You are on page 1of 17

1

2005 Sajuli Andreas Makalah individu Filsafat Sains, t.a. 2004/2005 Program MM, Pasca Sarjana Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. Dosen: : Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng Posted 8 Juni, 2005

PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENENTUKAN BEBAN PAJAK YANG EFISIEN PADA PERUSAHAAN
Oleh:

Sajuli Andreas
andre45_s@yahoo.com BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dengan meningkatnya perkembangan dunia usaha di Indonesia dan untuk lebih menengakkan kemandirian dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih mengarahkan segenap potensi dan kemampuan dari dalam negeri, khususnya dengan cara meningkatkan penerimaan Negara melalui sektor perpajakan, maka pemerintah sejak tahun 2000 telah melakukan pembaharuan sistem perpajakan nasional. Dalam Undang-undang Perpajakan tahun 2000 tersebut digunakan sistem Self Assessment, dimana setiap Wajib Pajak diwajibkan menghitung, mengisi, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pajak, sehingga penentuan besarnya pajak terhutang berada pada Wajib Pajak sendiri. Dengan demikian baik bagi wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Perorangan mempunyai tanggung jawab penuh atas pajak yang dibayarkannya. Dengan sistem self assessment tersebut secara tidak langsung Wajib Pajak dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Untuk memperhitungkan besarnya pajak yang harus disetor ke Kas Negara seorang wajib Pajak harus mengetahui besarnya penghasilan kena pajak terlebih dahulu dari laporan keuangan yang telah disusun sesuai dengan prinsip dan ketentuan yang berlaku. Makin pentingnya variabel pajak sebagai komponen yang harus diperhitungkan, membuat banyak perusahaan melakukan perencanaan pajak (Tax

2 Planning). Meskipun Dirjen Pajak pernah mengungkapkan bahwa Tax Planning bagi perusahaan hal ini dianggap benar sepanjang tidak menyalahi peraturan perpajakan yang berlaku. Karena harus diakui tidak ada satu pasalpun dalam Undang-undang Perpajakan yang melarang dilakukannya perencanaan pajak. Pada dasarnya ada dua hal yang perlu dilakukan perusahaan yang berkaitan dengan perpajakan. Pertama kegiatan perpajakan Administrasi misalnya Pajak, yaitu NPWP, menyelenggarakan administrasi memperoleh

mengisi SPT dan seterusnya. Hal ini berkaitan dengan aktivitas masa lalu. Kedua adalah Perencanaan Pajak yang intinya ialah pengaruh yang dihadapi oleh perusahaan terhadap pajak bila mengambil keputusan tertentu dan keputusan apa yang akan perusahaan ambil setelah mengetahui dampak pajaknya. Ini berkaitan dengan masa yang akan datang. Jadi perencanaan pajak tidak berarti penyelundupan pajak. Pada dasarnya usaha penghematan pajak berdasarkan the least and latest rule yaitu Wajib Pajak selalu berusaha menekan pajak sekecil mungkin dan menunda pembayaran selambat mungkin sebatas masih diperkenankan peraturan perpajakan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak adalah suatu langkah yang tepat untuk perusahaan, dengan kemungkinan untuk melakukan penghematan pajak atau tax saving sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Adapun pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah sejauh mana manfaat dan pengaruh diterapkannya perencanaan perpajakan atas Pajak Penghasilan dalam penentuan beban pajak yang paling efisien pada perusahaan.

3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Administrasi Perpajakan Sistem self assessment yang diterapkan pada saat ini memberikan peran aktif kepada Wajib Pajak untuk menghitung, mengisi, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah beban pajak yang terhutang. Pada sistem self assessment Wajib Pajak mempunyai tanggung jawab yang lebih besar. Untuk memenuhi tanggung jawab tersebut, Wajib Pajak seharusnya mengetahui dan mengerti permasalahan yang berhubungan dengan pajak, baik itu mengenai definisi pajak, asas-asasnya, jenis-jenis pajak ataupun tata cara perpajakan yang berlaku. 1. Pengertian Pajak Ada beberapa pengertian mengenai pajak (waluyo dan wirawan, 2000) yang antara lain : Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro, yaitu Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum Definisi pajak menurut R. Santoso Brotodihardjo, adalah Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Dari definisi diatas, dapat dilihat ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut : 1. Pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 2. Dalam pembayarannya tidak adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah (Dati I atau Dati II) 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat kelebihan (surplus), akan dipergunakan oleh pemerintah untuk membiayai investasi umum.

4 2. Fungsi Pajak Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu : 1. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan Contoh bagi : pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Contoh : dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah. 2.2 Pengertian dan Tujuan Perencanaan Pajak Perencanaan pajak dapat diartikan sebagai upaya membayar pajak sebatas hanya diwajibkan. Dapat juga diartikan sebagai upaya memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam undang-undang. Sehingga dapat ditarik kesimpulan, bahwa perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha Wajib Pajak atau kelompok Wajib Pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang minimal, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau dilakukan secara legal yang dapat diterima oleh aparat perpajakan. Manfaat perencanaan pajak dan untuk menghemat pajak dapat dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Penghematan kas keluar; perencanaan pajak dapat menghemat pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan. 2. Mengatur aliran kas (cash flow); perencanaan pajak dapat mengestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat. Sedangkan untuk menghemat pajak dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Memanfaatkan secara optimal ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku 2. Mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk-bentuk usaha yang tepat. 3. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga dapat diatur secara keseluruhan penggunaan tarif pajak dan potensi penghasilan.

5 4. Menyebar penghasilan ke beberapa tahun untuk menghindari pengenaan tarif pajak tertinggi. Yang dimaksud dengan tax saving (penghematan pajak) adalah suatu usaha untuk menghemat hutang pajak dengan cara menahan diri untuk tidak mengkonsumsi barang-barang atau dengan cara mengurangi pengeluaranpengeluaran dalam bentuk pemberian kenikmatan (natura), karena biaya-biaya yang bersifat sebagai kenikmatan (natura) tidak dapat diakui sebagai biaya untuk tujuan fiskal, sehingga biaya-biaya tersebut akan dikoreksi sebagai penambahan pendapatan. Sedangkan yang dimaksud dengan tax avoidance (penghindaran pajak) adalah usaha meminimalkan beban pajak dengan cara menggunakan alternatifalternatif yang riil yang dapat diterima oleh fiskus. Tax evasion (penyelundupan pajak) mengantung arti sebagai usaha memanipulasi secara illegal beban pajak dengan tidak melaporkan sebagian dari penghasilan, sebenarnya. Pengertian penyelundupan pajak tidak hanya terbatas pada penggelapan dan kecurangan dalam segala bentuknya, tetapi juga meliputi kelalaian dalam memenuhi kewajiban perpajakan antara lain : a. Ketidaktahuan atau ignorance, yaitu Wajib Pajak tidak menyadari atau tidak tahu akan adanya suatu ketentuan perundang-undangan perpajakan yang baru. b. Kesalahan atau error, yaitu suatu kesalahan dalam menghitung data yang telah tersedia oleh Wajib Pajak, meskipun Wajib Pajak telah mengerti dan memahami mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. c. Kesalahpahaman atau miss understanding, yaitu suatu kesalahan yang dilakukan oleh Wajib Pajak karena salah menafsirkan arti yang dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. d. Kealpaan atau negligence, yaitu Wajib Pajak alpa untuk menyimpan buku-buku berikut dengan bukti pendukungnya secara lengkap. Berdasarkan dua alternatif yang dilakukan dalam suatu perencanaan pajak, maka dapat dikatakan bahwa tujuan dari perencanaan pajak pada dasarnya adalah meminimalkan beban pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak tanpa melanggar ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, selain untuk suatu rencana investasi perusahaan dimasa yang akan datang. sehingga dapat memperkecil jumlah pajak terhutang yang

6 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pendekatan Perencanaan Pajak Prinsip utama yang harus diingat dalam merencanakan pajak adalah perencanaan pajak merupakan suatu tindakan yang harus direncanakan dengan cermat sehingga tiadk terperangkap dalam penghindaran pajak yang bisa ditindak oleh Negara. Ada dua pandangan terhadap pajak yang terhutang oleh suatu perusahaan. Pandangan pertama memperlakukan pajak tersebut sebagai biaya sedangkan pandangan kedua memperlakukan pajak bukan sebagai biaya. Pandangan pertama ini menganggap dalam menjalankan usaha, keputusan yang harus diambil oleh manajemen hendaknya berdasarkan pada taksiran laba bersih setelah pajak. Begitu pula dalam keputusan investasi, faktor pajak penghasilan harus dipertimbangkan dengan baik. Pandangan kedua mendasarkan pada asumsi bahwa pajak penghasilan tidak berkaitan langsung dengan penghasilan atau fungsi mencari penghasilan, namun berkaitan dengan penetapan jumlah yang didistribusikan sebagai dividend dan lain-lainnya sehingga pendapat terakhir ini memandang pajak penghasilan lebih mirip sebagai pembagian laba yang hanya dibayar apabila diperoleh laba. Terlepas dari asumsi pendekatan pajak tersebut di atas kesalahan dalam pengambilan keputusan dibidang perpajakan bisa berakibat serius. Contoh : Suatu biaya yang dibebankan dalam laporan rugi laba sebesar Rp. 100.000.000,tidak dapat dilakukan pencatatan karena tidak ada bukti. Dalam hal ini beban pajak yang harus dibayar akan bertambah setelah dilakukan koreksi fiskal. Selain jumlah Rp. 100.000.000,- yang tidak diakui sebagai biaya, maka jumlah kekurangan pajak yang harus dilunasi adalah : 10% x Rp. 50.000.000,15% x Rp. 50.000.000,= Rp. = Rp. 5.000.000,7.500.000,-

Rp. 12 .500.000,Dengan demikian jumlah kerugian seluruhnya adalah Rp. 100.000.000,- + Rp. 12.500.000,- = Rp. 112.500.000,Perkiraan laba bersih perusahaan akan lain jika tidak memasukkan unsur pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan.

7 3.2 Kerangka Dasar Perencanaan Pajak Pengertian perencanaan pajak masih merupakan konsep yang abstrak, sehingga untuk dapat mengimplementasikan harus dijabaran ke dalam variabelvariabel yang lebih kongkrit. Variabel yang dipilih untuk menjelaskan perencanaan pajak adalah melalui pendekatan formula umum, sebelum dilakukan tindakan pajak. 1. Formula Umum Formula penghitungan pajak yang dapat digunakan untuk mendesain perencanaan pajak dapat dilakukan dengan mendasarkan pada penghitungan pajak penghasilan yang terhutang atas penghasilan kena pajak. Selengkapnya formula tersebut adalah sebagai berikut : a b c d e f g h i j Jumlah Seluruh Penghasilan Penghasilan yang Dikecualikan Penghasilan Bruto Biaya Fiskal Penghasilan Neto Kompensasi Kerugian Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Penghasilan Kena Pajak Kredit Pajak Pajak yang lebih/kurang dibayar Penghasilan Setelah Pajak

= = = x = -

k = l (a d i )

Sasaran pembuatan perencanaan pajak dalam meminimalkan pajak terhutang untuk mencapai income after tax yang optimal. Karena itu dalam menyusun perencanaan pajak harus mencakup hal-hal bagaimana memaksimalkan penghasilan yang dikecualikan dan memaksimalkan biaya-biaya fiskal serta meminimalkan tarif pajak. Dengan mendasarkan pada kerangka formula di atas, maka tindakan perencanaan pajak yang dapat dilakukan adalah meminimalkan jumlah penghasilan kena pajak yang dikenakan tarif pajak penghasilan. 2. Langkah-langkah dalam Perencanaan Pajak Setelah mengetahui komponen-komponen dari formula penghitungan pajak, tindakan selanjutnya adalah mencari peluang penghindaran pajak dengan langkah-langkah sebagai berikut :

8 a. Maksimalkan penghasilan yang dikecualikan Usaha maksimalisasi penghasilan yang dikecualikan adalah usaha memaksimalkan penghasilan yang bukan objek pajak dengan mendasarkan pada variabel penghasilan yang bukan sebagai objek pajak. Peluang ini tercantum dalam pasal 4 ayat (3) Undang-undang No. 17 tahun 2000 tanggal 2 Agustus 2000, yang mengatur tentang penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. b. Masimalisasi biaya-biaya fiskal Tindakan ini berupa tindakan yang dilakukan dengan meningkatkan biayabiaya yang dapat dikurangkan atau menekan biaya yang tidak dapat dikurangkan / dialihkan ke biaya-biaya yang dapat dikurangkan. Peluang ini tercantum dalam Undang-undang No. 17 tahun 2000 Pasal 6 yang mengatur tentang biaya-biaya yang dapat dikurangkan dan Pasal 9 yang mengatur tentang biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan. c. Minimalkan tarif pajak Tindakan ini dapat dimungkinkan dengan upaya pengenaan pajak dengan tarif seminimal mungkin. Hal ini dapat ditempuh antara lain dengan mengalokasikan penghasilan dalam beberapa tahun, atau dalam beberapa perusahaan yang masih satu grup. Dari ketiga alternatif tersebut di atas, alternatif pertama dan kedua relatif lebih dapat diterapkan. Langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan dalam perencanaan pajak perusahaan adalah : a. Mengusahakan agar terdapat penghasilan yang stabil untuk menghindarkan pengenaan pajak dari kelas penghasilan yang tarifnya tinggi (top rate brackets) b. Mempercepat atau menunda beberapa penghasilan dan biaya-biaya untuk memperoleh keuntungan dari kemungkinan perubahan tarif pajak yang tinggi atau rendah, seperti penangguhan pengenaan PPN, PPN yang ditanggung pemerintah dan seterusnya. c. Menyebarkan penghasilan menjadi penghasilan dari beberapa wajib pajak, seperti pembukaan grup-grup perusahaan. d. Menyebarkan penghasilan menjadi penghasilan beberapa tahun untuk mencegah penghasilan tersebut termasuk dan seterusnya. e. Transpormasikan penghasilan biasa menjadi capital gain jangka panjang. dalam kelas penghasilan yang tarifnya tinggi dan tunda pembayaran pajaknya, seperti penjualan cicilan, kredit

9 f. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan-ketentuan mengenai pengecualian dan potongan-potongan. g. Mempergunakan uang dari hasil pembebasan pengenaan pajak untuk keperluan perluasan perusahaan yang mendapatkan kemudahan-kemudahan. h. Memilih bentuk usaha yang terbaik untuk operasional usaha. i. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sedemikian rupa sehingga dapat diatur secara keseluruhan penggunaan tarif pajak, potensi menghasilkan, kerugian-kerugian dan asset yang dapat dihapus. 3.3 Penerapan Perencanaan Pajak pada Perusahaan Dalam melakukan perencanaan pajak, Wajib Pajak harus mengikuti perkembangan dan perubahan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan, agar dapat mengetahui apakah cara-cara yang lama masih sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku atau memungkinkan munculkan keuntungan fiskal yang baru akibat adanya perubahan tersebut. Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mendisain suatu perencanaan pajak, diantaranya sebagai berikut : 1. Mempertimbangkan pelaksanaan program-program tertentu Agar perusahaan dapat bertahan hidup dan berkembang, maka pada saat tertentu perusahaan harus mengadakan program-program tertentu seperti program pendidikan dan pelatihan karyawan, program penelitian dan pengembangan, program pemasaran dan lain-lain. Tentu saja program tersebut memerlukan analisis dari berbagai faktor untuk menentukan saat pelaksanaannya. Disini dianalisis dari segi perpajakan. Misalnya menjelang akhir tahun 2004 diperkirakan PT. XYZ memperoleh laba usaha sebelum pajak Rp. 1.000.000.000,- dengan demikian PPh yang harus dibayar adalah sebagai berikut : 10% x Rp. 15% x Rp. 50.000.000,- = 50.000.000,- = Rp. Rp. Rp. 5.000.000,7.500.000,270.000.000,282.500.000,-

30% x Rp. 900.000.000,- =

Total PPh yang harus dibayar Rp.

Pada waktu itu PT. XYZ mempunyai program pemasaran untuk memperkenalkan produk baru dan untuk lebih meningkatkan citra produknya yang belum dilaksanakan. Perkiraan baiaya program tersebut Rp. 250.000.000,-, jika PT. XYZ melaksanakan program tersebut pada periode mendatang, misalnya tahun 2005,

10 maka pada tahun 2004 PT. XYZ akan membayar PPh sebesar Rp. 282.500.000,- dan pada tahun 2005 harus mengeluarkan dana sebesar Rp. 250.000.000,- untuk program tersebut. Jika PT. XYZ melaksanakan program tersebut pada akhir tahun 2004, maka Penghasilan Kena Pajak PT. XYZ menjadi Rp. 750.000.000,- (Rp. 1.000.000.000,- Rp. 250.000.000,-) sehingga PPh tahun 2004 adalah sebagai berikut : 10% x Rp. 15% x Rp. 50.000.000,- = 50.000.000,- = Rp. Rp. Rp. 5.000.000,7.500.000,195.000.000,207.500.000,-

30% x Rp. 650.000.000,- =

Total PPh yang harus dibayar Rp.

Dengan demikian pelaksanaan program pemasaran pada akhir tahun 2004 berakibat menurunkan PPh (penghematan pajak) PT. XYZ sebesar Rp. 75.000.000,- yaitu Rp. 250.000.000,- x 30%. Diasumsikan penghematan pajak tersebut digunakan untuk membiayai program pemasaran tersebut, maka program tersebut hanya membutukan dana sebesar Rp. 175.000.000,- (Rp. 250.000.000,- Rp. 75.000.000,-). Disamping itu, jika pelaksanaan program pemasaran tahun 2004 berhasil, maka Penghasilan Kena Pajak pada tahun 2005 akan meningkat sehingga dapat dipertimbangkan lagi program-program lainnya yang dirasa perlu. Namun pada dasarnya perusahaan telah menikmati keuntungan berupa penghematan pajak, terutama penundaan pembayaran pajak. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program-program tertentu lebih baik dilaksanakan pada saat perusahaan memperoleh Penghasilan Kena Pajak yang besar karena pelaksanaan tersebut dapat menghemat pajak yang paling besar (penghematan pajak sebesar total biaya program dikalikan dengan tarif pajak paling tinggi yaitu 30%). Jika program dilaksanakan pada saat Penghasilan Kena Pajak relatif kecil maka jumlah penghematan pajak juga kecil, atau bahkan dapat terjadi NIHIL karena adanya pelaksanaan program tersebut menyebabkan perusahaan rugi (PKP-nya negatif) yang dapat dikompensasikan tahun berikutnya jika memperoleh laba, bahkan dapat diminta kembali (restitusi pajak) jika perusahaan lebih bayar. 2. Mempertimbangkan Penghasilan Kena Pajak perusahaan melalui peningkatan penghasilan karyawan Manajemen perusahaan yang sehat, selalu memperhatikan kesejahteraan karyawannya, karena perusahaan akan memperoleh timbal balik dari para karyawannya, seperti peningkatan motivasi dan prestasi serta peningkatan

11 loyalitas karyawan pada perusahaan. Oleh karena itu manajemen perusahaan lebih baik menaikkan penghasilan karyawannya daripada harus mengeluarkan uang untuk pajak. Misalnya, seharusnya PKP tahun 2004 sebesar Rp. 1.000.000.000,sehingga PPh yang harus dibayar adalah Rp. 282.500.000,- namun, perusahaan mengambil kebijakan untuk menaikkan penghasilan setiap karyawannya menjadi 50% dari gaji mereka. Untuk hal tersebut perusahaan mengeluarkan dana sebesar Rp. 350.000.000,-. Dengan kebijakan tersebut, PKP menurun menjadi Rp. 650.000.000,- yang berarti pula penghematan pajak sebesar Rp. 105.000.000,-. Penghematan ini tentu dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan kebijakan kenaikan gaji tersebut. Meskipun perusahaan harus mengeluarkan lebih banyak dana untuk pelaksanaan kebijakan tersebut dibandingkan dana yang harus dibayar untuk pajak, namun perusahaan memperoleh manfaat yang sangat besar. Jika ternyata dengan kebijakan kenaikan gaji tersebut menyebabkan penghasilan karyawan melebihi penghasilan tidak kena pajak, maka akan menambah pajak penghasilan karyawan, namun tarif yang digunakan relatif kecil. Hal yang sangat penting bagi perusahaan adalah perusahaan dapat mengalihkan beban pajak perusahaan kepada karyawan-karyawannya dengan cara yang menguntungkan karyawan dan perusahaan. 3. Membagi perusahaan menjadi beberapa perusahaan atau menggabungkannya Perusahaan yang telah berkembang umumnya melakukan diversifikasi usaha seperti mengembangkan jenis dan macam produk yang dihasilkan, mengembangkan usaha yuang baru sama sekali. Perkembangan tersebut juga mengakibatkan semakin kompleks dan rumitnya manajemen perusahaan tersebut. Oleh karena itu pemilik perusahaan cenderung membagi perusahaannya yang besar tersebut ke dalam pengelolaan manajemen yang terpisah sehingga dihaarpkan lebih efisien dan efektif. Pembagian perusahaan tersebut menghindarkan rentang manajemen (span of management) yang sangat luas di luar kemampuan manajemen, dan menghindari terlalu banyaknya tingkat manajemen Dilihat dari segi perpajakan, pembagian perusahaan menjadi beberapa perusahaan akan memberikan manfaat penghematan pajak, yaitu : mengusahakan agar Penghasilan Kena Pajak yang rendah atau sedang (15% atau 30%), jika perusahaan mempunyai keuntungan yang besar. Sedangkan jika perusahaan yang produk-produknya menderita rugi diusahakan untuk digabung

12 menjadi satu dengan perusahaan yang memperoleh laba yang cukup besar, sehingga dapat menurunkan pengenaan pajak bagi perusahaan yang mempunyai laba besar (karena PKP-nya dikurangi dengan PKP negatif perusahaan yang rugi). a. Menyebar penghasilan dengan membentuk grup-grup perusahaan Dari uraian diatas, maka misalkan PT. XYZ memutuskan untuk membagi perusahaan ke dalam divisi-divisi yang berdiri sendiri sesuai dengan lokasi pemasaran yang ada dan sedang mencoba memprediksi pengaruh pajak atas keputusan tersebut. Jika perusahaan tetap dalam satu bentuk tunggal yaitu hanya PT. XYZ maka pajak penghasilan yang harus disetor oleh PT. XYZ adalah : Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak : PPh - 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,7.500.000,Rp. 750.000.000,-

30% x Rp. 650.000.000,- = Rp. 195.000.000,Rp. 207.500.000,Jika perusahaan dibagi dalam beberapa kelompok maka pajak penghasilan yang harus disetor sesuai dengan kontribusi laba masing-masing divisi adalah Rp. 300.000.000,-, Rp. 250.000.000,-, dan Rp. 150.000.000,PT. XYZ - I PPh - 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,30% x Rp. 200.000.000,- = Rp. 60.000.000,Rp. 72.500.000,PT. XYZ II PPh - 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,30% x Rp. 150.000.000,- = Rp. 45.000.000,Rp. 57.500.000,PT. XYZ - III PPh - 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,30% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 15.000.000,Rp. 27.500.000,-

13 Sehingga total pajak penghasilan dari divisi perusahaan ini adalah Rp. 72.500.000,- + Rp. 57.500.000,- + Rp. 27.500.000,- = Rp. 157.500.000,Dapat disimpulkan bahwa jika dibentuk beberapa anak perusahaan (divisi) maka penghematan pajak yang dapat dilakukan adalah sebesar Rp. 207.500.000,- Rp. 157.500.000,- = Rp. 50.000.000,b. Menggabungkan beberapa perusahaan menjadi Satu Jika diantara beberapa perusahaan memperoleh laba, ada perusahaan yang mengalami kerugian, maka untuk menghemat laba dapat dilakukan penggabungan. Dengan dilakukan penggabungan, maka pajak yang terutang akan menjadi lebih kecil dari yang seharusnya jika tidak digabungkan. Misalkan PT. XYZ - I laba Rp. 250.000.000,-, PT. XYZ II Rugi Rp. 150.000.000,- dan PT. XYZ III laba Rp. 200.000.000,-. Maka perhitungan pajak penghasilan jika perusahaan berdiri sendiri adalah : PT. XYZ - I PPh - 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 30% x Rp. 150.000.000,- = Rp. Rp. PT. XYZ II PPh = PT. XYZ - III PPh - 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 30% x Rp. 100.000.000,- = Rp. Rp. 42.500.000,- = Rp. 100.000.000,Perhitungan pajak penghasilan jika perusahaan digabung adalah Penghasilan Kena Pajak : Rp. 250.000.000,- - Rp. 150.000.000,- + Rp. 200.000.000,- = Rp. 300.000.000,PPh 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 30% x Rp. 200.000.000,- = Rp. Rp. 5.000.000,7.500.000,60.000.000,72.500.000,5.000.000,7.500.000,30.000.000,42.500.000,Rp. 0,5.000.000,7.500.000,45.000.000,57.500.000,-

Total pajak penghasilan yang harus dipungut adalah Rp. 57.500.000,- + Rp.

14 Dari kasus diatas maka dapat dilihat jika perusahaan digabungkan maka PT. XYZ akan dapat melakukan penghematan pajak sebesar Rp. 100.000.000,- Rp. 72.500.000,- = Rp. 27.500.000,4. Pemilihan bentuk usaha Dilihat dari segi perpajakan, maka bentuk usaha Perseorangan, Firma dan Persekutuan Komanditer merupakan bentuk yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT). Pajak penghasilan PT dikenakan dua kali pertama pengenaan pajak dikenakan pada saat penghasilan diperoleh atau diterima PT, sedangkan kedua, pada saat pemilik (pemegang saham) menerima atau memperoleh dividen. Hal ini terjadi karena PT (sebagai badan) dan pemiliknya dianggap oleh perpajakan sebagai Wajib Pajak yang terpisah (Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Perseorangan). Disamping faktor pajak dalam pemilihan bentuk usaha ini juga harus memperhatikan faktor non pajak lainnya seperti kredit, modal, dan lain-lain. Contoh : berdasarkan data SPT tahun 2004 diperoleh keterangan bahwa PKP PT. XYZ sebesar Rp. 750.000.000,- dengan PPh badan Rp. 207.500.000,-. Karena perusahaan dalam bentuk PT, maka selain PPh sebesar Rp. 207.500.000,- maka atas pembagian keuntungan kepada para pemegang saham akan dikenakan pajak penghasilan lagi. Laba bersih setelah pajak adalah 150.000.000,- (misalkan angka tersebut sesuai dengan laba rugi tahun 2004 PT. XYZ). Jika proporsi kepemilikan saham 50% 50% antara Tn A dan Tn B, maka laba untuk masing-masing pemegang saham adalah 50% x Rp. 150.000.000,- = Rp. 75.000.000,Dengan demikian PPh pasal 23 yang harus dibayar oleh Tn. A adalah 15% x Rp. 75.000.000,- = Rp. 11.250.000,sehingga pajak penghasilan yang harus dibayar oleh Tn A jika usahanya dalam bentuk usaha Perseroan Terbatas adalah Rp. 207.500.000,- + 2 x Rp. 11.250.000,- = Rp. 230.000.000,sedangkan pajak yang terutang atas PT. XYZ jika usahanya dalam bentuk usaha perseroan adalah Rp. 207.500.000,-. Penghindaran pajak berganda dapat juga dilakukan dalam bentuk usaha selain perseroan yakni perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas sahamsaham, firma, kongsi dan persekutuan.

15 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dengan bertitik tolak dari hasil pembahasan uraian yang telah dilakuan diatas mengenai perencanaan pajak untuk menentukan beban pajak yang efisien pada perusahaan, maka penulis dapat menyimpulkan 1. Dirjen Pajak pernah mengungkapkan bahwa perencanaan pajak bagi perusahaan berkonotasi pada penyelundupan pajak, tetapi bagi perusahaan hal ini dapat dilakukan sepanjang tidak menyalahi peraturan perpajakan yang berlaku. 2. Perencanaan perpajakan atas pajak penghasilan dalam penentuan beban pajak yang paling efisien pada perusahaan adalah mengurangi beban pajak atau menekan jumlah pajak yang terutang lebih kecil dari yang seharusnya atau membayar kewajiban pajak dengan jumlah yang seminimal mungkin tanpa melanggar undang-undang perpajakan. 3. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh perusahaan adalah : a. Penghematan kas keluar, karena pajak merupakan unsur biaya dapat dikurangi. b. Mengatur aliran kas, karena dengan perencanaan pajak yang matang dapat diestimasikan kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat. 4. Perencanaan pajak adalah suatu langkah yang tepat untuk perusahaan dengan kemungkinan untuk melakukan penghematan pajak sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 4.2 Saran Dari pembahasan diatas, penulis memberikan beberapa saran yang mungkin bermanfaat bagi perkembangan perusahaan, yaitu 1. Perusahaan senantiasa mengikuti perkembangan terbaru dari peraturan dan ketentuan perpajakan yang senantiasa dinamis dan cepat mengalami perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan iklim usaha dan kondisi perekonomian sehingga dalam kegiatan perencanaan pajak untuk menentukan beban pajak yang efisien pada perusahaan akan tetap berpijak pada ramburambu perpajakan yang ada.

16 2. Pemberian kenikmatan kepada karyawan perusahaan hendaknya diberikan dalam bentuk tunjangan berupa uang yang dalam hal ini berarti merupakan penghasilan bagi karyawan, sehingga dapat dianggap sebagai biaya oleh perusahaan dalam mengurangi laba kena pajak. pemberian kenikmatan dalam bentuk natura (makanan, minuman, obat-obatan dan perawatan kendaraan) bukan merupakan penghasilan bagi karyawan sehingga tidak adapt dikurangkan sebagai biaya menurut fiskal. 3. Perusahaan sebaiknya membuat daftar nominatif serta mempunyai dokumen yang mendukung atas pengeluaran jamuan sehingga terjadi penghematan pajak penghasilan yang terhutang. 4. Dalam menerapkan langkah-langkah dalam perencanaan pajak, dari alternatifalternatif diatas, sebaiknya sudah diperhitungkan keuntungan dan kerugian bagi perusahaan apabila menerapkan langkah-langkah tersebut.

17 DAFTAR PUSTAKA ______________, Undang-undang No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Atas perubahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 beserta penjelasan, Penerbit Mitra Wacana Media, Bogor, 2004 ______________, Undang-undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Atas perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 beserta penjelasan, Penerbit Mitra Wacana Media, Bogor, 2004 Business News 7188, Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-62/PJ./2005 tanggal 14 Maret 2005 tentang Angsuran Bulanan Pajak Penghasilan Pasal 25 Tahun 25 Sehubungan Dengan Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, 21 Maret 2005. Gunadi, Akuntansi Pajak, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1997. Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta, 2002. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004, tanggal 29 November 2004, Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak, http://www.forumpajak.com/detil.asp?mode=print&no_id=fp_9866&A1=&A2= &A3, dikunjungi tanggal 17 Mei 2005 Mardiasmo, Perpajakan, Edisi 5, Penerbit Andi, Yogyakarta, 1997 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-62/Pj./2005, Tentang Angsuran Bulanan Pajak Penghasilan Pasal 25 Tahun 2005 Sehubungan Dengan Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, Http://Www.Kanwilpajakkhusus.Depkeu.Go.Id/Content.Asp?Catid=140&Cont enttypeid, dikunjungi tanggal 17 Mei 2005 Waluyo, Wirawan B. Ilyas, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2000

You might also like