Professional Documents
Culture Documents
individu yang mengalami transisi dari kehidupan anak-anak menuju kehidupan orang
dewasa yang ditandai dengan perubahan dan perkembangan baik segi fisik, psikis,
oleh berbagai media telah mencapai tingkat yang membahayakan. Misalnya kasus
yang dialami AS usia 17 tahun dan NR usia 18 tahun, keduanya adalah pelajar SMU
misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian
pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar,
tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota
masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2
anggota Polri, dan pada tahun 1999 korban meningkat dengan 37 korban tewas.
Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat
(Tambunan, 2001).
Perilaku agresi adalah perilaku yang ditujukan untuk menyakiti makluk hidup
lain secara fisik maupun verbal. Para ahli ilmu sosial menggunakan istilah agresi
untuk setiap perilaku yang bertujuan menyakiti badan atau perasaan orang lain
emosional. Remaja lebih menunjukkan perilaku agresif dari pada anak-anak dan
orang dewasa, dalam masa yang masih labil, remaja mempunyai kecenderungan yang
menunjukkan gejala semakin mengalami peningkatan baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Perilaku tersebut juga semakin tidak pandang bulu dan tidak memilih
tempat dan waktu (Sarwono dalam Koeswara 1988). Masa remaja juga merupakan
masa yang sulit, kerena pada masa inilah seseorang mencari identitas dirinya setelah
mereka melewati masa anak. Pada masa ini seseorang berusaha untuk memilih dan
(Gunarsa, 1985), masa remaja merupakan fase yang paling penting dalam
pembentukan nilai.
kelompok sebaya dapat juga mempengaruhi munculnya sikap agresi remaja. Pada
masa remaja perkembangan individu ditandai juga dengan terjadinya dua macam
gerakan yaitu gerakan memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman
sebaya (Monks dkk, 2001). Lingkungan masyarakat di mana individu berada turut
pula mempengaruhi terbentuknya sikap agresi remaja. Nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat di mana individu tersebut berada dapat digunakannya sebagai dasar untuk
membentuk sikapnya. Sementara pada sisi yang lain, sudah sangat sering terdengar
tawuran, pemerkosaan dan tindakan lainnya yang bahkan sering kali mengarah
kepada tindakan kriminal mudah ditemukan dalam berbagai media cetak maupun
media elektronik. Remaja bisa berperilaku agresi walaupun hanya karena alasan yang
sepele, seperti adu pandang dengan remaja lain, kata-kata yang menyinggung ataupun
alasan kesetiakawanan. Tampaknya begitu mudah dan begitu bebas seorang remaja
Tanpa ada perasaan malu atau takut remaja melukai fisik maupun perasaan orang
lain, atau paling tidak akan membuat ketidakserasian antar remaja satu dengan remaja
lain. Padahal remaja hidup dalam lingkungan budaya yang diataur oleh nilai-nilai.
Nilai merupakan disposisi yang lebih luas dan sifatnya lebih mendasar. Nilai
berakar lebih mendalam dan karenanya lebih stabil. Lebih dari pada itu, nilai
dianggap sebagai bagian dari kepribadian individu yang dapat mewarnai kepribadian
kelompok atau kepribadian bangsa. Jadi nilai bersifat lebih mendasar dan stabil
antara konsep diri dengan sikap agresi. Semakin tinggi konsep diri maka semakin
tinggi pula sikap agresinya. Penelitian mengenai Studi Tentang Nilai-Nilai Budaya
Jawa Dan Agresivitas Remaja oleh (Agus Yuniarto, 2002), terhadap remaja SMA
signifikan ditinjau dari tingkat atau derajat nilai budaya jawa yang tinggi.
Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara nilai
Manfaat dari penelitian ini secara teoritis, manfaat hasil penelitian ini
praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan bagi
pendidik maupun orang tua agar lebih peka terhadap perkembangan psikis remaja
konsepsi yang dapat terungkap secara eksplisit atau implisit, yang menjadi ciri khas
individu atau karakteristik suatu kelompok mengenai hal-hal yang diinginkan dan
berpengaruh terhadap proses seleksi dari sejumlah modus, cara dan hasil akhir suatu
tindakan. Nilai adalah rujukkan dan keyakinan dalam menentukan pilihan (Mulyana,
2004).
Menurut Stagner (Adisubroto, 1995), nilai hidup ini tidak dapat dipisahkan
dengan kehidupan manusia, karena nilai hidup terbentuk dan dimiliki manusia
melalui proses yang lama. Nilai hidup merupakan hasil interaksi antara individu
dengan lingkungan hidupnya. Nilai yang dimiliki individu dan masyarakat dapat
merupakan sistem nilai-nilai, karena kebudayaan tidak lain adalah kumpulan nilai
yang tersusun menurut struktur tertentu. Kebudayaan sebagai sistem atau struktur
nilai-nilai oleh Spranger digolongkan menjadi enam lapangan nilai. Keenam nilai
diatas dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar, yaitu (a) lapangan nilai yang
nilai ekonomi, nilai kesenian, dan lapangan keagamaan. (b) lapangan-lapangan nilai
yang bersangkutan dengan kekuatan cinta dan cinta kekuasaan, yaitu nilai sosial dan
nilai politik.
a. Nilai Pengetahuan
Pada manusia ini yang paling menonjol adalah sikapnya terhadap ilmu
kebenaran dan hakikat benda-benda dan peristiwa-peristiwa di dunia ini. Tujuan yang
selalu dikejar oleh manusia ini adalah pengetahuan yang objektif. Orang seperti ini
adalah orang yang berpikir logis, mempunyai pengertian-pengertian yang jelas, hal-
hal yang lain seperti moral dan keindahan terdesak kebelakang (Fudyartanta, 2005).
b. Nilai Ekonomi
Nilai ekonomi adalah nilai hidup yang mengutamakan barang atau benda
sebagai hal yang utama. Bagi manusia ekonomi prinsip utility atau kegunaan
c. Nilai Estetik
Nilai estetik adalah nilai hidup yang mementingkan keindahan. Manusia yang
bersikap estetik ini menghayati hidup ini tidak sebagai pemain, tetapi sebagai
penonton. Mudah terkena impresi, menghayati segala kesan yang diterimanya secara
d. Nilai Agama
Nilai religius adalah nilai yang mengutamakan pencarian hal tertinggi dari
kekuatan absolut (Tuhan). Nilai hidup yang tertinggi pada manusia religius adalah
unity atau kesatuan dari seluruh bentuk kehidupan di dunia. Manusia ini mempunyai
sikap immanent mystics, yang selalu mencari nilai tertinggi di dunia ini Spranger
(Fudyartanta, 2005).
e. Nilai Sosial
umum. Manusia yang tergolong bersikap sosial memiliki kebutuhan akan adanya
resonansi dan hidup bersama di antara manusia lain, ingin mengabdi kepada
politis bertujuan ingin mengejar kekuasaan dan dorongan utamanya adalah ingin
berkuasa. Semua nilai diabdikan kepada kekuasaan. Jika manusia ekonomi mengejar
Nilai juga mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia
oleh Rokeach (Syafriman, 2000) disebutkan beberapa fungsi nilai yang dapat
c. Sebagai fungsi motivasi,, dimana nilai dan sistem nilai menjadi pedoman bagi
Pengertian Agresi
berasal dari perilaku agresif yang merupakan kata sifat dari agresi. Agresi diartikan
sebagai segala bentuk tingkah laku yang di sengaja, yang bertujuan untuk mencelakai
individu yang ditujukan untuk melukai atau untuk mencelakakan individu lain yang
tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi agresi dari Baron ini
mencakup empat faktor yaitu tingkah laku, tujuan untuk melukai atau mencelakakan
(termasuk mematikan atau membunuh), individu yang menjadi pelaku dan individu
Sejalan dengan itu, Herbert (dalam Tarmudji, 2001) berpandangan bahwa tingkah
laku agresi merupakan suatu tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial,
yang menyebabkan luka fisik, psikis pada orang lain atau yang bersifat merusak
benda. Agresi sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal
terhadap individu lain atau terhadap objek-objek. (Moore dan Fine, dalam Koeswara
1988). Agresi adalah sebagai kekuatan motivasional yang tidak tampak yang
disebabkan oleh hilangnya kondisi organisme yang dapat mengontrol, dan kekuatan
ini terus mendesak sejalan dengan kekuatan dorongan tersebut (Zillman dalam Saad,
2003).
untuk menyakiti atau merugikan seseorang yang bertentangan dengan kemauan orang
itu. Ini berarti bahwa menyakiti orang lain secara sengaja bukanlah agresi jika pihak
a. Agresi fisik
Merupakan perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang secara fisik, misal
memukul, menendang.
b. Agresi verbal
c. Agresi pasif
Merupakan perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang tidak secara fisik
maupun verbal, misal menolak bicara, bungkam, tidak mau menjawab pertanyaan
a. Pemicu
pembangkitan emosi secara lebih lanjut, yakni tahap akhir yang tak tertahankan
lagi dalam rangkaian peristiwa yang sudah membawa seseorang keambang agresi.
b. Keadaan terbangkit
Terbangkitnya emosi meliputi pikiran dan tubuh. Dengan bereaksi seperti itu
boleh jadi tidak hanya merupakan petunjuk adanya kemarahan, tetapi juga
c. Senjata
d. Sasaran
Sifat sasaran terutama menurut pikiran agresor berkaitan erat dengan terjadi atau
tidaknya agresi, dan bila terjadi bentuk agresi itu ada kalanya sebuah sasaran
1. Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri adanya perasaan tidak suka
yang sangat kuat yang biasanya di sebabkan adanya kesalahan yang mungkin
Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai
1. Kesenjangan generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah antara generasi anak dan orang tuanya
dapat dilihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan
seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi antara orang tua dan anak
diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak.
2. Lingkungan
mengalami penguatan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini remaja banyak belajar
yang bertema kekerasan. Sejalan dengan itu Davidoff (dalam Mu’tadin, 2002)
kekerasan tersebut.
disiplin yang seperti itu dapat membuat remaja menjadi penakut, tidak ramah
Hipotesis
Subyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah remaja Madrasah Aliyah Negeri III Yogyakarta
kelas X, berusia antara 15 sampai 18 tahun, dan memiliki jenis kelamin laki-laki dan
perempuan.
adalah kumpulan pernyataan – pernyataan sikap yang ditulis, disusun dan dianalisis
sedemikian rupa sehingga respon individu terhadap pernyataan tersebut dapat diberi
Alat Ukur
1. Skala Agresivitas
agrsivitas yang dilakukan remaja. Skala agresivitas disusun oleh peneliti berdasarkan
AAS (Aggressive Acts Survey) yang terdiri dari (1) Agrsi fisik, (2) Agresi verbal, (3)
Agresi pasif.
Dari beberapa indikator tersebut nantinya akan dibuat sejumlah butir dalam
bentuk skala dengan empat alternatif jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai),
TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Pemberian skor dilakukan dengan
melihat sifat butir. Pemberian skor bergerak dari 4 (SS) s/d 1 (STS) untuk butir
favorabel, sedangkan pemberian skor bergerak dari 1 (SS) sampai dengan 4 (STS)
coba terhadap skala tersebut. Hasil uji coba dengan 50 responden menunjukkan
koefesien reliabilitas sebesar 0,827 . dan validitas aitem yang bergerak dari 0,311
sampai dengan 0,661. Aitem uji coba berjumlah 49 aitem yang terbagi menjadi 29
aitem favorable dan 20 aitem unfavorable. Analisis dilakukan dengan SPSS 11.0 for
Windows menghasilkan aitem yang valid berjumlah 29 butir dan aitem yang gugur
berjumlah 20 aitem.
angket yang diadaptasikan dari Adisubroto (1987). Angket ini didasarkan pada teori
Spranger yang menandaskan bahwa nilai hidup terdiri atas enam macam, yaitu nilai
ekonomi, nilai politik, nilai sosial, nilai religi, nilai teori dan nilai estetika. Angket ini
terdiri atas dua bagian, yaitu (a) Bagian Pertama terdiri atas 30 butir soal dimana
setiap butir soal disediakan dua pilihan jawaban dan (b) Bagian Kedua terdiri atas 15
Study of Values yang akan dipakai merupakan angket yang berbentuk skala
Values yang sudah diadaptasikan menunjukkan adanya reliabilitas dan validitas yang
cukup baik.
Adisubroto (1981) dan Sugiyanto (1981) dalam penelitiannya dengan
menggunakan subjek remaja, orang dewasa, dan orang tua mengukuhkan validitas
dan reliabilitas angket ini. Penelitian yang dilakukan Adisubroto (1981) dengan tes
sampai 0,8404 untuk bagian pertama dan untuk bagian kedua antara 0,4705 sampai
dilakukan oleh Sugiyanto (1981), menggunakan subjek sebanyak 414 orang, dengan
angka korelasi 0,328 sampai 0,712 pada bagian pertama dan 0,323 sampai 0,816 pada
Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini
adalah korelasi product moment (r) dari Pearson dan Spearman. Alasan digunakan
korelasi product moment karena penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya
yang signifikan, berarti terdapat hubungan antara variabel bebas dan variabel
terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Analisis data
Pearson dan Spearman dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Teknik analisis Pearson
digunakan bila syarat linieritas dan normalitas terpenuhi. Teknik analisis Spearman
Tabel 15
Hasil uji hipotesis
Korelasi dari Pearson
No Variabel N r p Kesimpulan
1 Nilai Ekonomi dan Agresivitas 70 0.332 0.002 Hipotesis
(p < 0.01) diterima
2 Nilai Teori dan Agresivitas 70 – 0.363 0.001 Hipotesis
(p < 0.01) diterima
3 Nilai Estetika dan Agresivitas 70 0.251 0.018 Hipotesis
(p < 0.05) diterima
Korelasi dari Spearman
No Variabel N r p Kesimpulan
1 Nilai Religi dan Agresivitas 70 – 0.221 0.033 Hipotesis
(p < 0.05) diterima
2 Nilai Sosial dan Agresivitas 70 – 0.267 0.013 Hipotesis
(p < 0.05) diterima
3 Nilai Politik dan Agresivitas 70 0.099 0.208 Hipotesis
(p > 0.05) ditolak
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data di dapatkan hasil bahwa ada hubungan negatif
yang signifikan antara nilai religi dengan agresivitas. Dengan demikian dugaan
bahwa terdapat korelasi di antara keduanya adalah dugaan yang benar, maka hipotesis
I diterima dan ditunjukkan dengan nilai r = – 0.221 dengan p = 0.033 (p < 0.05). Hal
ini berarti semakin tinggi tingkat nilai hidup religi yang dimiliki, maka semakin
rendah agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
nilai religi yang dimiliki maka semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja.
Ini berarti bahwa nilai hidup religi dan agresivitas memiliki hubungan yang positif.
hubungan negatif yang signifikan antara religiusitas dengan sikap agresi pada remaja.
Semakin religius seseorang maka sikap agresinya semakin menurun. Prihastuti dan
dianggap memiliki pedoman untuk merespon hidup dan mempunyai daya tahan yang
lebih baik dalam mengelola permasalahan yang dihadapi. Dister (1988) menjelaskan
lebih dalam mengenai keutamaan agama sebagai pendidikan dan pegangan hidup
berkaitan langsung dengan moral dan nilai sosial individu. Selanjutnya dikatakan
bahwa nilai-nilai moral manusia berupa keadilan, kejujuran, keteguhan hati dimiliki
tiap-tiap individu dan interaksi dengan Tuhan akan menuntut manusia untuk
menerapkan nilai-nilai yang benar. Hal ini berlaku pada saat individu melakukan
Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara nilai ekonomi dengan
adalah dugaan yang benar, maka hipotesis II diterima dan ditunjukkan dengan nilai r
= 0.332 dengan p = 0.002 (p < 0.01). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat nilai hidup
ekonomi yang dimiliki, maka semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai ekonomi yang dimiliki maka semakin
rendah agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Ini berarti bahwa nilai hidup ekonomi
bahwa manusia ekonomi mengejar kekayaan dan dengan itu ingin mencapai apa yang
diinginkan. Jadi manusia ekonomi murni bersifat egosentris. Ketidak puasan apa yang
Seperti untuk membeli pakaian, alat kosmetik, alat elektronik, kendaraan, dan
tersebut.
Ada hubungan negatif yang signifikan antara nilai sosial dengan agresivitas.
Dengan demikian dugaan bahwa terdapat korelasi di antara keduanya adalah dugaan
yang benar, maka hipotesis III diterima dan ditunjukkan dengan nilai r = – 0.267
dengan p = 0.013 (p < 0.05). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat nilai hidup sosial
yang dimiliki, maka semakin rendah agresivitas yang dimiliki oleh remaja.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai sosial yang dimiliki maka semakin tinggi
agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Ini berarti bahwa nilai hidup sosial dan
bersikap sosial memiliki kebutuhan akan hidup bersama di antara manusia lain, ingin
mengabdi kepada kepentingan umum. Nilai tertinggi yang dikerjakan adalah cinta
kepada sesama manusia, baik yang tertuju kepada individu maupun kelompok-
kelompok sosial dimasyarakat luas (Suryabrata, 2005). Remaja yang juga merupakan
Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara nilai teori dengan
adalah dugaan yang benar, maka hipotesis IV diterima dan ditunjukkan dengan nilai r
= – 0.363 dengan p = 0.001 (p < 0.01). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat nilai
hidup teori yang dimiliki, maka semakin rendah agresivitas yang dimiliki oleh
remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai teori yang dimiliki maka semakin
tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Ini berarti bahwa nilai hidup teori dan
agresivitas memiliki hubungan yang positif. Manusia teori dalam hidupnya banyak
berkaitan dengan kebenaran atau objektivitas. Orang yang berorientasi pada nilai
teoritis, dalam sikap dan perilakunya aspek kognisi mempunyai peranan yang
dominan. Mereka memiliki pendirian yang relatif objektif, senang pada ilmu
pengetahuan dan pada hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Mereka selalu
mencari kebenaran, mempunyai sifat konsekuen dan tidak senang kepada kekacauan.
(Suryabrata, 2005). Artinya bahwa remaja yang mempunyai nilai teori yang baik
dalam kehidupannya, mereka akan selalu berpikir positif dan logis dalam hidupnya
Tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai politik dengan agresivitas.
Dengan demikian dugaan bahwa ada korelasi diantara keduanya adalah dugaan yang
salah, maka hipotesis V di tolak dan ditunjukkan dengan nilai r = 0.099 dengan p =
0.208 (p > 0.05). Hal ini berarti bahwa nilai hidup politik dan agresivitas tidak
memiliki hubungan yang positif. Tidak adanya hubungan ini disebabkan karena
remaja masih dalam tahap perkembangan. Menurut Hurlock (Ali dan Asrori, 2004),
Dalam fase ini remaja dituntut untuk mampu menerima keadaan dirinya,
serta menanamkan nilai-nilai moral dalam dirinya. Artinya bahwa remaja dalam fase
ini masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan serta pencarian identitas diri.
agresivitas. Dengan demikian dugaan bahwa ada korelasi di antara keduanya adalah
dugaan yang benar, maka hipotesis VI diterima dan ditunjukkan dengan nilai r =
0.251 dengan p = 0.018 (p < 0,05). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat nilai hidup
estetika yang dimiliki, maka semakin rendah agresivitas yang dimiliki oleh remaja.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai estetika yang dimiliki maka semakin tinggi
agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Ini berarti bahwa nilai hidup estetika dan
agresivitas memiliki hubungan yang positif. Hal ini sesuai dengan pendapat
mementingkan nilai keindahan. Manusia yang bersikap estetik ini menghayati hidup
ini tidak sebagai pemain, tetapi sebagai penonton. Mudah terkena impresi,
menghayati segala kesan yang diterimanya secara pasif. Dia dapat bersikap
ekspresionis yang mewarnai segala kesan yang diterima dengan pandangan subjektif.
tempat utama dalam hidupnya. Artinya bahwa remaja yang mempunyai nilai
keindahan yang kuat dalam kehidupannya cenderung mereka berperilaku positif dan
mengedepankan kebaikan.
PENUTUP
Kesimpulan
bahwa:
1. Ada hubungan negatif yang signifikan antara nilai hidup religi dengan agresivitas.
Semakin tinggi tingkat nilai hidup religi yang dimiliki, maka semakin rendah
agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai
religi yang dimiliki maka semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja.
2. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara nilai ekonomi dengan
agresivitas. Semakin tinggi tingkat nilai hidup ekonomi yang dimiliki, maka
semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah
tingkat nilai ekonomi yang dimiliki maka semakin rendah agresivitas yang
3. Ada hubungan negatif yang signifikan antara nilai sosial dengan agresivitas.
Semakin tinggi tingkat nilai hidup sosial yang dimiliki, maka semakin rendah
agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai
sosial yang dimiliki maka semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja.
4. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara nilai teori dengan
agresivitas. Semakin tinggi tingkat nilai hidup teori yang dimiliki, maka semakin
rendah agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
nilai teori yang dimiliki maka semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh
remaja.
5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai politik dengan agresivitas. Hal
ini berarti bahwa nilai hidup politik dan agresivitas tidak memiliki hubungan yang
6. Ada hubungan negatif yang signifikan antara nilai estetika dengan agresivitas.
Semakin tinggi tingkat nilai hidup estetika yang dimiliki, maka semakin rendah
agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai
estetika yang dimiliki maka semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja.
Saran
sebagai berikut :
Bagi subjek penelitian disarankan untuk tetap meningkatkan nilai hidup yang
nilai sosial dan nilai estetika, hal ini dapat menekan tindakan agresi yang
yang positif seperti kegiatan keagamaan, ekstra kurikuler dan sebagainya agar
Bagi penelitian selanjutnya yang tertarik untuk meneliti dengan tema yang sama,
Ali, M. dan Asrori, M. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Astuti, Y. D. 1996. Hubungan Antara Konsep Diri dan Sikap Agresi Pada Siswa
SMU 17 Di Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas
Psikologi UGM.
Caroline, C. 1999. Hubungan antara Religiusitas dan Sikap Agresi Pada Siswa SMU
Bobkri 2 Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas
Psikologi UGM.
Gunarsa, S. 1985. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia.
KEDAULATAN RAKYAT. 19 September 2003. Menganiaya, Pelajar Diadili.
Yogyakarta: hal 6.
Monks, F.J., Knoers, A.M.P dan Haditono, S.R. 2001. Psikologi Perkembangan,
Pengantar Dalam Berbagai Bagian. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Santoso, F.H. 1994. Hubungan Antara Minat Terhadap Film Kekerasan Di Televisi
Dalam Intensitas Komunikasi Remaja, Orang Tua Dengan Kecenderungan
Perilaku Agresif Remaja Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi (tidak
diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Suryabrata, S. 2005. Psikologi Kepribadian. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Syafriman, 2000. Perbedaan Orientasi Nilai dan Perilaku Prososial Antara Orang
Suku Melayu dengan Orang Suku Tionghoa. Tesis (Tidak diterbitkan).
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Tarmudji, T. 2001. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Agresivitas Remaja.
Http ://www. google.com.
Yuniarto, A. 2003. Studi Tentang Nilai-nilai Budaya Jawa dan Agresivitas Remaja.
Jurnal Psikodinamika. Vol. 4. No. 1, 20-30 Tahun 2003.
NASKAH PUBLIKASI
REMAJA
Oleh:
________________________