawan tersebut merupakan simbol dari cipta,
rasa, karsa dan karya.
Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung putih. Kuncung putih
di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta.
Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan
cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan
rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa
ketelitian dan kaki pincang adalah rasa kehati-hatian.
Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang
digambarkan dalam kedua tangannya. Jika digerakkan, kedua tangan
tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik.
Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan
belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih.
Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya
selalu bersedia bekerja keras.
Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karya berada dalam satu
wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan
tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran
pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat
menempati fungsinya masing-masing dengan harmonis, untuk
kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan
demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria dan punokawan
mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam
hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran
jernih (cipta), hati tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan
mau bekerja keras (karya).
Simbolisasi ksatria dan empat abdinya, serupa dengan ‘ngelmu’
sedulur papat lima pancer. Sedulur papat adalah punokawan, lima
pancer adalah ksatriya. Posisi pancer berada ditengah, diapit oleh dua
saudara tua (kakang mbarep, kakang kawah) dan dua saudara muda
(adi ari-ari dan adi wuragil). Ngelmu sedulur papat lima pancer lahir
dari konsep penyadaran akan awal mula manusia diciptakan dan
tujuan akhir hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi).
Awal mula manusia diciptakan diawali dari saat-saat menjelang
kelahiran. Sebelum sang bayi (bayi, dalam konteks ini adalah pancer)
lahir dari rahim ibu, yang muncul pertama kali adalah rasa cemas si
ibu. Rasa cemas itu dinamakan Kakang mbarep. Kemudian pada saat
menjelang bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah
sebagai pelicin, untuk melindungi si bayi, agar proses kelahiran lancar
dan kulit bayi yang lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itu
disebut Kakang kawah. Setelah bayi lahir akan disusul dengan
keluarnya ari-ari dan darah. Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah
disebut Adi wuragil.
Ngelmu sedulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia
dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian. Ada empat saudara yang
mendampingi. Pancer adalah suksma sejati dan sedulur papat adalah
raga sejati. Bersatunya suksma sejati dan raga sejati melahirkan
sebuah kehidupan.
Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan,
digambarkan dengan seorang sais mengendalikan sebuah kereta,
ditarik oleh empat ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning
dan putih. Sais kereta melambangkan kebebasan untuk memutuskan
dan berbuat sesuatu. Kuda merah melambangkan energi, semangat,
kuda hitam melambangkan kebutuhan biologis, kuda kuning
melambangkan kebutuhan rohani dan kuda putih melambangkan
keheningan, kesucian. Sebagai sais, tentunya tidak mudah
mengendalikan empat kuda yang saling berbeda sifat dan
kebutuhannya. Jika sang sais mampu mengendalikan dan bekerjasama
dengan ke empat ekor kudanya dengan baik dan seimbang, maka
kereta akan berjalan lancar sampai ke tujuan akhir “Sang Sangkan
Paraning Dumadi”

1. Punakawan adalah karakter yang khas dalam wayang Indonesia. Mereka


melambangkan orang kebanyakan. Karakternya mengindikasikan bermacam-macam
peran, seperti penasihat para ksatria, penghibur, kritisi sosial, badut bahkan sumber
kebenaran dan kebijakan. Dalam wayang Jawa karakter punakawan terdiri atas Semar,
Gareng, Bagong, dan Petruk. Dalam wayang Bali karakter punakawan terdiri atas Malen
dan Merdah (abdi dari Pandawa) dan Delem dan Sangut (abdi dari Kurawa)

1. Punakawan is a unique type of character in Indonesian shadow theatre. They


generally represent the commoners. The characters of Punakawan indicate various
roles, such as the warrior advisors, the entertainers, social critics, and clowns, a
further source of truth and wisdom. In Javanese wayang, the punakawan characters
consist of Semar, Gareng, Bagong, and Petruk. In Balinese wayang in the other hand,
the character consist of Malen and Merdah (the maids of Pandawa) and Delem and
Sangut (the maids of Kurawa)
Indonesia Semar English
n
2. Semar is the care-
2. Semar adalah pengasuh dari giver of Pandawa. His
Pendawa. Alkisah, ia juga bernama name is also Hyang
Hyang Ismaya. Mekipun ia Ismaya. Even though his
berwujud manusia jelek, ia appearance is so ugly, he
memiliki kesaktian yang sangat has a supernatural ability
tinggi bahkan melebihi para dewa. that is greater than the
gods'.
3. Gareng adalah anak Semar yang
berarti pujaan atau didapatkan Gareng
dengan memuja. Nalagareng
adalah seorang yang tak pandai 3. Gareng is one of
bicara, apa yang dikatakannya Semar's sons which
kadang- kadang serba salah. means he is revered.
Tetapi ia sangat lucu dan Nalagareng cannot speak
menggelikan. Ia pernah menjadi well; furthermore,
raja di Paranggumiwang dan whatever he says can be
bernama Pandubergola. Ia totally wrong. However,
diangkat sebagi raja atas nama he is a very funny and
Dewi Sumbadra. Ia sangat sakti hilarious man. He has
dan hanya bisa dikalahkan oleh been a king of
Petruk. Bagong Paranggumiwang and has
a name Pandubergola. He
4. Bagong berarti bayangan was elected to be a king
Semar. Alkisah ketika diturunkan in the name of Dewi
ke dunia, Dewa bersabda pada Sumbadra. He is so
Semar bahwa bayangannyalah powerful and can only be
yang akan menjadi temannya. defeated by Petruk.
Seketika itu juga bayangannya
berubah wujud menjadi Bagong.
Bagong itu memiliki sifat lancang
4. Bagong means shadow
dan suka berlagak bodoh. Ia juga
of Semar. When Semar
sangat lucu.
was sent to the earth,
Petruk the gods stated that his
5. Petruk anak Semar yang
shadow became his
bermuka manis dengan senyuman
friend. Suddenly, his
yang menarik hati, panda
shadow was transformed
berbicara, dan juga sangat lucu.
to be Bagong. Bagong has
Ia suka menyindir ketidakbenaran
unique personality: he is
dengan lawakan-lawakannya.
assertive and like to
Petruk pernah menjadi raja di
pretend to be stupid. He
negeri Ngrancang Kencana dan
is also so funny.
bernama Helgeduelbek.
Dikisahkan ia melarikan ajimat
Kalimasada. Tak ada yang dapat 5. Petruk is Semar's son
mengalahkannya selain Gareng. with the sweet face and
smile. He is a smart
speaker and a funny man.
He likes to ridicule
atrocity with his comedy.
Petruk has been a king at
the state of Ngrancang
Kencana and is named
Helgeduelbek. In one
story, he took the
Kalimasada amulet.
Nobody can defeat him
except Gareng.

Punokawan
Panakawan atau Punokawan

Added by Njowopedia

Di dalam cerita Pewayangan khususnya Yogyakarta dan Surakarta dikenal adanya tokoh
Panakawan. Pana artinya mengetahui, memahami permasalahan yang dihadapi dan
mampu memberikan solusi-solusinya. Sedangkan Kawan atau sekawan selain berarti
berjumlah empat, juga dapat dimaknai sebagai teman atau sahabat. Mereka adalah Semar
beserta ketiga anaknya, yaitu; Gareng, anak yang paling tua, Petruk anak kedua dan yang
bungsu bernama Bagong.

Tugas utama panakawan adalah menghantar dan memomong tokoh ksatria dalam
mencari dan mencapai cita-cita hidupnya. Hubungan antara panakawan dan tokoh ksatria
adalah hubungan yang sangat lentur. Kadang-kadang hubungan mereka bagaikan abdi
dan bendara, yang melayani dan yang dilayani. Ada kalanya hubungan mereka seperti
layaknya raja dan rakyatnya, gusti dan kawula, yang disembah dan yang menyembah
Namun yang lebih tepat hubungan antara Panakawan dan ksatria bagaikan kedua sahabat
yang saling berkomunikasi, berinteraksi, bertukar pendapat serta pikirannya untuk
menyelesaikan dan menyingkirkan masalah-masalah yang menghalangi dalam usahanya
mencapai sebuah cita-cita. Mereka saling asah (mengasah budi dan pikiran), asih
(mengasihi dan mencintai), asuh (menjaga dan memelihara).

Keberhasilan tokoh ksatria dalam mencapai cita-citanya sangat bergantung kepada


panakawan. Jika sang ksatria bersikap rendah hati mampu membina hubungan yang
harmonis dengan panakawan, mau membuka hati untuk mendengarkan dan
melaksanakan saran dari tokoh panakawan, dan rela hidup miskin, niscaya keberhasilan
akan tercapai. Namun jika terjadi sebaliknya, kegagalanlah yang didapat. Karena begitu
dominannya peran panakawan dalam menentukan keberhasilan sang ksatria, maka
kemudian muncul sebuah pertanyaan Siapakah sesungguhnya tokoh panakawan tersebut?
Menyimbolkan apakah mereka? Mengapa berjumlah empat?

Tidak sedikit tulisan dan pendapat yang menguraikan tokoh panakawan. Diantaranya
adalah bahwa tokoh panakawan adalah Dewa atau penguasa semesta alam yang
ngejawantah menjadi manusia miskin untuk bekerjasama dan membantu usaha manusia
agar dapat mencapai cita-cita luhur. Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan
tokoh panakawan ini bersamaan dengan suatu gerakan kalangan bawah yang ingin
menunjukan kekuatan rakyat yang sesunguhnya. Raja dan para bangsawan (ksatria) yang
berkuasa, tidak akan pernah berhasil mengantar negerinya kearah kemakmuran dan
kesejahteraan jika tidak didukung dan di emong oleh rakyat. Seperti yang digambarkan
dalam cerita wayang bahwa yang berhasil dan menang dalam sebuah pergulatan
mendapatkan ‘wahyu’ adalah tokoh yang senantiasa diikuti oleh panakawan.

Sementara itu ada yang menguraikan bahwa ke empat panakawan tersebut merupakan
simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya. Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung
putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau
cipta,. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan
berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa
kewaspadaan. Tangan cekot adalah rasa ketelitian. Kaki pincang adalah rasa kehati-
hatian. Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam
kedua tangannya. Tangan depan menuding dengan telunjuknya, tangan belakang dalam
posisi menggenggam. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang
bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki,
tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Sedangkan karya
disimbolkan Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya
pekerja keras. Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karsa berada dalam satu wilayah yang bernama pribadi
atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah
merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya
dapat menempati fungsinya masin-masing dengan harmonis untuk kemudian berjalan
seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria
dan panakawan mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam
hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati
tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).

Diibaratkan seorang sais (jati diri manusia) mengendarai sebuah kereta yang ditarik
empat ekor kuda (cipta, rasa, karsa dan karya). Bagaimana Kereta itu berjalan untuk
mencapai tujuan sangat bergantung dengan kemampuan sais dalam mengendalikan dan
mengoptimalkan kuda-kudanya. Jika si sais terampil niscaya ke empat kudanya akan
kompak berderap berpacu menuju sasaran. Rintangan yang menghadang di jalan tidak
akan membuat kereta jatuh dan tak mampu bangkit kembali. Paling-paling kereta akan
mengurangi kecepatan sejenak untuk kemudian berpacu kembali.

Semar, Gareng, Petruk, Bagong


Dalam
perkembangan
selanjutnya,
hadirnya
Semar sebagai
pamomong
keturunan
Saptaarga
tidak sendirian.
Ia ditemani
oleh tiga
anaknya,
yaitu; Gareng,
Petruk,
Bagong. Ke
empat abdi tersebut dinamakan Panakawan. Dapat disaksikan, hampir
pada setiap pegelaran wayang kulit purwa, akan muncul seorang
ksatria keturunan Saptaarga diikuti oleh Semar, Gareng, Petruk,
Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan, ke lima tokoh ini
menduduki posisi penting. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah
pertapaan Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat
berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka
turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan
melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih).

Dikisahkan, perjalanan sang Ksatria dan ke empat abdinya memasuki


hutan. Ini menggambarkan bahwa sang ksatria mulai memasuki
medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak
belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap
menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengacam jiwanya.
Namun pada akhirnya Ksatria, Semar, Gareng, Petruk, Bagong
berhasil memetik kemenangan dengan mengalahkan kawanan
Raksasa, sehingga berhasil keluar hutan dengan selamat. Di luar
hutan, rintangan masih menghadang, bahaya senantiasa mengancam.
Berkat Semar dan anak-anaknya, sang Ksatria dapat menyingkirkan
segala penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan
selamat.

Mengapa peranan Semar dan anak-anaknya sangat menentukan


keberhasilan suatu kehidupan? Sudah dipaparkan pada dua tulisan
sebelumnya, bahwa Semar merupakan gambaran penyelenggaraan
Illahi yang ikut berproses dalam kehidupan manusia. Untuk lebih
memperjelas peranan Semar, maka tokoh Semar dilengkapi dengan
tiga tokoh lainnya. Ke empat panakawan tersebut merupakan simbol
dari cipta, rasa, karsa dan karya. Semar mempunyai ciri menonjol
yaitu kuncung putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari
pikiran, gagasan yang jernih atau cipta. Gareng mempunyai ciri yang
menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang.
Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa
kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa ketelitian dan kaki pincang
adalah rasa kehati-hatian. Petruk adalah simbol dari kehendak,
keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Jika
digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang
bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang
dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah
dipilih. Sedangkan karya disimbolkan Bagong dengan dua tangan yang
kelima jarinya terbuka lebar, artinya selalu bersedia bekerja keras.
Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karya berada dalam satu
wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan
tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran
pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat
menempati fungsinya masing-masing dengan harmonis, untuk
kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan
demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria dan panakawan
mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam
hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran
jernih (cipta), hati tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan
mau bekerja keras (karya).

Simbolisasi ksatria dan empat abdinya, serupa dengan 'ngelmu'


sedulur papat lima pancer. Sedulur papat adalah panakawan, lima
pancer adalah ksatriya. Posisi pancer berada ditengah, diapit oleh dua
saudara tua (kakang mbarep, kakang kawah) dan dua saudara muda
(adi ari-ari dan adi wuragil). Ngelmu sedulur papat lima pancer lahir
dari konsep penyadaran akan awal mula manusia diciptakan dan
tujuan akhir hidup manusia (sangkan paraning dumadi). Awal mula
manusia diciptakan di awali dari saat-saat menjelang kelahiran.
Sebelum sang bayi (bayi, dalam konteks ini adalah pancer) lahir dari
rahim ibu, yang muncul pertama kali adalah rasa cemas si ibu. Rasa
cemas itu dinamakan Kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang
bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah sebagai
pelicin, untuk melindungi si bayi, agar proses kelahiran lancar dan kulit
bayi yang lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itu disebut
Kakang kawah. Setelah bayi lahir akan disusul dengan keluarnya ari-
ari dan darah. Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah disebut Adi wuragil.

Ngelmu sedulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia


dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian. Ada empat saudara yang
mendampingi. Pancer adalah suksma sejati dan sedulur papat adalah
raga sejati. Bersatunya suksma sejati dan raga sejati melahirkan
sebuah kehidupan.

Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan,


digambarkan dengan seorang sais mengendalikan sebuah kereta,
ditarik oleh empat ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning
dan putih. Sais kereta melambangkan kebebasan untuk memutuskan
dan berbuat sesuatu. Kuda merah melambangkan energi, semangat,
kuda hitam melambangkan kebutuhan biologis, kuda kuning
melambangkan kebutuhan rohani dan kuda putih melambangkan
keheningan, kesucian. Sebagai sais, tentunya tidak mudah
mengendalikan empat kuda yang saling berbeda sifat dan
kebutuhannya. Jika sang sais mampu mengendalikan dan bekerjasama
dengan ke empat ekor kudanya dengan baik dan seimbang, maka
kereta akan berjalan lancar sampai ke tujuan akhir. Sang Sangkan
Paraning Dumadi.

You might also like