Professional Documents
Culture Documents
Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb.) dengan kaidah tulisan (huruf) yang
baku. Ejaan biasanya meliputi tiga aspek, yaitu (1) fonologis, yang menyangkut penggambaran fonem
dengan huruf dan penyusunan abjad, (2) morfologis, yang menyangkut penggambaran satuan-satuan
morfemis, dan (3) sintaksis, menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.
A. Pemakaian huruf
Bagian ini membahas jenis huruf, pemenggalan kata, serta penggunaan huruf kapital dan huruf
miring.
i. Jenis huruf
Bagian ini membahas huruf abjad, vokal, dan konsonan, serta vokal rangkap (diftong) dan konsonan
rangkap (digraf).
1. Huruf abjad: Ada 26 yang masing-masing memiliki jenis huruf besar dan kecil.
2. Huruf vokal: Ada 5: a, e, i, o, u. Tanda aksen é dapat digunakan pada huruf e jika ejaan kata
menimbulkan keraguan.
3. Huruf konsonan: Ada 21: b; c; d; f; g; h; j; k; l; m; n; p; q; r; s; t; v; w; x; y; z.
1. Huruf c, q, v, w, x, dan y tidak punya contoh di akhir kata.
2. Huruf x tidak punya contoh di tengah kata.
3. Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
4. Diftong: Ada 3: ai, au, dan oi. Tidak semua kombinasi serupa dianggap sebagai diftong,
misalnya ai pada main.
5. Digraf: Ada 4: kh, ng, ny, dan sy.
Vokal dan konsonan rangkap tidak pernah dipisahkan dalam pemenggalan kata.
B. Penulisan kata
Bagian ini membahas penulisan kata dasar, kata turunan, kelas kata khusus, singkatan dan akronim,
serta angka dan lambang bilangan.
2. Ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya: bukuku;
miliknya
2. Kata depan: di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali daripada;
kepada; kesampingkan; keluar; kemari; terkemuka.
3. Kata sandang: si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya: sang Kancil; si
pengirim
4. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya:
betulkah; bacalah.
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya: apa pun; satu kali pun.
Pengecualian diberikan untuk penulisan pun yang dirangkai pada kata-kata berikut:
adapun; andaipun; ataupun; bagaimanapun; biarpun; kalaupun; kendatipun;
maupun; meskipun; sekalipun; sungguhpun; walaupun.
Catatan:
• Kata ganti ku, kau, mu, dan nya ditulis serangkai karena merupakan bentuk klitik terhadap
bentuk dasar. Jika disertai oleh awalan atau akhiran lain, bentuk klitik ini tetap digabungkan,
misalnya kumenemukanmu; kaumelamarnya.
i. Tanda titik
Tanda titik (.) digunakan sebagai pengakhir kalimat atau pemisah unsur. Fungsi tanda titik:
1. Pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan, namun tidak dipakai (1) pada akhir
judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dsb., serta (2) di belakang
tanggal surat serta nama dan alamat pengirim atau penerima surat.
• Dia menanyakan siapa yang akan datang.
• Acara Kunjungan Presiden (tanpa tanda titik: judul)
• Jalan Diponegoro 82 (tanpa tanda titik: alamat)
2. Pemisah antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda
seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya:
• Kridalaksana, Harimurti. 2007. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
3. Pemisah angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu. Misalnya:
• pukul 1.35.20
• 1.35.20 jam
4. Pemisah bilangan ribuan atau kelipatannya, namun tidak dipakai jika angka tersebut tidak
menunjukkan jumlah. Misalnya:
• 24.200 orang
• halaman 2452 (tanpa tanda titik: bukan jumlah)
5. Di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar, namun tidak dipakai
jika merupakan yang terakhir dalam suatu deretan. Misalnya:
10. Pemisah bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya:
• Alisjahbana, Sutan Takdir
11. Pemisah bagian-bagian dalam catatan kaki.
12. Pemisah nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari
singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya:
• Ny. Khadijah, S.E., M.M.
13. Penanda bilangan desimal. Misalnya:
• 12,5 cm
• Rp12,50
Tanda koma selalu diikuti oleh satu spasi, kecuali jika tanda koma tersebut berfungsi sebagai penanda
bilangan desimal.
• Presiden: Soekarno
• Wakil Presiden: M. Hatta
3. Setelah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan dalam teks drama. Misalnya:
• Ibu: (meletakkan beberapa koper) "Bawa koper ini, Mir!"
• Amir : "Baik, Bu."
4. Di antara judul dan subjudul atau nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
• Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
• Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa
5. Di antara jilid atau nomor dan halaman atau bab dan ayat dalam kitab suci. Misalnya:
• Tempo, I (1971), 34:7
• Surah Yasin:9
Spasi tidak diberikan sebelum tanda titik koma dan titik dua, namun diberikan setelahnya, kecuali
setelah tanda titik dua yang berfungsi sebagai pemisah jilid dan halaman atau bab dan ayat dalam
kitab suci.
Bagian setelah tanda titik koma dan titik dua tidak dianggap sebagai awal kalimat sehingga tidak
perlu dikapitalisasi menurut aturan kapitalisasi awal kalimat. Namun, aturan kapitalisasi lain tetap
berlaku, misalnya kapitalisasi nama diri, dll.
• se-Indonesia
• hadiah ke-2
• tahun 50-an
• mem-PHK-kan
• Menteri-Sekretaris Negara
6. Merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya:
• di-smash
Tanda pisah dipakai untuk:
1. Membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya:
• Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan sendiri.
2. Menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi
lebih jelas. Misalnya:
• Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom—
telah mengubah persepsi kita tentang alam semesta.
3. Di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau 'sampai dengan'. Misalnya:
• 1910—1945
• tanggal 5—10 April 1970
• Jakarta—Bandung
Spasi tidak diberikan sebelum dan sesudah tanda hubung dan tanda pisah.
2. Mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya:
• Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
• Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
3. Mengapit angka atau huruf yang memerinci urutan keterangan. Misalnya:
• Faktor produksi menyangkut masalah (1) alam, (2) tenaga kerja, dan (3) modal.
• Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
Tanda kurung siku dipakai untuk:
1. Mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau
bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau
kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya:
• Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2. Mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya:
• Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat
halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.
Spasi diberikan sebelum tanda kurung pembuka dan setelah tanda kurung penutup, kecuali jika
langsung didahului atau diikuti oleh tanda baca lain.
Rujukan
Alwi, Hasan, et.al. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai
Pustaka.
Keraf, Gorys (2001). Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa (Cetakan XII). Ende: Nusa
Indah.
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia (2000). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Diperoleh dari
http://j.mp/l8Xol8 pada 26 Mei 2011.