You are on page 1of 10

PENDAHULUAN

Mekanisme homeostatik halus yang mengendalikan volume cairan intersisial dapat gagal jika timbul kelainan dalam komponen apapun. Penimbunan lokal atau generalisata cairan interstisial yang berlebihan disebut edema. Hipoproteinemia parah mengurangi tekanan onkotik plasma dan menurunkan reabsorbsi cairan dari ujung vena kapiler vascular. Ini menyebabkan penimbunan cairan interstisial generalisata. Hipertensi vena yang disebabkan oleh obstruksi lokal atau payah jantung bisa menyebabkan edema lokal atau generalisata dengan pengurangan reabsorbsi cairan yang serupa oleh kapiler distal. Bila edema disebabkan oleh kelainan transport limfe, maka disebut lymphedema (Ricard, 2011). Limfe bertanggung jawab untuk mengangkut bahan kimia dan sel-sel kekebalan tubuh penting. Jika tidak diobati, lymphedema menyebabkan peradangan kronis, infeksi dan pengerasan kulit yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan lebih lanjut kelenjar getah bening dan distorsi bentuk bagian tubuh yang terkena. Lymphedema adalah suatu kondisi yang berkembang secara perlahan biasanya progressive (NLN, 2011). Walaupun ada banyak penyebab edema ekstremitas , namun biasanya sulit menegakkan diagnosis apakah pembengkakan disebabkan oleh kelainan sistemik, karena penyakit sistem vena atau karena kelainan sistem limfe. Penyebab lain pembengkakan ekstremitas seperti fistula arteriovenosa atau kelainan alergi harus dipertimbangkan juga (Ricard, 2011) Tersedia pengobatan yang efektif untuk lymphedema . Diagnosis dini sangat penting karena perawatan yang paling efektif ketika lymphedema didiagnosa pada tahap awal. Setiap pasien dengan lymphedema harus memiliki akses untuk pengobatan yang efektif dibentuk untuk kondisi ini. Lymphedema tidak dapat disembuhkan tetapi dapat berhasil dikelola ketika benar didiagnosis

dan diobati (NHN, 2011). Diagnosis dini lymphedema membantu mengurangi akibat psikologis dan sosial (Cooper. 2010).

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI, ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI Lymphedema adalah penyakit yang ditandai penebalan kulit dan jaringan dibawahnya, khususnya pada kaki dan genital pria serta payudara wanita.(Deepthi, 2011) Lymphedema dapat dibedakan menjadi primer dan sekunder. Lympedema sekunder lebih sering terjadi. Lymphedema primer tidak diketahui sebabnya. Tiga kali lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Lympedema sekunder lebih sering terjadi karena proses patologis yang menghalangi jalannya peredaran sistem limfatik. Lymphedema primer mungkin disebabkan tidak adanya atau hipoplastik saluran atau kurangnya saluran. Pada beberapa kasus, mungkin terdapat cukup jumlah dari saluran namun terjadi kelemahan pada fungsinya. Lymphedema primer tampak pada tahun pertama kehidupan. Dapat diturunkan secara familial dan disebut Milroys disease atau Meiges disease. Lymphedema sekunder karena obstruksi yang disebabkan karena filariasis, malignansi, tindakan pembedahan pengambilan lympanodi, radiasi, infeksi kronis, dan trauma. Penyebab dari pembengkakan yang ekstrim mungkin bisa ditentukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. .(Connoly, 2008) Pasien dengan edema masif dari ekstremitas bawah karena sumbatan dari sistem limfatik karena filaria biasa disebut elephantiasis. Biasanya mempengaruhi seluruh anggota gerak.(Connoly, 2008) Penyakit ini terjadi karena adanya obstruksi, aplasia, dan hipoplasia dari pembuluh

limfa.(Denzinger, 2007) Elephantiasis disebabkan oleh 3 tipe cacing filaria yaitu wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, sering disebut sebagai tipe filariasis limfatik. Pada tipe non filaria limfatik elephantiasis biasanya disebabkan oleh kontak berulang dari abu vulkanik. Bahan kimia yang terkandung di dalamnya diteruskan melalui telapak kaki dan menyebar ke sistem limfatik dan menyumbat pengalirannya. Sebab lain pada non filarial

limfatik elephantiasis adalan infeksi penyakit menular seksual seperti lymphogranuloma venerum), tuberculosis, leishmaniasis, infeksi bakteri streptococcus tertentu. Dan pada beberapa kasus tidak diketahui

penyebabnya(Deepthi, 2011) Lymphedema adalah penyakit yang tidak jarang ada pelaporannya sehingga epidemiologinya kurang akurat. Diperkirakan 140-250 juta orang terkena lympedema, kebanyakan disebakan oleh filariasis. mphedema di negara barat populasi yang terkena lymphedema adalah pasien yang dirawat karena malignansi, khususnya wanita dengan kanker payudara dan rahim.(Lu song, et all, 2008). Menurut data WHO filariasis limfatik menyerang 40 juta orang di 83 negara. Paling banyak menyerang negara-negara di Afrika dan India, di luar itu menyerang negara-negara di Asia selatan. Limfatik filariasis adalah penyakit tropis yang sering terjadi tapi paling sering pula diabaikan. Elephantiasis skrotum jarang didapatkan di luar daerah endemiknya yaitu Afrika dan India. Lymphedema primer seperti elephantiasis primer jarang didapatkan.(Connoly, 2008)

2. ANATOMI FISIOLOGI Sistem limfatikus adalah sistem yang hampir menembus semua jaringan dalam tubuh dan merupakan kumpulan dari jaringan dan organ yang memproduksi sel sel imun. Fungsinya ada tiga : 1. Pengembalian cairan ; cairan yang berasal dari kapiler darah akan di reabsobsi oleh kapiler itu sendiri tetapi tiap hari kapiler akan kehilangan 24 liter air dan 1/2 protein plasma. Sitem limfatikus mengabsorbsi cairan yang hilang dan mengembalikannya ke sistem sirkulasi 2. Imunitas ; ketika cairan di ambil dari jarinan tersebut beberapa sel-sel asing ikut terbawa, ketika mencapai limfonodi sel imun akan mendeteksi dan mengaktifkan rewspon protektif 3. Absorbsi lipid ; di dalam usus halus suatu pembuluh limfonodi khusus yang bernama lacteals menyerap lipid yang tidak dapat di serap oleh pembuluh darah.

3. PATOFISIOLOGI Fungsi normal limfatik adalah mengembalikan protein, lipid, dan air dari interstitium ke ruang intravaskuler. 40-50% dari protein serum diangkut dengan rute ini setiap hari. Tekanan hidrostatik yang tinggi dalam arteri kapiler memaksa protein ke interstisiel, mengakibatkan tekanan interstitial onkotik meningkat yang menarik air. Cairan interstisial biasanya memberikan kontribusi makanan dari jaringan. Sekitar 90% dari cairan kembali ke sirkulasi melalui kapiler masuk ke vena. 10% sisanya terdiri dari protein dengan berat molekul tinggi dan airnya, yang terlalu besar untuk mudah menembus dinding kapiler vena. Hal ini menyebabkan mengalir ke kapiler limfatik dan dapat mengakomodasi ukuran besar dari protein dan air yang menyertainya. Protein kemudian melakukan perjalanan melalui bergabung dengan sirkulasi vena. Dalam keadaan sakit, kapasitas transportasi limfatik berkurang. Hal ini menyebabkan volume normal pembentukan cairan interstisial melebihi tingkat pengembalian limfatik, mengakibatkan stagnasi protein dengan berat molekul tinggi dalam interstitium. Ini biasanya terjadi setelah aliran telah berkurang 80% atau lebih. Hasilnya, dibandingkan dengan bentuk lain dari edema yang memiliki konsentrasi jauh lebih rendah protein, edema ini memiliki kadar protein yang lebih tinggi, dengan konsentrasi protein 1,0-5,5 g / mL. Akumulasi cairan interstisial menyebabkan dilatasi besar saluran aliran yang tersisa dan inkompetensi katup yang menyebabkan pembalikan aliran dari jaringan subkutan ke dalam pleksus dermal. Dinding limfatik mengalami fibrosis, dan fibrinoid trombi terakumulasi dalam lumen, melenyapkan banyak saluran getah bening yang tersisa. Shunts lymphovenous spontan dapat terbentuk. Kelenjar getah bening mengeras dan mengecil, kehilangan arsitektur normal mereka. Dalam akumulasi interstitium, protein dan cairan memulai reaksi inflamasi yang ditandai. Aktivitas makrofag meningkat, mengakibatkan berbagai kelenjar getah bening kemudian

kerusakan serat elastis dan produksi jaringan fibrosclerotic. Fibroblas bermigrasi ke interstitium kolagen dan deposit. Hasil dari reaksi inflamasi adalah perubahan dari pitting edema awal untuk karakteristik edema nonpitting lymphedema. Akibatnya, penjagaan kekebalan lokal ditekan, infeksi kronis, serta degenerasi ganas untuk lymphangiosarcoma, dapat terjadi. Kulit di atasnya menjadi menebal dan menampilkan peau d'orange, khas (oranye kulit) penampilan limfatik dermis padat. Epidermis bentuk deposito bersisik tebal dan dapat menampilkan verrucosis berkutil. Fisura sering mengembangkan dan menampung bakteri yang mengarah ke kebocoran getah bening ke permukaan kulit.(Revis, et all, 2010)

4. DIAGNOSIS
y

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

elemen kunci dari riwayat penyakit 1. sejak kapan muncul edema(akut <72 jam atau kronik) ? 2. bila onsetnya akut, pertmbangkan trombosis vena dalam, 72 jam 3. edema nyeri atau tidak? pada thrombosis vena dalam biasanya disertai nyeri. insufficiency vena chronis menyebabkan sedikit nyeri 4. riwayat pengobatan Ca chanel blocker , prednisone, AINS 5. apakah oedem bertambah ketika malam. edem vena akan meningkat ketika malam 6. apakah ada riwayat apneu saat tidur? apneu saat tidur menyebabkan hipertensi pulmonal yang merupakan penyebab edem tungkai.
y

PEMERIKSAAN FISIK

1.BMI obsitas menyebabkan apneu waktu tidur dan hipertensi pulmonal 2.unilateral atau bilateral? biasanya trobosis vena dalam terjadi unilateral , bilateral pada gagal jantung atau penyakit ginjal 3. thrombosis vena dalam biasanya teraba lunak, sedangkam limfedem teraba keras

4. pada limfedema awal insuffisiensi vena pitting odem pada limfeodema yang lanjut dan mengalami fibrotic non pitting oedem 5. tanda Kaposi-stremmer merupakan tanda limfedem,yaiutu ketidakmampuan melipat kulit pada dorsum pedis di basis jari kedua 6. perubahan warna kulit, pada kronik limfedem terjadi hyperkeratosis papilomatosis dan indurasi.
y

PEMERIKSAAN PENUNJANG

laboratorium: darah lengkap , urinalisis, elektrolit, gula darah, albumin, TSH,

echocardiografi dilakukan pada pasien dengan kecurigaan gagal jantung

edema idiopatik dapat didiagnosa pada pasien wanita muda yang tidak mengarah pada kemungkinan lain. radiologi: dapat dilakukan limfoscitigrafy

5. KLASIFIKASI LIMFEEDEMA primer limfedema merupakan suatu penyakit yang jarang yang dibagi dalam 3 tipe berdasarkan usia kemunculannya, yang pertama konenital, Limfedema congenitalbiasanya muncul saat kelahiran atau pada saat bayi berumur 2 tahun. Diturunkan secara familial dari kelainan autosoma dominan yang dikenal dengan nama Milroy disease Limfedema prekok, merupakan bentuk umum dari primer limfedemayang muncul dalam rentang usia 2-35 tahundan perbandingan pri:wanita= 1:10. Biasanya unilateral dan terbatas pada kaki dan betis pada kebanyakan pasien. Dikenal denan nama Meige disease. Limfeedem Tarda muncul setelah umur 35 tahun.

Limfedema sekunder, lebih umum dibandingkan yang primer, biasanya disebabkan oleh riwayat penyakit. Penyebab umum adalah tumor (liofoma, ca protat, ca ovarium) pembedahan yang melibatkan limfe, terapi radiasi, infeksi (infeksi bakteri, filariasis). Limfedema kronis biasanya biasanya dibedakan dengan edema vena dari karakteristik perubahan kulit, ada tidaknya pitting, dan dari riwayat penyebab yang mendukung. Kulit menjadi mengkerut dan menghitam. Dorsum pedis berbrntuk square off. 6. diferential diagnosis Trombosis vena dalam Nyeri, bengkak, dan kemungkinan warnanya pudar, asimetris. Faktor resiko DVT seperti kanker, immobilisasi dan keadaan hiperkoagulasi. Insufisiensi Vena Kronik ditandai dengan pitting udem, dan bisa menyebabkan dermatitis dan ulserasi dan menyebabkan nyeri juga. gagal jantung Selain terdapat udeme disertai juga dengan dispnue dieffort, peningkatan JVP dan bunyi jantung yang berubah. Bisa disebabkan karena gagal jantung kiri atau penyakit paru kronik dan juga dari apnue waktu tidur. Kehamilan Pembesaran uterus yang menyebabkan meningkatkan tekanan pada vena yang berakibat udem pada ekstremitas bawah. 7. Penatalaksanaan Terapi non spesifik pada limfedema seperti elevasi, kompresi garmen, drainase limfa manual, kompresi neumatik intermiten, dan pembedahan prosedur eksisi dan mikro surgery. Tinea pedis diberikan anti fungus. Antibiotik profilaksis diberikan pada selulitis rekurensi. Diuretik kurang membantu. Terapi untuk lifedema sering mengecewakan. Terapi support dari lingkungan sekitar penting untuk pasien. 4.

DAFTAR PUSTAKA

Adam J Cohen, MD. 2009. Facial Trauma, Orbital Floor Fractures (Blowout). http://emedicine.medscape.com ( 3 Februari 2010) Bailey JS, Goldwasser MS. 2004. Management of Zygomatic Complex Fractures. Dalam : Miloro M et al. Petersons principles of Oral and Maxillofacial Surgery 2nd. Hamilton, London : BC Decker Inc. Daniel Cerbone D.O. 2008. Maxillofacial Trauma. Emergency Department St. Barnabas Hospital. http://www.sbhemresidency.com (3 Februari 2010) Dwidarto D. Affandi M. Pengelolaan deformitas dentofasial pasca fraktur panfascial. http://www.pdgionline.com (3 Februari 2010) Ellis E. fractures of the zygomatic complex and arch. Dalam : fonseca rj et al. oral and maxillofacial trauma. St. louis : Elsevier. 2005 Greer E, Steven., et all. 2006. Handbook of Plastic Surgery. New York: Taylor & Francis e-Library Kris S Moe. 2009. Facial Trauma, Maxillary Fracture. Division of Facial Plastic and Reconstructive Surgery University of Washington School of Medicine. http://emedicine.medscape.com (3 Februari 2010) Kristin K Egan, MD. 2009. Facial Trauma, Nasoethomid Fracture. Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery, University of California San Francisco. http://emedicine.medscape.com (3 Februari 2010) Prasetiyono A. 2005. Penanganan fraktur arkus dan kompleks zigomatikus.

Indonesian journal of oral and maxillofacial surgeons. Feb 2005 no 1 tahun IX hal 41-50. Sofii I, Dachlan I. Correlation between midfacial fractures and intracranial lesion in mild and moderate head injury patients. http://bedahugm.com (4 Februari 2010) Sudjatmiko, G. 2007. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. P 74-78. Yayasan Khasanah Kebajikan. Thomas Widell, MD. 2009. Facial Trauma, Frontal Fracture. Department of Emergency Medicine, Rosalind Franklin School of Medicine http://emedicine.medscape.com (3 Februari 2010) Tucker MR, Ochs MW. Management of facial fractures. Dalam : Peterson lj et al. contemporary oral and maxillofacial surgery. St louis: mosby co. 2003 Vipul R Dev, MD. 2009. Facial Trauma, Nasal Fracture. California Institute of Cosmetic&Reconstructive Surgery. http://emedicine.medscape.com (3 Februari 2010)

10

You might also like