Professional Documents
Culture Documents
JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu : 1. 2. 3. Mengerti dan memahami alasan diberlakukannya kebijakan. Mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam kebijakan tersebut. Memahami dampak diberlakukannya kebijakan tersebut.
BAB II ISI
Kebijakan merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah, organisasi, maupun individu dalam suatu sistem. Kebijakan diambil untuk menjadikan suatu sistem menjadi lebih baik. Kebijakan berbeda dengan hukum, kebijakan bersifat sebagai isi aturan untuk memperoleh hasil yang diinginkan sedangkan hukum hanya sebagai legalitas dari aturan tersebut agar aturan tersebut bersifat mengikat. Kebijakan yang akan dibahas adalah tentang kebijakan penerapan double hull pada Floating Production, Storage and Offloading (FPSO).
Floating Production, Storage and Offloading (FPSO) adalah kapal yang dirancang untuk menerima minyak atau gas dari tempat penambangan sebagai tempat pemprosesan dan juga sebagai penyimpanan sebelum diangkut ke darat atau disalurkan melalui pipa-pipa. Berbeda dengan Floating Storage and Offloading (FSO) yang hanya untuk tempat penyimpanan FSPO juga sebagai tempat pemprosesan. Minyak mentah
yang baru saja diambil dari offshore, tidak langsung dibawa ke darat tapi menuju FSPO terlebih dahulu untuk diproses dan disimpan yang nantinya akan disalurkan mel aui kapal-kapal tanker atau melalui pipa. Hal ini dimaksudkan agar tidak banyak menghabiskan banyak waktu. FSPO sendiri umumnya merupakan konversi dari kapal tanker karena peralatan yang digunakan hampir sama dengan kapal tanker namun terdapat modifikasi tertentu.
Pada umumnya, FPSO lebih banyak diam ditempat tidak seperti kapal lainnya. Namun dalam perundang-undangan, FPSO dikategorikan sebagai kapal karena termasuk dalam definisi kapal. Dari dasar ini FPSO yang notabene juga mengangkut minyak dalam jumlah besar juga akan terkena imbas dari aturan double hull seperti pada kapal tanker bermuatan 5000 DWT keatas agar memproteksi lingkungan laut dari polusi yang ditimbulkan oleh kebocoran kapal tanker. Peraturan ini diberlakukan oleh IMO sejak tanggal 22 Juli 2005. Setelah itu muncul kebijakan untuk kapal-kapal FPSO yang dibangun setelah aturan tersebut diberlakukan, kapal-kapal tersebut dianjurkan menggunakan double hull sedangkan untuk kapal yang dulunya kapal tanker dan dikonversikan menjadi FPSO masih diperbolehkan menggunakan single hull.
yang rawan tercemar bila terjadi kebocoran kapal tanker. Oleh karena itu, IMO mewajibkan kapal tanker diatas 5000 DWT menggunakan double hull. Disini pemerintah melalui Klas sebagai pengontrol penerapan aturan pada negaranya. Bila di negara Indonesia BKI-lah yang berperan dalam pengontrolan kapal bangunan baru maupun lama.
Kebijakan double hull dilatarbelakangi akibat kebocoran kapal super tanker MV.VALDEZ pada tahun 1989 yang menyebabkan 11 juta liter minyak tumpah sehingga merusak ekosistem laut. Disini FSPO terkena imbas dari peraturan double hull. Dalam kebijakan ini melibatkankan pihak-pihak seperti IMO sebagai acuan peraturan double hull. Terdapat beberapa pihak yang mendapat dampak dari kebijakan penerapan double hull pada FPSO seperti BP migas dan galangan kapal.
DAFTAR PUSTAKA
http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Floating_Production_Storage_and_Offloading&a ction=edit http://robron.multiply.com/journal/item/37/BENCANA_VALDEZ_BENCANA_LINGKUNGAN_B ENCANA_KEMANUSIAAN.html Annex I of MARPOL 73/78 ; Regulations for the Prevention of Pollution by Oil