You are on page 1of 5

Pelabuhan Bebas Sabang dan Sejarahnya

29, Selasa April 2008

Sabang memang menonjol dengan pelabuhannya. Bahkan pada jaman dahulu Sabang dikenal luas
sebagai pelabuhan alam yang diberi nama Kolen Station oleh pemerintah kolonial Belanda sejak tahun
1881. Sejarah juga menuliskan bagaimana Firma Delange dibantu Sabang Haven memperoleh
kewenangan untuk menambah, membangun fasilitas dan sarana penunjang pelabuhan pada tahun 1887.
Lebih jauh lagi, sebenarnya era pelabuhan bebas di Sabang telah dimulai pada tahun 1895 dan dikenal
dengan istilah vrij haven serta dikelola Maatschaappij Zeehaven en Kolen Station yang dikenal dengan
nama Sabang Maatschaappij. Perang Dunia II ikut mempengaruhi kondisi Sabang dimana pada tahun
1942 Sabang diduduki pasukan Jepang, kemudian dibombardir pesawat Sekutu dan mengalami
kerusakan fisik hingga kemudian terpaksa ditutup.
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Sabang menjadi pusat Pertahanan Angkatan Laut Republik
Indonesia Serikat (RIS) dengan wewenang penuh dari pemerintah melalui Keputusan Menteri
Pertahanan RIS Nomor 9/MP/50. Semua aset Pelabuhan Sabang Maatschaappij dibeli Pemerintah
Indonesia. Kemudian pada tahun 1965 dibentuk pemerintahan Kotapraja Sabang berdasarkan UU No
10/1965 dan dirintisnya gagasan awal untuk membuka kembali sebagai Pelabuhan Bebas dan Kawasan
Perdagangan Bebas.
Gagasan itu kemudian diwujudkan dan diperkuat dengan terbitnya UU No 3/1970 tentang Perdagangan
Bebas Sabang dan UU No 4/1970 tentang ditetapkannya Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas. Dan atas alasan pembukaan Pulau Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Batam, Sabang terpaksa dimatikan berdasarkan UU No 10/1985. Kemudian pada
tahun 1993 dibentuk Kerja Sama Ekonomi Regional Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-
GT) yang membuat Sabang sangat strategis dalam pengembangan ekonomi di kawasan Asia Selatan.
Pada tahun 1997 di Pantai Gapang, Sabang, berlangsung Jambore Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(Iptek) yang diprakarsai BPPT dengan fokus kajian ingin mengembangkan kembali Sabang. Disusul
kemudian pada tahun 1998 Kota Sabang dan Kecamatan Pulo Aceh dijadikan sebagai Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bersama-sama KAPET lainnya.diresmikan oleh
Presiden BJ Habibie dengan Keppes No. 171 tanggal 28 September 1998.
Era baru untuk Sabang, ketika pada tahun 2000 terjadi Pencanangan Sabang sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas oleh Presiden KH. Abdurrahman Wahid di Sabang dengan
diterbitkannya Inpres No. 2 tahun 2000 pada tanggal 22 Januari 2000. Dan kemudian diterbitkannya
Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 2000 tanggal 1 September 2000
selanjutnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
Aktifitas Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Sabang pada tahun 2002 mulai berdenyut dengan
masuknya barang-barang dari luar negeri ke Kawasan Sabang. Tetapi pada tahun 2004 aktifitas ini
terhenti karena Aceh ditetapkan sebagai Daerah Darurat Militer.
Sumber: Wikipedia
Bottom of Form
Monday, 21 February 2011 16:57
Sabang Menuju Kawasan Perdagangan Bebas
JAKARTA - Terletak di ujung paling barat wilayah Indonesia, kota Sabang seolah tenggelam
dalam gegap gempita pembangunan kota-kota di pulau Jawa. Padahal dahulu kala, Sabang
adalah episentrum pelabuhan yang cukup disegani.

"Sejak 1868 Sabang sudah menjadi pusat perdagangan. Sudah menjadi persinggahan kapal-
kapal," ujar Puddu Razak Plt Deputi I Bidang Teknik dan Pengembangan BPKS (Badan
Pengusahaan Kawasan Sabang) kepada wartawan di Sabang, Nangroe Aceh Darussalam,
Minggu (20/02).

Secara posisi geografis, Sabang terletak pada 0535'28 LU - 0554'28" LU dan 9500'36" BT -
9522'36" BT. Berlokasi dekat dengan Samudera Hindia dan Selat Malaka, Sabang punya potensi
yang sangat besar untuk menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan bebas.

"Secara Indonesia mungkin kita berada di ujung barat. Tapi secara geografi wilayah Asia Pasifik
Sabang itu ada di tengah dan sangat strategis," ungkap Puddu.

Puddu mengatakan bahwa sejak tahun 2000, Sabang telah disahkan sebagai kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Lahirnya UU no 37 tahun 2000 menguatkan posisi
Sabang untuk mewujudkan mimpinya.

"Tapi kita baru mulai membangun tahun 2006. Rencananya 2012 seluruh prasyarat pelabuhan
bebas bisa terpenuhi," imbuh Puddu.

Undang-undang itu kemudian diperkuat melalui Keppres no 8 tahun 2010. "Pembangunan


infrastruktur terus dilakukan. 2012 kita jadwalkan sudah selesai dan bisa digunakan untuk kapal-
kapal besar," jelas Puddu.

Dengan posisi yang strategis, ratusan kapal setiap harinya parkir di dermaga. Dermaga yang ada
saat ini memang belum memadai untuk menampung kapal besar bermuatan berat.

"Ada dua pelabuhan baru nanti yang kita bangun. Itu untuk kapal-kapal asing yang besar
bermuatan kontainer," ungkap Puddu.

Sementara luas gudang yang tersedia 24.698 m2 dan lapangan penumpukkan 12.120 m2 serta
lapangan kosong 6.800 m2. Selain dipersiapkan sebagai pusat perdagangan bebas, Sabang juga
memoles dirinya dengan wisata alam yang indah. Pantai-pantai pasir putih, ombak besar dan
kontur alam yang asli bisa menjadi pilihan wisatawan baik lokal maupun internasional.
Secara umum, infrastruktur jalan di Sabang relatif baik. Pemerintah setempat telah mendesain
agar pembangunan jalan tidak merusak alam.

"Karenanya jalan kita cukup berbelok-belok karena kita mengikuti kontur. Bisa saja diterobos
tapi itu akan berdampak pada alam," terang Puddu.

Puddu berharap, bantuan pemerintah pusat untuk mempercepat pembangunan Sabang lebih
dioptimalkan. Dengan pengelolaan yang baik, program yang terencana, dan modal yang cukup
Sabang suatu saat bisa jadi ikon Indonesia yang potensial.

"Secara wisata, Thailand punya Phuket, Malaysia punya Langkawi kita punya Sabang. Tapi
Malaysia dan Thailand serius membangunnya, kita belum," tandasnya. Citydirectory.co.id
(Yad/Dtc)
GO!

Bottom of Form
BERANDA » Ekonomi » Sabang Harus Jadi 'Mesin' Ekonomi Nasional

Sabang Harus Jadi 'Mesin' Ekonomi Nasional


Sabtu, 05 Juni 2010
Banda Aceh - Sabang yang telah 10 tahun ditetapkan menjadi kawasan perdagangan dan
pelabuhan bebas, kedepan diharapkan menjadi "mesin" penggerak ekonomi tidak hanya lokal,
tapi juga secara nasional.

"Saya berharap semua pihak harus bersatu padu mewujudkan percepatan pertumbuhan ekonomi
kawasan Sabang, sehingga tidak hanya bermanfaat bagi Aceh, tapi juga bisa menjadi 'mesin'
ekonomi secara nasional," kata Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar, malam ini.

Pemerintah pusat telah menetapkan Sabang sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas
melalui Undang Undang Nomor 37 tahun 2000.

"Penetapan kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang itu merupakan kewenangan
nasional (Pemerintah Pusat) kepada Aceh. Karenanya, anggaran untuk pembiayaan kawasan
Sabang sebagian besar bersumber dari APBN," katanya.

Untuk mempercepat pertumbuhan, maka dibentuk Badan Pengusahaan Kawasan Sabang


(BPKS). BPKS diberi peran untuk membangun berbagai infrastruktur pendukung investasi,
khususnya di pulau berpenduduk sekitar 30 ribu jiwa tersebut.

"Kalau infrastruktur, terutama pelabuhannya sudah bagus, saya yakin tidak mungkin orang hanya
lewat di jalur perairan Sabang tanpa ada hasil apapun untuk daerah, tapi akan singgah dan secara
otomatis kapal-kapal itu membawa dolar ke Sabang," tambahnya.

Oleh karena itu, Muhammad Nazar minta agar manajemen BPKS harus dikelola oleh orang-
orang profesional dan memiliki integritas tinggi untuk memajukan kawasan Sabang.

"Peran BPKS sangat kuat untuk memajukan kawasan Sabang. Jadi, sudah saatnya lembaga
tersebut dinakhodai orang-orang profesional. Kepala BPKS jangan lagi dari 'jatah' politis, yang
akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa untuk kemajuan dan pertumbuhan ekonomi kawasan
Sabang," katanya.

Untuk itu, Muhammad Nazar juga minta agar rekrutmen pegawai BPKS dari kalangan
profesional, bebas KKN sebagai upaya meningkatkan kualitas SDM di lembaga tersebut.

[waspada-001]

…………………
SABANG LIRIK INVESTOR DOMESTIK
Setelah Dublin Port memutuskan untuk rnenghentikan kerja sama pembangunan kawasan
pelabuhan di Sabang, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang
masih mengupayakan mencari investor baru. Kali ini, Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) melirik calon investor dalam negeri untuk
membantu pembangunan kembali kawasan perdagangan bebas Sabang. Nasruddin Daud,
Pelaksana Tugas Kepala BPKS, mengatakan, pemilihan investor dalam negeri sebagai mitra
BPKS dalam pembangunan kawasan Pelabuhan Bebas Sabang karena potensi keuangannya tidak
kalah dengan potensi investor luar.
“Tetapi, tidak menutup pintu bagi investor using datang dan menanamkan modalnya untuk
pengembangan Sabang,” ujarnya. Beberapa pekan lalu, manajemen BPKS mengumumkan
berakhirnya kerja sama pembangunan kawasan pelabuhan antara lembaga itu dan Dublin Port.
Kerja sama yang dilaKukan sejak tahun 2006, menurut Nasruddin, berakhir karena perubahan
arah dan kebijakan manajemen baru badan usaha milik Pemerintah Irlandia Utara tersebut.
Nasruddin tidak bisa menjelaskan secara lebih spesifik alasan pemutusan hubungan kerja sama di
antara dua negara itu. Nasruddin mengakui, terhentinya kerja sama di antara dua badan usaha
tersebut mengganggu rencana pengembangan jangka panjang Sabang sebagai kawasan
pelabuhan bebas dan pelabuhan penghubung. Namun, dirinya masih optimis karena Sabang
memiliki potensi yang sangat strategis sebagai sebuah pelabuhan penghubung (hub-port).
Rencana semula, bersama Dublin Port Company, BPKS akan mengembangkan Pelabuhan
Sabang, yang akan dilakukan dalam dua tahap, yaitu dermaga kargo dengan cara menambah
panjangnya menjadi 423 meter x 50 meter dari ukuran saat ini 180 meter x 25 meter.
Untuk tahap ini, dibutuhkan dana sekitar Rp 1,05 triliun. Jika dermaga tiga sudah beroperasi
pada 2012, di Pelabuhan Sabang dapat disandarkan kapal dengan bobot sampai 4.000 TEUs
sehingga bisa menampung sekitar 4.000 kontainer. Secara total, dengan pengembangan tiga
dermaga, panjang dermaga yang ada mencapai 2.617 meter dan kedalaman 22 meter. Dengan
kapasitas seperti itu, kapal-kapal megakontainer dengan bobot di atas 12.000 TEUs dari Eropa
dan Amerika Serikat bisa mfilakukan bongkar muat di Pelabuhan Sabang yang terletak di bibir
Selat Malaka. BPKS menghitung, setidaknya dibutuhkan Rp 8,8 triliun untuk membangun
Pelabuhan Internasional Sabang. Sementara dana APBN hanya diperuntukkan melakukan
pembangunan tahap I Saja. Dengan kondisi sekarang ini, Nasruddin pada tahun 2010 akan
membangun satu dermaga dengan panjang sekitar 200 meter. Dana yang dibutuhkan untuk
pembangunan dermaga tersebut adalah Rp 455 miliar dan telah dianggarkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara 2010.
Nasruddin mengakui, manajemen yang sekarang ini juga masih perlu dibenahi dan ditingkatkan
kinerjanya. Menurut dia, ada beberapa posisi yang masih perlu pembenahan segera apabila
menginginkan kawasan Sabang bersaing dalam pasar kargo internasional. “Struktur yang
sekarang belum menunjang tujuan yang ingin dicapai. Masih perlu banyak perbaikan,” tuturnya.
Hal senada pernah dinyatakan anggota Dewan Kawasan Sabang, Munawar Liza Zainal. Dia
mengatakan, manajemen harus merespons tujuan jangka panjang pengembangan kawasan bebas
Sabang. Perombakan manajemen yang menunjang kinerja, menurut dia, menjadi sangat penting.
“Perkembangan Sabang sebagai kawasan pelabuhan bebas bergantung juga pada perencanaan
yang dilakukan oleh BPKS,” lanjutnya. Sebagai catatan, Sabang pernah menjadi pelabuhan
bebas pada zaman Hindia Belanda. Pada rnasa itu kegiatan perniagaan berlangsung sangat sibuk
Kapal-kapal dari sejumlah negara singgah dan berlabuh di Pelabuhan Sabang.
- sumber : Kompas

You might also like