Professional Documents
Culture Documents
Pemanfaatan tenaga angin sebenarnya bukanlah hal yang sama sekali baru dalam sejarah
peradaban. Sudah berabad-abad lamanya, manusia menggunakan angin sebagai tenaga
penggerak kapal yang dipakai untuk mengarungi samudera dan menjelajah semesta. Konon, pada
abad ke-17 SM, bangsa Babilonia kuno pun sudah menggunakan tenaga angin untuk sistem
irigasi.
Turbin angin pertama sebagai pembangkit listrik berupa sebuah kincir angin tradisional dibuat
oleh Poul La Cour di Denmark lebih dari 100 tahun yang lalu. Kemudian pada awal abad ke-20
mulai ada mesin eksperimen untuk turbin angin. Pengembangan lebih serius dilakukan pada saat
terjadi krisis minyak di era 1970-an dimana banyak pemerintah di seluruh dunia mulai
mengeluarkan dana untuk riset dan pengembangan sumber energi baru atau energi alternatif.
Diawal 80-an terlihat pengembangan utama dilakukan di California dengan pembangunan ladang
PLTB dengan ratusan turbin kecil. Sehingga sampai akhir dekade tersebut, sudah dibangun
15.000 turbin angin dengan kapasitas pembangkit total sebesar 1.500 MW di daerah itu. Di era
80-an tersebut juga diikuti pemangkasan subsidi pemerintah untuk dana pengembangan turbin
angin ini.
Di Denmark, pemerintah tetap mendukung secara kontinu serta tetap mengawal
pengembangan teknologi turbin angin ini. Akibatnya, teknologi dasar mereka tetap terpelihara
dan tidak menghilang. Sehingga pada saat energi angin kembali menguat diawal 90-an, banyak
perusahan yang bergerak dibidang ini mampu merespon dengan cepat dan hasilnya mereka
mampu mendominasi pasar hingga saat ini.
Sebagian besar ladang turbin angin yang terpasang masih di daratan. Hasil studi yang
diadakan hingga akhir tahun 2002, kapasitas total terpasang untuk turbin angin darat berkisar 24
Giga Watt (GW) dan dipasang lebih dari 3 tahun terakhir. Lalu instalasi pertahunnya telah
mencapai 4 GW. Saat ini laju rata-rata turbin terpasang secara internasional sudah mendekati 1
MW per unit. Dengan keberhasilan pengembangan dalam skala yang ekonomis tersebut, saat ini
energi angin sudah mampu bersaing dengan pembangkit listrik lainnya seperti batubara maupun
nuklir untuk daerah dimana banyak potensi angin.
Perkembangan teknologi tenaga angin di Indonesia dirintis oleh Ridho Hantaro, ST.MT pilot
proyek sederhana bertemakan “renewable energy” hingga memenangkan “Brits Award for
Poverty Alleviation 2006″. Proyek ini adalah pembuatan turbin angin pembangkit listrik di pulau
Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Turbin angin berdiameter rotor 4 meter dengan 6
buah daun alumunium ini mampu menghasilkan daya hingga 1 KW dengan tiang penopang
setinggi 8 meter.
Platform PLTB
Pada pembangkit listrik tenaga angin, terdapat 6 komponen penting yang harus dimiliki oleh
suatu pembangkit listrik tenaga bayu. Yaitu turbin, gearbox, generator, rectifier, DC-DC
converter, baterai. Terdapat komponen-komponen lain yang sebaiknya dimiliki oleh suatu turbin
yaitu yaw gear dan anemometer. Kedua komponen ini digunakan untuk pengaman pada suatu
turbin agar tahan lama dan tidak mudah rusak.
Turbin merupakan sumber energi masuk dari pembangkit energi ini. Angin menggerakkan
turbin, yang akan memberikan suatu energi putaran. Turbin yang dibentuk harus dibuat
sedemikian rupa sehingga energi putaran yang dihasilkan akan konstan. Kecepatan putaran yang
konstan akan menyebabkan energi yang dihasilkan oleh suatu turbin akan konstan juga. Menurut
penelitian, agar kecepatan putaran tetap konstan, sebaiknya menggunakan turbin yang memiliki
3 sudu. Jika sudu terlalu sedikit, maka putaran akan lambat. Namun, jika sudu terlalu banyak,
maka putaran turbin akan cepat. Putaran turbin yang terlalu cepat akan mengakibatkan turbin
memberi angin kepada angin masuk, sehingga kemungkinan kecepatan turbin akan tidak konstan
dan menghasilkan energi yang tidak konstan. Kondisi ini sangat tidak diinginkan, karena bisa
mempengaruhi daya tahan dari suatu pembangkit listrik tenaga bayu.
Gearbox merupakan komponen yang berguna untuk mengatur besar energi yang masuk.
Gearbox merupakan komponen yang serupa dengan perseneling pada mobil. Pembangkit listrik
tenaga angin sangat membutuhkan gear box karena pada pembangkit listrik tenaga angin,
variabel penghasil energi yang dapat dikendalikan adalah kecepatan putaran generator. Dengan
menggunakan gear box, kita bisa mengubah kecepatan turbin yang terlalu lambat menjadi cepat
atau sebaliknya. Dengan gearbox kita bisa menghasilkan energi yang sesuai dengan kita
inginkan. Biasanya, PLTB menggunakan gearbox jenis planetari. Gearbox jenis ini dibutuhkan
karena gearbox jenis ini dapat meningkatkan efisiensi dan leih mudah dipergunakan dibanding
gearbox jenis lainnya.
Generator menghasilkan energi listrik dengan mengubah energi kinetik dari torsi gearbox
menjadi energi listrik. Ada 2 jenis generator, yaitu vertical axis dan horizontal axis. Penggunaan
generator bergantung pada besar turbin, jika kecil sebaiknya menggunakan vertical axis dan jika
turbinnya besar sebaiknya menggunakan generator horizontal axis.
Rectifier merupakan AC-DC converter. Komponen ini dibutuhkan karena arus DC lebih
mudah diatur besarnya pada DC-DC converter.
DC-DC converter merupakan suatu transistor sebagai electronic switch yang dapat dibuka
(off) dan ditutup (on). Dengan asumsi bahwa switch tersebut ideal, jika switch ditutup maka
tegangan keluaran akan sama dengan tegangan masukan, sedangkan jika switch dibuka maka
tegangan keluaran akan menjadi nol. Dengan demikian tegangan keluaran yang dihasilkan akan
berbentuk pulsa. Tegangan keluaran DC dapat diatur besarannya dengan menyesuaikan
parameter D. Parameter D dikenal sebagai Duty ratio yaitu rasio antara lamanya waktu switch
ditutup (ton) dengan perioda T dari pulsa tegangan keluaran. Parameter f adalah frekuensi
peralihan (switching frequency) yang digunakan dalam mengoperasikan switch. Berbeda dengan
tipe linier, pada tipe peralihan tidak ada daya yang diserap pada transistor sebagai switch. Ini
dimungkinkan karena pada waktu switch ditutup tidak ada tegangan yang jatuh pada transistor,
sedangkan pada waktu switch dibuka, tidak ada arus listrik mengalir. Ini berarti semua daya
terserap pada beban, sehingga efisiensi daya menjadi 100%. Namun perlu diingat pada
prakteknya, tidak ada switch yang ideal, sehingga akan tetap ada daya yang hilang sekecil
apapun pada komponen switch dan efisiensinya walaupun sangat tinggi, tidak akan pernah
mencapai 100%.
Battery merupakan komponen yang dibutuhkan untuk memaksimalkan fungsi kerja PLTB.
Arus dari DC-DC generator masuk ke baterai untuk disimpan. Jika arus terlalu kecil, maka akan
disimpan di baterai. Jika arusnya terlalu besar, maka listrik akan disalurkan menuju jala-jala
listrik setelah beberapa disimpan pada baterai. Baterai ini masih mahal pada masa-masa
sekarang, harganya masih sekitar 3 juta dollar per megawatt.
Yaw gear merupakan komponen yang dibutuhkan untuk menggerakkan turbin PLTB
menghadap ke atas. Pada saat turbin terlalu cepat berputar, terdapat suatu sistem keamanan yang
harus dilakukan agar PLTB tidak rusak. Pertama-tama, dilakukan pengaturan gearbox, lalu kedua
dengan membuat turbin menghadap ke atas, yang ketiga dilakukan jika sudah terlalu parah
kecepatannya yaitu dengan rem. Anemometer hanyalah suatu piranti yang dibutuhkan untuk
mengkur kecepatan angin.
Sementara ini, berdasarkan hasil pemetaan LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional) di 120 lokasi yang ada di Indonesia, didapatkan beberapa daerah yang memiliki
kecepatan angin di atas 5 m/detik. Daerah-daerah tersebut adalah Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Pantai Selatan Jawa. Angin dengan kecepatan ini
tergolong berskala menengah dengan potensi kapasitas 10 hingga 100 kW.
Meskipun demikian, dengan kecepatan angin yang umumnya di bawah 5,9 m/detik secara
ekonomi kurang layak untuk membangun pembangkit listrik. Hal ini disebabkan, ketika
dibandingkan, biaya yang dibutuhkan untuk membangun pembangkit listrik tenaga bayu/angin
ini lebih besar dari hasil yang bisa didapatkan ketika pembangkit listrik ini dijalankan. Tetapi,
bukan berarti pembangkit listrik tenaga bayu/angin ini tidak bermanfaat, butuh penelitian lebih
lanjut untuk memaksimalkan potensi energi ini.
Di seluruh daerah Indonesia, lima unit kincir angin pembangkit berkapasitas masing-masing
80 kW sudah dibangun. Pada tahun 2007, tujuh unit dengan kapasitas sama menyusul dibangun
di empat lokasi, masing-masing di Pulau Selayar tiga unit, Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa
Penida, Bali, serta Bangka Belitung, masing-masing satu unit.
1. Lokasi PLTB memiliki kecepatan angin rata-rata tahunan yang cukup (>5 m/detik) dan
konsisten sepanjang tahun.
2. Demand (kebutuhan) energi yang masih kurang di lokasi tersebut.
3. Jangkauan terhadap jaringan distribusi (grid) listrik tidak terlampau jauh.
4. Harga teknologi yang kompetitif.
5. Harga beli listrik oleh pengguna (dalam hal ini PLN) yang tepat.
6. Tersedianya infrastruktur pendukung yang memadai di sekitar lokasi.
Jika hanya mengandalkan harga beli PLN berkisar di Rp. 650 per kwh, komersialitas tidak
akan pernah tercapai. Karena jika menggunakan teknologi PLTB dari Eropa yang biayanya
memakan US$ 1,9 juta (+/- 19 Milyar Rupiah) per MW turbin terinstal, IRR (Internal Rate of
Return) yang diharapkan jelas di bawah 10% saja. Sedangkan jika memakai jika menggunakan
teknologi PLTB dari Cina yang biayanya memakan US$ 1,5 juta (+/- 15 Milyar Rupiah) per MW
turbin terinstal, IRR yang diharapkan baru mencapai 10% , hal ini masih jauh dari komersialitas
yang diharapkan.
Tentunya untuk mencapai IRR sekitar 18% atau lebih yang komersial, harga beli PLN harus
berada di kisaran angka Rp 950,- s/d Rp 1050,- per kwh, ini pun hanya dicapai jika
menggunakan teknologi PLTB dari Cina yang harganya lebih kompetitif.
Implementasi nyata PLTB di Indonesia dapat dilihat pada tahun 2009, kapasitas terpasang
dalam sistem konversi energi angin di seluruh Indonesia mencapai 1,4 MW (WWEA 2010) yang
tersebar di Pulau Selayar (Sulawesi Utara), Nusa Penida (Bali), Yogyakarta, dan Bangka
Belitung. Melihat potensi wilayah pantai yang cukup luas, pemanfaatan tenaga angin sebagai
sumber energi terbarukan di Indonesia sangat mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut.
Pengontrolan Instrumentasi
Pengontrolan instrumentasi yang diterapkan pada pembangkit listrik tenaga angin adalah :
1. Cut out speed
Adakalanya saat turbin berputar dengan terlalu cepat dari kecepatan turbin maksimal.
Disaat ini angin yang melalui turbin justru malah ditolak oleh turbin. Sehingga turbin
mengalami perlambatan kecepatan sehingga energi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik
lebih rendah dari energi optimum yang dapt dihasilkan.
Oleh karena itu, pengontrolan kecepatan angin diperlukan dengan cara cut out speed.
Pengertian cut out speed ialah kecepatan dimana turbin angin akan mengurangi
kekuatatannya untuk melindungi dirinya dari kecepatan angin yang berlebih. Kebanyakan
pada turbin angin kecil hal ini dilakukan dengan cara memasang ekor sehingga dapat
mengelak dari angin.
2. Cut in speed
Pembangkit listrik tenaga turbin memiliki syarat kecepatan minimum untuk dapat
menghasilkan energi. Adakalanya pada saat tertentu, kecepatan angin terlalu rendah untuk
dapat memutar turbin yang dapat menghasilkan energi. Walaupun pembangkit listrik sudah
dipasang di daerah yang memiliki potensi angin baik.
Oleh karena itu, pengontrolan instrumentasi diperlukan dengan cara cut in speed. Cut in
speed ialah penambahan kecepatan perputaran turbin. Dengan cara ini pembangkit listrik
tenaga angin dapat dipertahankan energi optimumnya.