You are on page 1of 35

1

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang. Pertama kalinya seorang anak mengembangkan dirinya secara sosial adalah kepada keluarganya sendiri. Anak berhubungan secara emosional ke ayah, ibu, dan saudara-saudaranya. Dari keluarganya anak mendapatkan kasih sayang, perhatian, dan pola asuh. Dari fakta tersebut, dapat kita simpulkan bahwa keluarga adalah faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan anak. Dalam keluarga selain anak berinteraksi kepada ayah dan ibunya, anak juga berinteraksi dengan saudara-saudaranya. Hubungan antar saudara ini memegang peranan penting selain terhadap perkembangan anak juga terhadap hubungan keluarga itu sendiri. Apabila hubungan antar saudara baik, maka hubungan keluarga pun akan cenderung baik pula. Sebaliknya bila hubungan antar saudara kurang baik, itu akan mengganggu hubungan sosial dan pribadi anggota keluarga lainnya ( Hurlock, 2003) Beberapa hubungan antar saudara dapat berjalan baik. Seperti misalnya sang kakak memberi perhatian yang positif kepada adiknya, menjaga adiknya, dan membantu adiknya dalam menyelesaikan masalah dan adiknya akan melakukan hal yang sebaliknya dengan mencontoh perilakuperilaku kakaknya tersebut (Hurlock, 2003). Menurut Mussen dan Kagen (1980), dalam interaksi anak dengan saudaranya, anak mungkin menunjukkan contoh perilaku saling menolong dan saling melindungi. Pada sisi lain, anak mungkin juga menunjukkan perilaku yang berbeda seperti dominasi,

persaingan, dan konflik. Tidak selamanya hubungan antar saudara berjalan dengan baik. Sering kali terjadi sibling rivalry yang membuat ketegangan dalam hubungan persaudaraan. Menurut kamus kedokteran Dorland (Suherni, 2008), Sibling rivalry adalah kompetisi antara saudara kandung untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu kedua orang tuanya, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih. Dalam sibling rivalry, anakanak terlibat persaingan dengan saudara kandungnya dalam memperebutkan perhatian dan kasih sayang orangtuanya. Sibling rivalry dapat berkembang seiring dengan berkembangnya kepribadian anak, dan pola individual differences pada anak mulai terlihat semakin nyata. Pada masa remaja, anak lebih memfokuskan diri pada kepribadiannya (Hamshaw, 2006). Oleh sebab itu bentuk sibling rivalry pada masa remaja pun ikut mengalami perubahan. Dalam masa remajanya, anak memfokuskan dirinya pada identitas, dan anak mampu melihat perbedaan karakternya dengan saudaranya. Anak juga dapat menyadari bahwa terdapat perbedaan dengan saudaranya dalam hal selera dan ketertarikan terhadap bidang-bidang tertentu, misalnya selera dalam musik, berpakaian, buku bacaan, dan ketertarikan pada seni rupa, bermusik, teater, dan sebagainya. Anak terkadang mengagumi, dan ingin meniru saudaranya. Dalam hal perbedaan karakter ini, dapat muncul rasa iri hati dan perasaan tersaingi, hingga akhirnya timbul persaingan antar saudara (Apter, 2009). Beberapa kondisi dapat mempengaruhi sibling rivalry, diantaranya adalah jenis kelamin saudara kandung, urutan kelahiran, dan jarak usia. Sibling rivalry lebih sering terjadi pada anak berjenis kelamin sama dan khususnya perempuan (Millman dan Schaefer, 1972). Bentuk persaudaraan dengan keseluruhan saudara berjenis kelamin perempuan ini disebut sisterhood (Princeton, 2010). Pada bentuk persaudaraan sisterhood akan lebih sering terjadi iri hati dibanding dengan bentuk persaudaraan kombinasi lakilaki dan perempuan. Hal ini bisa jadi disebabkan karena kakak dan adik sama-

sama perempuan, yang notabene memiliki sifat emosional dan sensitif. Selain itu, sibling rivalry banyak terdapat pada anak-anak dengan jarak usia yang dekat. Bagi anak pertama yang memiliki adik baru dengan jangka waktu yang pendek, mereka cenderung merasa cemas karena Ibu pasti lebih banyak meluangkan waktu untuk adik barunya. Anak pertama akan merasa terabaikan dan oleh karena itu anak menunjukkan perilaku yang sulit (Teti, 1996). Sementara pada anak kedua, seringkali merasa terintimidasi oleh gerak-gerik kakaknya. Anak pertama seringkali lebih dominan dan anak kedua cenderung tunduk pada dominasi kakaknya (Abramovitch, 1986). Hal ini salah satunya disebabkan karena anak pertama lebih banyak mendapatkan waktu untuk tumbuh dan berinteraksi dengan lingkungannya lebih lama, anak mendapatkan pendidikan dan informasi yang lebih banyak sehingga anak lebih bisa memenuhi harapan orangtua. dalam hal ini, jarak kelahiran antar saudara kandung ikut mempengaruhi. Apabila jarak kelahiran antara anak pertama dan kedua cukup dekat, maka orangtua cenderung akan memperlakukan mereka dengan sama rata. Namun apabila jarak kelahiran cukup jauh, maka orangtua akan menjadikan anak tertua sebagai role model dan umumnya anak kedua akan merasa terintimidasi karena hal itu (Abramovitch, 1986). Seperti dalam kisah persaudaraan Terri Apter, seorang penulis buku The Sister Knot.Terri Apter sering berkecil hati sekaligus iri ketika kakaknya membuat hadiah yang bagus untuk Ibunya. Terri Apter juga sering berkelahi dengan kakaknya apabila kakaknya mendapatkan mainan yang lebih bagus dari miliknya. Setelah saling memukul, Terri Apter dan kakaknya berebut menunjukkan memar bekas perkelahian tersebut kepada Ibunya. Setelah remaja, Terri Apter menyadari bahwa terkadang ia iri dan kagum terhadap kreatifitas kakaknya dalam mendekorasi rumah dan cara berpakaian kakaknya (Apter, 2009) Dalam contoh kasus lainnya, Linda Ziskind yang merasa tersaingi oleh

adik perempuannya yang lahir. Pada saat Linda masih menjadi seorang putri tunggal, ia merasa senang ketika menjadi pusat perhatian dari orang-orang di sekelilingnya. Namun pada saat adiknya lahir, Linda merasa orang-orang di sekelilingnya lebih memperhatikan adiknya. Kemudian Linda berpura-pura menyukai adiknya, dan berusaha menunjukkan betapa superior dirinya dibanding adiknya itu. Rasa tersaingi pada diri Linda terus berlanjut sampai mereka mancapai usia remaja. Linda sering memperebutkan hadiah dari paman mereka, Linda selalu ingin hadiah yang terbagus. Adik Linda juga memprotes kedua orangtuanya karena Linda diijinkan untuk pulang bermain lebih larut, dan Linda diijinkan pergi ke luar kota dengan teman-temannya (Ziskind, 2009). Sementara pada anak kedua, terutama apabila memiliki jenis kelamin yang sama dengan anak pertama, kemungkinan besar akan menganggap bahwa anak pertama memiliki hak-hak istimewa yang tidak adil. Seperti misalnya, anak pertama diijinkan untuk tidur lebih larut, dan diberikan kebebasan yang lebih besar. Anak kedua merasa kurang mampu dibanding dengan saudara tertuanya. Oleh karena itu, anak kedua lebih suka memberontak terhadap anak pertama (Mussen dan Kagen, 1980) Sibling rivalry yang tidak mendapatkan intervensi orangtua akan menyebabkan konflik antar saudara yang berlarut. Konflik ini dapat terus berkembang sampai anak tumbuh dewasa. Ketika anak dewasa dan kepribadian mereka berkembang, permasalahan yang muncul akan jauh lebih rumit dan kompleks. Maka dari itu, diperlukan intervensi orangtua dalam interaksi antar saudara ini, supaya permasalahan dapat terselesaikan dengan baik dan anak mendapatkan penanganan yang baik.

B. PERTANYAAN PENELITIAN

1. Bagaimanakah gambaran sibling rivalry dalam sisterhood pada anak kedua? 2. Faktor apa yang mempengaruhi terjadinya sibling rivalry dalam sisterhood pada anak kedua? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai bagaimana sibling rivalry itu diekspresikan dalam sisterhood terutama pada anak kedua, dan untuk mengetahui faktor-faktor yang memperngaruhi terjadinya persaingan antarsaudara tersebut. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan. Terutama yang berkaitan mengenai sibling rivalry dan sisterhood 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti untuk dapat lebih memahami gambaran mengenai sibling rivalry dalam sisterhood pada anak kedua. Memberi penjelasan bagi subjek tentang sibling rivalry dalam sisterhood dan bagaimana cara mengatasinya. Memberi masukan bagi orangtua mengenai bagaimana caranya menghadapi dan mengatasi sibling rivalry. Selain itu, memberi gambaran bagi masyarakat awam tentang sibling rivalry, penyebab terjadinya sibling rilalry, hal-hal yang mempengaruhi, serta bagaimana cara menghadapi sibling rivaly. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SIBLING RIVALRY 1. Pengertian Sibling Rivalry Cicirelli (Rice, 1993) dan Papalia dan Olds (1993), mengemukakan bahwa hubungan sibling yang baik menunjukkan persahabatan dan kehangatan antara adik dan kakak, sedangkan hubungan sibling yang tidak baik akan menunjukkan persaingan yang oleh para ahli disebut sibling rivalry Menurut Chaplin (2001), sibling rivalry adalah suatu kompetisi antara saudara kandung adik dan kakak laki-laki, adik dan kakak perempuan dengan kakak laki-laki atau sebaliknya. Dan menurut Sari (2005), sibling rivalry adalah perbedaan dengan saudara kandung yang bisa menimbulkan persaingan antar saudara. Persaingan ini bisa berdampak positif dan bisa juga negatif. Berdampak positif apabila persaingan bisa disikapi secara wajar, dampak negatif apabila perbedaan disikapi dengan iri dan dengki. Sementara menurut Cholid (2004), sibling rivalry adalah perasaan permusuhan, kecemburuan, dan kemarahan antar saudara kandung, kakak atau adik bukan sebagai teman berbagi tapi sebagai saingan. Vasta dan Miller (1998), mengatakan bahwa sibling rivalry merupakan perasaan persaingan, kemarahan, kebencian, dendam, dan kecemburuan yang dapat muncul diantara persaudaraan. Dan dalam Kamus Kedokteran Dorland (Suherni, 2008), sibling rivalry adalah kompetisi antara saudara kandung untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu kedua orang tuanya, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih. Sibling rivalry terjadi di dalam keluarga, dimana orangtua membanding-

bandingkan antar anak dan juga adanya favoritisme terhadap salah satu anak. Sibling rivalry merupakan akibat dari mencari perhatian orangtua. Banyak individu yang mengalami sibling rivalry dalam sebuah keluarga, tak terkecuali pada remaja dan orang dewasa (Atwater, 1983). Dari definisi mengenai sibling rivalry diatas, dapat disimpulkan bahwa sibling rivalry adalah persaingan dalam mendapatkan cinta kasih, perhatian, pengakuan atau sesuatu yang lebih antar saudara kandung yang melibatkan kemarahan, kebencian, kecemburuan, ataupun permusuhan. 2. Karakteristik Sibling Rivalry Samalin dan Whitney (Leovnawati, 2005), berpendapat bahwa anak yang mengalami sibling rivalry mempunyai karakteristik sebagai berikut : a. Mengalami kemunduran atau regresi : Suatu tingkah laku yang mengalami kemunduran, yang lebih sesuai untuk taraf perkembangan sebelumnya, misalnya mengeyot jari, menggigit kuku, merengek atau marah jika keinginannya tidak terkabul b. Pemurung : Suatu keadaan jiwa atau suasana hati yang dicirikan dengan kesedihan, hilangnya minat terhadap pengerjaan sesuatu, dan sangat rendahnya reaktifitas terhadap rangsangan. Anak merasa sedih karena pikirannya sendiri yang mengatakan bahwa orangtua lebih menyayangi saudaranya c. Suka membantah orangtua : Sebagai suatu bentuk protes terhadap ketidakadilan yang dirasakan, yaitu perhatian orangtua, maka anak sering membangkan. Ada tiga bentuk pembangkangan anak pasif (menolak aturan dengan cara menghindar atau

diam tanpa melakukan apa-apa), menyatakan ketidaksetujuan secara verbal, dan yang terakhir adalah dengan melakukan kebalikan dari perintah orangtua. Kyla (2009) mengemukakan bahwa dalam sibling rivalry, anak menunjukkan respon adaptasi sesuai dengan tahap perkembangannya. Pada kanak-kanak, respon terhadap kelahiran seorang bayi laki-laki atau perempuan bergantung kepada umur dan tingkat perkembangan. Biasanya anak-anak kurang sadar akan adanya kehadiran anggota baru, sehingga menimbulkan persaingan dan perasaan takut kehilangan kasih sayang orang tua. Tingkah laku negatif dapat muncul dan merupakan petunjuk derajat stres pada anakanak ini. Tingkah laku ini antara lain berupa: a. Masalah tidur. b. Peningkatan upaya menarik perhatian orang tua maupun anggota keluarga lain. c. Kembali ke pola tingkah laku kekanak-kanakan seperti: ngompol dan menghisap jempol. Sementara pada remaja, respon atas kehadiran saudara baru bergantung kepada tingkat perkembangan mereka. Ada remaja yang merasa senang dengan kehadiran angggota baru, tetapi ada juga yang larut dalam perkembangan mereka sendiri. Adaptasi yang ditunjukkan para remaja yang menghadapi kehadiran anggota baru dalam keluarganya, misalnya: a. Berkurangnya ikatan kepada orang tua. b. Remaja menghadapi perkembangan seks mereka sendiri. c. Ketidakpedulian terhadap kehamilan sang ibu kecuali bila mengganggu kegiatan mereka sendiri.

d. Keterlibatan dan ingin membantu dengan persiapan untuk bayi. Jersild berpendapat (1958), sibling rivalry pada remaja, biasanya akan lebih terlihat pada remaja wanita, dimana mereka akan berebut mencari perhatian kedua orangtuanya dengan prestasi atau tindakan yang akan dianggap baik oleh orangtuanya, mereka menjadi saling tidak bicara dan berteguran satu sama lain, dan juga sering berdebat. Dan Pratt (2009), mengemukakan karakterisik remaja yang mengalami sibling rivalry : a. Kritis : individu menjadi sangat kritis, suka member komentar perbuatan saudaranya yang dianggapnya benar b. Suka mengejek, memaki : individu akan saling mengejek satu sama lain dan memaki dengan kata-kata kasar c. Tidak berteguran : remaja yang mengalami sibling rivalry terkadang tidak berteguran satu sama lain, mereka merasa saudara mereka adalah musuhnya. Hal ini biasanya lebih sering dialami oleh remaja wanita d. Menjadi pengadu : karena ingin mendapat perhatian dari orangtua, individu akan mengadukan setiap tindakan saudaranya yang dianggap tidak benar, sehingga individu berharap hanya doa yang dianggap baik dan patut mendapat perhatian lebih berupa pujian

10

3. Faktor Penyebab Sibling Rivalry Schaefer dan Millman (1981) faktor yang menyebabkan terjadinya sibling rivalry adalah : a. Anak yang sangat bergantung pada cinta, perhatian, dan pemenuhan kebutuhan dari orangtua, karena ruang lingkup anak masih terbatas, ia hanya mengetahui bahwa yang dapat membernya kasih saying hanya kedua ortunya, sehingga ia tidak rela untuk berbagi dengan siapa pun, bahkan dengan saudaranya sendiri b. Favoritisisme orangtua yang tertuju pada salah satu anak, sehingga menyebabkan anak yang tidak difavoritkan menjadi cemburu c. Ketika anak yang lebih tua menolak kehadiran saudaranya yang muda d. Ketika salah satu anak lebih menonjol bakat atau prestasinya dari saudara kandungnya yang lain, dengan jarak usia yang sama dan jenis kelamin yang sama, bisa menimbulkan pada saudaranya,apalagi bila orang lain membanding-bandingkan dengan saudara kandungnya yang berprestasi. Sementara Priatna dan Yulia (2006) berpendapat bahwa faktor penyebab sibling rivalry terbagi menjadi dua faktor. Yaitu faktor eksternal dan internal. a. Faktor eksternal : 1) Sikap membanding-bandingkan 2) Adanya favoritisme (anak emas) b. Faktor internal, yaitu faktor dari diri anak itu sendiri : 1) Temperamen : Sifat dan watak anak mempengaruhi pertengkaran antar saudara atau sibling rivalry. Bagi ana yang terlalu sensitif, gampang tersinggung dan cepat marah akan membuat anak cepat sekali merasa marah karena

11

perbuatan saudaranya. Dan juga dapat dengan mudah tersinggung ketika orang-orang saudaranya 2) Sikap anak (mencari perhatian atau saling mengganggu) : Sikap anak yang mencari perhatian dari orangtua dan orang-orang disekitarnya membuat saudaranya akan merasa tersingkir jika ia tidak melakukan hal yang sama sehingga mereka bersaing untuk mencari perhatian dari orangtua dan orang-orang di sekitarnya. Hal ini akan membuat anak berselisih dan saling mengganggu agar anak lain tidak mendapat perhatian dari orangtua dan orang-orang disekitarnya 3) Perbedaan usia dan jenis kelamin : Perbedaan usia yang terlalu dekat membuat anak berselisih untuk mencari perhatian. Anak yang lebih besar merasa adiknya telah merebut perhatian orangtua dari dirinya. Jenis kelamin juga mempengaruhi terjadinya perselisihan dalam kombinasi sibling rivalry perempuan-perempuan terdapat lebih banyak perasaan iri hati, sedangkan kombinasi laki-laki akan terjadi perkelahian Kyla (2006) juga mengemukakan pendapatnya mengenai faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab terjadinya sibling rivalry : a. Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi mereka, sehingga ingin menunjukkan pada saudara mereka. b. Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau mendengarkan dari orang tua mereka. c. Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam oleh kedatangan anggota keluarga baru/ bayi. di sekitarnya membanding-bandingkannya dengan

12

d. Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi yang dapat mempengaruhi proses kedewasaan dan perhatian terhadap satu sama lain. e. Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau letih sehingga memulai pertengkaran. f. Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau memulai permainan dengan saudara mereka. g. Dinamika keluarga dalam memainkan peran. h. Pemikiran orang tua tentang agresi dan pertengkaran anak yang berlebihan dalam keluarga adalah normal. i. Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama dengan anggota keluarga. j. Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya. k. Anak-anak mengalami stres dalam kehidupannya. l. Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik yang terjadi pada mereka. Mulyadi (2000) berpendapat bahwa salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya sibling rivalry adalah karena orangtua membagi perhatian dengan saudara yang lain, mengidolakan anak tertentu, serta kurangnya pemahaman diri. Atwater (1983) mengemukakan hal yang sama, bahwa sibling rivalry terjadi di dalam keluarga, dimana orangtua membanding-bandingkan antar anak dan juga adanya favoritisme terhadap salah satu anak B. SISTERHOOD 1. Pengertian Sisterhood Princeton (2001), berpendapat bahwa sisterhood merupakan bentuk

13

persaudaraan dengan

keseluruhan saudara berjenis kelamin perempuan.

Kemudian Wolf (2006) mengatakan bahwa dalam hubungan saudara dalam keluarga, apabila saudara berjenis kelamin lelaki maka disebut brother, dan apabila perempuan disebut sister. Webster (2010), sisterhood merupakan hubungan persaudaraan perempuan. Dan dalam www.audioenglish.net (2010), sisterhood merupakan hubungan pertalian keluarga antara keturunan perempuan dan saudara perempuan. Sementara dalam www.dictionary.com (2010), sisterhood adalah saudara perempuan atau keturunan perempuan yang memiliki orangtua yang sama. C. ANAK KEDUA 1. Pengertian Anak Kedua Kedudukan anak ini diapit oleh seorang atau beberapa orang kakak dan seorang atau beberapa orang adik. Dengan kedudukan di tengah ini berarti akan tersebut berada dalam kedudukan terjepit. Dijepit oleh kakaknya dari atas dan oleh adiknya dari bawah. Sebagai anak kedua, mereka memilki kebebasan untuk menyaingi posisi kakaknyadan sekaligus menjadi lebih superior pada adiknya. Adler percaya bahwa anak kedua memiliki kebutuhan yang tinggi akan superioritas dan seringkali anak kedua lebih mampu mendapatkan kebutuhan tersebut dengan cara yang lebih sehat. Pada tahap tertentu, kepribadian anak kedua dibentuk melalui pengamatannya terhadap sikap kakaknya. Jika sikap kakaknya penuh kemarahan dan kebencian, anak kedua mungkin menjadi sangat kompetitif, atau menjadi penakut dan sangat kecil hati. Umumnya anak kedua tidak mengembangkan kedua arah itu, tetapi masak dengan dorongan kompetisi yang baik, memiliki keinginan yang sehat untuk mengalahkan kakaknya. Jika kakaknya banyak mengalami keberhasilan, anak kedua akan mengembangkan

14

sikap revolusioner dan merasa bahwa otoritas itu dapat dikalahkan Anak kedua berada dalam posisi yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan anak pertama. Sebuah situasi yang mungkin tidak bisa dibandingkan dengan urutan kelahiran lainnya. Sejak lahir, anak kedua sudah harus berbagi perhatian dari orang tua dengan kakaknya. Anak kedua selalu melihat bahwa ada anak lain yang lebih dari dirinya (baik dalam hal usia maupun proses perkembangan). Akibatnya anak kedua selalu berusaha memacu dirinya untuk bisa menyamai saudaranya. 2. Kedudukan Anak Dalam Keluarga Gunawan (1996), setiap anak dalam keluarga mempunyai posisinya sendiri-sendiri. Setiap kedudukan menyebabkan tanggungjawab dan konsekuensi yang berbeda. hal ini bisa disebabkan oleh kebudayaan maupun sikap orantua yang berbeda. untuk itu kita mengenal adanya "anak sulung", "anak tengah", "anak bungsu" dan "anak tunggal". A. Anak Sulung Sesuai dengan namanya maka yang dimaksud dengan anak sulung ialah anak yang paling tua atau anak pertama yang lahir dari suatu keluarga. Karena anak tersebut adalah anak pertama maka berarti pengalaman merawat anak, pengalaman mendidik anak belum dimiliki oleh kedua orangtuanya. Sering dikenal bahwa anak sulung ini sebagai "experimental child". Kekurangan pengetahuan dan pengalaman dari orangtua membawa akibat tersendiri dalam diri anaknya ini. Jadi karena orangtua belum berpengalaman merawat anak sewaktu menghadapi anak pertamanya, orangtua cenderung terlalu cemas dan melindungi berlebihan. Begitu pula orangtua belum menyadari secara penuh mengenai peranan menjadi orangtua. Situasi selanjutnya ialah kelahiran adiknya. Rupanya kehadiran seorang adik bagi anak sulung mempunyai arti yang penting sehingga menampilkan

15

kelakuan-kelakuan yang tidak baik seperti minta perhatian yang berlebihan, kekanak-kanakan, mengenyot jari, menggigit kuku, sulit tidur, dan lain-lain. Misalnya adinya masih harus tinggal di rumah tetapi anak sulung tersebut sudah diantarakan oleh ibu untuk pergi sekolah. Lalu dibelikan bukubuku, pinsil, tas sekolah, sedang adiknya tidak mendapatkan barang-barang seperti itu. Demikian pula seorang anak sulung menjadi lebih mempunyai tanggungjawab. Seringkali dialami bilamana kedua orangtua meninggal, seorang anak sulung akan menggantikan kedudukan orangtuanya untuk mengendalikan keluarganya, mencari nafkah, menyekolahkan adik-adiknya. B. Anak Kedua Menurut Adler (2001), anak kedua cenderung mengamati anak pertama. Ia merasa harus berkompetisi untuk mendapat perhatian dan kasih sayang. Anak kedua menemukan jalan yang berlainan untuk menjadi pusat perhatian. Mereka cenderung memilih jenis olahraga, hobi, dan areal yang berbeda dalam mencapai sesuatu. Sama halnya dengan ciri kepribadian mereka yang berbeda.. Karena keadaan fisik kakaknya biasanya lebih besar maka dapat menimbulkan tekanan bila kakaknya bertindak otoriter. Adiknya yang kecil dengan segala kelucuannya dapat merebut perhatian orangtuanya sehingga menimbulkan rasa iri hati dalam diri anak tersebut. Demikianlah kedudukan anak tengah ini, selain ia harus menghadapi orangtuanya yang memegang tampuk kekuasaan ia juga harus menghadapi kakaknya yang lebih kuat dan lebih besar dan mempunyai lebih banyak kebebasan untuk bergerak. Biasanya, segala miliknya dalah bahan-bahan bekas yang pernah dipakai oleh kakaknya, seperti permainan, baju-baju, alat-alat sekolah, dan lain-lain. C. Anak Bungsu Dalam masyarakat terdapat pendapat-pendapat umum bahwa anak bungsu ini adalah anak yang manja oleh karena menjadi pusat perhatian keluarga, baik dari orangtua maupun dari kakak-kakaknya, lebih-lebih lagi

16

bila kakak-kakaknya berbeda usia cukup besar sehingga kedudukan akan bungsu ini benar-benar menjadi obyek kesenangan anggota keluarga di rumah. Dengan mendapat perhatian yang terus menerus dari kakak-kakaknya yang lebih dewasa dan dari orangtuanya, mengakibatkan sifat-sifat anak bungsu ini sering terlihat seperti kekanak-kanakan, cepat putus asa dan bila menginginkan sesuatu kemudian tidak tercapai, maka akan memberikan reaksi yang sifatnya emosional, misalnya cepat menangis, bertingkahlaku secara berlebihan, dan lain-lain. D. SIBLING RIVALRY DALAM SISTERHOOD PADA ANAK KEDUA Sibling Rivalry dapat terjadi pada anak-anak, remaja, ataupun dewasa. Masing-masing memiliki bentuk pengekspresian sibling rivalry yang berbedabeda. Sibling rivalry pada anak-anak yang tidak diberi intervensi yang baik dari orangtua akan mengembangkan sibling rivalry itu sendiri sampai anak tumbuh dewasa. Pada sibling rivalry terdapat perasaan permusuhan, kecemburuan, dan kemarahan antar saudara kandung, kakak atau adik bukan sebagai teman berbagi tapi sebagai saingan. Sari (2004), persaingan ini bisa berdampak positif dan bisa juga negatif. Berdampak positif apabila persaingan bisa disikapi secara wajar, dampak negatif apabila perbedaan disikapi dengan iri dan dengki. Pertengkaran atau rasa cemburu merupakan sebuah peristiwa alami yang memberikan kontribusi besar terhadap proses belajar sosial anak. Namun, jika perilaku tersebut muncul tanpa adanya pendampingan dari orang tua maka hal tersebut menjadi tidak alamiah lagi atau menjadi tidak sehat sehingga mengganggu perkembangan psikologis satu dengan yang lainnya. Meskipun orang tua merupakan motor yang penting namun, orang tua sebaiknya juga memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk menyelesaikan konflik yang terjadi (Hurlock, 1994). Sibling rivalry terjadi di dalam keluarga, dimana orangtua membandingbandingkan antar anak dan juga adanya favoritisme terhadap salah satu anak.

17

Sibling rivalry merupakan akibat dari mencari perhatian orangtua. Banyak individu yang mengalami sibling rivalry dalam sebuah keluarga, tak terkecuali pada remaja dan orang dewasa (Atwater, 1983). Sibling rivalry dapat terjadi karena urutan kelahiran anak-anak dalam keluarga. Anak pertama seringkali lebih dominan dan anak kedua cenderung tunduk pada dominasi kakaknya (Abramovitch, 1986). Dalam beberapa kasus, anak-anak yang mengalami sibling rivalry juga menunjukkan perilaku agresif, seperti saling memukul, memaki, dan berteriak. Pada usia kanak-kanak, anak yang mengalami sibling rivalry biasa menunjukkan perilaku banyak berusaha menarik perhatian orangtua dan orang lain yang ada di sekitarnya, kembali ke pola perilaku anak-anak seperti menghisap jempol ataupun mengompol, dan biasanya mereka memilki kualitas tidur yang bermasalah. Sementara pada remaja, anak saling tidak berteguran dengan saudaranya, saling mengadukan kenalakan saudaranya, dan kritis terhadap gerak-gerik saudaranya. Sibling rivalry lebih sering terjadi pada anak-anak dengan jenis kelamin yang sama dan khususnya perempuan (Millman dan Schaefer, 1972) dan lebih sering terjadi agresifitas dan dominasi dari salah satu saudara dalam sibling rivalry pada anak-anak dengan jenis kelamin yang sama (Minnet, Vandell, & Santrock, 1983). Sibling rivalry yang terjadi pada anak kedua, terutama apabila memiliki jenis kelamin yang sama dengan anak pertama, kemungkinan besar akan menganggap bahwa anak pertama memiliki hak-hak istimewa yang tidak adil. Anak kedua merasa kurang mampu dibanding dengan saudara tertuanya. Oleh karena itu, anak kedua lebih suka memberontak terhadap anak pertama (Mussen dan Kagen, 1980) BAB III

18

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Kualitatif

1. Definisi Pendekatan Kualitatif Secara umum terdapat dua macam metode penelitian yang digunakan dalam ilmu sosial, yaitu metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Patton (dalam Moleong, 2000), penelitian kualitatif dan kuantitatif harus dilihat sebagai dua pendekatan yang berbeda. Keduanya dipilih bukan karena salah satunya lebih baik, melainkan karena pendekatan yang dipilih memang sesuai dengan masalah penelitian dan paling baik untuk menjawab masalah tersebut. Pada metode kualitatif dan metode kuantitatif terdapat perbedaan pada cakupan dan kedalamannya. Pada penelitian kuantitatif terdapat suatu keharusan untuk menggunakan suatu bentuk pendekatan yang terstandarisasi yang menyebabkan pengalaman-pengalaman manusia dibatasi oleh kategori-kategori tertentu. Sebaliknya pada penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dibatasi pada kategori-kategori tertentu sehingga peneliti dapat mempelajari isu-isu secara mendalam dan mendetail (Patton dalam Moleong, 2000) Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (1986), pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif. Para peneliti menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata, ci kuadrat, dan perhitungan statistik lainnya. Sementara pada penelitian kualitatif, kualitas menunjuk pada segi alamiah. Atas dasar pertimbangan tersebut maka

19

penelitian kualitatif tampaknya diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Sementara Bogdan dan Taylor (1975), mendefinisikan

metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahlan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini peneliti tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi peneliti harus memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1986), mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya. Kemudian Strauss dan Corbin (2003) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Contohnya dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat, dan perilaku seseorang, disamping juga tentang pernana organisasi, pergerakan sosial, atau hubungan timbal-balik. Sebagian data-datanya dapat dihitung sebagaimana data sensus, namun analisisnya bersifat kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dimana pendekatan ini dilakukan untuk mengambangkan pemahaman dalam mengerti dan mengiterpretasi apa yang ada dibalik peristiwa, latar

20

belakang pemikiran manusia yang terlibat di dalamnya serta bagaimana manusia meletakkan makna pada peristiwa yang terjadi (Sarantakos dalam Poerwandari, 1998). Pada penelitian kualitatif, peneliti diarahkan oleh proses berpikir induktif untuk menemukan jawaban logis terhadap apa yang sedang menjadi pusat perhatian dalam penelitian, dan akhirnya produk berpikir induktif menjadi jawaban sementara terhadap apa yang dipertanyakan dalam penelitian dan menjadi masalah perhatian itu, jawaban tersebut dinamakan dengan berpikir induktif-analitis (Bungin, 2008). Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif, karena data yang dianalisis tidak untuk diterima atau menolak hipotesis (jika ada), melainkan hasil analisis itu berupa deskripsi dari gejala-gejala yang diamati, yang tidak selalu harus berbentuk angka-angka atau koefisien antarvariabel. Dalam penelitian kualitatif pun bukan tidak mungkin bisa terdapat data kuantitatif (Subana & Sudrajat, 2001). Penelitian sosial atau kualitatif cenderung berkembang dan banyak tentunya.

digunakan dalam ilmu-ilmu sosial yang berhubungan dengan perilaku manusia, dengan berbagai argumentasi Diantaranya, ciri-ciri dan sifat dari penelitian kualitatif memungkinkan dipakai pada penelitian yang bercorak sosial (ilmu-ilmu sosial ) (Subana & Sudrajat, 2001).

2. Ciri-ciri Pendekatan Kualitatif Penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan penelitian jenis lainnya. Dari hasil penelaahan kepustakaan

21

ditemukan bahwa Bogdan dan Biklen (1982) mengajukan lima buah ciri penelitian kualitatif, sedang Guba (1984) mengulas sepuluh buah ciri penelitian kualitatif, yaitu : a. Masalah pada mulanya sangat umum, kemudian mendapat fokus yang ditujukan kepada hal-hal yang lebih spesifik. Namun diubah. b. Teori yang digunakan tidak dapat ditentukan sebelumnya secara apriori (berdasarkan teori dari pada kenyataan yang sebenarnya). Penelitian tidak bertujuan untuk menguji atau membuktikan dikembangkan kebenarannya berdasarkan suatu teori. Teori itu bahkan data yang dikumpulkan. c. Tidak ada pengertian populasi. Sampling dalam hal ini ialah pilihan peneliti aspek apa dan peristiwa apa dan siapa yang dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu. Karena itu, pemilihan sample dilakukan terus-menerus sepanjang penelitian. Sampling bersifat fokus masih dapat

22

purposif,

yakni

bergantung

pada tujuan fokus. d. Instrument melainkan peneliti itu penelitian subjektif, sendiri tidak yaitu tanpa

bersifat eksternal atau objektif,

menggunakan test, angket atau eksperimen. Instrumen dengan sendirinya tidak berdasarkan definisi dilakukan berulang operasional. ialah kali Yang menyeleksi yang

aspek-aspek yang khas, yang terjadi, berupa pola atau tema, dan tema itu senantiasa diselidiki lebih lanjut dengan cara yang lebih halus dan mendalam. Tema itu merupakan petunjuk ke arah pembentukan suatu teori. e. Analisis data bersifat terbuka, open-ended, Dikatakan terbuka terbuka bagi induktif. karena perubahan,

perbaikan, dan penyempurnaan berdasarkan data baru yang masuk. Tidak dapat ditentukan lebih dahulu data apa yang diperlukan pada taraf

23

permulaan. f. Hipotesis dirumuskan tidak pada dapat awal

penelitian karena tidak ada maksud menguji kebenarannya. Namun sepanjang penelitian selalu akan timbul hipotesishipotesis data muncul sebagai untuk pegangan mengetahui latar atau petunjuk dalam penafsiran maknanya. Hipotesis serupa ini berdasarkan belakang pendidikan, bacaan, dan pemikiran peneliti pada saat tertentu. g. Statistik penafsiran, tidak dapat tidak karena diperlukan datanya kuantitatif, dengan samping

dalam pengolahan data dan bersifat dinyatakan di

melainkan kualitatif yang tidak angka-angka

sampelnya juga kecil h. Analisis data berarti mencoba memahami Verstehen, makan data. mendapatkan

maknanya. Analisi dilakukan sejak diperoleh data pada awal

24

penelitian dan berlanjut terus sepanjang penelitian. Misalnya suatu jeritan, walaupun kuantitatif jenis suara, intonasi, dan tekanan sama, akan tetapi berbeda data maknanya jika suara itu ditemui di pasar dan di sebuah kamar dengan suasana malam yang sepi i. Lama penelitian tidak dapat ditentkan hakikatnya sebelumnya. penelitian Pada dapat

berjalan terus-menerus, namun suatu saat harus diakhiri bila kehabisan lembaga, waktu. karena Misalnya, kehabisan karena terikat pada peraturan biaya, atau telah tercapai taraf hasil penelitian. j. Hasil penelitian tidak dapat diramalkan sebelumnya muncul atau sebab dipastikan mungkin yang baru

hal-hal

terungkap yang tidak diduga sebelumnya. Dalam penelitian kualitatif discovery. selalu terkandung kemungkinan penemuan atau

25

Poerwandari (2005) menyatakan bahwa ciri-ciri pendekatan kualitatif adalah sebagai berikut : a. Studi dalam situasi alamiah Dimana peneliti tidak berusaha memanipulasi setting penelitian melainkan studi terhadap suatu fenomena dalam situasi dimana fenomena itu ada. b. Kontak personal langsung Kegiatan di lapangan merupakan aktifitas sentral dari pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menekankan pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian (fenomena), agar peneliti memperoleh gambaran yang jelas tentang realitas dan kondisi nyata kehidupan sehari-hari. c. Perspektif dinamis, perspektif perkembangan Perspektif kualitatif melihat gejala sosial sebagai suatu yang dinamis dan berkembang yang dipengaruhi oleh kondisi dan waktu. Perubahan tersebut dilihat sebagai suatu yang wajar. Pendekatan kualitatif mengamati dan melaporkan objek yang diteliti dalam konteks perubahan yang terjadi. B. SUBJEK PENELITIAN 1. Karakteristik Subjek Penelitian Dalam penelitian ini, karakteristik subjek penelitian adalah sebagai berikut : anak yang merupakan anak kedua dari urutan tiga atau empat bersaudara, perempuan atau wanita, dan memiliki saudara yang semuanya berjenis kelamin perempuan. Alasan peneliti atas karakteristik subjek penelitian ini adalah karena bentuk dan penyebab terjadinya rivalry pada anak kedua. Anak kedua seringkali

26

terintimidasi oleh kesuperioritasan kakaknya, dan juga merasa terintimidasi oleh sikap manja yang ditunjukkan adik bungsunya, sehingga anak kedua cenderung memiliki sifat kompetitif dan berusaha menyamai saudaranya yang lain. 2. Jumlah Subjek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 4 orang, dan memiliki kriteria seperti yang disebutkan diatas.

C. TAHAP-TAHAP PENELITIAN Tahap penelitian yang harus dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan penelitian ini meliputi tiga tahapan, yaitu : 1. Tahap persiapan penelitian Perencanaan penelitian merupakan kegiatan awal penelitian. Secara fisik, kegiatan perencanaan ini di antaranya ditandai oleh adanya proposal penelitian dan instrument penelitian. Dalam arti nonfisik, kegiatan perencanaan merupakan serangkaian strategi peneliti untuk kegiatan penelitiannya. Misalnya, memikirkan masalah, mengumpulkan data, menentukan subjek penelitian, menyusun jadwal waktu penelitian, memilih statistik yang akan digunakan, dan lain-lain. Peneliti juga membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan teori yang relevan dengan masalah yang ada. Pedoman wawancara berisi pertanyaan yang nantinya akan berkembang saat wawancara berlangsung. Kemudian peneliti mencari calon-calon subjek yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian untuk diambil datanya. Selain itu peneliti juga mempersiapkan alat perekam (tape recorder). 2. Tahap pelaksanaan penelitian

27

Tahapan pelaksanaan penelitian merupakan kegiatan inti sebuah penelitian. Peneliti memasuki kancah penelitian dengan menghadapi subjek dan objek penelitian. Bila penelitiannya berupa eksperimen murni, peneliti ada di tengah-tengah kelompok penelitian untuk melakukan serangkaian perlakuan. Bila berupa analisis dokumen, maka peneliti berada di hadapan dokumen-dokumen (seperti buku, laporan, jurnal, dan lain-lain) 3. Penulisan laporan penelitian Pedoman penulisan laporan biasanya bergantung pada pedoman yang dianut oleh lembaga atau institusi dari peneliti itu berada. Baik menyangkut format penulisan maupun sistematikanya. Tak boleh diabaikan dalam penulisan laporan penelitian berbahasa Indonesia diantaranya tata tulis bahasa Indonesia yang disempurnakan. Sebab, sebuah laporan penelitian adalah bentuk karya tulis yang formal. Dalam tata tulis bahasa Indonesia keformalan dijaga oleh EYD (ejaan yang disempurnakan). Teknis penulisan laporan yang benar seperti yang dikemukakan di atas merupakan tanggung jawab dan tugas peneliti dan pembimbing. Pada bagian ini, yang termasuk ke dalam penulisan laporan adalah sistematika penulisan. D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang terbuka dan luwes, metode dan tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat Beragam disesuaikan dengan masalah, tujuan, serta sifat objek yang akan diteliti (Poerwandari, 1998). Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara dan observasi. 1. Wawancara Menurut Banister (dalam Poerwandari, 1998) wawancara adalah

28

percakapan dan Tanya jawab diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkesan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain. Interview atau wawancara adalah proses tanya jawab lisan antara dua orang lebih yang saling berhadapan secara fisik, dan merupakan alat pengumpulan data atau informasi yang langsung tentang beberapa jenis data sosial baik yang latent maupun yang manifest. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan. (Moleong, 1995) Wawancara mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk menggali masa lalu seseorang, menggali rahasia-rahasia kehidupannya dan dapat juga digunakan ekspresi dan berlangsung ( Hadi, 1987) Patton (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan ada tiga yang membedakan pendekatan dasar dalam memperoleh data kualitatif melalui wawancara, yaitu : a. Wawancara konservasional yang informal Proses wawancara didasarkan sepenuuhnya pada untuk aksi reaksi orang dalam bentuk sewaktu tanya jawab pembicaraan-pembicaraan

berkembangnya pertanyaan-pertanyaan secara spontan dalam interaksi alamiah. Tipe wawancara demikian umumnya dilakukan peneliti yang melakukan observasi pasrtisipatif.

29

b. Wawancara dengan pedoman umum Dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan. Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengingat peneliti mengani aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menajdi daftar pengecek (checklist). c. Wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka Dalam bentuk wawancara ini, pedoman wawancara ditulis secara rinsi, lengkap dengan set pertanyaan dan penjabarannya dalam kalimat. Peneliti diharapkan dapat melaksanakan wawancara sesuai sekuensi yang tercantum. Serta menanyakan dengan cara yang sama pada respon-respon yang berbeda Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara dengan pedoman umum, dimana pedoman wawancara digunakan untuk mengingat peneliti mengenai aspek yang akan dibahas dan dapat mengajukan pertanyaan secara mendalam mengenai kehidupan subjek.

2. Observasi Istilah observasi diturunkan dari bahasa yang berarti melihat dan memperhatikan.istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut (Poerwandari, 1998) Observasi selalu menjadi bagian dalam penelitian psikologis, dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental)

30

maupun dalam konteks alamiah (Banister dkk dalam Poerwandari, 1998) Menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998), observasi

merupakan metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, apalagi peneliti dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Agar memberikan data yang akurat dan bermanfaat, observasi sebagai metode ilmiah harus dilakukan oleh peneliti yang sudah melewati latihan-latihan yang memadai. Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktifitas-aktifitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktifitas, dan makna kejadian yang diamati. Beberapa jenis observasi dapat dikemukakan sebagai berikut : a. Observasi partisipan : adalah observasi dimana orang melakuakn pengamatan berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan orang yang diobservasi. b. Observasi non partisipan : observasi dikatan non partisipan apabila observer tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan observee. c. Observasi sistematik : apabila pengamatan mengguanakan pedoman sebagai instrument pengamatan. Yang menjadi ciri utama jenis pengamatan ini adalah kerangka atau struktur yang jelas. d. Observasi tidak sistematik : observasi dikatan oleh pengamatan pengamatan. e. Observasi eksperimental : pengamatan dilakukan dengan dengan tidak menggunakan instrument

31

cara observee dimasukkan ke dalam suatu kondisi atau situasi tertentu. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan teknik observasi non partisipan, dimana peneliti tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan orang yang diobservasi selama 24 jam. E. ALAT BANTU PENELITIAN Dalam penelitian ini beberapa instrument yang diguanakan sebagai alat bantu penelitian adalah : 1. Alat tulis : alat tulis yang digunakan adalah pulpen, pensil, penghapus, dan buku tulis atau notes yang digunakan untuk mencatat informasi dan mengobservasi tingkah laku subjek pada saat wawancara berlangsung. 2. Perekam suara (tape recorder) Alat bantu ini digunakan untuk merekan semua pertanyaan dan jawaban yang diberikan subjek agar dapat menghemat waktu pelaksanaan sehingga subjek tidak bosan menunggu peneliti dalam menulis jawaban. Alat perekam juga membantu peneliti agar benarbenar konsentrasi pada proses wawancara, alat perekam dapat digunakan setalah peneliti memperoleh informasi dari subjek. 3. Panduan wawancara Panduan ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam memberikan pertanyaan. Panduan ini berisi hal-hal pokok (garis besar) pertanyaan yang dibuat peneliti agar apa yang ingin diketahui peneliti tidak terlewatkan. Panduan wawancara pada penelitian ini dibuat berdasarkan dimensi-dimensi sibling rivalry dan faktor-faktor yang

32

mempengaruhi terjadinya sibling rivalry. 4. Panduan Observasi Panduan ini digunakan untuk membantu peneliti untuk mengamati subjek, kondisi fisik subjek, ekspresi verbal subjek, ekspresi nonverbal subjek dan kondisi tempat dilakukannya observasi. Pada penelitian ini, pedoman dibuat berdasarkan dimensi-dimensi sibling rivalry dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sibling rivalry. F. KEABSAHAN DAN KEAKURATAN DATA Konsep yang dikembangkan dalam mengukur kadar ilmiah suatu penelitian antara lain adalah konsep validitas, realibilitas, diuji dan diulang penelitian (replikasi) setrta objektifitas. Konsep tersebut dikembangkan dengan dasar asumsi yang diyakini peneliti kuantitatif da sering dipakai untuk mengevaluasi penelitian dengan pendekatan kualitatif. Kredibilitas (validitas) merupakan istilah yang pertama yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif (Jorgensen, 1989); Lincoln dan Guba, dalam Marshall dan Rossman (1995); Patton (1990); Leininger (1994) dalam Poerwandari (1995). Kredibilitas menjadi istilah yang paling banyak dipilih untuk mengganti konsep validitas, dimaksudkan untuk merangkum bahasannya menyangkut kualitas penelitian kualitatif. Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Konsep kredibilitas juga harus mempau mendemonstrasikan bahwa untuk memotret kompleksitas aspek tertentu, penelitian dilakukan dengan cara menjamin bahwa subjek penelitian diidentifikasi dan dideskripsikan secara akurat. Peneliti harus menguraikan secara jelas parameter (langkahlangkah, pedoman, batasan, dan ukuran) penelitian : bagaimana desain

33

dikembangkan, subjek penelitian dipilih, dan analisa dilakukan. Sarantakos (dalam Poerwandari, 1995) menyampaikan bahwa dalam penelitian kualitatif validitas dicoba, dicapai tidak melalui manipulasi variabel, melainkan melalui orientasinya, dan upayanya mendalami dunia empiris, dengan menggunakan metode paling cocok untuk pengambilan dan analisis data. Marshall (dalam Poerwandari, 1998) menyarankan pentingnya peneliti untuk sungguh-sungguh mengembangkan kontruk analitis melalui data. Analisis dan interpretasi data diharapkan dapat mendalam bila faktafakta negatif (kecenderungan umum) diungkap dan mendapatkan analisa. Suatu laporan yang baik harus menjelaskan metode-metode pengumpulan data secara eksplisit. Strategi dan analisis data harus diungkapkan secara terbuka. Data apapun bentuknya (catatan lapangan, transkrip, wawancara, observasi perilaku) harus dijaga dan disimpan dengan baik kelengkapannya. Hal yang dapat meningkatkan generabilitas penelitian kualitatif adalah melakukan triangulasi. Triangulasi mengacu pada upaya pengambilan sumber-sumber data yang berbeda untuk menjelaskan suatu hal tertentu. Triangulasi adalah sutau teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 1995) Lincoln dan Guba dan Denzin (dalam Moleong, 1995) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan, yaitu : 1. Triangulasi dengan sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.

34

2. Triangulasi dengan metode, yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama 3. Triangulasi dengan penyidik, yaitu dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. 4. Triangulasi dengan teori, yaitu fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaan dengan satu atau lebih teori. Untuk menjaga keabhsahan dan keajegan penelitian, peneliti harus menggunakan triangulasi teori dan sumber. Dimana peneliti mengecek derajat kepercayaan yang diungkap subjek melalui significant other serta mengecek derajat kepercayaan yang didapat dengan satu atau beberapa teori. G. TEKNIK ANALISIS DATA Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Poerwandari (2005) memberikan beberapa tahapan yang diperlukan dalam menganalisa data kualitatif, tahap tersebut adalah : 1. Mengorganisir data Setelah peneliti mendapatkan data dari subjek dan significant other melalui wawancara dengan alat perekam, kemudian peneliti mengubahkan menjadi transkrip (verbatim) dalam bentuk tulisan. Karena datanya yang beragam dan banyak data harus diorganisasikan dengan rapi, sistematis dan lengkap. 2. Mengelompokkan data

35

Langkah pertama sebelum analisa adalah membubuhkan kode pada data yang diperoleh. Pengkodean dimaksudkan untuk dapar mengorganisasikan dan mensistematiskan data secara lengkap dan mendetil sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik. 3. Analisis kasus. Analisis yang pertama dilakukan adalah analisis terhadap masingmasing kasus. Analisis dilakukan melalui hasil wawancara yang diungkap responden. Tahap kedua adalah melakukan analisis antar kasus yang tujuannya untuk mengungkap persamaan dan perbedaan antara subjek serta menyimpulkannya.

4. Menguji asumsi Pada tahap ini, kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kembali berdasarkan landasan teori yang dijabarkan pada bab sebelumnya. Sehingga data yang diperoleh dapat dicocokkan apakah data kesamaan antara landasan teori dengan data yang didapat.

You might also like