You are on page 1of 12

FILSAFAT ISLAM

Kritik Mohammed Arkoun (Nalar Islam)


Oleh : Almatius Surya Griyantika (1006771913)

Kritik Mohammed Arkoun Filsafat Islam


Biografi Mohammed Arkoun
Mohammed Arkoun lahir pada 1 Februari 1928 di Taourirt-Mimoun, Kalibia dan meninggal pada 14 September 2010 diparis. Ia merupakan orang pertama yang mampu dan berani mendeskripsikan sekaligus mengkritik nalar Islam yang selama ini terkesan tak tersentuh. Dimana nalar Islam lebih merupakan way of thingking sehingga menekankan ketiadaan jarak dengan sang subjek sendirinya apabila pengamatan atau observasi yang dilakukan tidak terlebih dahulu menjaga jarak akannya.Arkoun menguasi 3 bahasa yaitu bahasa Kalibia, bahasa Arab, bahasa Prancis. Karena hidup dalam bahasa tersebut Arkoun menyadari bahwa bahasa lebih dari sekedar sarana teknis belaka untuk mengungkapkan diri, yang dapat diganti tanpa masalah apapun.1 Arkoun menyelasikan pendidikan dasarnya di kalibia, lalu melanjutkan sekolah menengahnya di oran, dan meneruskannya di universitas aljir (1950-1954) dengan belajar bahasa dan sastra arab. Setelah itu Arkoun mendaftarkan diri sebagai mahasiswa di Paris dengan bidang studi yang tidak berubah. Tahun 1968 Arkoun meraih gelar doktor di universitas sorbonne dengan desertasi tentang humanisme dalam pemikiran etis Miskawih (wafat. 1030M), seorang pemikir muslim persia yang didalam dunia islam dikenal sebagai tokoh yang menguasai berbagai bidang ilmu dan mengeluti soal-soal persamaan dan perbedaan antara islam dan tradisi pemikiran yunani.2 Arkoun menganggap dirinya sebagai sejarawan-pemikir bukan sebagai sejarawanpemikiran. menurutnya Sejarawan pemikiran hanya bertugas untuk menggali asal usul dan perkembangan pemikiran (sejarawan murni), sementara sejarawan-pemikir dimaksudkan adalah sebagai sejarawan dimana setelah ia mendapatkan data -data obyektif, ia bisa juga mengolah data tersebut dengan memakai analisis filosofis. Dengan kata lain, seorang sejarawan-pemikir bukan hanya bertutur tentang sejarah pemikiran belaka secara pasif, melainkan juga secara aktif bisa bertutur dalam sejarah.3

Fokus Pemikiran (Kritik) Arkoun


Fokus pemikiran Arkoun adalah kritik secara epistemologis terhadap suatu kelompok yang ia namakan masyarakat kitab, yang menurut Arkoun itu sendiri sebagai permasalahan

1 2 3

Tesis hal 12 Ibid hal 13

Mohammed Arkoun, Metode Kritik Akal Islam , dalam Jurnal Ulumul Qur an, nomor 6 vol. V 1994, hlm. 157.

Kritik Mohammed Arkoun Filsafat Islam


yang menyebabkan masyarakat Islam menjadi sulit memahami apa yang ditulis di teks suci. Itu dikarenakan dogmatis-dogamatis yang terjadi. Kritik tersebut dilontarkan karena ia menolak adanya kesakralan yang secara

terminologi menunjuk suatu yang tidak dapat diperjelas dengan verifikasi empirikal. Kesakralan itu sendiri terjadi karena pemikiran generasi terdahulu diwarisi begitu saja ke generasi berikutnya tanpa mempertanyakan lebih lanjut, bagaimana sebenarnya situasi historis yang ikut menentukan corak sistematika keilmuan islam saat itu. Agar relevansinya dengan tantangan sejarah serta problematika zaman baru yang mengitari generasi yang datang belakangan. Menurutnya permasalahan tafsir telah dimonopoli oleh para ulama mujtahid pendiri aliran besar teologis-yurisdis dalam bidang yang sangat terbatas, padahal mereka adalah pemenuh tuntutan ideologis dari kelas pengusasa.4 Dinamika wacana islam yang ada pada masa Rasullulah dan sahabatnya mengalami keredupan ketika masa abasyiah yang melakukan standarisasi doktrin islam. Ia menuntut agar adanya penafsiran ulang secara terus-menerus sejalan dengan dinamika sosial, menurutnya sebuah tradisi akan kering dan mati jika tidak dihidupkan secara terus-menerus. Pemakaian pemikiran barat dalam mengkaji islam menurut Arkoun tidak akan mengancam pemikiran dan masyarakat islam, melainkan sebagai sarana untuk memahami lebih baik kenapa pemikiran islam telah sampai pada kekauan dan ketertutupan.5

Hermeneutika
Sebenarnya fokus kritik Arkoun ini dilakukan dengan cara mengkaji teks suci secara langsung dan mengacu pada hermeneutika. Hermeneutika sendiri berarti metode pengkajian

teks suci atau teks-teks yang mengandung makna tersembunyi. Kata hermeneutika merupakan sebuah derivasi kata hermes, seorang dewa dalam mitologi Yunani yang menjadi penghubung antara zeus yang mempunyai bahasa langit agar dapat dimengertiu oleh manusia.6 Hermeneutika berkembang pesat pada abad 19 dan menjadi sebuah disiplin ilmu yang memusatkan bidang kajiannya pada persoalan understanding of understanding terhadap teks yang kurun waktu, tempat, serta situasi sosial

Tesis hal 73 Meuleman, pengantar , dalam Mohammed Arkoun, Nalar Islam dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan Jalan Baru hal 94-95. 6 Tesis hal 47
5

Kritik Mohammed Arkoun Filsafat Islam


yang asing bagi pembaca.7 Hermeneutik haruslah dikaji secara historis melalui pengalaman sumber-sumber masa lalu agar dapet menghindari kesalahpahaman.

Cara mengkritik Arkoun


Di awal sudah dijelaskan bahwa Arkoun mengkritik secara epistemologis, dan ia juga sebenarnya memberika beban kepada kaum intelektual. Karena sebenarnya penafsiran itu harus terus-menerus dilakukan dan jangan pernah berhenti.

Arkoun memberikan jalan untuk menafsirkan teks suci tersebut, yaitu Pertama, melakukan klarifikasi historis terhadap kesejarahan umat Islam dan membaca Alquran kembali secara benar dan baru. Kedua, menyusun kembali seluruh syariah sebagai sistem semiologis yang merelevankan wacana al-Quran dengan sejarah manusia, di samping sebagai tatanan sosial yang ideal. Ketiga, meniadakan dikotomi tradisional (antara iman dan nalar, wahyu dan sejarah, jiwa dan materi, ortodoksi dan heterodoksi dan sebagainya) untuk menyelaraskan teori dan praktik. Keempat, memperjuangkan suasana berfikir bebas dalam mencari kebenaran agar tidak ada gagasan yang terkungkung di dalam ketertutupan baru atau di dalam taqlid. Sebenarnya dari awal tujuan Arkoun dalam kritik islam adalah untuk menunjukan bahwa Al-Quran bukanlah sesuatu yang harus diterima begitu saja sebagai makna tektualitas apa adanya. Sebenarnya Arkoun menerima kesakralan Al-Quran tetapi ia menekanakan agar kesakralan tersebut tidak sampai mengharuskan pemaknaan akan Al-Quran menjadi tetutup dalam sebuah narasi besar yang sarat akan relasi kuasa, ideologis, dll sehingga pemahaman yang menyeluruh hanya dapat dicapai apabila dilakukan penelusuran Historis-antropologis, linguistik-semiotika, dan tentunya teologis religius kritis. Arkoun berpendapat bahwa khazanah tafsir islam dengan segala mazhab serta alirannya, sesungguhnya Al-quran hanya merupakan alat untuk membangun teks-teks lain yang dapat memenuhi kebutuhan dan selera suatu masa tertentu setelah masa turunnya Al-quran itu sendiri.8 Dan tafsir-tafsir tersebut adalah hasil karya yang terikat pada konteks kultural dan produk budaya yang melatar belakanginya, hal inilah yang memperumit relasi antara teks pertama dengan tafsirtafsirnya yang ia analogikan seperti lapisan-lapisan geologis bumi, dimana yang satu diatas

7 8

ibid Epistimologi kiri hal 199

Kritik Mohammed Arkoun Filsafat Islam


yang lainnya dan sulit untuk mencapai ke pembentukan pertama kecuali jika di bongkar lapisan-lapisan geologis yang pejal.9

Kesakralan menurut Arkoun


Arkoun menegaskan bahwa harus diadakan peruntutan ulang sehingga pemikiran/nalar yang awalnya tertutup dan diselewengkan mendapat nilai kesakralannya kembali. Kesakralan menurut Arkoun selalu dan hanya mengacu pada Tuhan sebagai refrensial mutlaknya. Kesakralan didapat dari Tuhan dan dalam hal ini adalah wahyu Tuhan sebagai satu-satunya sumber. Hubungan dari Tuhan ke umatnya yang memungkinkan menangkap distribusi kesakralan langsung dari Tuhan,oleh sebab itu kini umat Islam haruslah bertumpu pada Al-quran serta Hadis untuk menemukannya dan tidak ada jalan lain selain memaknainya dengan baik. Dalam susunan hirarkis tersebut kesakralan yang utuh sejatinya bersemayam dalam wahyu yang pertama kali diturunkan kepada nabi Muhammad saw. Akan tetapi dalam perkembangannya kesakralan seakan tidak mampu melawan ruan dan waktu, sepeninggal g nabi Muhammad saw naskah yang ditingalkannya menempatkan para sahabatnya pada kesakralan berikutnya walau begitu seiring berjalannya waktu hadis telah mengalami perubahan dari karakter lokal dan tradisionalnya menjadi kumpulan doktrin yang baku dan logosentris. 10
Untuk kepentingan analisisnya, Arkoun membedakan tiga tingkatan anggitan tentang wahyu.

1. Wahyu sebagai firman Allah yang tak terbatas dan tidak diketahui oleh manusia, yaitu wahyu al-Lauh Mahfudz dan Umm al-Kitab. 2. Wahyu yang nampak dalam proses sejarah. Berkenaan dengan Al-Quran, hal ini menunjuk pada realitas Firman Allah sebagaimana diturunkan dalam bahasa Arab kepada Nabi Muhammad selama kurang lebih dua puluh tahun. 3. Wahyu sebagaimana tertulis dalam Mushaf dengan huruf dan berbagai macam tanda yang ada di dalamnya. Ini menunjuk pada al-Mushaf al-Usmani yang dipakai orang-orang Islam hingga hari ini.11

Epistimologi kiri hal 198-200 Epistomologi kiri hal 205 11 Adnin Armas, al-Quran dan Orientalis, www.insits.com
10

Kritik Mohammed Arkoun Filsafat Islam


Kritik nalar Islam Arkoun
Sebenarnya Arkoun memandang bahwa nalarbersifatinklusif dan tidak tunggal dan yang dimaksud bukanlahnalaraktif-potensial ataubakat intelektual (al-Mukawwin/la raison constituante), melainkannalarbentukandan didikan yang berisi doktrin-doktrin pengetahuan (al-Mukawwan/la raison constituee), jika meminjam teoriA Lalande39. Ia (nalar Islam), yang terbingkai frame sejarah, akan mengayun dan melandaskan diri ke mana hendak dibawasehingga menjadi suatu entitas yang membentuk dan meng-ada. Karenanya iabersifat historik, multi kultural dan (bahkan) sejarah itu sendiri. Nalar Islam taklain merupakan piranti yang menghasilkan produk-produk pengetahuan Islam dalam bentangan panjang sejarah. Ia diartikan sebagai diskursusatau wacana nalar Islam yang darinya, menghasilkan ragam disiplin keilmuan Islam. Maka, dikenalah nalar Taswauf, nalar Sunni, nalar Muktazilah, nalarSyiah, nalar Hasan Bashri,nalar Ibn Khaldun,nalar Muhamad Abduhdanseterusnya hingga kini. Itulah nalar-nalar Islam, dengan segenap identitas dan cirikhasnya masing-masing, karena pada dasarnya merujuk pada pokok dan otoritasyang sama: al-Quran dan Hadits. Namun, yang perlu dijadikanentry point,nalartersebut mempunyai titik tolak dalam sejumlah kognitas dasar dan kepentingan-kepentingan bersaing, tertentu berseteru, yang dan membentuknya. bahkan Secara historik,nalaryang berujung

nalartersebutkerap

bermusuhan

padakematian/kehancuran. Hal yang paling mendasar, bahwa dalam kemajemukan nalar tersebut, sesungguhnya memiliki titik konvergensi dan persenyawaan yang oleh Arkoun, disederhanakan sebagai termanalar Islam. Singkatnya, ia sengaja membredel nalar di atas menuju ruang kematian dengan cara mendekonstruksinya menjadinalar Tunggal (BinyahalMuwahadah), yakni:nalarIslam. Kematian di sini tentunya diartikulasikan dengan pembacaan kini,dengan pemaknaan ala Derrida, yakni suatu pengalihan posisi tawar dari alam klasik menuju alam kontemporer. Ia menyimpulkan bahwa nalar keagamaan memaksakan kehadirannya ketika ia menyatakan lagi dengan bersemangat pengabdiannya kepada kebenaran eksklusif dan universal. 12 Penyebab muncul suatu yang disebut sebagai ketunggalan nalar islam ada setidaknya tiga unsur pokok yaitu:

12

Ibid hal 28

Kritik Mohammed Arkoun Filsafat Islam


1. Ketundukan nalar-nalar tersebut pada sesuatu yang terberi atau diturunkan dari langit. Wahyu mempunyai kedudukan lebih tinggi dari nalar-nalar tersebut, karena wahyu memiliki watak transendental yang mengatasi manusia, sejarah, dan masyarakat. 2. Terdapat penghormatan terhadap otoritas dan keagungan pada banyak imam mutjahid pada setiap aliran yang mempunyai otoritas tertinggi sehingga tidak bisa dibantah atau diperdebatkan. Walaupun di antara imam-imam tersebut ada perbedaan dan perselisihan. 3. Nalar memainkan perannya dalam suatu cara pandang tertentu (khas abad pertengahan) terhadap alam semesta.13 Masalah nalar islam ini menjadi sebuah tantangan besar bagi kaum muslim kontemporer karena kebekuan berpikir serta pemahaman yang sempit. Arkoun memberikan dua tahapan untuk memecahkan masalah tersebut yaitu 1. Tahap klasifikasi historis. Dengan melakukan kerja kritis terhadap seluruh data, materi, dokumen tafsir dan pengunaannya. Hasil dari fakta-fakta yang didapat harus benar secara menyeluruh terlepas dari yang bersangkutan senang atau tidak. 2. Tahap filosofis atau tahap penilaian menyeluruh. Dalam hal ini filsafat melakukan pengkajian secara kritis epistiimologis dari sumber data yang didapat pada tahapan pertama dengan memeras kesimpulan-kesimpulan umum dari kerja kesejarahan. Serta hasil-hasil empiris yang ditemukannya.14

Yang Terpikir, Yang Tak terpikirkan, Yang Tak Dipikirkan


Menurut Arkoun Nalar islam telah salah menempatkan kesakralan pada tempat yang tidak seharusnya sehingga akhirnya penghubung antara kesakralan dalam dalam konteks teoritis dan kesakralan dalam tatanan praktis menghasilkan apa yang disebut yang terpikirkan, yang tak terpikirkan, dan yang tak dipikirkan.15 Buktiya adalah yang tadinya lekat dengan kesakaralan mutlak mengalami dekadensi dengan kemenyatuannya pada bahasa manusia.

13 14

Epistimologi kiri hal 200 ibid 15 Berbagai pembacaan Quran, hal 18

Kritik Mohammed Arkoun Filsafat Islam


Seperti yang telah kita ketahui bahwa Al-Quran turun di Arab dengan bahasa Arab dan tradisi agama Islam sangatlah kental dengan kebudayaan arab Dimana konsekuen sinya adalah memetakan relasi sekitar realitas,persepsi, bahasa, dan wacana ke dalam 3 kategori yaitu:
y

yang terpikirkan: kategori ini terdiri dari hal-hal yang senantiasa dapat dan yang diinginkan untuk dilihat dan dipikirkan dalam kesehariaan. Dalam artian bahwa ada kemengarahan terhadap hal-hal ini. Kurang lebih hal yang terpikirkan ini merupakan konsekuensi dari nalar Islam yang dibicarakan sebelumnya.

yang tak dipikirkan: kategorisasi dari hal-hal yang sebenarnya dapat kita persepsikan, entah dalam artian secara empirik ataupun secara konseptual namun akibat keberadaan kerangka pikir yang telah terbentuk sedemikian rupa sehingga pada akhirnya kesadaran individu menolak untuk memikirkannya.

yang tak terpikirkan: kategorisasi akan hal-hal yang tak terpikirkan oleh kesadaran individu, berbeda dengan yang tak dipikirkan, yang tak terpikirkan merupakan sesuatu yang tak dapat di persepsikan.16

Singkatnya Arkoun menyatakan bahwa dengan adanya keberadaan hal yang tidak terpikirkan menjadi bukti bahwa kesakralan telah menempati posisi dalam ranah yang keliru, hal iut diperparah dengan adanya hal-hal yang terlongkap dalam suatu runutan nalar, maka akan mengakibatkan penyimpangan seperti yang terjadi dalam peradaban Islam. Ia menyatakan bahwa dengan adanya hal yang tidak terpikirkan sama artinya dengan mereduksi kemungkinan lain dan pada akhirnya merupakan kerugian dalam peradaban Islam. Untuk mengatasinya Arkoun mengemukakan dua sasaran yang tidak dapat dipisahkan yaitu: 1. memperkaya sejarah pemikiran dengan membuktikan taruhan-taruhan kognitif, intelektual, dan ideologis dari ketegangan-ketegangan antara berbagai pemikiran. 2. mendinamiskan pemikiran islam masa kini dengan menaruh perhatian pada persoalan-persoalan yang telah dikekangnya, tabu-tabu yang telah

16

Berbagai pembacaan quran hal 19-20

Kritik Mohammed Arkoun Filsafat Islam


dibangunnya, batas-batas yang digariskannya dan cakrawala-cakrawala yang telah dihentikannya atau dilarangnya untuk dilihat.17

Deskontruksi Arkoun
Di atas sudah dijelaskan sedikit tentang deskontruksi Arkoun ini. Deskontruksi Arkoun ini sangat berbeda dengan deskontruksi yang dikemukakan oleh Derrida. Derrida menyatakan bahwa ketika kita membaca buku, kita jangan mencoba menjadi apa yang penulis ketika itu, namun kita adalah diri sendiri sewaktu membaca sesuatu itu, namun deskontruksi Arkoun berbeda, Arkoun berusaha mereposisi kesakralan itu sendiri. Upaya dekonstruksi dalam upaya mereposisi kesakralan dalam kekakuan nalar Islam menurut Arkoun bukan untuk menghilangkan kesakralan yang melekat dalam Tuhan secara mutlak melainkan lebih kepada turunan wahyu dan tekstualitas yang ada dalam tradisi nalar Islam yang seakan-akan memiliki muatan mutlak. Ia juga menentang kaum muslim tradisionalis yang telah mengislamkan ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu dari universitas modern dan sekular, menurutnya hal tersebut harus dilakukan sebaliknya. Secara historis, kebisasaan penalaran islam yang diturunkan harus didekonstruksi dan teks-teks suci harus terbuka terhadap penelitian linguistik dan historis modern.18

Cara membaca Al-Quran


Al-Quran adalah wacana universal yang telah banyak dibicarakan dan ditulis oleh masyarakat luas. Tapi, di sisi lain lain Al-Quran belum bias dipahami dengan baik oleh banyak orang terutama non-muslim yang tidak mempunyai emosi spiritual keagamaan. Secara singkat Arkoun mengatakan bahwa jiwa modern jengkel lantaran keseluruhan tanda yang tidak mendapat dukungan kongkret baik dalam prosedur intelektual, maupun dalam lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan moral kita19 ia menyuarakan penyegaran dalam kepenuhan karena wacana islam saat ini lebih banyak memnyebabkan kemandegan daripada kemajuan, karena wacana islam yang dibaca saat ini hanyalah pernyataan yang diulangulang, secara bersemangat, mengenai sifat kebenaran , keabadian, dan kesempurnaan dari
17 18

Berbagai pembacaan quran hal 18 Tesis hal 170 19 Berbagai pembacaan quran hal 47

Kritik Mohammed Arkoun Filsafat Islam


Risalah yang diterima dan disampaikan oleh Nabi Muhammad. Karena itu wacananya lebih bersifat apologi defensif daripada pencarian suatu cara memahami.20 Dalam mengangkat makna dari Al-Quran, hal yang paling pertama dijauhi oleh Arkoun adalah pretensi untuk menetapkan makna sebenarnya dari Al Quran. Sebab, Arkoun tidak ingin membakukan makna Al-Quran dengan cara tertentu, kecuali menghadirkan-sebisa mungkin-aneka ragam maknanya. Untuk itu, pembacaan mencakup tiga saat (moment): 1. suatu saat linguistis yang memungkinkan kita untuk menemukan keteraturan dasar di bawah keteraturan yang tampak. 2. Suatu saat antropologi, mengenali dalam Al-Quran bahasanya yang bersusunan mitis. 3. Suatu saat historis yang di dalamnya akan ditetapkan jangkauan dan batas batas tafsir logiko-leksikografis dan tafsir-tafsir imajinatif yang sampai hari ini dicoba oleh kaum muslim.21 Jika hal-hal yang didefinisikan sebelumnya dapat terpenuhi maka hal-hal tersebut akan menjawab tiga kebutuhan mendesak dari pemikiran masa kini yaitu
y

Melampaui sama sekali mentalitas mentalitas etnosentris dan penolakanpenolakan teologis.

Mengembangkan suatu penyelidikan ilmiah yang didalamnya Wahyu, Kebenaran, dan Sejarah dalam kaitan-kaitan dialektis mereka dianggap sebagai term-term yang membangun keberadaan manusia.

Menggabungkan

lagi

kesadaran

masa

kini

dan

bahasa-bahasa

pengungkapannya . 22
Penutup Hampir seluruh pemikiran Arkoun tentang kajian ulang pemikiran Islam, ternyata merupakan pemikiran epistemologis yang tidak praktis dan belum tuntas.

20 21

Ibid hal 48 Berbagai pembacaan quran hal 51 22 Berbagai pembacaan Quran hal 66

10

Kritik Mohammed Arkoun Filsafat Islam


Hal tersebut merupakan nilai tambah dan sekaligus merupakan nilai kurang dalam pemikiran Arkoun. Arkoun banyak menemukan hambatan psikologis dari pembaca Muslim yang menolak diganggunya wilayah-wilayah sakral. Hal ini terjadi karena Arkoun berusaha membongkar kekeramatan yang dilekatkan pad a berbagai sumber dan wilayah bangunan pemikiran Islam yang telah ada dan memberikan alternatif pemikiran yang bercorak historis empiris.

11

Kritik Mohammed Arkoun Filsafat Islam

Daftar Pustaka
y

Arkoun,

Mohammed.

1997.Berbagai

Pembacaan

Al-Quran,penerjemah

Machasin.Jakarta: Indonesian-Netherland Corporation in Islamic Studies (INIS)


y y

Santoso, dkk.2009. Epistemologi kiri.Yogyakarta:Ar-ruzz media. Rohmah, Siti. Dekonstruksi: Suatu Telaah Mengenai Pemikiran Mohammed Arkoun. Tesis: Universitas Indonesia

12

You might also like