You are on page 1of 5

1

FISIOLOGI LABIRIN DAN SUHU TUBUH Mawaddah Warohmah (3415080200), Anis Rachmawati (3415080201), Witri Ramadhani (3415081953), dan Veny Wuryaningrum (3415081982)
ABSTRAK Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui regulasi suhu tubuh hewan poikiloterm, mengetahui subjektivitas reseptor suhu, mekanisme keseimbangan pada manusia, mekanisme kerja kanalis semisirkularis anterior dan posterior, dan mekanisme keseimbangan pada katak. Praktikum dilaksanakan pada tanggal 22 November 2010, dilakukan dengan menggunakan objek berupa manusia dan katak, serta air dengan tiga suhu yang berbeda yaitu air panas, air ledeng dan air es. Dari pengamatan regulasi suhu tubuh hewan poikiloterm, didapatkan hasil bahwa suhu tubuh katak mengikuti suhu lingkungannya. Dari pengamatan subjektivitas reseptor suhu, didapatkan hasil bahwa pada tubuh manusia terdapat pengaturan suhu (homeostasis). Bila suhu tubuh manusia panas, ada kecenderungan tubuh meningkatkan kehilangan panas ke lingkungan sedangkan bila tubuh merasa dingin maka tubuh akan cenderung mengurangi rasa dingin tersebut. Jumlah panas yang hilang ke lingkungan melalui konduksi dan konveksi sangat ditentukan oleh perbedaan suhu antara kulit dan lingkungan eksternal.Dari pengamatan keseimbangan pada manusia, didapatkan hasil bahwa saat kepala ditundukkan 30 pada putaran pelan, pandangan terasa berputar dan kepala menjadi pusing. Pada putaran cepat, kepala semakin pusing dan merasa ingin jatuh ke kiri sedangkan saat dimiringkan ke kanan 120 dengan putaran cepat, kepala semakin pusing dan merasa ingin jatuh begitupula saat berhenti. Pada pengamatan keseimbangan katak didapatkan hasil bahwa katak cenderung mempertahankan posisi tubuhnya dengan menggunakan mekanisme organ kesimbangan di labirin (telinga dalam) dan mengalami disorientasi tubuh jika sistem spinalnya dirusak. Kata Kunci : Homoiterm, katak, labirin, manusia, poikiloterm,

A. PENDAHULUAN Suhu tubuh pada kebanyakan hewan dipengaruhoi oleh suhu lingkungannya. Ada hewan yang dapat bertahan hidup pada suhu -2oC, sementara hewan lainnya dapat hidup pada suhu 50oC, misalnya hewan yang hidup di gurun. Bahkan, ada hewan yang dapat bertahan pada suhu yang lebih ekstrim lagi, contohnya beberapa cacing polychaeta yang hidup di palung laut dalam, pada suhu lebih dari 80oC. Meskipun demikian, untuk hidup secara normal, sebagian besar hewan mwmiliki kisaran suhu tubuh yang lebih sempit dari kisaran suhu tersebut. Suhu tubuh hewan harus dipertahankan supaya tetap konstan. Hal ini diseabkan oleh perubahan suhu dapat mempengaruhi konformasi protein dan aktivitas enzim. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh perubahan suhu tubuh berpengaruh terhadap energy kinetic yang dimiliki oleh setiap molekul zat sehingga peningkatan suhu tubuh akan member peluang yang lebih besar kepada berbagai partikel zat yang saling bertumbukan (Wiwi, 2006). Pada vertebrata telah berkembang mekanisme-mekanisme untuk mempertahankan suhu tubuh dengan menyesuaikan tingkat pembentukan dan pengeluaran panas. Pada ikan, amfibi dan reptil, mekanisme pengeluaran ini relatif kurang berkembang dengan sempurna, dan hewan-hewan ini disebut berdarah dingin (poikilotermik) karena suhu tubuh mereka berfluktuasi cukup besar. Pada unggas dan mamalia, hewan berdarah panas (homeotermik), beroperasi sekelompok respon refleks yang terutama terintegrasi di hipotalamus untuk mempertahankan suhu tubuh dalam rentang yang sempit walaupun terjadi perubahan yang besar pada suhu lingkungan. Mamalia yang melakukan hibernasi adalah salah satu pengecualian. Ketika bangun, hewan ini bersifat homeotermik, tetapi selama hibernasi, suhu tubuh mereka turun (Ganong, 2003).

Tubuh dapat dianggap sebagai inti penghasil panas (organ internal, SSP, dan otot rangka) yang dikelilingi oleh suatu lapisan pelindung yang kapasitas insulatifnya berubah-ubah (kulit). Kulit mempertukarkan energi panas dengan lingkungan eksternal, dengan arah dan jumlah perpindahan panas bergantung pada suhu lingkungan dan kapasitas, insulatif, lapisan pelindung tersebut. Empat cara fisik untuk mempertukarkan panas antara tubuh dan lingkungan eksternal adalah (1). Radiasi (perpindahan netto energi panas melalui gelombang elektromagnetik);(2). Konduksi (pertukaran energi panas melalui kontak langsung); (3). Konveksi (perpindahan energi panas melalui arus udara); dan (4). Evaporasi (ekstraksi energi panas dari tubuh oleh konversi H2O uap). Karena energi panas berpindah dari benda yang lebih panas ke benda yang lebih dingin, radiasi, konduksi, dan konveksi dapat disalurkan untuk menyebabkan penambahan atau pengurangan panas, masing-masing bergantung pada apakah benda-benda di sekitar lebih panas atau lebih dingin dibandingkan dengan permukaan tubuh. Dalam keadaan normal, ketiganya adalah jalan untuk pengeluaran panas, bersama dengan evaporasi yang terjadi akibat berkeringat (Sherwood, 2001). Untuk mencegah malfungsi sel yang serius, suhu inti harus dipertahankan konstan sekitar 37,8oC (ekivalen dengan suhu oral 37oC) dengan secara terus-menerus menyeimbangkan penambahan dan pengurangan panas walaupun suhu lingkungan dan produksi panas internal berubah-ubah. Keseimbangan termoregulatorik ini dikontrol oleh hipotalamus. Hipotalamus diberitahu mengenai suhu kulit oleh termoreseptor perifer dan mengenai suhu inti oleh termoreseptor sentral, dengan termoreseptor yang paling penting terletak di hipotalamus itu sendiri. Cara utama penambahan panas adalah produksi panas oleh aktivitas metabolik, yang paling berperan adalah kontraksi otot rangka. Pengurangan panas terjadi melalui proses berkeringat

2
dan dengan mengontrol sebesar mungkin gradien suhu antara kulit dan lingkungan di sekitar. Yang terakhir di lakukan dengan mengatur Kaliber pembuluh darah kulit. Vasokonstriksi pembuluh kulit mengurangi aliran darah hangat ke kulit, sehingga suhu kulit turun. Lapisan kulit dingin antara inti tubuh dan lingkungan meningkatkan sawar insulatif antara inti yang hangat dan udara eksternal. Sebaliknya, vasodilatasi kulit mengalirkan darah hangat ke kulit, sehingga suhu inti, dengan demikian kapasitas insulatif kulit pun berkurang. (Sherwood, 2001) Telinga dalam memiliki komponen khusus, yakni apparatus vestibularis, yang memberikan informasi yang penting untuk sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan-gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur tubuh. Apparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur yang terletak di dalam tulang temporalis di dekat koklea kanalis semisirkularis dan organ otolit, yaitu utrikulus dan sakulus. Semua komponen apparatus vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe. Komponen vestibuler masing-masing mengandung sel-sel rambut yang berespons terhadap perubahan bentuk mekanis yang dicetuskan oleh gerakangerakan spesifik endolimfe. Sel sel reseptor vestibularis dapat mengaami depolarisasi atau hiperpolarisasi, bergantung pada arah gerakan cairan. Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi anguler atau rotational kepala. Sel-sel rambut reseptif di setiap kanalis semikularis terletak di suatu bumbungan ampula. Rambut-rambut terbenam dalam suatu lapisan gelatinosa seperti topi di atasnya, yaitu kupula. Kupula bergoyang sesuai arah gerakan cairan. (Sherwood, 2001) B. Alat dan Bahan Termometer, papan bedah, kursi putar, gelas kimia, katak (Rana sp.), air es, air ledeng, air panas ukuran 500 ml (40o C),air ledeng, air es (5o C), alat tulis, tangan manusia dan manusia. C. Cara Kerja Kegiatan 1. Regulasi Suhu Tubuh Hewan Poikiloterm Meletakkan katak di atas papan bedah kemudian mengikatnya dengan tali di bawah tungkai depan dan tungkai belakang. Memasukkan termometer sampai esophagus selama 2 menit. Mencatat suhu tubuh katak sebelum diberi perlakuan. Memasukkan setengah tubuh katak yang telah terpasang termometer ke dalam air es selama 2 menit. Mencatat suhu tubuh katak setelah diberi perlakuan dengan air es. Kemudian memasukkan setengah tubuh katak ke dalam air ledeng. Mencatat suhu tubuh katak yang ditunjukkan oleh termometer. Selanjutnya, memasukkan setengah tubuh katak ke dalam air panas. Mencatat suhu tubuh katak setelah diberi perlakuan dengan air panas. Menganalisis hasil yang diperoleh. Kegiatan 2. Subjektivitas Reseptor Suhu Menyiapkan 3 gelas kimia ukuran 500 ml. kemudian masing-masing gelas kimia diisi dengan air panas (50o C),air ledeng (ukur suhunya), dan air es (5o C). Memasukkan tangan kanan (sampai pergelangan tangan) ke air hangat dan tangan kiri ke air es selama 3 menit. Setelah 3 menit kemudian kedua tangan diangkat secara bersamaan dan kedua tangan dicelupkan ke air ledeng. Mencatatan sensasi yang dirasakan dan menganalisisnya. Kegiatan 3. Keseimbangan pada Manusia a. Kerja kanalis semisirkularis lateral Mahasiswa yang menjadi objek pengamatan duduk di kursi putar. Objek menundukkan kepala 30o dan memejamkan mata. Objek diputar ke kanan secara perlahan dan lama-lama menjadi agak cepat dan kemudian lambat. Objek mengemukakan sensasi saat diputar cepat, agak cepat dan lambat. Mencatat hasilnya. b. Kerja semisirkularis anterior dan posterior Mahasiswa yang menjadi objek pengamatan duduk di kursi putar. Objek memiringkan kepala 120 dan mata dipejamkan. Memutar objek ke kanan sebanyak 10 putaran (searah dengan jarum jam). Menghentikannya dan memegang tangannya kuat-kuat. Kemudian objek menegakkan kepala dengan mata tetap dipejamkan. Objek mengemukakan sensasinya. Mencatat hasilnya. Kegiatan 4.

Keseimbangan

Pada

Katak
Meletakkan Rana sp (katak) di atas papan bedah dan menggerakkan papan bedah ke segala arah serta menaik turunkan papan bedah tersebut. Lalu mengamati dan mencatat perilaku dan respon Rana sp. Selanjutnya melakukan penusukan bagian otak depan dan samping dengan sebuah jarum lalu menggerakkan papan bedah ke segala arah serta menaik turunkannya. Mengamati dan mencatat perilaku (respon) Rana sp. Tahap terakhir yaitu menusuk dan mengaduk bagian otak belakang dengan sebuah jarum lalu menggerakkan papan bedah ke segala arah serta menaikturunkannya selanjutnya diamati dan dicatat perilaku (respon) Rana sp. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan 1. Regulasi Suhu Poikiloterm
Awal Suhu tubuh Rana sp 29,50 C Air es 220 C

Tubuh
Air ledeng 270 C

Hewan
Air panas 370 C

Pada percobaan ini hewan yang digunakan adalah katak yang akan diukur suhu tubuhnya. Ada tiga perlakuan yang diberikan kepada Rana sp tersebut yakni pengukuran suhu tubuh Rana sp melalui eosophagusnya pada air dingin 70-10o C, air ledeng sekitar 270 C dan air hangat 40o C masing-

3
masing selama 2 menit. Sebelum diberi ketiga perlakuan tersebut, suhu tubuh Rana sp sebesar 29,50 C. Pada pengukuran suhu tubuh katak di air dingin, termometer menunjukkan angka 220 C. Terjadi penurunan suhu tubuh Rana sp yang dari suhu tubuh katak awal (sebelum mendapat perlakuan) yaitu sebesar 7,50 C. Hal ini dikarenakan suhu tubuh Rana sp menyesuaikan dengan suhu lingkungannya. Kemudian Rana sp dimasukkan ke dalam air ledeng yang memiliki suhu sekitar 270 C. Hal ini bertujuan untuk mengembalikan suhu tubuh Rana sp ke keadaan normal atau mendekati normal. Pada percobaan ini, didapatkan hasil bahwa suhu tubuh katak naik menjadi 270 C atau mengalami kenaikan sebesar 50 C dan hampir mendekati suhu awal. Selanjutnya, Rana sp dimasukkan ke dalam air panas yang memiliki suhu sebesar 400 C. Didapatkan hasil bahwa suhu tubuh katak sebesar 370 C. Hal ini menandakan bahwa terjadi kenaikan suhu tubuh katak dari suhu tubuh sebelumnya yaitu sebesar 10o C. Kenaikan ini disebabkan oleh suhu tubuh Rana yang menyesuaikan dengan suhu lingkungan di sekitarnya. Pada regulasi suhu tubuh katak impuls akan diantarkan sampai tingkat presepsi, lalu setting point di hipotalamus akan mengubah suhu tubuh (akan beradaptasi dengan lingkungan, hipotalamus berfungsi sebagai termostst). Pada hewan poikiloterm saraf pengatur suhu tubuh di hipotalamus belum berkembang, hal inilah yang membuat katak tidak pernah menggigil. Namun katak tetap memiliki ambang batas toleransi suhu yang bias diterima tubuhnya. Adapun batas toleransi suhu tubuh katak yaitu 10-400C. jika suhu melewati ambang batas toleransi tersebut akan terjadi kerusakan enzim dan dapat menyebabkan kematian pada katak. Jika suhu melewati ambang toleransi suhu terendah, maka akan terjadi defek enzim yaitu penurunan sungsi pada enzim. Sedangkan, jika suhu melewati ambang batas suhu tertinggi akan terjadi denaturasi enzim yaitu enzim akan sulit berikatan dengan substratnya. Pada katak, antara suhu tubuh normal dan suhu tubuh setelah diberi rangsangan ada perubahan suhu tubuh, pada saat diberi air dingin maka suhu tubuh katak akan menurun, dan pada saat diberi air hangat suhu tubuh katak akan naik. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa katak termasuk hewan poikiloterm, dimana suhu tubuhnya ditentukan oleh keseimbangannya dengan kondisi lingkungannya, dan berubah-ubah seperti berubah-ubahnya kondisi suhu lingkungan. Artinya suhu tubuh katak sesuai atua sama dengan suhu lingkungannya. Kegiatan 2. Subjektivitas Reseptor Suhu
Kanan Air es => air ledeng Sensasi Pada saat tangan dimasukkan kedalam air es selama 3 menit pengamat merasakan dingin yang menusuk. Setelah tangan tersebut dipindahkan ke air ledeng, pengamat merasakan hangat

pada tangannya. Pada saat tangan dimasukkan kedalam air panas selama 3 menit pengamat merasakan hangat pada tangannya. Setelah tangan tersebut dipindahkan ke air ledeng, pengamat merasakan dingin pada tangannya.

Kiri Air panas => air ledeng

Pada kegiatan ini, praktikan memasukkan tangan kanan kedalam air panas dengan suhu 40oC dan air dingin 10oC selama 3 menit sehingga kedua tangan merasakan sensasi yang berbeda. Setelah itu, kedua tangan dimasukkan kedalam air ledeng dengan suhu sekitar 25oC. Sensasi yang didapatkan setelah tangan kanan dimasukkan ke baskom yang berisi air panas adalah praktikan marasakan sensasi panas (hangat), dan tangan memerah. Sensasi panas ini disebabkan oleh terjadinya perbedaan suhu antara tubuh dengan air panas sehingga terjadi perpindahan panas secara konduksi. Tangan yang memerah disebabkan oleh adanya vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah). Kemudian pada saat tangan kiri dimasukkan ke dalam air dingin, praktikan merasakan sensasi dingin, nyeri dan memucat. Ketika kedua tangan dimasukkan kedalam air ledeng, tangan yang semula dingin dan panas akan memperoleh respon yang berbeda. Tangan yang semula kedinginan akan merasa hangat sedangkan tangan yang semula kepanasan akan merasa dingin ketika dimasukkan ke dalam air ledeng. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perpindahan panas dari tangan kanan ke tangan kiri melalui proses konveksi. Bila suhu tubuh manusia panas, ada kecenderungan tubuh meningkatkan kehilangan panas ke lingkungan sedangkan bila tubuh merasa dingin maka tubuh akan cenderung mengurangi dingin tersebut. Jumlah panas yang hilang ke lingkungan melalui konduksi dan konveksi sangat ditentukan oleh perbedaan suhu antara kulit dan lingkungan eksternal. Bagian pusat tubuh merupakan ruang yang memiliki suhu yang dijaga tetap sekitar 37 C. mengelilingi pusat tubuh adalah lapisan kulit dimana terjadi pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan luar. Dalam usaha memelihara suhu tubuh yang konstan, kapasitas insulatif dan suhu kulit dapat diatur ke berbagai gradien suhu antara kulit dan lingkungan eksternal, dengan cara demikian mempengaruhi tingkat kehilangan panas. Mekanisme pengaturan suhu tubuh merupakan penggabungan fungsi dari organ-organ tubuh yang saling berhubungan. Di dalam pengaturan suhu tubuh mamalia terdapat dua jenis sensor pengatur suhu, yaitu sensor panas dan sensor dingin yang berbeda tempat pada jaringan sekeliling (penerima di luar) dan jaringan inti (penerima di dalam) dari tubuh. Dari kedua jenis sensor ini, isyarat yang diterima langsung dikirimkan ke sistem saraf

4
pusat dan kemudian dikirim ke syaraf motorik yang mengatur pengeluaran panas dan produksi panas untuk dilanjutkan ke jantung, paru-paru dan seluruh tubuh. Setelah itu terjadi umpan balik, dimana isyarat, diterima kembali oleh sensor panas dan sensor dingin melalui peredaran darah. Kegiatan 3. Keseimbangan pada Manusia
Arah kepala Putaran kursi Searah jarum jam Pelan (10x) Cepat (10x) Pandangan terasa berputar putar dan bergoyang Pandangan berputar, lebih pusing dan terasa ingin jatuh ke kiri Pandangan berputar, pusing seperti mau jatuh

Stop Pusing&berput ar

Ditundukkan 30 (lateral) Dimiringkan ke kanan 120 (anterior & posterior)

Agak pusing

Pusing dan ingin jatuh

a. Kerja kanalis semisirkularis lateral Pada praktikum ini mahasiswa (objek) diputar pada kursi putar dengan menundukkan kepala 30o dan memejamkan mata untuk mengetahui sensasinya terhadap perputaran lambat, agak cepat dan lambat kembali. Hasil yang didapatkan adalah pada perputaran lambat adalah sensasi putar masih searah perputaran, pada perputaran agak cepat objek terasa berputar ke kanan. Ketika perputaran melambat, objek merasa agak pusing dan bumi terasa berputar ke kiri (arah putaran objek ke kanan). Pada saat percobaan objek duduk di kursi putar dengan kepala tertunduk dengan sudut 300 timbul sensasi putar yang searah arah putar kursi yakni ke kanan, maka sensasi yang terasa terjadi karena endolimfe berputar dalam sepasang kanalis semisirkularis yang telah ditempatkan dalam bidang horizontal dari rotasi. Bila rotasi kursi itu dihentikan secara tiba-tiba, endollimfe terus berputar di dalam sepasang kanalis semisirkularis yang telah ditempatkan dalam bidang horizontal, aliran endolimfe ini menyebabkan kupula melentur ke arah rotasi. Sebagai akibatnya, terjadi nistagmus, yaitu gerakan bergulir tiba-tiba ke depan dan kemudian gerakan lambat ke belakang, dengan komponen lambat dalam arah rotasi dan komponen cepat dalam arah sebaliknya. Selama berlangsungnya nistagmus tersebut (kira-kira 15 20 detik), objek merasakan bahwa ia sedang berputar dalam arah sebaliknya dengan arah pemutaran sebenarnya di atas kursi tersebut. Nistagmus terjadi karena kanalis semisirkularis dirangsang berputar ke kanan, sehingga gerakan cairan endolimfe ke belakang di dalam kanalis horizontal kiri dan gerakan ke depan di dalam kanalis horizontal kanan. Pada saat kecepatan menurun batang otak merangsang nukleus nervus abdusen menyebabkan objek merasa berputar ke kiri. Ketika kepala membungkuk 300, kedua kanalis semisirkularis lateral (eksternal) kira-kira terletak horizontal permukaan bumi, makula dalam utrikulus dan sakulus khusus untuk mendeteksi posisi kepala berkenaan dengan arah tarik gravitasi bila kepala

tersebut dalam posisi hampir vertikal. Pada pembungkukan 300 posisi kepala tepat hampir vertikal sehingga sensasi keseimbangan yang timbul masih dikatakan normal dan dapat dijadikan kontrol untuk percobaan selanjutnya. b. Kerja Semisirkularis Anterior dan Posterior Pada percobaan ini sama dengan percobaan sebelumnya, namun kedua tangan objek dipegang erat dan kepal dimiringkan 1200 ke kanan dengan arah putar ke kanan (searah jarum jam). Objek merasakan sensasi bumi berputar ke kanan pada perputaran lambat, pada perputaran lebih cepat, objek merasakan sensasi bumi berputar oleng atau naik- turun ke kiri dan ke kanan. Ketika dilambatkan kembali objek terasa jatuh terdorong ke belakang dan merasakan pusing hingga keluar keringat dingin. Penggunaan sudut 1200 dikarenakan ketika kepala makin miring dari posisi tegak lurus, penentuan orientasi kepala oleh sensasi vestibular menjadi makin buruk. Bila kepala tiba-tiba mulai berotasi endolimfe di dalam kanalis semisirkularis membranosa karena kelembamannya cenderung untuk tetap tidak bergerak, sedangkan kanalis semisrkularis berputar sehingga arah aliran cairan endolimfe berlawanan dengan arah rotasi kepala. Hal inilah yang menyebabkan objek merasakan sensasi berputar searah putaran. Pada perputaran cepat kanalis semisirkularis memberitahukan objek akan peningkatan rotasi sehingga rotasi yang cepat menyebabkan pergesekan di dalam kanalis semisirkularis menyebabkan endolimfe berputar secepat kanalis tersebut. Aliran endolimfe ini akan mendesak sel-sel rambut pada kupula untuk mengirimkan rangsang ke sistem saraf sehingga timbul sensasi bahwa objek merasakan hilang keseimbangan akibat aparatus vestibularis tidak mampu mendeteksi posisi kepala. Ketika perputaran dilambatkan hingga berhenti maka akan memberikan respon negatif pada kanalis semisirkularis untuk berhenti, sementara itu endolimfe terus berotasi. Saat ini kupula melentur ke arah yang berlawanan, sehingga menyebabkan sel rambut sama sekali berhenti mencetuskan impuls, akibatnya objek merasakan ingin jatuh karena aparatus vestibularis tidak mampu lagi mendeteksi posisi kepala untuk beberapa saat.

Kegiatan 4. Keseimbangan Pada Katak


Perilaku (respon) Rana sp Normal Diam (tidak melompat), tubuh mengikuti arah gerakan Hewan spinal Kepala menunduk, mata terpejam Spinal Tidak ada gerakan (mati)

5
Berdasarkan pengamatan didapatkan hasil bahwa dalam keadaan normal saat papan bedah digerakkan ke segala arah (kanan-kiri) dan dinaikturunkan, Rana sp memperlihatkan gerakan yang selalu mengikuti arah gerakan dari papan bedah tersebut. Hal ini disebabkan karena pada struktur telinga dalam terdapat macula akustika (organ keseimbangan statis) dan krista akustika (organ keseimbangan dinamis) melakukan koordinasi penyampaian impuls sarafnya masing-masing. Sel reseptor pada macula akustika yang berupa sel-sel rambut dan sel-sel penunjang melekat pada membran yang mengandung butir-butiran kecil kalsium karbonat (CaCO3) yang disebut otolith. Macula di sakulus dan utrikulus peka terhadap gaya berat otolith ini. Perubahan posisi kepala menimbulkan tarikan gravitasi yang menyebabkan pergerakan otolith dan otolith merangsang sel-sel rambut sehingga menyebabkan depolarisasi sel reseptor yang berjalan ke otak kecil sebagai organ keseimbangan. Sedangkan sel-sel reseptor dalam krista akustika yang juga berupa sel-sel rambut dan sel-sel penunjang tidak melekat pada otolith. Sel-sel reseptor disini distimulasi oleh gerakan endolimfe. Ketika kepala Rana sp bergerak akibat terjadinya perputaran tubuh, endolimfe yang berasal dari saluran membranosa (labirin) akan mengalir di atas sel-sel rambut. Sel-sel rambut menerima rangsangan tersebut dan mengubahnya menjadi impuls saraf. Sebagai responnya, otot-otot berkontraksi untuk mempertahankan keseimbangan tubuh pada posisi yang baru. Oleh karena itu, posisi Rana sp selalu berubah dan mengikuti arah pergerakan papan bedah. Namun saat diberi perlakuan yang kedua yaitu dirusak bagian otak besar (cerebrum), Rana sp memperlihatkan respon yang berbeda. Kepalanya menunduk dengan mata yang terpenjam dan tidak melakukan gerakan apapun. Hal ini disebabkan karena cerebrum sebagai pusat penglihatan mengalami kerusakan sehingga menyebabkan terganggunya penglihatan Rana sp. Cerebrum selain sebagai pusat penglihatan, juga sebagai pengendali gerak tubuh khususnya gerak volunter (gerak sadar) sehingga apabila otak ini rusak maka katak tidak dapat mengendalikan gerak tubuhnya. Inilah yang menyebabkan Rana sp tidak bergerak dengan kepala yang menunduk Selanjutnya saat otak belakang dirusak, Rana sp tidak menujukkan respon gerak apapun dan mengalami kematian. Hal ini disebabkan karena batang otak di otak belakang yang terdiri dari medulla, pons dan otak tengah merupakan organ penghubung penting bagi otak lainnya dengan medulla spinalis. Kerusakan ini mengakibatkan sistem spinal tidak berfungsi lagi dan mengakibatkan terjadinya disorientasi posisi pada Rana sp dan kompikiasi lain seperti terganggunya mekanisme denyut jantung, dan pernapasan sehingga Rana sp mengalami kematian akibat kerusakan tersebut. total pada sistem koordinasi

Kesimpulan Katak termasuk hewan poikiloterm, dimana suhu tubuhnya ditentukan oleh keseimbangannya dengan kondisi lingkungannya, dan berubah-ubah seperti berubah-ubahnya kondisi suhu lingkungan. Labirin berfungsi sebagai alat keseimbangan tubuh karena memiliki organ-organ vestibular (sakulus,utrikulus, dan kanalis semisirkularis). Sakulus dan utrikulus dikhususkan untuk mendeteksi posisi kepala terhadap arah tarik gravitasi bila kepala dalam posisi hampir vertikal.

Kanalis semisirkularis berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan akibat percepatan sudut. Pada saat objek berotasi dengan cepat terjadi nistagmus karena terjadi gerakan endolimfe yang berlawanan arah dengan arah percepatan sudut.

F. Daftar Pustaka Ganong, William F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi 20). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Jawaban Pertanyaan Mekanisme jalannya impuls dari reseptor panas sampai integrasi korteks sensoris tempat terbentuknya sensasi dan di area asosiasi tempat terbentuknya persepsi telapak tangan merasakan panas: Ketika memasuki medula spinalis, sinyal akan menjalar dalam traktus Lissauer sebanyak beberapa segmen di atas atau di bawah dan selanjutnya akan berakhir di a. Area reticular batang otak b. Kompleks vntrobasal talamus Beberapa sinyal termal dari kompleks ventrobasal akan dipancarkan menuju ke korteks somatosensorik. Adakalnya dengan penelitian mikroelektroda ditemkan adanya suatu neuron ada area somatosensorik I yang dapat langsung berespon terhadap stimulus panas pada daerah kulit yang spesifik. Selanjtnya telah diketahui bahwa pembuangan girus postsentralis pada manusia dapat mengurangi kemampuan untuk membedakan gradasi suhu.

You might also like