You are on page 1of 9

Kelompok IV: Andy Tangkas Revolin Petryacko Rizki M Wiliam Chandra Susy Liany

Peran Mahakamah Internasional


Peran Mahkamah Internasional sangat menentukan kepada kedua negara yang sedang bersengketa. Dalam hal ini, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan, dimana Mahkamah Internasional berwenang untuk memeriksa, menyelesaikan sengketa hingga memberikan keputusan atas dasar sengketa tersebut. Hal ini dinyatakan dalam pasal 94 ayat (1) Piagam PBB, yaitu : Setiap anggota PBB berusaha mematuhi keputusan Mahkamah Internasional dalam perkara apapun dimana anggota tersebut menjadi suatu pihak. Sedangkan pada ayat (2) dinyatakan sebagai berikut Apabila sesuatu pihak dalam suatu perkara tidak memenuhi kewajiban kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh suatu keputusan Mahkamah, pihak yang lain dapat meminta perhatian Dewan Keamanan, yang jika perlu, dapat memberikan rekomendasi atau menentukan tindakan tindakan yang akan diambil untuk terlaksananya keputusan itu.

Kewenangan Mahakamah Internasional adalah akses ke Mahkamah Internasional yang hanya terbuka untuk negara Individu, dan organisasi-organisasi Internasional tidak dapat menjadi pihak dari suatu sengketa didepan Mahkamah Internasional. Pada prinsipnya, Mahkamah Internasional hanya terbuka bagi negara-negarea anggota dari statuta. Keputusan Mahkamah adalah keputusan organ hukum tertinggi didunia. Penolakan suatu negara terhadap keputusan lembaga tersebut, akan dapat merusak citra negara tersebut dalam pergaulan antar bangsa. Oleh karena itu, dengan mengadakan pengcualian terhadap ketentuan tersebut, juga diberikan kemungkinan kepada negara-negara lain yang bukan pihak pada statuta untuk dapat mengajukan suatu perkara ke Mahkamah Internasional (pasal 35 ayat 2 statuta: dimungkinkan mengenakan persyaratan persyaratan terhadap negara itu, yaitu bahwa negara negara tersebut harus mematuhi keputusan keputusan Mahkamah dan menerima syarat syarat dalam pasal 94 Piagam PBB). Dalam hal ini, dewan keamanan dapat menentukan syarat-syaratnya. Anggota Mahkamah Internasional: Semua anggota PBB ipso facto yang berarti oleh faktanya sendiri, adalah peserta statuta, akan tetapi negara yang bukan anggota PBB dapat juga menjadi peserta, berdasarkan syarat syarat yang ditetapkan dalam setiap perkara oleh Majelis Umum PBB atas rekomendasi dari dewan Keamanan (pasal 93 Piagam PBB). Syarat syarat itu adalah penerimaan negara yang bukan anggota atas Statuta, penerimaan kewajiban kewajiban (pasal 94 Piagam PBB) dan melaksanakan suatu pemberian sumbangan anggaran Mahkamah seperti yang dimuat dalam resolusi majelis Umum tanggal 11 Desember 1946.

Macam-macam kewenangan Mahkamah Internasional


Kewenangannya : Yuridiksi Mahkamah terbagi dua macam[35], yaitu : a. Untuk memutuskan perkara-perkara perdebatan (contentious case) b. Untuk memberi opini-opini nasihat (advisory juridiction) c. Memerikasa perselisihan/sengketa antara negara-negara anggota PBB yang diserahkan kepada Mahkamah Internasional. Menurut mahkamah, ada beberapa pembatasan penting atas pelaksanaan fungsi fungsi yudisialnya dalam kaitan yuridiksi pedebatan dan terhadap hak hak dari negara untuk mengajukan klaim dalam lingkup yuridiksi ini, yaitu:[43] a. Mahkamah tidak boleh memberikan putusan abstrak, untuk memberikan suatu dasar bagi keputusan politis, apabila keyakinannya tidak berhubungan dengan hubungan hubungan hukum yang aktual. Sebaliknya Mahkamah boleh benar benar bertindak sebagai suatu Mahkamah yang didebat. Aspek yang erat kaitannya yaitu bahwa para pihak tidak dapat diperlakukan sebagai pihak yang dirugikan satu sama lain dalam suatu sengketa apabila hanya ada ketidaksesuaian kongkret atas masalah masalah yang secara substansif mempengaruhi hak hak dan kepentingan kepentingan hukum mereka. b. Yang banyak menimbulkan kontroversi, Mahkamah memutuskan dengan suara mayoritas dalam South West Africa Case, Second Phase bahwa negara negara yang mengajukan klaim, yaitu Ethiopia dan Liberia, telah gagal untuk menetapkan hak hukum mereka atau kepentingan yang berkaitan dengan mereka di dalam pokok sengketa dari klaim klaimnya sehingga menyebabkan klaim itu harus ditolak. Persoalan ini telah dianggap sebagai salah satu dari persoalan permulaan, meski demikian ada kaitannya dengan materi perkara

Mahkamah Internasional Sebagai Salah Satu Organ Utama PBB


Perserikatan Bangsa-bangsa memiliki beberapa organ utama diantaranya Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan perwalian, Sekretariat Jenderal dan Dewan Ekonomi dan Sosial serta Mahkamah Internasional. Hal ini ditegaskan didalam pasal 7 (1) Piagam PBB yang menyatakan : There are established as the principal organs of the United Nations a General Assembly, a Security Council, an Economic and Social Council, a Trusteeship Council, an International Court of Justice and a Secretariat. "Ada ditetapkan sebagai organ utama PBB Majelis Umum, Dewan Keamanan, Ekonomi dan Sosial PBB, sebuah Dewan Perwalian, sebuah Mahkamah Internasional dan Sekretariat."

Karena memiliki kedudukan yang sederajat dengan organ-organ utama PBB yang lainnya maka Mahkamah Internasional bukan merupakan badan peradilan umum PBB yang bersifat memaksa terhadap organ lainnya. Mahkamah hanya memiliki kewenangan untuk memberi nasihat apabila diminta dan pemberian nasihat itu tidak mengikat atau meiliki kedudukan lebih tinggi dari keputusan Majelis Umum PBB. Demikian juga halnya dalam pemeriksaan berbagai perkara yang diajukan kepada Mahkamah InternasioNal maka organ-organ PBB lainnya tidak boleh mencampuri urusan Mahkamah. Sebagai salah satu organ utama PBB terbentuknya Mahkamah Internasional tidak terlepas dari tujuan dibentuknya PBB. Hal ini tercantum secara tegas didalam Piagam PBB yang menyatakan : Untuk mempertahankan perdamaian dan kemanan dunia dan untuk mencapai tujuan tersebut perlu mengadakan tindakan-tindakan bersama yang efektif untuk mencegah dan meniadakan ancaman terhadap perdamaian serta untuk menanggulangi tindakan-tindakan agresi atau pelanggaran atas perdamaian dengan cara damai sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan ketentuan hukum internasional, perukunana atau enyelesaian sengketa internasional atau keadaan yang mengancam perdamaian internasional.

Proses Penyelesaian Sengketa Oleh Mahkamah Internasional


Dalam proses penyelesaian sengketa Mahkamah Internasional bersifat pasif artinya hanya akan bereaksi dan mengambil tindakan-tindakan bila ada pihak-pihak berperkara mengajukan ke Mahkamah Internasional. Dengan kata lain Mahkamah Internasional tidak dapat mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk memulai suatu perkara. Dalam mengajukan perkara terdapat 2 tugas mahkamah yaitu menerima perkara yang bersifat kewenangan memberi nasihat (advisory opinion) dan menerima perkara yang wewenangnya untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan oleh negara-negara (contensious case). Sebenarnya hanya negara sebagai pihak yang boleh mengajukan perkara kepada Mahkamah Internasional. Karena itu perseorangan, badan hukum, serta organisasi internasional tidak dapat menjadi pihak untuk berperkara ke Mahkamah internasional. Namun demikian berdasarkan Advisory opinion tanggal 11 April 1949 Mahkamah Internasional secara tegas menyatakan bahwa Perserikatan bangsa-bangsa adalah merupakan pribadi hukum yang dapat mengajukan klaim internasional atau gugatan terhadap negara. Advisory Opinion ini telah membuka kesempatan kepada PBB untuk menjadi pihak dalam perkara kontradiktor (contentious case).

alam upaya penyelesaian perkara ke Mahkamah Internasional bukanlah merupakan kewajiban negara namun hanya bersifat fakultatif. Artinya negara dalam memilih cara-cara penyelesaian sengketa dapat melalui berbagai cara lain seperti saluran diplomatik, mediasi, arbitrasi, dan cara-cara lain yang dilakukan secara damai. Dengan demikian penyelesaian perkara yang diajukan ke Mahkamah Internasional bersifat pilihan dan atas dasar sukarela bagi pihak-pihak yang bersengketa. Hal ini sesuai dengan Pasal 33 (1) Piagam PBB. Meskipun Mahkamah Internasional adalah merupakan organ utama PBB dan anggota PBB otomatis dapat berperkara melalui Mahkamah Internasional, namun dalam kenyataannya bukanlah merupakan kewajiban untuk menyelesaikan sengketa pada badan peradilan ini. Beberapa negara tidak berkemauan untuk menyelesaikan perkaranya melalaui Mahkamah Internasional. Sebagai contoh dalam perkara Kepulauan Malvinas tahun 1955 dimana Inggris menggugat Argentina dan Chili ke Mahkamah Internasional namun Chili dan Argentina menolak kewenangan Mahkamah Internasional untuk memeriksa perkara ini.

Perlu dicatat bahwa para hakim yang duduk di Mahkamah Internasional tidak mewakili negaranya , namun dipilih dan diangkat berdasarkan persyaratan yang bersifat individual seperti keahliannya dalam ilmu hukum, kejujuran serta memiliki moral yang baik. Penunjukan para hakim ini diusulkan dan dicalonkan oleh negara-negara ke Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB. Pengajuan perkara ke Mahkamah Internasional dapat menggunakan 2 cara yaitu : 1. Bila pihak-pihak yang berperkara telah memiliki perjanjian khusus (special agreement) maka perkara dapat dimasukkan dengan pemberitahuan melalui panitera Mahkamah. 2. Perkara dapat diajukan secara sepihak (dalam hal tidak adanya perjanjian/persetujuan tertulis).

You might also like