You are on page 1of 41

BAB V GROUNDED THEORY DAN PENGODEAN (CODING) 1. PENGERTIAN DAN CIRI-CIRI GROUNDED THEORY a.

Pengertian Grounded Theory Penjelasan Strauss & Corbin (dalam Denzin & Lincoln, 1994: 273-274) tentang grounded theory adalah sebagai berikut: In this approach, researchers are responsible for developing other theories that emerge from observing a group. The theories are grounded in the groups observable experiences, but researchers add their own insight into why those experiences exist. In essence, grounded theory attempts to reach a theory or conceptual understanding through stepwise, inductive process. Intinya: Dalam pendekatan ini, peneliti bertanggung jawab untuk mengembangkan teori-teori lain yang muncul dari pengamatan terhadap suatu kelompok. Teori-teori itu bersifat grounded dalam pengalaman-pengalaman kelompok yang diamati; tetapi peneliti menambahkan pemahamannya sendiri ke dalam pengalaman-pengalaman itu. Esensinya, grounded theory berusaha mencapai suatu teori atau pemahaman konseptual melalui proses bertahap dan induktif. Tentang tujuan dan perspektif grounded theory, Strauss & Corbin (dalam Denzin & Lincoln, 1994: 273-274) menjelaskan: The phrase grounded theory refers to a theory that is develop inductively from a corpus of data. If done well, this means that the resulting theory at least fit one dataset perfectly. This contrasts with theory derived deductively from grand theory, without the help of data. Grounded theory takes a case rather than variable perspective, although the distinction is nearly impossible to draw. This means in part that the researcher takes different cases to be wholes, in which the variable interact as a unit to produce certain outcomes. A case-oriented perspective tends to assume that variables interact in complex ways, and is suspicious of simple additive models, such as ANOVA with main effects only. Intinya: Grounded theory mengacu pada teori yang dikembangkan secara induktif dari data. Apabila grounded theory dilakukan dengan baik teori yang 130

dihasilakn cocok dengan data. Teori ini berbeda dengan teori yang dihasilkan secara deduktif dari grand theory, tanpa bantuan data. Grouded theory lebih mengambil perspektif studi kasus daripada perspektif variabel, meskipun pembedaan ini hampir tidak dapat dibuat. Hal ini untuk sebagian berarti peneliti mempelajari kasus untuk menjadi keseluruhan, di dalamnya variabel-variabel berinteraksi sebagai unit untuk membuahkan hasilhasil tertentu. Perspektif orientasi kasus cenderung mengasumsikan bahwa variabel-variabel berinteraksi secara kompleks, dan curiga dengan modelmodel aditif seperti ANOVA dengan hanya akibat utama saja. Selanjutnya, penjelasan lanjutan tentang tujuan dan perspektif grounded theory sebagai berikut: Although not part of the grounded theory rhetoric, it is apparent that grounded theorists are concerned with or largerly influenced by emic understandings of the world: they use categories drawn from respondents themselves and tend to focus on making implicit belief systems explicit. Intinya: Meskipun bukan bagian dari retorika grounded theory, jelaslah bahwa teoretikus-teoretikus grounded theory memperhatikan atau dipengaruhi secara luas oleh pemahaman-pemahaman emik tentang dunia, mereka menggunakan kategori-kategori dari responden mereka sendiri, dan cenderung memfokuskan pada penyusunan sistem kepercayaan implisit menjadi eksplisit. Selanjutnya menurut Strauss dan Corbin (1990: 23) grounded theory: is one that inductively derived from the study of the phenomenon it represents. That is it discovered, develoved, and provisionally verified through systematic data collection and analysis data pertaining to that phenomenon. Therefore, data collection, analysis, and theory stand in reciprocal relationship with each other. One does not begin with a theory, than prove it. Rather, one begins with an area of study and what is relevant to that area is allowed to emerge. Kutipan tersebut mempunyai arti: grounded theory adalah teori yang diperoleh dari hasil pemikiran induktif dalam suatu penelitian tentang fenomena yang ada. Grounded theory ini ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan melalui pengumpulan data secara sistematis dan analisis data yang terkait dengan 131

fenomena tersebut. Oleh karena itu kumpulan data, analisis dan teori saling mempengaruhi satu sama lain. Peneliti tidak mulai dengan suatu teori kemudian membuktikannya, tetapi memulai dengan melakukan penelitian dalam suatu bidang, kemudian apa yang relevan dengan bidang tersebut dianalisis. Selanjutnya menurut Strauss dan Corbin (1990: 23) terdapat 4 (empat) kriteria utama untuk menilai apakah suatu grounded theory dibangun dengan baik. Empat kriteria tersebut adalah: 1) kecocokan (fit), 2) dipahami (understanding), 3) berlaku umum (generality), 4) dan pengawasan (controll). Dikatakan cocok (fit) apabila suatu teori itu tepat untuk kenyataan seharihari dari bidang yang benar-benar diteliti, dan cermat diterapkan untuk bermacam-macam data. Bila demikian itu berarti cocok (fit) untuk bidang yang benar-benar diteliti. Hal ini seperti dijelaskan oleh Strauss dan Corbin sebagai berikut: If theory is faithful to the everyday reality of substansive area and carefully induced from diverse data, then it should fit that substansive area. Dikatakan dipahami (understanding) apabila grounded theory menggambarkan kenyataan (realitas), ini juga berarti bersifat komprehensif dan dapat dipahami baik oleh individu-individu yang diteliti maupun oleh peneliti pada waktu melaksanakan studi dilapangan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Strauss dan Corbin sebagai berikut: Because it represents that reality, it should also be comprehensible and make sense both to the persons who were studied and those practicing in the area. Dikatakan berlaku umum (generality) jika data yang menjadi dasar grounded theory itu komprehensif dan interpretasi-interpretasinya bersifat konseptual dan luas, maka grounded theory itu menjadi cukup abstrak dan mencakup variasi-variasi yang memadai sehingga mampu diaplikasikan untuk beragam konteks yang berkaitan dengan fenomena yang diteliti. Dengan demikian teori itu berlaku umum (generality). Hal ini seperti yang dijelaskan Strauss dan Corbin sebagai berikut: If the data upon which it is based are comprehensive and the interpretation conceptual and broad, then the theory should be abstract enough and include sufficient variation to make it applicable to a variety of contexts related to that phenomenon. 132

Dikatakan pengawasan (controll) karena grounded theory memberikan pengawasan berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada fenomena. Hal ini disebabkan karena hipotesis-hipotesis yang mengajukan hubungan antar konsep - yang selanjutnya dapat digunakan sebagai pembimbing penelitian secara sistematik diambil dari data aktual yang berhubungan hanya pada fenomena. Hal ini seperti dijelaskan Strauss dan Corbin sebagai berikut: Finally, the theory should provide controll with regard to action toward the phenomenon. This is because the hyphotheses proposing relationship among concepts which later way be used to guide action are systematically derived from actual data related to that (and only that) phenomenon. Mengenai pendekatan yang digunakan dalam grounded theory dijelaskan oleh Strauss dan Corbin sebagai berikut: Grounded theory adalah suatu penelitian kualitatif yang menggunakan seperangkat prosedur yang sistematis untuk menyusun secara induktif teori tentang suatu fenomena. Penelitian tersebut akan menghasilkan rumusan teoritis tentang suatu realitas, yang terdiri dari sejumlah atau sekelompok tema-tema yang mempunyai kaitan secara tidak ketat. Melalui cara ini, konsep dan hubungan tema-tema tersebut tidak hanya dapat diberlakukan secara umum, tetapi juga diuji sementara. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Strauss dan Corbin sebagai berikut: The grounded theory approach is a qualitative research method that uses a systematic set a procedures to develop an inductively derived grounded theory about a phenomenon. The research findings constitute a theoritical formulation of the reality under investigation, rather than consist of a set of number, or a group of loosely related themes. Through this metodology, the concepts and relationships among them are not only generated but they are also provisionally tested. The procedures of the approach are many and rather specific, as you will see. Sedang tujuan dari grounded theory adalah menyusun teori yang tepat dan memberi gambaran yang jelas tentang bidang yang diteliti. Peneliti-peneliti bekerja dalam tradisi yang demikian, dan berharap teori yang mereka bangun dapat dikaitkan dengan teori-teori lain dalam disiplin masing-masing dan implikasinya dapat berguna dalam penerapannya. Hal ini seperti yang 133

dijelaskan Strauss dan Corbin sebagai berikut: The purpose of grounded theory method is, of course, to build theory that is faithful to add illuminates the area under study. Researchers working in this tradition also hope that their theories will ultimately be related to others within their respective disiplines in a cumulative fashion, and that the theorys implications will have useful application. Untuk melakukan penelitian grounded theory diperlukan adanya kepekaan teori (theoretical sensitivity). Bahkan kepekaan teori sering diasosiasikan dengan grounded theory (Theoretical sensitivity is a term frequently associated with grounded theory) (Strauss dan Corbin, 1990: 41). Kepekaan teori mengacu kualitas pribadi dari seorang peneliti. Ini diindikasikan adanya suatu kesadaran terhadap kehalusan makna (subtleties) dari data. Seseorang sampai pada suatu situasi penelitian dengan bermacam-macam tingkat kepekaan, dan hal ini tergantung dari apa yang dipelajari sebelumnya dan pengalaman yang relevan dengan suatu bidang. Hal ini juga dapat dikembangkan lebih jauh selama proses penelitian. Kepekaan teoritis mengacu pada sifat pemahaman yang dimiliki, kemampuan memberi makna pada data, kemampuan untuk memahami, kemampuan memisahkan hal yang berkaitan dari hal-hal yang tidak berkaitan. Ini semua dilakukan dengan istilah-istilah konseptual lebih dari istilah-istilah kongkret. Kepekaan teori memampukan seseorang mengembangkan sesuatu menjadi teori dari dasar, dikonseptualisasikan secara mantap dan terintegrasi secara baik . Hal ini seperti dijelaskan Strauss dan Corbin sebagai berikut: Theoretical sensitivity refers to a personal quality of the researcher. It indicates an awareness of the subleties of meaning of data. One can came to the research situation with varying degrees of sensitivity depending upon previous reading and experience with or relevant to an area. It can also be developed further during the research process. Theoretical sensitivity refers to the attribute of having insight, the ability to give meaning to data, the capacity to understand, and capability to separate the partinent from that which isnt. All this is done in conceptual rather than concrete terms. It is theoretical sensitivity that allows one to develop a theory that is grounded conceptually dense, and well integrated....(Strauss & Corbin, 1990: 41 42). 134

Selanjutnya dijelaskan bahwa kepekaan teoretik berasal dari sejumlah sumber. Salah satu sumber adalah literatur yang meliputi: bacaan teori, penelitian dan berbagai macam dokumen (misalnya biografi publikasi tentang pemerintahan). Dengan dimilikinya keakraban dengan publikasi-publikasi tersebut, akan dimiliki latar belakang informasi yang kaya dan sensitif terhadap kejadian dalam fenomena yang sedang dipelajari. Hal ini seperti dijelaskan Strauss dan Corbin sebagai berikut: Theoretical sensitivity comes from a number of sources. Once sources is literature, which include readings on theory, research and document (e.q biographies, government publications) of various kinds. By having some familiarity with these publications, you have a rich background of information that sensitizes you to what is going on with the phenomenon you are studying. Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa grounded theory adalah suatu yang bersifat konseptual atau teori sebagai hasil pemikiran induktif dari data yang dihasilkan dalam penelitian mengenai suatu fenomena. Atau suatu teori yang dibangun dari data suatu fenomena dan dianalisis secara induktif, bukan hasil pengujian teori yang telah ada. Untuk menganalisis data secara induktif diperlukan kepekaan teori (theoretical sensitivity). Agar hasil analisis secara induktif terhadap data fenomena tersebut dapat dikatakan sebagai grounded theory harus memenuhi 4 (empat) kriteria sebagai berikut: 1) cocok (fit) yaitu apabila teori yang dihasikan cocok dengan kenyataan sehari-hari sesuai bidang yang diteliti, 2) dipahami (understanding) yaitu apabila teori yang dihasilkan menggambarkan realitas (kenyataan) dan bersifat komprehensif, sehingga dapat dipahami oleh individu-individu yang diteliti maupun oleh peneliti, 3) berlaku umum (generality) yaitu apabila teori yang dihasilkan meliputi berbagai bidang yang bervariasi sehingga dapat diterapkan pada fenomena dalam konteks yang bermacam-macam, 4) pengendalian (controll) yaitu apabila teori yang dihasilkan mengandung hipotesis-hipotesis yang dapat digunakan dalam kegiatan membimbing secara sistematik untuk mengambil data aktual yang hanya berhubungan dengan fenomena terkait.

135

b. Ciri-ciri Grounded theory Dari penjelasan-penjelasan Strauss dan Corbin tentang grounded theory tersebut di atas juga dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri grounded theory sebagai berikut: 1) Grounded theory dibangun dari data tentang suatu fenomena, bukan suatu hasil pengembangan teori yang sudah ada. 2) Penyusunan teori tersebut dilakukan dengan analisis data secara induktif bukan secara deduktif seperti analisis data yang dilakukan pada penelitian kuantitatif. 3) Agar penyusunan teori menghasilkan teori yang benar disamping harus dipenuhi 4 (empat) kriteria yaitu: cocok (fit), dipahami (understanding), berlaku umum (generality), pengawasan (controll), juga diperlukan dimilikinya kepekaan teoretik (theoretical sensitivity) dari si peneliti. Kepekaan teori adalah kualitas pribadi si peneliti yang memiliki pengetahuan yang mendalam sesuai bidang yang diteliti, mempunyai pengalaman penelitian dalam bidang yang relevan. Dengan pengetahuan dan pengalamannya tersebut si peneliti akan mampu memberi makna terhadap data dari suatu fenomena atau kejadian dan peristiwa yang dilihat dan didengar selama pengumpulan data. Selanjutnya si peneliti mampu menyusun kerangka teori berdasarkan hasil analisis induktif yang telah dilakukan. Setelah dibandingkan dengan teori-teori lain dapat disusun teori baru. 4) Kemampuan peneliti untuk memberi makna terhadap data sangat diperngaruhi oleh kedalaman pengetahuan teoretik, pengalaman dan penelitian dari bidang yang relevan dan banyaknya literatur yang dibaca. Hal-hal tersebut menyebabkan si peneliti memiliki informasi yang kaya dan peka atau sensitif terhadap kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa dalam fenomena yang diteliti. 2. PENGODEAN (CODING) a. Pendahuluan Manfaat coding adalah untuk merinci, menyusun konsep (conceptualized) dan membahas kembali semuanya itu dengan cara baru. Ini merupakan cara 136

yang terkendali dimana teori dibangun dari data. Konseptualisasi atau membangun konsep atau teori berdasarkan data ini merupakan hal yang sangat khusus dari proses coding dalam mengembangkan suatu grounded theory. Hal ini juga membuat berbeda dari analisis-analisis lain seperti yang telah dikemukakan dalam bab pendahuluan. Perbedaan tersebut merupakan upaya memperluas cara yang memungkinkan peneliti mendapatkan beberapa tema atau mengembangkan deskripsi kerangka teoritis yang terkait dengan konsepkonsep. Menurut Strauss dan Corbin (1990: 57) prosedur analisis dalam grounded theory dirancang sebagai berikut: 1) Membangun teori lebih dari sekedar menguji pada teori (Build rather than only tes theory). 2) Memberikan proses penelitian suatu kepastian/keketatan yang diperlukan untuk membuat teori menjadi ilmu pengetahuan yang baik (Give the research process the rigor necessary to make the theory good science). 3) Membantu penganalisaan yang bebas dari bias-bias dan asumsi-asumsi yang terbawa, dan yang dapat berkembang selama proses penelitian berlangsung (Help the analysist to break through the biases and assumptions brought to, and that can develop during the research process). 4) Memberikan dasar atau alas (grounding), membangun keterpaduan, dan mengembangkan kepekaan dan integrasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan teori yang kaya, tersusun secara ketat (tightly woven), eksploratoris yang lebih mendekati kenyataan/realitas yang ada (Provide the grounding, build the density, and develop the sensitivity and integration needed to generate a rich, tightly woven, explanatory theory that closely approximates the reality it represents). Menurut Strauss dan Corbin terdapat 3 (tiga) macam/jenis proses analisis data (coding) yaitu Open Coding, Axial Coding, dan Selective Coding. Agar teori yang dibangun berdasarkan data itu tidak salah, ketiga macam coding tersebut harus dilakukan secara simultan dalam penelitian. 137

1) Open Coding: adalah proses merinci, menguji, membandingkan, konseptualisasi, dan melakukan kategorisasi data (The process of breaking down, examining, comparing, conceptualizing, and categorizing data). 2) Axial Coding: adalah suatu perangkat prosedur dimana data dikumpulkan kembali bersama dengan cara baru setelah open coding, dengan membuat kaitan antara kategori-kategori. Ini dilakukan dengan memanfaatkan landasan berpikir (paradigma) coding yang meliputi kondisi-kondisi, konteks-konteks, aksi strategi-strategi interaksi dan konsekuensikonsekuensi. (Axial Coding: A set of procedures where by data are put back together in new ways after open coding, by making connections between categories. This is done by utilizing a coding paradigm involving conditions, context, action/interactional strategies and consequensesconsequenses). 3) Selective Coding: adalah proses seleksi kategori inti, menghubungkan secara sistematis ke kategori-kategori lain, melakukan validasi hubunganhubungan tersebut, dan dimasukkan ke dalam kategori-kategori yang diperlukan lebih lanjut untuk perbaikan dan pengembangan. (Selective Coding: The process of selecting the core category, systematically relating it to other categories, validating those relationships, and filling in categories that need futher refinement and development). Dalam Bab V berikut ini prosedur coding dan 3 (tiga) macam coding akan diuraikan lebih rinci, dan dalam uraian-uraian selanjutnya kata yang digunakan adalah coding untuk menggantikan kata pengodean. Namun sebelum uraian tentang prosedur dan macam-macam coding, akan diuraikan lebih dulu mengapa coding dalam penelitian kualitatif sangat penting. b. Kata-kata Lebih Padat Makna Dibandingkan Angka-angka Miles & Huberman (1992: 86 87) menyatakan pendapat yang intinya dapat dikemukakan sebagai berikut: Dalam penelitian kualitatif data dan analisis data berupa kata-kata, bukan angka-angka. Kata-kata lebih padat makna yang terkandung, tetapi sering memiliki makna ganda. Hal ini menyebabkan sulit untuk bekerja dengan kata-kata. Seperti kata board (bahasa Inggris) dapat diartikan dewan yaitu badan yang dapat membuat 138

keputusan, tetapi dapat juga berarti selembar papan kayu. Sebaliknya angkaangka lebih cepat diproses untuk mendapatkan maknanya. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila kebanyakan peneliti lebih senang bekerja dengan angka-angka, atau kata-kata yang dikumpulkan, segera diubah dalam bentuk angka-angka. Apabila hanya memfokuskan semata-mata pada angka-angka, perhatian akan bergeser dari substansi kepada hitungan, dengan demikian akan kehilangan keseluruhan makna kualitatifnya. Menurut Miles & Huberman selanjutnya apabila angka-angka yang berasal dari kata-kata menjadi tidak bermakna, biasanya tidak ada cara yang sangat memuaskan untuk membuat lebih dimengerti kecuali kembali pada angka-angka. Menurut Miles & Huberman pemecahan atas masalah ini adalah tetap menggunakan angkaangka dan kata-kata secara bersama dalam melakukan analisis data dalam penelitian kualitatif. Perlu diperhatikan bahwa angka-angka yang dimaksudkan oleh Miles & Huberman tersebut bukan berarti angka-angka hasil analisis statistik atau skor dari data yang dikumpulkan agar dapat dilakukan analisis statistik, melainkan angka-angka dalam rangka melakukan coding. Sedang menurut penulis kata-kata dalam rangka membuat coding (berarti melakukan analisis data) harus dikaitkan dengan konsep yang mengandung makna tertentu. Suatu konsep mengakomodasikan beberapa kata, misalnya konsep manajemen mengakomodasikan kata merencanakan, mengatur, melaksanakan, mengawasi, memberi perintah dan lain-lain. Konsep ini selanjutnya diperlukan guna menyusun kategori-kategori, yang selanjutnya dari kategori-kategori tersebut dapat disusun atau dirumuskan ciri-ciri. Dalam konteks penelitian grounded, dari ciri-ciri kemudian ciri-ciri tersebut dapat diletakkan dalam garis dimensinya, yang selanjutnya dapat dirumuskan grounded theory setelah beberapa tahap yang lain dilakukan. Jelaslah disini dengan kata-kata lebih mudah untuk dikaitkan dengan konsep yang mengandung makna. Atau dengan kata lain kata-kata lebih padat makna dibandingkan dengan angka-angka.

139

c. Pengertian dan Prosedur Coding a) Pengertian Coding Coding pada dasarnya merupakan proses analisis data, yaitu data dirinci, dikonseptualisasikan dan diletakkan kembali bersama-sama dalam cara baru. Ini merupakan proses sentral dimana teori-teori dibentuk dari data (.data are broken down, conceptualized, and put back together in new ways. It is the central process by which theories are built from data) (Strauss and Corbin, 1990: 57). b) Prosedur Coding Apa yang menjadikan proses coding sedemikian menarik dalam pengembangan grounded theory ? Apa yang membuatnya berbeda dari metoda-metoda analisis yang lain ? Yaitu bahwa metoda ini mempunyai tujuan yang lebih luas, tidak hanya memungkinkan peneliti memberikan beberapa tema, atau mengembangkan kerangka kerja deskriptif yang teoritis berdasarkan konsep-konsep yang terjalin secara longgar. Prosedur analisis grounded theory juga dirancang untuk: 1) Membangun teori, bukan sekedar melakukan pengujian pada teori (Build rather than only test theory). 2) Memberikan suatu kepastian/ketepatan yang diperlukan dalam proses penelitian untuk membangun teori ilmu pengetahuan yang lebih baik (Give the research process the rigor necessary to make the theory good science). 3) Membantu analis mengatasi bias-bias dan asumsi yang terbawa dan dapat berkembang selama penelitian (Help the analysist to break through the biases and assumptions brought to, and that can develop during the research process). 4) Memberikan dasar (grounding), membangun kepadatan makna (density), dan mengembangkan kepekaan dan integrasi yang diperlukan untuk menghasilkan teori yang jelas, kaya, terjalin dengan ketat, yang sangat mendekati realitas yang diwakilinya. (Provide the sensitivity and integration needed to generate rich, tightly woven, explanatory theory that closely approximates the reality it presents) (Strauss and Corbin, 1990: 57). 140

Untuk mencapai tujuan atau maksud tersebut diperlukan adanya keseimbangan antara kreativitas, ketepatan (rigor), ketekunan dan kepekaan teoritik (theoretical sensitivity). Ini merupakan kombinasi beberapa kualitas yang tidak mudah, namun semuanya itu jelas diperlukan kapan pun penelitian dilakukan. Meskipun biasanya tidak dapat diharapkan bahwa peneliti pemula dapat menghasilkan temuan besar, tetapi dengan usaha keras dan ketekunan peneliti akan mampu memberikan kontribusi pada bidang kajiannya. Analisis dalam grounded theory terdiri atas 3 (tiga) tipe utama coding, yaitu: a) pengodean terbuka (open coding), b) pengodean aksial (axial coding), c) pengodean selektif (selective coding). Sebelum diuraikan lebih lanjut apa itu pengodean, terdapat 4 (empat) hal penting yang harus diketahui, yaitu: 1) Melakukan analisis sesungguhnya adalah membuat interpretasi. Ada alasan yang bagus untuk itu, seperti yang dikemukakan oleh Diesing (1971: 14) seorang filsuf ilmu pengetahuan: Sesungguhnya ilmu pengetahuan ilmiah sebagian besar merupakan penemuan atau pengembangan, bukan peniruan; konsep, hipotesis, dan teori tidak ditemukan dalam keadaan sudah dibuat oleh kenyataan tetapi harus dibangun. (Doing analysis is, in fact, making interpretations and there is good reason for this. As Diesing (1971: 14), a philosopher of science says: Actually scientific knowledge is in large part invention or development rather than an imitation; concepts, hypotheses, and theories are not found ready-made in reality but must be constructed). 2) Walaupun ditetapkan prosedur dan teknik tetapi sama sekali tidak dimaksudkan agar peneliti hanya terpaku pada prosedur dan teknik tersebut. Diesing (1971: 14) mengemukakan: Prosedur tidak bersifat mekanistis atau otomatis, bukan pula sebuah algoritma yang dijamin dapat memberikan hasil. Prosedur dan teknik hanya diterapkan secara fleksibel menurut situasi, dan berbagai alternatif tersedia dalam tiap langkah (The second is that while we set these procedures and techniques before you, we do not at all wish to imply rigid adherence to them. Again to quote Diesing (1971: 14) The procedure are not mechanical or automatic, nor do they constitute an algorithm quaranted 141

to give results. They are rather to be applied flexibly according to circumstances; their order may vary and alternatives are available at every step). 3) Teknik umum yang merupakan inti dari semua prosedur pengodean untuk membantu penggunaan prosedur agar menjadi fleksibel adalah pengajuan pertanyaan. Peneliti harus mengajukan pertanyaan selama melakukan penelitian. Agar fenomena dapat dipahami dengan baik, peneliti dituntut mengajukan banyak pertanyaan, berkaitan dengan fenomena yang sedang dikaji, termasuk ciri-ciri, dimensi, dan komponen-komponen paradigma fenomena tersebut. (In fact, one general technique that is central to all coding procedures and that help to ensure your flexible use of those procedur is the asking questions. You should be asking questions all along the course of your research project. As you read the next chapters, you will see so many questions being asked about the phenomena under study, and about their various properties, dimensions, paradigm components, and so forth, that is some reasons you wishes to keep track of them you would be hard pressed to do so ). Catatan penulis: pertanyaan penelitian dalam penelitian kualitatif tidak hanya digunakan dalam upaya mendapatkan pemahaman yang mendalam dari permasalahan yang diteliti, tetapi dalam konteks grounded theory, pertanyaan digunakan dalam rangka menemukan konsep-konsep yang sama guna penyusunan kategori-kategori, menemukan ciri-ciri yang sama guna penyusunan dimensi-dimensi sebagai dasar-dasar penyusunan teori. 4) Sangat disarankan untuk mempelajari semua prosedur pengodean secara lebih rinci. Setiap prosedur harus dimengerti sebelum menuju proses selanjutnya, dengan demikian dimiliki pemahaman yang lebih baik. Apabila prosedur ini dipahami dan dipraktekkan dengan baik, maka pengodean itu akan menjadi alat penelitian yang benar-benar efektif. (We strongly recommend that after reading the chapters on coding (rapidly if you wish), that then you study each in great detail. These chapters (5 10) cover basic analytic procedures and their logic. Each 142

procedure must be understood before proceeding to the next, otherwise your overall understanding of them will be less secure than you would wish. Once grasped and practiced they become really effective research tools). d. Pengodean Terbuka (Open Coding) a) Istilah-istilah yang akan digunakan Sebelum diuraikan tentang seluk beluk pengodean terbuka, akan diuraikan lebih dulu pengertian pengodean terbuka, dan beberapa istilah yang akan dipergunakan dalam penjelasan pengodean terbuka, yaitu: 1) Konsep; merupakan label konseptual yang diberikan pada kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa yang berlainan, dan hal-hal lain fenomena lainnya. (Concepts; conceptual labels placed on discrete happenings, events, and other instances of fenomena). 2) Kategori; merupakan klasifikasi konsep. Klasifikasi ini dibuat pada waktu konsep-konsep diperbandingkan satu dengan yang lain yang terkait dengan fenomena yang sama. Kemudian konsep-konsep tersebut dikelompokkan secara bersama-sama dalam suatu tingkat yang lebih tinggi, yaitu konsep yang lebih abstrak yang disebut kategori. (Category: A classification of concepts. This classification is discovered when concepts are compared one against another and appear to pertain to similar phenomenon. Thus the concepts are grouped together under the higher order, more abstract concept called a category). 3) Pengodean: proses analisis data. (The process of analyzing data). 4) Pencatatan kode: hasil pengodean. Ini merupakan sebuah bentuk memo. (Code Notes; The products of coding. These are one type of memo). 5) Pengodean terbuka: proses perincian, pengujian, perbandingan, pengonsepan dan pengkategorian data. (Open Coding; The process of breaking down, examining, comparing, conceptualizing and categorizing data). 143

6) Ciri-ciri: atribut atau karakteristik yang berkenaan dengan suatu kategori. (Properties; attributes or characteristics pertaining to a category). 7) Dimensi: lokasi ciri sepanjang suatu garis kontinum. (Dimensions; Location of properties along a continum). 8) Dimensionalisasi: proses perincian karakteristik ke dalam dimensi-dimensinya. (Dimensionalizing; The process of breaking a property down into its dimensions). (Strauss & Corbin, 1990: 61). Dalam uraian selanjutnya akan dikemukakan contoh konkret bagaimana melakukan pelabelan, penyusunan dan penamaan kategori, pengembangan kategori menurut ciri dan dimensi. b) Pelabelan Fenomena Strauss & Corbin memberikan contoh tentang pelabelan fenomena sebagai berikut: Anda berada dalam sebuah restoran yang cukup mahal tetapi populer. Restoran tersebut terdiri dari bangunan bertingkat tiga. Tingkat pertama untuk bar, tingkat dua untuk ruang makan kecil-kecil, tingkat tiga untuk ruang makan utama dan dapur. Dapur tersebut terbuka, sehingga anda dapat melihat apa saja yang sedang terjadi. Anda melihat ada seorang wanita berpakaian merah. Ia hanya berdiri di dapur, tetapi menurut akal sehat tidak mungkin pemilik restoran menggaji seseorang hanya untuk berdiri. Rasa ingin tahu anda terusik, dan anda memutuskan untuk melakukan analisis induktif untuk mencari tahu apa sesungguhnya pekerjaan wanita tersebut. Anda memperhatikan bahwa wanita tersebut sedang memperhatikan secara serius sekeliling dapur, juga tempat para juru masak (koki) bekerja dan wanita tersebut juga memperhatikan secara seksama apa yang sedang terjadi. Lalu anda memberikan label memperhatikan (watching). Selanjutnya datang seseorang padanya dan mengajukan pertanyaan, dan wanita berbaju merah tadi menjawab. Anda memberi label penyampaian informasi (information passing). Wanita tersebut tampak memperhatikan segala sesuatu yang ada di dapur dan diruang makan lalu anda memberikan label pemerhati (attentiveness). Wanita berbaju 144

merah tadi berjalan dan memberi tahu seseorang petugas yang membawa makanan sehingga anda memberi label penyampaian informasi (information passing). Walaupun ia berdiri ditengah-tengah kegiatan para pekerja, ia tidak tampak melakukan intervensi misalnya mengambil alih pekerjaan dari para pekerja, sehingga anda memberi label tidak mengintervensi (unintrusiveness). Selanjutnya wanita tersebut berjalan memperhatikan setiap orang dan segala sesuatu, sehingga anda memberi label memonitor (monitoring). Kelihatannya ia memperhatikan kualitas pelayanan, memperhatikan bagaimana pelayan berinteraksi dengan pelanggan, memperhatikan bagaimana pekerja merespon pelanggan, waktu pelayanan, berapa lama waktu yang diperlukan pelanggan duduk sampai menyampaikan pesanan, memperhatikan pekerja mengantar makanan, memperhatikan respon pelanggan, kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diterima. Selanjutnya pelayan datang dengan pesanan untuk pesta besar, wanita berbaju merah tadi bergerak untuk membantunya, ia menawarkan bantuan (providing assistance). Wanita tadi tampak seolah-olah ia tahu betul apa yang sedang ia lakukan, dan ia mempunyai kompetensi/kemampuan untuk itu, ini berarti ia berpengalaman (experienced). Ia berjalan menuju tembok dekat dapur dan memperhatikan apa yang ada pada jadwal, berarti ia melakukan pengumpulan informasi (information gathering). c) Penemuan dan Penamaan Kategori Selanjutnya label-label dari berbagai konsep tersebut harus dikelompokkan ke dalam konsep yang lebih abstrak. Konsep yang lebih abstrak ini mencakup seluruh konsep sejenis yang di bawahnya (kurang abstrak). Proses pengelompokkan konsep yang sama disebut kategorisasi. Contoh konkret kegiatan-kegiatan wanita berbaju merah tersebut di atas yang melakukan kegiatan memperhatikan (watching) sekeliling dapur, memberikan informasi (information passing) kepada para pengunjung, memperhatikan (attentiveness) segala sesuatu yang ada di dapur dan di ruang makan. Memonitor (monitoring) yaitu memperhatikan setiap orang 145

dan segala sesuatu yang terjadi, termasuk memperhatikan kualitas pelayanan, memperhatikan bagaimana petugas berinteraksi dengan pelanggan, petugas merespon pelanggan, waktu pelayanan, berapa lama waktu yang diperlukan pelanggan mulai dari duduk sampai menyampaikan pesanan. Juga memperhatikan petugas mengantar makanan, memperhatikan respon pelanggan, kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diterima. Semua kegiatan tersebut di atas dapat dikategorisasikan ke dalam konsep yang lebih abstrak yaitu memonitor (monitoring). Sedang bahwa wanita yang berbaju merah mempunyai kemampuan atau kompetensi sehingga ia diberi label berpengalaman (experienced) tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori monitoring. Di samping melakukan monitoring, wanita berbaju merah juga melakukan kegiatan menilai dan memperhatikan atau menjaga jalannya pekerjaan. Karena pekerjaannya berkaitan dengan makanan, maka menilai dan menjaga jalannya pekerjaan tersebut diberi label pengatur makanan. Selanjutnya label pengatur makanan, label tidak mengintervensi dan label berpengalaman dikategorisasikan ke dalam konsep yang lebih abstrak yaitu pengaturan makanan yang baik. Kategori pengaturan makanan yang baik dan kategori monitoring dapat dikategorisasikan ke dalam konsep yang lebih abstrak lagi yaitu pengawas restoran yang baik, karena pekerjaan memonitori dan mengatur makanan dilakukan dalam konteks rumah makan atau restoran. d) Penyusunan Kategori berdasarkan Ciri-ciri dan Dimensi Selanjutnya pengembangan kategori menurut ciri-ciri (properties) dan dimensi-dimensi dilakukan sebagai berikut: Ciri dan dimensi merupakan hal yang penting untuk dipahami dan dikembangkan karena ciri dan dimensi itu membentuk dasar untuk membuat hubungan antara kategori dengan subkategori. Ciri dan dimensi ini juga diperlukan untuk melakukan analisis guna mengembangkan atau membangun grounded theory. Contoh ciri dan dimensi dari kegiatan wanita berbaju merah dapat dijelaskan sebagai berikut: Telah diketahui ternyata bahwa wanita berbaju merah adalah bukan wanita misterius tetapi wanita yang memiliki profesi pengatur makanan. 146

Kegiatan-kegiatan wanita berbaju merah diberikan kategori pengatur makanan paling tidak memberi kesan ia bukan pelanggan yang mungkin juga berbaju merah. Dari kategori dapat dirinci dalam subkategori dari jenis pekerjaannya, yaitu: mengamati, memantau, membantu, melihat jadwal, memberikan informasi, dan lain sebagainya. Selanjutnya dari setiap subkategori misalnya subkategori mengamati dapat dilihat dari frekuensinya, durasi waktunya, bagaimana pekerjaan itu dilakukan, siapa saja yang terlibat, dan lain sebagainya. Dari segi frekuensi dapat didimensionalkan dengan membuat pertanyaan: Seberapa sering ia mengamati pekerjaan tersebut ? Dari pertanyaan dapat diperoleh jawaban sering sekali, sering, jarang, jarang sekali dan lain sebagainya. Mengamati juga dapat dilihat dari dimensi intensitasnya. Apakah intensitasnya rendah atau tinggi. Mengamati juga dapat dilihat dari dimensi durasi waktunya yaitu: lama atau sebentar. Demikian juga subkategori memberikan informasi dapat dilihat dari dimensi sedikit atau banyak informasi yang diberikan, dimensi cara memberikan informasi: dengan cara tertulis atau lisan, secara terbuka atau tertutup, dengan suara lantang atau lembut. Dari uraian tersebut di atas, yaitu proses pemberian label dari peristiwa atau kejadian menjadi kategori yaitu abstraksi pada tingkat yang lebih tinggi, kemudian konsep yang lebih abstrak lagi, kemudian subkategori, selanjutnya ciri-ciri dan dimensi dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

147

148

e. Pengodean Berporos (Axial Coding) a) Istilah-istilah yang akan digunakan Sebelum membahas Axial Coding, akan diuraikan terlebih dahulu pengertian beberapa istilah yang dipergunakan dalam operasionalisasi Axial Coding, yaitu: 1) Pengodean Berporos (Axial Coding) adalah seperangkat prosedur dimana data disatukan kembali secara baru setelah pengodean terbuka, dengan membuat hubungan diantara kategori-kategori. Hal ini dilakukan dengan menggunakan model pengodean yang meliputi kondisi, konteks, tindakan/strategi interaksi, dan konsekuensi. (Axial Coding: A set of procedures where by data are put back together in new ways after open coding, by making connections between categories. This is done by utilizing a coding paradigm involving conditions, context, action/interactional strategies, and consequences). 2) Kondisi Sebab-Akibat (Causal Conditions): Peristiwa, insiden, kejadian yang mengarah pada terjadinya atau perkembangan fenomena. (Causal Conditions: Events, incidents, happenings that lead to lead to the occurance or development of the phenomenon). 3) Fenomena (phenomenon): Gagasan utama, kejadian, peristiwa, insiden tentang seperangkat tindakan atau interaksi yang teratur atau berhubungan. (Phenomenon: The central idea, event, happening, incident about which aset of actions or interactions are directed at managing handling, or to which the set of actions is related). 4) Konteks (Context): Seperangkat ciri khusus yang berkaitan dengan suatu fenomena, yaitu; lokasi peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan fenomena sepanjang rentang suatu dimensi. Konteks, mewakili (merepresentasikan) serangkaian kondisi tertentu yang didalamnya terdapat strategi interaksi/strategi tindakan yang diambil. (Context: The specific set of properties that pertain to a phenomenon: that is, the locations of events or incidents pertaining to a phenomenon along a dimentional range. Context represents the

149

particular set of conditions within which the action/interactional strategies are taken). 5) Kondisi yang mempengaruhi (Intervening Conditions): Kondisi struktural yang membuat strategi tindakan/interaksi terjadi, yang berkaitan dengan fenomena. Kondisi-kondisi ini memperlancar atau menghambat strategi yang diambil dalam suatu konteks khusus. (Intervening Conditions: The structural conditions bearing on action/interactional strategies that pertain to a phenomenon. They facilitate or constrain the strategies taken within a specific context). (Strauss & Corbin, 1990: 96-97). b) Proses Pengodean Seperti telah diuraikan di muka pengodean terbuka (Open Coding) merinci data sehingga memungkinkan si peneliti menyusun kategori, ciricirinya dan lokasi dimensinya. Pengodean Berporos (Axial Coding) mengatur data-data itu kembali secara bersama dalam cara-cara yang baru dengan membuat hubungan di antara kategori dan subkategorinya. Di sini belum dibahas tentang hubungan beberapa kategori utama untuk membentuk formulasi teoritis yang menyeluruh (hal ini akan dibahas dalam Pengodean Selektif (Selective Coding), melainkan masih terbatas pada pengembangan suatu kategori, tetapi melebihi pengembangan ciri-ciri dan dimensinya. Dalam Axial Coding fokus pembahasan adalah membuat spesifik/khusus suatu kategori dari segi kondisi-kondisi yang muncul, yaitu konteks (serangkaian ciri-ciri yang khusus) yang terkait; tindakan atau strategi interaksi yang dilakukan dan dikendalikan; dan konsekuensi dari strategi-strategi tersebut. Upaya mencari kekhususan/spesifikasi tersebut, (konteks, strategi dan konsekuensi) adalah merupakan penyusunan subkategori. Subkategori pada hakekatnya juga merupakan kategori tetapi dilihat dari kekhususannya/spesifikasinya. Pada Open Coding telah dimulai meletakkan data-data secara bersama-sama dalam suatu bentuk yang berhubungan. Walaupun Open Coding dan Axial Coding merupakan prosedur analisis yang berbeda, tetapi sebenarnya pada 150

waktu si peneliti melakukan proses analisis, ia dapat menggunakan salah satu alternatif dari kedua macam coding tersebut. (Though open and axial coding are distinct analytic procedures, when the researcher is actually engaged in analysis he or she alternates between the two modes). Sebelum dibahas mengenai bagaimana membuat spesifikasi dari kategori melalui Axial Coding, ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu: 1) kategori Pada waktu melakukan Open Coding berbagai macam diidentifikasi. yang Misalnya suatu kategori mempunyai lain bersifat kondisi, sementara kategori

kekhususan

menunjukkan tindakan/strategi interaksi, kategori lain menunjukkan konsekuensi dari tindakan/ strategi interaksi. 2) Label-label konseptual yang ada tidak harus selalu ditempatkan pada kategori kondisi, strategi dan konsekuensi. Tetapi apabila memang menghadapi fenomena atau peristiwa yang dapat dibedakan seperti itu sebaiknya dilakukan penyusunan subkategori seperti itu, misalnya: Ada subjek yang sakit/menderita sakit (kondisi), subjek tadi mengalami demam (fenomena), lalu ia minum amoxilin (strategi), setelah beberapa saat ia merasa baik (konsekuensi). Sehingga tersusun tiga subkategori yaitu subkategori kondisi, fenomena, strategi dan konsekuensi. 3) Dengan tersusunnya subkategori-subkategori, maka dapat disusun ciri-ciri seperti durasi, tingkatan dan intensitas. Dari durasi, tingkatan dan intensitas ini dapat ditentukan lokasi dimensinya dan lokasi dimensi ini terkait dengan penyusunan teori. 4) Dalam Axial Coding, subkategori-subkategori dihubungkan dengan kategori-kategori melalui sebuah model yang disebut model hubungan (penulis). Selanjutnya akan diuraikan tentang Model Hubungan dan contohnya. Dalam Grounded Theory subkategori dihubungkan dengan suatu kategori dalam seperangkat hubungan yang menunjukkan kondisi sebab akibat, fenomena, konteks, kondisi-kondisi yang mempengaruhi, tindakan/strategi

151

interaksi, dan konsekuensi. Model Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: (A) KONDISI SEBAB AKIBAT (B) FENOMENA (C) KONTEKS (D) KONDISI YANG MEMPENGARUHI (E) TINDAKAN / STRATEGI INTERAKSI (F) KONSEKUENSI Akan dijelaskan masing-masing subkategori-subkategori tersebut sebagai berikut: 1) Fenomena Fenomena adalah gagasan utama, kejadian, peristiwa, tentang seperangkat tindakan/interaksi atau yang teratur, atau berhubungan. Untuk mengidentifikasi fenomena dilakukan dengan mengajukan pertanyaan: Data ini mengacu kepada hal apa ? Tindakan atau interaksi itu tentang hal apa ? 2) Kondisi Sebab Akibat Istilah ini mengacu kepada peristiwa atau kejadian yang mengarah pada terjadinya atau perkembangan suatu fenomena. Sebagai misal, apabila kita tertarik dengan fenomena rasa sakit, kita mungkin menemukan bahwa rasa sakit itu disebabkan oleh kaki patah atau sakit encok. Kejadian seperti itu menyebabkan atau membawa pengalaman rasa sakit. Dengan Model Hubungan, pengalaman rasa sakit dapat digambarkan sebagai berikut: Kondisi Sebab Akibat Kaki patah atau menderita Encok Selanjutnya kita dapat lebih spesifik mendiskripsikan kondisi sebab akibat kaki patah, yaitu mengidentifikasi ciri-cirinya dan lokasi dimensional dari ciri-ciri tersebut. Kondisi kaki patah tersebut misalnya keretakannya lebih dari satu, misalnya ada dua, dan salah satu keretakannya lebih serius. Selanjutnya penderita kaki patah tersebut ternyata misalnya tidak mengalami kelumpuhan, sehingga sistem syarafnya tetap berfungsi. Dengan demikian dapat dibedakan bagian kaki yang mana yang lebih serius atau lebih terasa sakit. Ini berarti kita dapat melihat ciri-cirinya serta dimensi khusus dari kondisi 152 Fenomena sakit

sebab akibat kaki patah. Secara singkat kondisi sebab akibat kaki patah tersebut dapat dikemukakan ciri-cirinya, yaitu: keretakannya banyak (lebih dari satu), ternyata keretakannya ada 2 misalnya, jadi bersifat ganda dan ternyata misalnya ada bagian kaki yang retak mempunyai rasa sakit yang lebih serius. Dan dapat digambarkan pula dimensinya misalnya intensitasnya tinggi, durasinya terus menerus, lokasinya kaki bagian bawah. Sehingga apabila digambarkan didapatkan diagram sebagai berikut: Kondisi Sebab Akibat Kaki Patah Ciri Kaki Patah - Keretakan yang banyak - Keretakan ganda - Adanya rasa sakit 3) Konteks Dimensi Khusus Rasa Sakit intensitas durasi lokasi tinggi terus menerus kaki bagian bawah Fenomena Sakit

Sebuah konteks merepresentasikan serangkaian ciri khusus yang berkenaan dengan fenomena, yaitu lokasi kejadian yang berkaitan dengan fenomena sepanjang rentang dimensional. Konteks pada waktu yang sama juga merupakan seperangkat kondisi khusus yang di dalamnya terdapat tindakan/strategi interaksi digunakan untuk mengatur, menangani, menjalankan dan merespon fenomena khusus. Untuk menjelaskan masalah konteks ini mari kita kembali pada contoh kaki patah. Kaki patah menunjuk rasa sakit. Apabila kita hanya mengetahui hal itu saja atau apabila pengetahuan kita terbatas pada hal itu saja maka kita mengalami kesulitan untuk mengobatinya. Kita harus mengetahui sebab-sebabnya sehingga kaki menjadi patah, demikian seluk beluk rasa sakitnya agar dapat ditangani. Demikian pula dengan kaki yang patah, kita perlu mengetahui secara khusus kapan kaki itu patah, bagaimana patahnya yaitu jumlah dan jenis keretakannya. Tentang rasa sakit, kita perlu tahu bagian mana yang lebih serius rasa sakitnya, bagaimana kronologisnya, durasinya, lokasinya, intensitasnya dan lain sebagainya. Hal tersebut apabila disusun dalam diagram adalah sebagai berikut: 153

Kondisi Sebab Akibat - Kaki Patah Ciri Kaki Patah - Keretakan yang banyak - Keretakan ganda - Adanya rasa sakit - Patah dua jam lalu - Jatuh dijalan yang licin

Fenomena Rasa sakit Dimensi-dimensi Khusus dari Rasa Sakit intensitas durasi lokasi kronologi tinggi terus menerus kaki bagian bawah lebih awal

memperoleh bantuan segera

Konteks Penanganan Rasa Sakit Dalam kondisi dimana rasa sakit: Terus menerus, intensitas tinggi, berada di kaki bagian bawah, lebih awal dirasakan, dan bantuan didapatkan segera; 4) Kondisi yang mempengaruhi Kondisi ini berfungsi untuk memperlancar atau menghambat tindakan/strategi interaksi yang dilakukan dalam konteks yang khusus. Contoh kondisi yang mempengaruhi dapat dilihat dalam uraian berikut: Anda sakit dan membutuhkan pengobatan, tetapi hanya dapat diperoleh pada Rumah Sakit yang jaraknya jauh. Ini berarti anda tidak dapat segera mendapatkan pengobatan, anda harus berpacu untuk mendapatkan pengobatan dengan jarak yang jauh. Kondisi intervening berkaitan dengan tindakan/strategi interaksi. Kondisi dapat dalam bentuk: waktu, ruang, budaya, status ekonomi, karir, sejarah, riwayat hidup individu. Kondisi-kondisi memiliki rentangan dari yang paling dekat atau pendek sampai dengan yang paling jauh atau panjang. Sebagai contoh orang yang kakinya patah. Orang tadi berada di hutan dan misalnya dia seorang diri tanpa adanya teman, kondisi seperti ini tentu akan sangat berbeda dalam waktu untuk mendapatkan pengobatan dibandingkan dengan orang yang berada dikota. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu ciri-cirinya misalnya tentang biodata seperti: umur, penyakit lain yang pernah dialami atau sedang dialami, sejarah penyakit yang pernah dialami, pandangannya/persepsinya mengenai perasaan sakitnya dan pengobatannya. Juga ciri tentang

154

cara/teknik pengobatan yaitu peralatan yang tersedia, prosedur pengobatannya, obat yang tersedia, dan seterusnya. Tidak semua kondisi dapat diterapkan untuk setiap situasi. Terserah kepada peneliti untuk mengidentifikasi yang mana yang akan digunakan dan dirangkai dalam analisis, yang penting untuk diingat apakah kondisi itu memperlancar atau menghambat tindakan/strategi interaksi, dan kapan tindakan/strategi interaksi itu dilakukan. Dari uraian tersebut di atas, yaitu proses dari kondisi sebab akibat, fenomena, ciri-ciri (kaki patah) atau konteks, dimensi khusus, kemudian kondisi intervening (kondisi yang memfasilitasi atau menghambat) apabila digambarkan dalam skema/Model Hubungan adalah sebagai berikut:

155

156

5)

Strategi Tindakan / Strategi Interaksi

Pada dasarnya Grounded Theory merupakan metoda penyusunan teori yang berorientasi pada tindakan/interaksi. Tindakan/interaksi memiliki sejumlah ciri, yaitu: a) Tindakan/interaksi itu merupakan suatu proses yang bergerak secara alamiah. Jadi dapat dipelajari berdasarkan urutan, atau berdasarkan geraknya atau perubahannya pada setiap saat. b) Tindakan/interaksi berorientasi pada tujuan atau mempunyai tujuan dan dilakukan berdasarkan beberapa alasan untuk merespon atau menangani fenomena. c) Tindakan/interaksi pada dasarnya merupakan strategi sehingga disebut sebagai tindakan/strategi interaksi, dan bertujuan untuk merespon atau menangani fenomena. Apabila tindakan/ interaksi ini gagal, misalnya tidak merespon fenomena, tindakan/ interaksi ini tetap penting. Misalnya seseorang yang seharusnya melakukan suatu tindakan misalnya mencari Rumah Sakit atau dokter untuk mengobati penyakitnya tetapi tidak melakukan, perlu dipertanyakan, mengapa ia tidak melakukannya. Apabila proses ini digambarkan dapat dilihat dalam diagram sebagai berikut: Kondisi Sebab Akibat - Kaki Patah Ciri Kaki Patah - Keretakan yang banyak intensitas - Keretakan ganda - Adanya rasa sakit - Patah dua jam lalu - Jatuh di hutan durasi lokasi kronologi bantuan yang diperoleh Fenomena Rasa sakit Dimensi Khusus dari Rasa Sakit tinggi terus menerus kaki bagian bawah lebih awal menunggu lama

potensi adanya konsekuensi tinggi Konteks Penanganan Rasa Sakit Kondisi di mana sakit adalah:

157

- Intensitas tinggi, terus menerus, berlokasi di kaki bagian bawah, lebih awal dirasakan, bantuan didapatkan lama, dan potensi konsekuensi tinggi. Strategi untuk Penanganan Sakit - Membalut kaki - Pergi untuk meminta bantuan darurat - Menjaga agar orang itu tetap hangat Kondisi Intervening - Kurang pelatihan pada pertolongan pertama - Tidak ada selimut - Jaraknya jauh untuk meminta bantuan Dari uraian tersebut di atas, yaitu proses dari kondisi sebab akibat, fenomena, ciri-ciri (kaki patah) atau konteks, dimensi khusus, kemudian tindakan/strategi interaksi, dan kondisi intervening (kondisi yang memfasilitasi/yang menghambat) apabila digambarkan dalam skema/ Model Hubungan adalah sebagai berikut:

158

159

Dalam diagram tersebut terlihat dengan jelas strategi tindakan yang diambil menghadapi kondisi sakit yang mempunyai intensitas tinggi, terus menerus, berlokasi di kaki bagian bawah, lebih awal dirasakan dan seterusnya adalah dengan melakukan: membalut kaki, pergi meminta bantuan darurat, mempertahankan agar orang tersebut tetap hangat. Dengan kondisi tersebut di atas terdapat adanya petunjuk-petunjuk tertentu tentang beberapa strategi, yaitu aksi yang berdasarkan pada kata kerja atau prinsip-prinsip. Hal ini dapat dilihat dari contoh berikut. Contoh seandainya seseorang melakukan penelitian tentang alur kerja (work flow) dalam suatu unit Rumah Sakit dan bagaimana peran Kepala Perawat untuk menjaga alur kerja agar berjalan sebagaimana mestinya, kita lihat hal berikut dalam data kita: Ketika terjadi konflik yang cukup parah di antara petugas shift malam, dan konflik itu cukup mengganggu kinerja (performance) petugas, lalu saya datang pada malam itu dan bekerja dengan petugas shift malam sebentar untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Contoh tersebut merupakan suatu fenomena, yaitu alur kerja (work flow), yang terganggu oleh adanya konflik (konteks), dan Kepala Perawat yang datang untuk bekerja pada shift malam, sehingga ia dapat mengetahui apa yang sedang terjadi (ini merupakan tindakan/ strategi untuk merespon alur kerja yang terganggu). 6) Konsekuensi Tindakan atau interaksi yang diambil untuk merespon atau menangani suatu fenomena akan mendapatkan hasil atau konsekuensi. Hal ini mungkin tidak selalu dapat diprediksi. Kegagalan mengambil tindakan atau interaksi juga mendapat hasil atau konsekuensi walaupun mungkin negatif. Konsekuensi mungkin menjadi aktual tetapi juga menjadi potensial, dapat terjadi pada waktu sekarang atau waktu yang akan datang. Konsekuensi dari seperangkat tindakan mungkin menjadi

160

bagian dari konteks atau kondisi intervening, yang mempengaruhi serangkaian tindakan/ interaksi berikutnya. Contoh tentang kaki patah yang dialami dalam hutan, dan dia bersama-sama dengan teman-teman yang telah mendapatkan pelatihan tentang pertolongan pertama, kemudian teman-temannya menyangga kakinya, membalutnya, selanjutnya pergi minta bantuan. Konsekuensi dari strategi tindakan tersebut dapat mengurangi rasa sakitnya. c) Menghubungkan kategori dengan kategori yang lain Selanjutnya akan diuraikan bagaimana cara menghubungkan suatu kategori dengan kategori lainnya. Untuk mengetahui hubungan kategori satu dengan kategori lain, si peneliti perlu mengajukan pertanyaan, misalnya: Apakah kategori pengurangan rasa sakit berhubungan dengan rasa sakit sebagai konsekuensi strategi tindakan yang diambil untuk mengobati rasa sakit ? Pertanyaan ini tidak mengarah ke coding terhadap peristiwa atau kejadian khusus, juga tidak mengarah ke ciri khusus atau dimensi khusus. Tetapi mengarah pada label konsep dari suatu kategori apakah berhubungan dengan label konsep kategori yang lain. Demikian pula misalnya seorang yang mempunyai penyakit encok, kemudian ia menggunakan strategi tertentu untuk menyembuhkan rasa sakitnya. Peneliti akan membuat pertanyaan: Pada kondisi rasa sakit, strategi tindakan apa yang ia gunakan untuk mengurangi rasa sakitnya. Setelah peneliti mengajukan pertanyaan tersebut, peneliti kembali ke data untuk mengetahui secara pasti strategi tindakan untuk mengurangi rasa sakit pada penderita encok dengan melihat hasil interview, atau hasil observasi atau hasil analisis dokumen. Selanjutnya setelah dari data didapatkan strategi tindakan untuk mengurangi rasa sakit pada penderita encok, misalnya dengan pijat refleksi, maka peneliti dapat membuat pernyataan semacam hipotesis, yaitu: Apakah seseorang menderita penyakit encok, rasa sakitnya akan hilang kalau melakukan pijat refleksi. Selanjutnya peneliti mencari bukti-bukti dengan data yang ada untuk mendukung pernyataan tersebut. Pada waktu yang sama peneliti juga 161

mencari data-data yang tidak mendukung pernyataan tersebut. Mungkin peneliti akan mendapatkan data bahwa ada orang yang tidak melakukan apa-apa tetapi mendapatkan kesembuhan. Ada juga yang melakukan strategi yang lain di luar pijat refleksi, ternyata memperoleh kesembuhan. Tetapi ada pula yang melakukan strategi pijat refleksi ternyata tidak mendapatkan kesembuhan. Temuan-temuan tersebut tidak harus dibuang. Temuan-temuan tersebut menambahkan variasi dan pendalaman pemahaman. Walaupun data menunjukkan adanya variasi, persamaan bahkan perbedaan sehingga dihasilkan pendalaman pemahaman, tetapi tetap dapat dilihat tingkat kecenderungannya. Kesimpulan tentang strategi didasarkan pada strategi yang memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi. Pada saat peneliti membandingkan peristiwa, peneliti bertujuan untuk mengetahui dimana setiap ciri dapat ditempatkan pada dimensi yang tepat. Dengan demikian peneliti akan memperoleh kepadatan konseptual dan akan dapat dihindari banyaknya variasi. Atau dengan kata lain diperoleh kepadatan konseptual, memiliki spesifikasi dan variasi yang terbatas sehingga konsep ini dapat diterapkan dalam berbagai fenomena yang ada. Dari keseluruhan uraian tentang Axial Coding dapat disimpulkan bahwa Axial Coding merupakan proses menghubungkan subkategori dengan kategori. Proses tersebut merupakan pemikiran induktif dan deduktif yang kompleks yang terdiri dari beberapa tahap. Hal ini dilakukan dengan membuat perbandingan dan mengajukan pertanyaan seperti pada Open Coding. Tetapi dalam Axial Coding lebih terfokus pada menemukan dan menghubungkan kategori melalui Model Hubungan. Dalam Axial Coding dapat dikembangkan tiap kategori (fenomena) berdasarkan hubungan sebab akibat, dapat ditempatkan lokasi dimensi khusus dari fenomena terkait dengan cirinya, konteksnya, tindakan/strategi interaksi yang digunakan untuk merespon atau mengelola fenomena, dan konsekuensi dari tindakan/strategi interaksi yang dilakukan.

162

f. Pengodean Selektif (Selective Coding) a) Istilah-istilah yang digunakan Sebelum uraian tentang Selective Coding akan dikemukakan beberapa definisi istilah yang dipergunakan dalam penjelasan tentang Selective Coding, yaitu: 1) Cerita: Narasi deskriptif mengenai fenomena utama dari suatu studi (Story: A descriptive narrative about the central phenomenon of the study). 2) Jalan Cerita: Konseptualisasi cerita. Ini merupakan kategori inti. (Story Line: The conceptualization of the story. This is the core category). 3) Pengodean Selektif: Proses menyeleksi kategori inti, secara sistematis menghubungkannya dengan kategori yang lain, memvalidasi hubungan tersebut, dan mengisi kategori-kategori yang memerlukan perbaikan dan pengembangan lebih lanjut. (Selective Coding: The process of selecting the core category, systematically relating it to other categories that need further refinement and development). 4) Kategori Inti: Fenomena inti dari semua kategori lain yang terintegrasi (Core Category: The central phenomenon around which all the other categories are integrated). (Strauss & Corbin, 1990: 116). b) Proses Pengodean Dalam uraian tentang Proses Pengodean masalah Cerita (Story) dan Jalan Cerita (Story Line) tidak diuraikan karena sudah terintegrasi dalam uraian Proses Pengodean. Tujuan dari Selective Coding adalah mengintegrasikan kategori untuk membentuk sebuah grounded theory. Pekerjaan tersebut cukup sulit tetapi tidak berarti tidak dapat dikerjakan. Pengintegrasian kategori pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan Axial Coding, hanya dalam melakukan analisis, tingkat keabstrakannya lebih tinggi. Sebenarnya dalam Axial Coding dibangun dasar atau patokan bagi Selective Coding. Dengan telah dilakukan Axial Coding kategori telah disusun berdasarkan ciri-ciri dan dimensi-dimensinya, yang tersusun dalam Model Hubungan, 163

sehingga memberikan

kepadatan

dan

kekayaan

kepada kategori.

Selanjutnya dapat disusun konsep-konsep dengan menghubungkan kategori-kategori berdasarkan pertanyaan: Apa yang sedang dikaji ?, Apa yang ditemukan ?, Kesimpulan apa yang dapat ditarik ? Dari konsepkonsep yang disusun dengan menggunakan dasar pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dihasilkan grounded theory. Sebagai ilustrasi tentang prosedur yang harus ditempuh akan diberikan contoh sebagai berikut: Studi ini terfokus pada bagaimana 20 orang wanita dengan penyakit kronis menangani kehamilannya. Mereka akan diwawancarai sejak awal kehamilannya sampai dengan 6 (enam) minggu setelah kelahiran. Wawancara terstruktur sebanyak 4 (empat) sampai 5 (lima) kali untuk setiap wanita. Wawancara dilakukan setiap 3 (tiga) bulan selama kehamilan, kemudian wawancara juga dilakukan setiap minggu selama 6 (enam) minggu setelah kelahiran. Dan diakhiri 1 (satu) kali wawancara pada 6 (enam) minggu setelah kelahiran. Disamping itu sebagai tambahan juga dilakukan wawancara informal pada waktu menunggu kelahiran. Apabila suami hadir pada waktu wawancara, suami juga diwawancarai dan diobservasi. Apabila mungkin, peneliti juga menemani wanita-wanita tersebut. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa penyakit yang diderita wanita-wanita hamil tersebut, di antaranya: diabetes, lever, ginjal, hipertensi. Beberapa wanita mengalami kombinasi beberapa penyakit dan kronis, seperti diabetes dengan ginjal. Seorang wanita mengalami transpalansi ginjal. Peneliti melakukan kajian apakah kombinasi beberapa penyakit kronis menyebabkan tingginya resiko kehamilan. Apakah wanita-wanita hamil tersebut dirinya sendiri memainkan peran aktif menangani resiko kehamilan ?. Sebagai telah dikemukakan di depan bahwa tujuan Selective Coding adalah mengintegrasikan kategori ke dalam kategori inti dengan melakukan analisis yang tingkat keabstrakannya lebih tinggi. Dengan Axial Coding, kategori-kategori telah disusun berdasarkan ciri-ciri dan dimensinya, yang tersusun dalam Model Hubungan, sehingga memberikan kepadatan dan kekayaan kepada kategori. Selanjutnya dapat 164

disusun

konsep-konsep

dengan

menghubungkan

kategori-kategori

berdasarkan pertanyaan: Apa yang sedang dikaji ?, Apa yang ditemukan?, Kesimpulan apa yang dapat ditarik ?, Dari konsep-konsep yang disusun dengan menggunakan dasar pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dihasilkan grounded theory. Selanjutnya akan dijelaskan bagaimana cara mengintegrasikan kategori-kategori ke dalam kategori inti. Secara singkat yaitu dengan cara melakukan konseptualisasi dengan analisis yang tingkat keabstrakannya lebih tinggi. Untuk itu peneliti pertama-tama perlu menyusun suatu catatan atau memo yang berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan: Apa yang menonjol dari hasil kajian atau penelitian ini ? Mana yang oleh peneliti dianggap menjadi masalah utama ?. Akan diberi contoh tentang wanita hamil yang mempunyai penyakit kronis. Dari hasil menyusun kategorikategori berdasarkan Model Hubungan, yang dilanjutkan dengan menyimpulkan kondisi, tindakan/strategi dalam penanganan kondisi, dan konsekuensi dari adanya strategi yang diambil, peneliti membuat catatan atau memo yang berisi rangkaian hubungan kategori sebagai berikut: Tiap-tiap kehamilan yang ditangani dari resiko atas kehamilan atau penyakit yang dideritanya, berarti hal ini dipedulikan, dan apabila tidak ditangani berarti tidak dipedulikan. Wanita-wanita yang menangani resiko atas kehamilan dan penyakitnya bertujuan mendapatkan bayi yang sehat. Hasil yang diinginkan yaitu melahirkan bayi sehat tampaknya menjadi kekuatan utama yang memotivasi mereka untuk melakukan apapun yang perlu untuk meminimalkan resiko. Namun, mereka bukanlah penerima layanan yang pasif, tetapi mereka memainkan peran penting dalam proses penanganan resiko. Mereka tidak hanya bertanggung jawab untuk memantau kehamilan dan penyakitnya, tetapi juga memutuskan untuk menentukan cara hidup (regimens) yang harus diikuti. Mereka juga mempertimbangkan bahaya atau akibat pada bayi yang disebabkan minum obat tertentu dengan dosis yang tinggi selama kehamilan. Mereka berusaha membuat keputusan yang benar dengan mempertimbangkan secara hatihati tentang resiko yang mungkin timbul. Jika mereka berpikir dokter

165

membuat keputusan yang salah, mereka melakukan apa yang mereka pikir seharusnya dilakukan. Catatan atau memo yang dibuat oleh peneliti tersebut merupakan fenomena yang menonjol yang disimpulkan dari hasil wawancara dan observasi. Selanjutnya dari deskripsi tersebut kemudian dilakukan konseptualisasi (analisis dengan tingkat abstraksi yang lebih tinggi). Dengan melakukan analisis untuk mendapatkan konsep yang memiliki tingkat abstraksi yang lebih tinggi, peneliti mendapatkan konsep yang diberi nama Penanganan Protektif (Protective Governing). Penanganan (Governing) berarti ibu yang hamil dan berpenyakit melakukan tindakan untuk mengontrol resiko yang berkaitan dengan kehamilannya. Protektif (Protective) mengindikasikan bahwa tindakantindakan itu bertujuan memberikan perlindungan. Penentuan kategori inti ini penting untuk menemukan apakah ada wanita yang tidak melakukan penanganan protektif. Tetapi dalam penelitian tersebut tidak ditemukan adanya wanita yang tidak melalukan penanganan protektif. Bagaimana cara melakukan konseptualisasi apabila ditemukan dua fenomena yang sama pentingnya. Bagaimana cara mengintegrasikan dua kategori sehingga tercapai integrasi kategori yang kuat dan pengembangan kategori yang padat yang diperlukan untuk menyusun grounded theory. Untuk mengembangkan dua kategori inti yang sama pentingnya, dan mengintegrasikan keduanya, dan mendeskripsikan secara jelas dan teliti memang merupakan sesuatu yang tidak mudah. Hal ini juga dialami oleh peneliti yang sudah berpengalaman. Cara yang dapat dilakukan adalah memilih salah satu kategori inti, dan menempatkan kategori inti yang lain sebagai cabang kategori (a subsidiary category), kemudian menguraikan sebagai teori kedua. Sebagai contoh dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Strauss & Corbin, terdapat 2 (dua) fenomena yang muncul secara signifikan. Satu fenomena adalah adanya penyakit yang kronis dari wanita yang hamil, tetapi penanganannya dilakukan oleh suami. Sedang fenomena yang kedua adalah dampak kegagalan penanganan pada biodata (kondisi biologi) pada wanita hamil yang berpenyakit tadi. Pada waktu melakukan integrasi dua 166

kategori inti tersebut, pertama diputuskan untuk memfokuskan pada masalah penyakit dan penanganannya, kedua kategori inti tentang kondisi fisik sebagai dampak kegagalan penanganan dijadikan konsep sekunder yaitu konsep tentang cara-cara penanganan dan dampak-dampak yang diakibatkan dari cara-cara penanganan. Untuk mendapatkan gambaran konkret bagaimana dua kategori inti diintegrasikan, berikut ini akan diberikan contoh dengan cerita sebagai berikut: Apabila seorang wanita hamil dan memiliki penyakit kronis akan mempengaruhi kehamilannya. Ini menyebabkan timbulnya resiko baik bagi wanita tersebut maupun bayinya. Dua puluh tahun sampai tiga puluh tahun yang lalu, wanita hamil yang mengalami diabetes, gangguan ginjal akan sangat beruntung apabila dapat melahirkan dengan selamat. Kondisi sekarang dengan kemajuan teknologi kedokteran, wanita hamil yang mengalami penyakit kronis, dapat disembuhkan sehingga tidak mengganggu kehamilannya. Wanita tadi dengan kemajuan teknologi dapat disembuhkan dari penyakitnya, dan dapat dijaga keselamatan bayi hingga dilahirkan. Pada dasarnya semakin parah penyakitnya, semakin sulit menanganinya, dan semakin besar pula resiko yang menyertainya. Yang menarik untuk dicatat ternyata wanita tadi tidak hanya mengumpulkan isyarat (cue) dari dokter, tetapi juga dari pengalamannya masa lalu dengan penyakit dan kehamilannya. Mereka juga memperhatikan janinnya sendiri, menafsirkan gerakan dalam perutnya dan memperkirakan pertumbuhan bayinya sebagai yang mereka rasakan. Semua itu merupakan data untuk memperkirakan tingkat resiko yang mungkin dihadapi. Wanita hamil tidak hanya mempertimbangkan resiko pada bayi, tetapi juga pada dirinya sendiri. Misalnya ia mendapatkan obat dengan dosis yang terlalu tinggi atau rendah, maka ia akan melakukan negosiasi dengan dokter untuk mengubah obatnya. Apabila negosiasi tidak berhasil ia akan meninggalkan rumah sakit, atau melawan nasehat medis, dan menyelamatkan bayinya dan dirinya dengan caranya sendiri. Penanganan terhadap kondisi hamilnya dan penyakit kronis yang diderita merupakan tugas wanita yang hamil tersebut dan tim kesehatannya. Dengan memasukkan tim kesehatan ke dalam sistem 167

perawatan kesehatannya, berarti ia mendelegasikan sebagian dari fungsi penanganan kepada dokter yang merawatnya termasuk kegiatan diagnosis dan penentuan perawatan. Dalam strategi penanganan, dokter berfungsi sebagai pengawasan terhadap resiko yang dapat timbul. Strategi penanganan bertujuan mengawasi resiko fisik baik pada bayi maupun wanitanya sendiri, termasuk ketakutan psikologis. Ayah dari bayi juga mempunyai peranan dalam penanganan resiko, walaupun perannya tidak langsung, tetapi hanya sebagai pendukung. Ia hadir pada waktu wanita tersebut memeriksakan kehamilannya, atau pada waktu keputusan harus diambil. Kadang-kadang resiko tidak dapat dihindari, walaupun ibu dan tim kesehatan telah bekerja keras, tetapi bayi lahir meninggal misalnya karena terjadi komplikasi kandungan. Dengan cerita di atas dapat disusun kategori. Apabila tidak disusun kategori, maka tetap hanya menjadi daftar masalah. Kategori yang muncul dari cerita tadi adalah: Faktor resiko (sumber resiko). Kategori ini disimpulkan dari hubungan antara kehamilan dengan penyakit, yang dipandang dapat menimbulkan resiko. Sehingga hal ini menyebabkan kebutuhan jenis penanganan khusus yang dinamakan Penanganan Protektif (Protective Governing). Konteks resiko. Kategori ini diidentifikasi sebagai kondisi yang mengarah pada tindakan. Seperti dalam pengodean axial, konteks resiko disimpulkan dari interaksi ciri-ciri dalam penanganan protektif. Konteksnya bervariasi menurut rangkaian dimensi atau kombinasi dari tingkat resiko dengan keadaan kehamilan atau penyakit. Penafsiran suatu tindakan. Kategori ini merupakan kondisi intervening antara penanganan protektif dan konteks resiko. Ini merupakan penafsiran terhadap isyarat sebagai sarana yang digunakan oleh wanita untuk menjelaskan tingkat resiko dari kehamilannya. Mereka harus mengumpulkan informasi mengenai faktor resiko khusus yang dihadapi, dan keakuratan informasi yang dikumpulkan berdasarkan pengetahuan, pengalaman kehamilan sebelumnya, penafsiran kejadiankejadian selama pemeriksaan sebelum kelahiran. 168

Pengawasan merupakan strategi yang digunakan wanita hamil untuk menangani baik resiko fisik maupun psikologis yang menyertai kehamilannya. Walaupun penanganan resiko kehamilan dapat melibatkan tim kesehatan dan wanita yang hamil itu sendiri, tetapi dalam contoh ini hanya membahas peran wanita yang hamil itu sendiri. Kondisi intervening antara penanganan resiko dengan pengawasan itu penting karena pilihan perawatan selalu terkait dengan keinginan untuk melahirkan bayi yang sehat. Di sini perlu adanya keseimbangan antara pilihan perawatan dengan teknologi yang tersedia, ada tidaknya dokter ahli, dan banyak kondisi intervening yang lain, misalnya pengalaman dengan penyakit. Kategori hasil penanganan resiko berarti sama dengan konsekuensi atau hasil akhir dari strategi pengawasan, yaitu meniadakan faktor-faktor resiko yang ada, sehingga dapat mencapai kelahiran bayi yang sehat. Uraian tersebut apabila diurutkan adalah sebagai berikut: Faktor resiko yang berasosiasi dengan kehamilan dan penyakit kronis

menimbulkan kebutuhan penanganan protektif. Penanganan protektif dilakukan dengan: - Penafsiran terhadap makna konteks resiko, yang disusun berdasarkan: - Motivasi, Keseimbangan + Kondisi intervening lain mengarah pada Strategi atas pengawasan resiko menghasilkan penyelesaian resiko. Dari uraian tersebut di atas, yaitu dari adanya faktor/sumber resiko yang berasosiasi dengan kehamilan dan penyakit kronis menimbulkan kebutuhan penanganan protektif. Penanganan protektif ini dilakukan dengan penafsiran makna resiko yang berdasarkan: - Motivasi (melahirkan dengan selamat). Keseimbangan (kebutuhan perawatan dengan teknologi yang tersedia), dan kondisi intervening lain misalnya pengalaman melahirkan, akan menghasilkan strategi pengawasan resiko untuk meniadakan faktorfaktor resiko sehingga dapat dihasilkan penyelesaian resiko yaitu ibu melahirkan dengan selamat dengan bayi yang sehat. Apabila digambarkan dengan bagan adalah sebagai berikut:

169

Motivasi

Keseimbangan

Kondisi Intervening

Penafsiran Makna Resiko

Strategi Pengawasan Resiko

Penyelesaian Resiko

Penanganan Protektif

Faktor/Sumber Resiko

Kehamilan

Penyakit kronis

170

You might also like