You are on page 1of 13

Penyesuaian Diri Remaja yang Beralih dari Sekolah Formal ke Homeschooling

Oktober 11, 2007 salmanalfarisy Tinggalkan komentar Go to comments (Adolescent s Self Adjustment that Moving from Formal School to Homeschooling) Binky Paramitha Iskandar dan Puji Lestari Prianto (Pembimbing) Setiap keluarga berharap untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Homeschooling merupakan pendidikan informal yang menjadi salah satu alternatif pendidikan yang ada. Beberapa keluarga memindahkan anak mereka yang berusia remaja dan telah bersekolah di sekolah formal ke homeschooling dengan alasannya masing-masing. Tentu saja remaja memerlukan waktu untuk dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut. Dalam penelitian ini ingin dikupas bagaimana gambaran penyesuaian diri remaja yang beralih dari sekolah formal ke homeschooling. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif agar mendapatkan gambaran proses penyesuaian diri secara lebih mendalam. Terdapat empat subyek dalam penelitian ini yang merupakan remaja berusia 14 hingga 17 tahun yang baru beralih dari sekolah formal ke homeschooling pada masa remajanya. Dari hasil wawancara dengan keempat subyek, didapat gambaran penyesuaian diri subyek dalam hal akademik dan psikososial. Dua subyek merasa telah dapat menyesuaikan diri dan dua subyek masih berusaha untuk menyesuaikan diri dalam melaksanakan homeschooling. Diskusi dalam penelitian ini menggunakan teori Atwater (1983) yang menyatakan bahwa penyesuaian diri memiliki tiga elemen yaitu diri sendiri, orang lain, dan perubahan. Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah wawancara dilakukan kepada anggota keluarga yang lain, serta penelitian dilakukan tidak hanya pada remaja yang melaksanakan homeschooling pada komunitas, tetapi juga pada remaja yang melaksanakan homeschooling tunggal atau majemuk. Kata kunci: Penyesuaian diri, Remaja, Homeschooling. Pendahuluan Pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap manusia, bahkan dapat dikatakan sebagai suatu kebutuhan. Setiap keluarga berharap untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Homeschooling merupakan pendidikan nonformal atau informal yang menjadi salah satu alternatif pendidikan yang ada. Homeschooling menurut Direktorat Pendidikan Kesetaraan (2006) adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orangtua/keluarga di rumah atau tempat-tempat lain dimana proses belajar mengajar dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak dapat berkembang secara maksimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Preiss (dalam Barbara, 1997) yang menyatakan bahwa homeschooling merupakan pendidikan alternatif dimana orangtua atau pengasuh diasumsikan sebagai penanggung jawab utama dalam pendidikan anakanak mereka. Pawlas (dalam Boyer, 2002) menjelaskan bahwa homeschooling merupakan suatu situasi belajar/mengajar dimana anak-anak/remaja/ dewasa muda yang sebagian besar waktu

belajar di sekolahnya dihabiskan di dalam atau sekitar rumah sebagai ganti dari menghadiri sekolah konvensional. Dalam sejarah, homeschooling telah ada di Indonesia dan dunia sejak puluhan tahun yang lalu. Sejalan dengan berkembangnya sekolah formal di Indonesia, homeschooling menjadi kurang diminati lagi oleh para keluarga Indonesia. Namun, beberapa tahun terakhir mulai terlihat perkembangan homeschooling di Indonesia, khususnya Jakarta. Menurut Mohammad Hasan Basri pada artikel Tempo berjudul Menimbang Sekolah Rumahan: Pendidikan Formal Sebatas Alternatif Peroleh life skill (dalam http://www.kompas. com/kesehatan/ news/0604/ 19/ 114419.htm, 2006) bahwa perkembangan tersebut terjadi akibat dari rasa ketidakpercayaan terhadap sekolah formal karena kurikulum terus berubah dan memberatkan anak, menganggap anak sebagai objek bukan subjek, memasung kreativitas dan kecerdasan anak, baik segi emosi, moral, maupun spiritual. Berdasarkan beberapa alasan tersebut dan harapan untuk dapat memberikan pendidikan yang terbaik bagi keluarga, banyak orang tua yang memutuskan untuk melaksanakan homeschooling bagi anak-anak mereka. bagi para orangtua yang memutuskan untuk melaksanakan homeschooling ketika anak-anaknya telah bersekolah di sekolah formal, mereka akan mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah formal dan mulai melaksanakan homeschooling. Tentu saja anak yang beralih dari sekolah formal ke homeschooling akan banyak mengalami perubahan dalam lingkungan dan diri mereka, terutama ketika anak-anak tersebut telah memasuki masa remaja. Hampir seluruh perubahan dalam lingkungan yang terjadi menuntut seseorang untuk dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan baru. Begitu pula dengan remaja yang beralih dari sekolah formal menuju homeschooling, mereka juga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Menurut Hollander (1981), penyesuaian diri adalah proses mempelajari tindakan atau sikap yang baru untuk menghadapi situasi-situasi yang baru. Penyesuaian diri terjadi ketika seseorang menghadapi kondisi lingkungan yang baru dimana diperlukan adanya respon dari individu. Menurut Haber & Runyon (1984), penyesuaian diri yang efektif dapat terjadi jika individu dapat menerima keterbatasan- keterbatasan yang tidak dapat diubah namun tetap melakukan modifikasi terhadap keterbatasan- keterbatasan itu seoptimal mungkin Masa peralihan remaja dari sekolah formal menjadi homeschooling biasanya melewati masa yang disebut sebagai deschooling. Deschooling sendiri merupakan masa (periode) dimana orangtua dapat membiarkan anaknya untuk beristirahat sejenak dan beradaptasi dengan situasi baru mereka yang lebih bebas, sehingga mereka diharapkan dapat mempersiapkan pengalaman sekolah yang berbeda dari sekolah sebelumnya (Saba & Gattis, 2002). Ketika remaja dapat menyesuaikan diri dengan baik pada masa transisi tersebut, diharapkan mereka dapat melaksanakan homeschooling dengan sebaik-baiknya. Pada umumnya remaja menghabiskan lebih banyak waktu bersama dengan teman sebaya dibandingkan orangtua dan mendapatkan sumber afeksi, simpati, pengertian, dan bimbingan moral dari teman sebayanya (Papalia, Olds, & Feldman, 2004). Karakter interaksi dalam keluarga pun mulai berubah pada masa remaja. Remaja mengalami tekanan antara

ketergantungannya terhadap orang tua dan kebutuhan untuk menjadi individu yang mandiri. Orang tua pun sering memiliki perasaan yang bercampur aduk dalam diri mereka, mereka menginginkan anak-anak mereka untuk menjadi mandiri tetapi mereka menyadari bahwa sulit untuk dapat melepas anak mereka menjadi mandiri (Papalia et al., 2004). Kebutuhan remaja untuk menjadi mandiri dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya, akan berbeda apabila mereka dipindahkan dari sekolah formalnya dan kemudian melaksanakan homeschooling yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga. Dengan adanya dinamika dalam masa perkembangan remaja tersebut yang ditambah dengan perubahan lingkungan yang dialami oleh remaja yang beralih dari sekolah formal ke homeschooling, peneliti ingin melihat bagaimana proses penyesuaian diri yang terjadi pada remaja yang beralih dari sekolah formal ke homeschooling? Penyesuaian diri yang akan dilihat dalam penelitian ini akan lebih banyak berkisar pada kehidupan psikososial dan kegiatan akademisnya. Pertimbangan peneliti untuk lebih menitikberatkan pada kehidupan psikososial karena hal tersebut merupakan isu yang banyak mendapat sorotan di masa perkembangan remaja dan pada remaja yang melaksanakan homeschooling. Selain itu, kegiatan akademis juga akan ditinjau lebih dalam dengan pertimbangan adanya perbedaan dalam kegiatan akademis di sekolah formal dengan homeschooling. Tinjauan Teoritis Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan definisi berdasarkan definisi penyesuaian diri dari Lazarus (1976), Haber & Runyon (1984), Atwater (1983), Powell (1983), Martin & Osborne (1989), dan Hollander (1981) menjadi suatu proses perubahan dalam diri dan lingkungan, dimana individu harus dapat mempelajari tindakan atau sikap baru untuk hidup dan menghadapi keadaan tersebut sehingga tercapai kepuasan dalam diri, hubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Menurut Powell (1983) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi individu dalam melakukan penyesuaian diri, yang disebut sebagai resources. Resources yang memiliki asosiasi tinggi dengan penyesuaian diri dalam hidup adalah hubungan yang baik dengan keluarga dan orang lain, keadaan fisik, kecerdasan, minat di luar pekerjaan, keyakinan yang bersifat religius, kemampuan keuangan, dan impian. Selain itu digunakan pula lima karakteristik penyesuaian diri efektif menurut Haber & Runyon (1984) yaitu persepsi yang akurat terhadap realitas, kemampuan untuk mengatasi kecemasan dan stres, citra diri yang positif, kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya, serta hubungan antarpribadi yang baik. Selain penjelasan mengenai penyesuaian diri, dijelaskan pula teori mengenai perkembangan remaja. Dimana dalam masa perkembangan, remaja mengalami berbagai perubahan. Perubahan tersebut melingkupi aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Menurut Erikson (dalam Miller, 1993), masa remaja masuk kepada tahapan identity and repudiation versus identity diffusion, dimana dalam tahap perkembangan ini tugas dasar remaja adalah untuk dapat mengintegrasikan beragam identitas yang mereka bawa sejak masa anak-anak menjadi suatu identitas yang semakin lengkap.

Dalam menjelaskan Homeschooling, Ransom (2001) menyatakan bahwa terdapat dua hal penting, yaitu: (1) sebagian besar pelaksana homeschooling melakukan aktivitas belajarnya di rumah. Sebagian melaksanakan hampir seluruh kegiatan belajar di rumah, dengan membeli kurikulum yang telah terstruktur; (2) dalam melaksanakan homeschooling, orangtua dan anak bertanggung jawab terhadap pendidikan dan proses belajar, memutuskan apa yang akan dipelajari, kapan waktu untuk belajar, dan bagaimana cara belajarnya. Ransom (2001) menyatakan bahwa ketika anak meninggalkan sekolah formal, akan ada masamasa penyesuaian diri yang biasanya disebut sebagai deschooling atau decompression. Deschooling sendiri menurut Saba & Gattis (2002) merupakan masa (periode) dimana orangtua dapat membiarkan anaknya untuk beristirahat sejenak dan beradaptasi dengan situasi baru yang lebih bebas, sehingga anak diharapkan dapat mempersiapkan pengalaman sekolah yang berbeda dari sekolah sebelumnya. Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif karena menurut Merriam (dalam Creswell, 1998), penelitian kualitatif lebih tertarik pada pemaknaan, yaitu bagaimana orang mengartikan kehidupan, pengalaman, dan struktur di dalam dunianya. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara dengan pedoman umum. Metode wawancara dianggap paling sesuai dalam menjawab masalah penelitian ini karena peneliti bermaksud untuk mendapat pengetahuan mengenai makna yang dialami oleh setiap subyek berkenaan dengan proses penyesuaian diri yang mereka jalani. Dalam pembuatan pedoman umum wawancara ini, digunakan teori penyesuaian diri efektif dari Haber & Runyon (1984) dan resources individu yang menunjang penyesuaian diri menurut Powell (1983). Selain itu ditanyakan pula data diri subyek dan pengalaman subyek sejak awal mengetahui homeschooling, memutuskan untuk melaksanakan homeschooling, masa deschooling, hingga kondisi yang terkini. Karakteristik subyek yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa homeschooling yang beralih dari sekolah formal ke homeschooling pada saat usia remaja (13 hingga 18 tahun), saat ini subyek berada dalam rentang usia perkembangan remaja yaitu usia 13 hingga 18 tahun dan masih belajar setingkat dengan SMP atau SMU di sekolah formal, serta merupakan siswa yang melaksanakan homeschooling dalam komunitas. Dalam penelitian ini, teknik penentuan subyek yang digunakan adalah incidental sampling. Dimana peneliti menggunakan empat orang subyek, dua laki-laki dan dua perempuan. Dalam tahap pelaksanaan, peneliti mewawancarai subyek masing-masing sebanyak dua kali, hanya satu subyek yang diwawancarai satu kali. Dalam sekali pertemuan, wawancara dilaksanakan selama satu hingga dua setengah jam. Pada tahap pengolahan dan analisis, peneliti menganalisis hasil perolehan dengan melakukan analisis intra subyek dan antar subyek. Hasil Penelitian Berikut ini adalah gambaran demografi keempat subyek penelitian:

Keterangan Anin Bonita Cakra Dion Usia 15 tahun 15 tahun 14 tahun 17 tahun Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Urutan kelahiran 1 dari 3 bersaudara 1 dari 3 bersaudara 1 dari 6 bersaudara 1 dari 2 bersaudara Agama Kristen protestan Islam Islam Kristen Katolik Etnis Manado-Belanda Sunda Lampung-sunda Tionghoa Kegemaran Menari, membaca Membaca, menulis Olahraga (basket), bermain komputer, menggambar, nongkrong Olahraga (sepak bola dan Atletik), Membaca, menyanyi, main video game, belajar bisnis Cita-cita Dokter

Penulis Ustad, Pengusaha Trainer motivasi Pekerjaan ibu Guru musik dan Humas suatu klinik kecantikan Praktisi pendidikan Ibu rumah tangga & mahasiswa S2 bidang pendidikan Pengusaha multy level marketing (MLM) Pekerjaan ayah Pegawai Swasta Pegawai Swasta Pegawai negeri Pengusaha Jenis homeschooling yang diikuti Komunitas Komunitas Komunitas Komunitas Pertama kali melaksanakan homeschooling Juli 2004 September 2006 Juli 2006 September 2006 Kelas terakhir di sekolah formal 1 SMP 1 SMA 2 SMP 1 SMA Berdasarkan hasil wawancara terhadap keempat subyek, didapat bahwa setiap subyek mengalami proses penyesuaian diri yang berbeda-beda. Anin, Bonita, Cakra, dan Dion berasal dari sekolah formal yang berbeda-beda sebelum melaksanakan homeschooling. Sebelum melaksanakan homeschooling, Anin bersekolah di sekolah swasta dengan kurikulum internasional di Jakarta sejak kelas II SD hingga kelas 1 SMP. Bonita berasal dari SMU negeri di Jakarta dan sebelumnya sejak kecil ia tinggal dan bersekolah di sekolah negeri di Bandung, bahkan sempat menjadi siswa kelas akselerasi di SMP-nya. Cakra sebelumnya bersekolah di pondok pesantren di Jakarta dan masa kecilnya sempat dihabiskan di Lampung. Dion berasal dari SMU di Vancouver, Kanada. Sebelumnya ia sering berpindah-pindah sekolah di Jakarta, bahkan sempat bersekolah di Hongkong selama 6 bulan. Keadaan di sekolah mereka masing-masing pun berbeda dan beberapa diantara mereka merasa kerasan di sekolah lamanya dan beberapa merasa tidak kerasan.

Keempat subyek mendapatkan informasi mengenai homeschooling dari ibu mereka masingmasing. Namun, hanya Bonita yang kemudian mencari tahu lebih lanjut mengenai homeschooling dengan cara membaca buku milik ibunya. Walaupun pengetahuan mengenai homeschooling di dapat subyek dari ibu mereka, tidak semua keputusan untuk melaksanakan homeschooling diambil oleh ibu mereka masing-masing. Bonita lebih banyak berperan dalam pengambilan keputusan dirinya melaksanakan homeschooling, sedangkan Cakra mengambil keputusan tersebut bersama dengan ibunya. Alasan para subyek beserta orangtua untuk melaksanakan homeschooling tidak sama. Orangtua Anin dan Dion beralasan pendidikan, dimana mereka merasa dengan melaksanakan homeschooling anak-anaknya akan mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Apa yang dikemukakan orangtua Anin dan Dion ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Maybery dan Saba dan Gattis. Menurut Maybery (dalam Rothermel, 2003), terdapat beberapa klasifikasi motivasi melaksanakan homeschooling bagi peserta, salah satunya adalah academically motivated atau menurut Saba & Gattis (2002) disebut juga keluarga yang menginginkan kesempurnaan pendidikan. Sementara alasan orangtua atau ibu Cakra melaksanakan homeschooling adalah untuk menghindari pengaruh buruk teman-teman di sekolah lamanya. Alasan keluarga Cakra termasuk alasan berdasarkan situasi sosial dimana keluarga merasa khawatir dengan berita negatif di sekolah anaknya (Saba & Gattis, 2002) dan menurut Maybery (dalam Rothermel, 2003) termasuk ke dalam social relational, dimana orangtua yang yakin bahwa anak mereka akan lebih baik apabila menghabiskan waktu lebih banyak di rumah, baik secara sosial maupun perkembangan dirinya. Sedangkan Bonita ingin melaksanakan homeschooling bagi dirinya agar ia dapat lebih bebas belajar hal-hal sesuai dengan minatnya. Alasan ini menurut Saba & Gattis (2002) merupakan personal education philosophy, dimana individu menginginkan kebebasan untuk mengarahkan program pendidikan bagi anak-anaknya yang dalam kasus Bonita adalah bagi dirinya sendiri. Setelah keempat subyek mengundurkan diri dari sekolah formal, masuklah mereka ke masa deschooling. Dalam masa deschooling ini, emosi dan kegiatan yang dijalani oleh setiap subyek berbeda-beda. Anin beserta adik-adik dan ibunya mengurus pendaftaran dan mengikuti tes masuk ke dalam komunitas homeschooling yang akan mereka ikuti. Walaupun dengan perasaan kesal, Anin tetap mengikuti serangkaian tes yang diadakan oleh komunitas tersebut. Sedikit berbeda dengan Anin, masa deschooling Bonita diisi dengan perasaan senang dan bersama ibunya ia merencanakan komunitas yang akan ia ikuti dan kegiatan yang akan mereka lakukan ketika homeschooling. Tak jauh berbeda dengan Bonita, Cakra mengisi masa deschooling dengan perasaan senang telah keluar dari pesantren, walaupun sedikit terkejut dengan keadaan di luar pesantren yang sangat berbeda dengan keadaan di dalam pesantren. Cakra bersama ibunya membuat jadwal dan merencanakan kegiatan belajar hingga ujian kesetaraan yang akan dijalaninya. Masa deschooling Dion yang ketika itu baru saja datang dari Kanada, lebih banyak diisi dengan beristirahat. Setelah ia merasa tubuhnya kembali segar, ia diajak ibunya untuk mengikuti serangkaian tes masuk di komunitas, seperti yang dilakukan oleh Anin ketika akan masuk ke komunitas tersebut.

Dalam masa deschooling tersebut, menurut Saba & Gattis (2002), anak-anak akan merasakan adanya kebebasan yang baru, sehingga mereka dapat merasakan ketertarikan (exhilarating) dan kekhawatiran dalam waktu yang bersamaan. Dari keempat subyek, dua diantara mereka mengalami ketertarikan dan kekhawatiran di waktu yang bersamaan, tetapi satu subyek hanya mengalami kekhawatiran saja, dan bahkan satu subyek tidak merasakan ketertarikan maupun kekhawatiran tertentu terhadap situasi homeschooling yang akan dihadapinya. Rasa khawatir dan cemas yang dirasakan para subyek, diatasi oleh diri mereka masing-masing setelah mulai melaksanakan homeschooling. Anin mengatasi perasaan khawatir terhadap pelajaran di komunitas dengan cara belajar lebih giat dan dibantu oleh teman di komunitasnya. Sedangkan mengenai peraturan komunitas yang ketat, ia mengatasi kecemasan atas hal tersebut dengan mencari tahu alasan di balik penerapan peraturan yang ketat tersebut. Sedikit berbeda dengan Anin, Bonita yang memiliki prinsip easy going, mengatasi kecemasannya dengan menjalani kehidupan apa adanya dan berusaha melakukan segala hal sebaik-baiknya. Pada Cakra, rasa khawatir terhadap ujian kesetaraan yang akan ia ikuti dapat diatasi dengan bantuan ibunya yang menenangkan Cakra dengan tidak mengharuskan dirinya lulus dalam ujian kesetaraan tersebut. Pada awal masa homeschooling, penyesuaian diri subyek terhadap metode belajar yang diterapkan tidak terlalu berjalan mulus, Anin mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran grammar bahasa Inggris, sejarah, dan kesulitan dalam mengerjakan soal-soal matematika yang diberikan di komunitas. Dulu ketika di sekolah yang lama, walaupun menggunakan kurikulum internasional, pelajaran yang diberikan tidak sedalam di komunitas. Begitu pula pada Dion, ia mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran grammar bahasa Inggris di komunitasnya. Walaupun Dion pernah bersekolah di Kanada, tetapi ia tidak pernah mendapatkan pelajaran grammar bahasa Inggris secara mendalam seperti di komunitas homeschooling saat ini. Keduanya merasa baru dapat mengatasi kesulitan tersebut dalam waktu tidak lebih dari satu semester. Berbeda dengan Anin dan Dion, Bonita dan Cakra tidak terlalu mengalami kesulitan dengan mata pelajaran yang mereka pelajari setelah homeschooling. Hal ini dikarenakan pelajaran yang mereka dapatkan sekarang tidak jauh berbeda dengan pelajaran yang dulu mereka pelajari di sekolah. Kalaupun ada perbedaan metode belajar ketika di sekolah formal dan setelah homeschooling, hal tersebut lebih berpengaruh pada disiplin waktu mereka dalam belajar. Masih berkaitan dengan metode belajar, keempat subyek mengaku mengalami kesulitan dalam hal disiplin waktu untuk belajar. Pada awal melaksanakan homeschooling, keempat subyek mengaku kesulitan dalam mengatur waktu untuk belajar dan melakukan kegiatan lain, khususnya ketika mereka berada di rumah. Hal ini disebabkan karena kebiasaan keempat subyek di sekolah lamanya yang hanya akan belajar ketika berada di sekolah. Keempat subyek dibantu dan dikontrol oleh ibu mereka masing-masing dalam membiasakan diri belajar di rumah. Keputusan melaksanakan homeschooling pada ketiga subyek bukan tidak ditanggapi dengan tantangan atau tekanan. Tekanan dari lingkungan sosial yang dihadapi oleh Bonita, Cakra, dan Dion berbeda-beda. Pada Bonita, tekanan yang dirasakannya berasal dari ayahnya sendiri yang pada awalnya kurang setuju dengan rencana Bonita untuk melaksanakan homeschooling.

Namun, saat ini ayahnya telah menyetujui Bonita melaksanakan homeschooling, walaupun masih suka memarahi Bonita ketika ia lebih banyak membaca komik daripada membaca buku pelajaran. Bonita mengatasi tekanan yang datang dari ayahnya dengan cara tetap menjalin komunikasi yang baik dengan ayahnya, selain itu ia dan ibunya sedikit demi sedikit meyakinkan ayah Bonita mengenai kelebihan dari homeschooling. Cakra juga merasakan adanya tekanan dari ayahnya dan beberapa teman di sekitar rumahnya. Ayah Cakra yang pada awalnya tidak setuju dengan keputusan Cakra melaksanakan homeschooling, seringkali memarahi Cakra yang jarang terlihat belajar dan lebih sering melakukan aktivitas lain seperti bermain basket dan bermain musik dengan teman-temannya. Beberapa teman Cakra di sekitar rumahnya juga memberikan tekanan pada Cakra di awal ia melaksanakan homeschooling. Teman-temannya tersebut meragukan dan menghina Cakra yang melaksanakan homeschooling. Dalam mengatasi tekanan dari ayah, Cakra menerima amarah tersebut karena ia pun merasa bahwa dirinya belum banyak belajar. Selain itu, ibu Cakra yang lebih banyak berinteraksi dengan ayahnya untuk menenangkan dan meyakinkan ayah tentang kegiatan homeschooling yang dijalani anak sulungnya. Ketika mengatasi tekanan dari temanteman yang meragukan Cakra dalam melaksanakan homeschooling, ia dapat melawannya dengan mengatakan bahwa ia melaksanakan homeschooling karena yakin dengan keinginannya sendiri. Dion merasakan adanya tekanan dari teman-teman di komunitasnya karena ia tidak mengikuti acara pentas seni yang diselenggarakan oleh komunitasnya. Sebenarnya tidak ada tekanan yang secara langsung ditujukan kepada Dion, tetapi ia merasakannya sendiri. Pada Dion, tekanan yang ia rasakan dari teman-teman komunitasnya tidak ia jadikan suatu masalah karena menurutnya hal itu sudah terjadi dan tidak bisa diulang lagi. Namun, ia mengatakan akan mengikuti acara pentas seni di komunitasnya pada tahun yang akan datang. Hubungan keempat subyek dengan lingkungan sosialnya cukup beragam. Sebelum melaksanakan homeschooling, keempat subyek memiliki teman akrab di sekolah lamanya masing-masing. Setelah homeschooling Anin, Bonita, dan Dion masih menjalin hubungan baik dengan teman-teman di sekolah lamanya, hanya satu subyek yang tidak berhubungan lagi dengan teman dari sekolah lamanya. Selain itu keempat subyek juga mendapatkan teman baru dari komunitasnya masing-masing, bahkan Bonita mendapat teman dari rekan kerja ibunya yang memiliki perbedaan usia jauh lebih tua darinya. Penerimaan oleh teman-teman baru di komunitas dan di lingkungan sosial lainnya, dirasakan para subyek dapat membantu mereka dalam menyesuaikan diri dengan keadaan di homeschooling. Hubungan dengan keluarga pada keempat subyek cukup beragam. Anin, Bonita, dan Cakra subyek merasa bahwa tadinya tidak terlalu dekat dengan anggota keluarganya. Anin dan Bonita orang subyek diantaranya menjadi merasa lebih dekat dengan keluarga setelah melaksanakan homeschooling, mereka pun merasa adik-adiknya semakin dekat dengannya karena sering menghabiskan waktu bersama mereka. Cakra merasa semakin dekat dengan ibunya, tetapi tidak terdapat perubahan dalam hubungannya dengan ayah dan adik-adiknya. Dion yang lain merasa sangat dekat dengan seluruh anggota keluarganya sejak dulu, bahkan sebelum melaksanakan homeschooling. Kedekatan para subyek dengan keluarga mereka masing-masing dirasakan semakin dekat karena sejak melaksanakan homeschooling, mereka lebih banyak menghabiskan

waktu bersama dengan keluarga, terutama ketika subyek dan adik-adiknya menyesuaikan diri di homeschooling bersama-sama. Kegiatan yang dilakukan oleh keempat subyek setelah melaksanakan homeschooling semakin beragam, kegiatan mereka tidak hanya sebatas bersekolah. Anin yang sejak dulu mengikuti berbagai les di luar sekolah, sampai saat ini selain belajar di komunitas juga masih mengikuti berbagai les dan mengikuti klub basket di komunitasnya. Bonita yang ketika bersekolah di sekolah formal lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah dan pergi ke taman bacaan, setelah homeschooling sering membantu ibunya dalam menyelenggarakan acara yang bekaitan dengan homeschooling, terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, dan menjadi penulis di suatu surat kabar. Cakra yang dulu selalu berada di pesantren, kini setelah melaksanakan homeschooling, ia memiliki grup band, mengikuti bimbingan belajar, dan klub basket. Sedangkan Dion yang ketika di Kanada lebih banyak berkegiatan di sekolah dan di bidang olahraga, kini tergabung dalam suatu perusahaan dari Singapura yang bergerak di bidang training dan telah menjadi salah satu motivational trainer di perusahaan tersebut. Penyesuaian diri para subyek dengan kegiatan di luar kegiatan belajar dirasa lebih mudah dijalani karena kegiatan tersebut memang pilihan mereka sendiri dan mereka dapat menikmati dalam melaksanakannya. Kesimpulan dan Diskusi Berdasarkan hasil analisa dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri yang dilakukan oleh keempat subyek dalam masa peralihan dari sekolah formal ke homeschooling berbeda-beda. Dua subyek merasa telah dapat menyesuaikan diri dengan baik dalam masa peralihan tersebut, sedangkan dua subyek lain merasa masih terdapat beberapa hal yang perlu dicapai agar dapat menyesuaikan diri dengan baik. Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti menemukan bahwa perbedaan proses penyesuaian diri setiap subyek dapat terjadi karena menurut Atwater (1983), penyesuaian diri memiliki tiga elemen, yaitu diri sendiri, orang lain, dan perubahan. Dalam penelitian ini, dapat dilihat bahwa setiap subyek memiliki kepribadian yang berbeda satu dengan lainnya. Jika dilihat dari sisi kepribadian, dapat dilihat melalui pandangan Lazarus (1976). Dikatakannya bahwa dalam situasi yang sama, dua orang seringkali menampilkan jenis proses penyesuaian diri yang berbeda. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kualitas kepribadian yang membuat seseorang menampilkan reaksi yang berbeda pada satu situasi yang sama. Hasil penelitian memang menunjukkan adanya reaksi yang berbeda dalam menghadapi homeschooling diantara keempat subyek, tetapi dalam penelitian ini memang tidak dikaji secara mendalam mengenai sisi kepribadian dari keempat subyek tersebut. Ada baiknya jika penelitian ini akan dilanjutkan, sisi kepribadian subyek dapat menjadi suatu variabel yang dapat dikaji lebih dalam. Terdapat beberapa karakteristik penyesuaian diri efektif menurut Haber & Runyon (1984) yang dapat berkaitan dengan elemen pertama penyesuaian diri menurut teori Atwater di atas. Karakter tersebut adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan dan citra diri positif dari subyek. Elemen kedua dari Atwater (1983) adalah orang lain. Dalam penelitian ini dapat dilihat dari lingkungan sosial subyek yang terdiri dari keluarga dan teman. Martin (1997) menyatakan bahwa

memiliki keluarga dan teman yang mendukung merupakan hal yang penting bagi homeschooler. Proses penyesuaian diri juga dapat dilihat dari dinamika hubungan dan dukungan dalam keluarga yang cukup terlihat pada keempat subyek. Dukungan penuh dari kedua orangtua dapat membantu subyek menyesuaikan diri, seperti yang terjadi pada dua subyek tersebut. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Powell (1983) bahwa salah satu resources atau sumber daya yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri seseorang adalah kemampuan untuk membina hubungan baik dengan keluarga dan orang lain, dimana termasuk di dalamnya perhatian dan dukungan. Mengenai dinamika hubungan dalam keluarga yang dialami oleh subyek penelitian ini dapat diperjelas dengan teori Bronfenbrenner (dalam Rice, 1999) mengenai an ecological model. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa remaja dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang disebut mikrosistem, mesosistem, eksosistem, dan makrosistem. Dinamika dalam keluarga yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri subyek dijelaskan pada mesosistem, dimana terjadi hubungan timbal balik diantara lingkup mikrosistem, sehingga apa yang terjadi di dalam keluarga dapat berpengaruh pada keadaannya, dalam hal ini homeschooling, dan begitu pula sebaliknya. Pada penelitian ini terlihat bahwa tiga subyek dapat menuruti keinginan orangtua, khususnya ibu mereka, untuk melaksanakan homeschooling, walaupun beberapa melaksanakannya dengan perasaan kesal. Hal ini terjadi karena dalam rangka mencapai kemandiriannya, Rice (1999) menyatakan bahwa remaja memiliki keinginan untuk dapat bertingkah laku secara mandiri dalam beberapa area tertentu, seperti cara berpakaian dan memilih teman bermain, tetapi remaja juga masih memerlukan arahan orangtua mereka dalam area lain, seperti merencanakan pendidikan. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, peneliti menyadari bahwa masih banyak hal dalam penelitian ini yang dapat digali lebih lanjut berkaitan dengan kehidupan dalam keluarga setiap subyek tersebut, khususnya yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri remaja dalam melaksanakan homeschooling. Terlebih mengingat pengambilan keputusan untuk melaksanakan homeschooling tidak sepenuhnya datang dari remaja (anak) tetapi lebih banyak dari orangtua. Elemen ketiga dari Atwater (1983) yaitu perubahan yang dialami oleh setiap subyek dalam penelitian ini adalah masa peralihan dari sekolah formal ke homeschooling. Keempat subyek sama-sama beralih dari sekolah formal ke homeschooling, tetapi masing-masing memiliki keunikan yang terletak pada asal sekolah dan keadaan sekolah formal sebelumnya, serta komunitas homeschooling yang berbeda-beda. Keempat subyek penelitian yang berasal dari sekolah formal yang tentu saja memiliki jadwal belajar di sekolah yang teratur (rutin). Disamping itu, keempat subyek tidak terbiasa untuk belajar mandiri di rumah. Oleh karena itu ketika mereka melaksanakan homeschooling yang menuntut lebih banyak tanggung jawab pribadi, keempat subyek pada awalnya bahkan sampai sekarang merasakan kesulitan dalam berdisiplin dan mengatur waktu belajar. Seluruh subyek dalam penelitian ini tergabung dalam suatu komunitas di Jakarta. Keberadaan komunitas yang aktif kemungkinan dapat lebih membantu remaja dalam menyesuaikan diri di homeschooling. Hal ini disebabkan karena menurut Blumenfeld (dalam Martin, 1997), salah satu fungsi yang paling penting dari komunitas tersebut adalah sebagai pendukung moral setiap

homeschooler. Selain itu komunitas dapat menjadi tempat para orangtua berkumpul dan mendiskusikan berbagai masalah yang mereka hadapi, mengenai kurikulum, sosialisasi, dan juga memberikan kemungkinan anak-anak yang melaksanakan homeschooling untuk saling mengenal, bermain bersama, dan melakukan karya wisata bersama (Martin, 1997). Saran Berikut adalah saran-saran yang dapat peneliti berikan, khususnya untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian ini: Sebaiknya dilakukan wawancara kepada anggota keluarga yang lain agar dapat diteliti lebih lanjut mengenai dinamika hubungan dalam keluarganya, bagaimana peran keluarga sampai anak dapat menyesuaikan diri dengan kegiatan homeschooling. Sebaiknya penelitian dilakukan tidak hanya pada remaja yang melaksanakan homeschooling pada komunitas, tetapi juga pada remaja yang melaksanakan homeschooling tunggal atau majemuk. Ada baiknya agar dalam penelitian selanjutnya dikaji pula konstruk psikologis lain yang berkaitan dengan kepribadian, seperti motivasi atau subjective well being dalam melaksanakan homeschooling. Daftar Pustaka Atwater, E. (1983). Psychology of Adjustment (2nd ed.). New Jersey: Prentice Hall, Inc. Barbara, A. (1997). How Homeschoolers Use the Internet: a Study Based on a Survey of On-line Services. Masters Thesis: Salem-Teikyo University. Basri, M. H. (2006). Menimbang Sekolah Rumahan: Pendidikan Formal Sebatas Alternatif Peroleh life skill. Diambil tanggal 31 Januari 2007 dari http://www.kompas. com/kesehatan/ news/0604/ 19/114419. htm. Boyer, W.A.R. (2002). Exploring Home Schooling. International Journal of Early Childhood; 34, 2 Creswell, J. W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design Choosing Among Five Traditions. California: Sage Publication, Inc. Direktorat Pendidikan Kesetaraan. (2006). Komunitas Sekolahrumah: Sebagai Satuan Pendidikan Kesetaraan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Haber, A. & Runyon, R. P. (1984). Psychology of Adjustment. Illinois: The Dorsey Press. Hollander, E. P. (1981). Principles and Methods of Social Psychology (4th ed.). New York: Oxford University Press. Lazarus, R. S. (1976). Patterns of Adjustment (3rd edition). Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha, Ltd. Martin, G. L. & Osborne, J. G. (1989). Psychology, Adjustment, and Everyday Living. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Martin, M. (1997). Homeschooling: Parents Reaction. EDRS. 19p. Miller, P. H. (1993). Theories of Developmental Psychology (3rd ed.). New York: W.H. Freeman and Company.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human Development (9th ed.). Boston: McGraw-Hill Companies, Inc. Powell, D. H. (1983). Understanding Human Adjustment: Normal Adaptation Through the Life Cycle. Boston: Little, Brown and Company. Ransom, M. (2001). The Complete Idiots Guide to Homeschooling. Indianapolis: Alpha Books. Rice, F. P. (1999). The Adolescent: Development, Relationship, and Culture (9th ed.). Boston: Allyn and Bacon. Rothermel, P. (2003). Can We classify Motives for Home Education?. Evaluation and Research in Education. Vol. 17, No. 2&3. Saba, L. & Gattis, J. (2002). The McGraw Hill Homeschooling Companion. New York: McGraw-Hill Company.

You might also like