You are on page 1of 6

Rosida Esther Marchelina Sitompul 2009310032 PEMERIKSAAN PUBLIK

JAKARTA - Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009 menunjukkan bahwa Pemprov DKI Jakarta belum dapat mencapai opini 'Wajar Tanpa Pengecualian' (WTP) tetapi masih mendapat opini 'Wajar dengan Pengecualian' (WDP). Hal ini disampaikan oleh Auditor Utama Keuangan Negara V BPK RI, Syakir Amir dalam rapat paripurna istimewa DPRD Provinsi DKI Jakarta, Rabu (28/7/2010). Menurut Syakir, telah terjadi ketekoran kas di bendahara pengeluaran sebesar Rp8,20 miliar yang hingga kini masih dalam proses penyelesaian. Selain itu, faktor pengecualian ini juga dipicu oleh jumlah piutang pajak yang disajikan dalam neraca, yaitu sebesar Rp195,03 miliar, dari jumlah tersebut sebesar Rp70,96 miliar tidak dapat diyakini kewajarannya karena sistem pengembaliannya lemah. Yaitu rekonsiliasi antara bidang akuntansi pada bidang keuangan daerah dengan dinas pelayanan pajak tidak berjalan serta tidak memadainya pencatatan pajak baik oleh dinas pelayanan pajak maupun bidang akuntansi. Dalam pemeriksaan tersebut BPK juga menemukan 45 temuan kepatuhan sebesar Rp14,718 miliar terdiri atas indikasi temuan kerugian daerah Rp12,807 miliar, temuan penerimaan daerah sebesar Rp1,217 miliar, temuan administrasi sebesar Rp761,95 miliar, dan dari jumlah tersebut yang telah ditindaklanjuti dengan menyetorkan ke kas daerah sebesar Rp3,09 miliar, sehingga diperoleh temuan yang belum dikembalikan sebesar Rp11,688 miliar. Laporan tersebut adalah laporan keuangan yang telah dilakukan beberapa koreksi atau penyesuaian setelah BPK mengajukan beberapa usulan koreksi. "WTP tidak bisa didapat secara instan atau semudah membalikan telapak tangan tetapi harus diwujudkan melalui proses yang didasarkan pada input yang baik, output yang baik, dan proses yang baik," jelas Syakir Amir. Menanggapi hasil pemeriksaan tersebut, Fauzi Bowo Gubenur Jakarta mengatakan bahwa Pemprov DKI telah melaksanakan langkah-langkah perbaikan untuk mendapatkan opini yang lebih baik berupaaction plan terhadap management aset yang terdiri dari aset, sensus barang daerah, sensus fasos dan fasum, serta aset kerja sama, pensertifikasian aset, serta penyelesaian mutasi barang inventaris SKPD/UKPD yang masih belum terselesaikan.

JAKARTA. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) APBN 2010 mendapatkan status opini wajar dengan pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Opini itu juga didapat pada LKPP APBN 2009. "Ini artinya ada upaya pemerintah untuk konsisten untuk mempertahankan kualitas LKPP," ungkap Menteri Keuangan Agus Martowardoyo, pada paripurna DPR, Selasa (5/7). Masih adanya pengecualian terhadap LKPP APBN 2010 itu lantaran pemerintah masih mengalami masalah dalam hal penagihan/pengakuan/pencatatan perpajakan, pencatatan uang muka Bendahara Umum Negara (BUN) tidak memadai, permasalahan dalam pengendalian atas pencatatan piutang pajak, dan permasalahan dalam pelaksanaan inventarisasi dan penilaian (IP) aset tetap. Namun, selama tahun berjalan 2010 pemerintah, kata Agus, telah melakukan upaya perbaikan agar opini yang didapat untuk LKPP APBN 2010 tidak lebih rendah daripada opini yang didapat pada LKPP APBN 2009. Upaya itu, jelas dia, meliputi penyempurnaan terhadap mekanisme pelaksanaan penagihan, pengakuan dan pencatatan penerimaan perpajakan. Mengenai pencatatan uang muka BUN yang dinilai tidak memadai itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No78/PMK.05/2011 tentang Penyelesaian Backlog atas Pinjam an dan/atau Hibah Luar Negeri melalui Mekanisme Rekening Khusus yang Ineligible (tidak memenuhi syarat). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No119/KMK.05/2011 telah ditetapkan uang muka BUN yang tidak memenuhi syarat itu mencapai Rp1,85 triliun. Selanjutnya, kata dia, pemerintah akan memperbaiki administrasi pengelolaan rekening khusus dan menyusun proses bisnis secara terintegrasi. "Soal piutang pajak, pemerintah akan perbaiki sistem pencatatan piutang yang terintegrasi dengan pembayaran pajak," ujar Agus. Pencatatan terintegrasi itu dilakukan untuk menghasilkan jumlah piutang pajak yang lebih akurat dan meminimalisasi perbedaan pencatatan piutang pajak. Soal permasalahan aset tetap, Agus mengatakan, akan mendorong setiap kementerian/lembaga (K/L) melakukan verifikasi dan validasi hasil inventarisasi dan penilaian Barang Milik Negara (BMN) sehingga selisih antara hasil inventarisasi dan penilaian dengan pencatatan di neraca dapat terselesaikan. Sementara, aset tetap yang belum sepenuhnya dilakukan inventarisasi dan penilaian akan segera diselesaikan untuk dimasukkan dalam laporan keuangan. "Kalau penyusutan aset tetap, pemerintah sedang menyusun peraturan dan mekanisme tentang penerapan penyusutan aset tetap," papar dia. Soal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), akan diupayakan ketepatan waktu penyetoran dan mendorong setiap K/L yang melakukan pengelolaan PNBP di luar mekanisme APBN untuk segera mempercepat proses penyusunan dasar hukum pungutan PNBP yang ada. Selain permasalahan tersebut, dia menyadari, pemerintah masih harus memperbaiki kesalahan penelaahan dan pengawasan penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Untuk itu, dia menjanjikan, untuk memperhatikan ketentuan dan mengintensifkan sosialisasi penerapan bagan akun standar (BAS).

Bahkan, untuk masalah pencatatan hibah, pemerintah menjanjikan untuk mendorong penerapan sistem akuntansi hibah pada K/L melalui kegiatan sosialisasi, pengawasan, dan rekonsiliasi terhadap penerimaan hibah. Selain upaya tersebut, Agus mengutarakan, akan melakukan perbaikan terhadap sistem pengendalian internal dan menindaklanjuti temuan-temuan BPK. "Kalau ada temuan, kita coba lakukan penyempurnaan business process dan SOP (standard operating procedure)," tambah dia.

Laporan Keuangan Kemendagri 2009 Wajar dengan Pengecualian Ekonomi - / Senin, 7 Juni 2010 17:30 WIB Metrotvnews.com, Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atas laporan keuangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) 2009. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo mengapresiasi peningkatan yang dialami Kemdagri ini mengingat selama tiga tahun terakhir BPK memberikan opini tidak menyatakan pendapat (TMP). "Selama tiga tahun terakhir BPK memberikan opini tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan Kemdagri. Khusus untuk 2009, BPK memberikan pendapat wajar dengan pengecualian (WDP)," katanya di Jakarta, Senin (7/6), saat memberikan sambutan dalam acara penyerahan laporan hasil pemeriksaan (LHP) laporan keuangan Kemdagri 2009 pada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi. BPK menilai laporan keuangan Kemdagri 2009 telah menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material. Posisi keuangan Kemdagri 31 Desember 2009 dan realisasi anggaran untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntasi Pemerintahan, kecuali untuk dampak realisasi belanja barang yang tidak didukung dengan bukti lengkap dan sah. BPK mencatat realisasi belanja barang yang tidak didukung dengan bukti yang lengkap dan sah sebesar Rp14,48 miliar atau 0,94 persen. Angka itu dari total realisasi belanja barang, penerimaan di luar mekanisme APBN sebesar Rp4,88 miliar, serta selisih aset tetap pada neraca dengan Sistem Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN) sebesar Rp6,82 miliar yang belum diketahui jenis barangnya. "Pemeriksa keuangan oleh BPK juga mengungkapkan temuan mengenai kelemahan SPI (sistem pengendalian intern) yaitu berupa aset tetap pada n eraca Ditjen Bidang Pembangunan Daerah sebesar Rp8,19 miliar merupakan nilai renovasi yang belum diinput dalam aplikasi SIMAK BMN," katanya. Dalam pemeriksaan laporan keuangan ini, BPK juga melaporkan ketidakpatuhan etintas terhadap peraturan perundang-undangan. Antara lain, realisasi belanja barang perjalanan dinas pada Satker Eselon I. Bukti perjalanan yang dipakai, tidak benar. Sebab itu terdapat indikasi kerugian negara sebesar Rp1,58 miliar, potensi kerugian negara sebesar Rp5,88 miliar. BPK juga melaporkan penerimaan hibah tahun anggaran 2009 dari dua pemerintah daerah sebesar Rp4,08 miliar digunakan langsung tanpa melalui mekanisme APBN. Selain itu, BPK melaporkan bantuan ormas yang tidak sesuai pedoman sebesar Rp4,87 miliar. Ada juga pemberian bantuan tanpa penetapan Kemdagri, proposal dan laporan kegiatan sebesar Rp1,85 miliar, serta kelebihan pembayaran biaya nonpersonel pada program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) dan kegiatan Grand Stragtegy pada Ditjen PMD, Kemdagri, s ebesar Rp1,74 miliar.

Menanggapi hasil pemeriksaan ini, Ketua BPK mengharapkan agar permasalahan yang menjadi pengecualian dalam opini BPK ini segera diselesaikan. Mendagri diharapkan segera menyusun rencana aksi untuk menindaklanjuti permasalahan SPI dan ketidakpatuhan. "BPK menilai masih banyak pembenahan yang harus secara serius dilakukan jika Kemendagri ingin meningkatkan opini laporan keuangannya di tahun mendatang," katanya. Dalam kesempatan tersebut, Mendagri Gamawan Fauzi menegaskan komitmen Kemdagri untuk meningkatkan opini laporan keuangan kementerian yang dipimpinnya menjadi wajar tanpa pengecualian (WTP). "Seharusnya Kemdagri bisa menjadi contoh bagi pemerintahan daerah terutama implementasi dari Good Governance (pemerintahan yang baik)," katanya.(Ant/BEY)

Opini Wajar Dengan Pengecualian Atas Laporan Keuangan Kementerian Luar Negeri Tahun 2010 10/06/2011 15:46 Badan Pemeriksa Keuangan RI memberi Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Tahun 2010. Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian Luar Negeri Tahun 2010 tersebut dilakukan oleh Anggota I BPK RI, Moermahadi Soerja Djanegara, kepada Wakil Menteri Luar Negeri, Triyono Wibowo, pada Jumat 10 Juni 2011, di Gedung Umar Wirahadikusumah BPK RI, Jakarta. Penyerahan disaksikan oleh Ketua BPK RI, Hadi Poernomo, Sekretaris Jenderal BPK RI, Hendar Ristriawan, Plh. Auditor Utama I, Barlean Suwondo, jajaran pimpinan Kemlu, serta para pejabat dan auditor di lingkungan BPK RI. Dalam sambutannya, Anggota I mengatakan bahwa sebelumnya, Laporan Keuangan Kemlu Tahun 2009 mendapat opini Disclaimer dari BPK. Opini ini diberikan karena hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa Kemlu tidak melakukan cash opname per 3 1 Desember 2009, serta tidak melakukan pencatatan terhadap selisih kurs. Berdasarkan opini tahun 2009 tersebut, dalam penyusunan laporan keuangan tahun 2010, Kemlu beserta jajarannya berupaya maksimal mewujudkan komitmennya menciptakan pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan transparan. Kementerian Luar Negeri telah melakukan cash opname pada tanggal 31 Desember 2010 dan telah dilakukan verifikasi terhadap pencatatan selisih kurs oleh pemeriksa internal, sehingga tahun 2010 BPK memberi opini WDP atas Laporan Keuangan Kemlu, jelas Anggota I. Pada Laporan Keuangan Kemlu Tahun 2010, Badan Pemeriksa Keuangan juga menemukan beberapa kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan Ketidakpatuhan entitas terhadap peraturan perundang-undangan di lingkungan Kementerian Luar Negeri. Terhadap temuan kelemahan SPI dan ketidakpatuhan tersebut BPK RI memberikan rekomendasi perbaikan bagi Kementerian Luar Negeri antara lain berkoordinasi secara aktif dengan Kementerian Keuangan untuk melakukan penyelesaian yang tepat terhadap permasalahan internal Kemlu. Diharapkan pula, pimpinan Kementerian Luar Negeri segera menyusun Rencana Aksi untuk menindaklanjuti permasalahan yang ditemukan BPK RI. Menurut Wakil Menlu, meskipun opini yang diperoleh saat ini belum maksimal, namun capaian pada 2010 ini akan memberi dorongan Kemlu agar bekerja lebih baik lagi. Peningkatan opini dari Disclaimer menjadi WDP menunjukan komitmen Kemlu dalam tata kelola keuangan, serta kemitraan yang dilakukan Kemlu dan BPK, ujar Wakil Menlu dalam sambutannya.

You might also like