You are on page 1of 5

Misplaced intrauterine contraceptive device : an enigma

Abstrak Perubahan letak alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) menyebabkan perforasi dinding uterus adalah hal yang jarang namun mempunyai komplikasi yang serius. Telah dilaporkan ada 3 kasus kelainan letak AKDR pada 3 tempat yang berbeda : forniks posterior, dinding rectum dan mesoapendiks. Benang AKDR keluar melalui forniks posterior dilaporkan dalam literatur untuk pertama kalinya. Kata kunci : AKDR, kontrasepsi, migrasi, laparoskopi

Pendahuluan Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) merupakan metode kontrasepsi yang paling efektif dan popular, khususnya di Negara berkembang seperti India. Perubahan letak AKDR yang menyebabkan perforasi uterus sangat jarang tapi dapat menyebabkan komplikasi yang serius. Ditemukan 3 kasus kelainan letak AKDR pada 3 tempat yang berbeda : forniks posterior, dinding rectum dan mesoapendiks. Kasus I Seorang pasien wanita usia 28 tahun (G3P2H2) dengan keluhan tidak haid selama 2 bulan, datang ke klinik keluarga berencana. Pasien ini telah menggunakan AKDR sejak 2 tahun sebelumnya. Dari pemeriksaan speculum terlihat benang AKDR keluar melalui forniks posterior. Melalui pemeriksaan Vaginal Toucher didapatkan ukuran uterus untuk kehamilan 8 minggu. Dan melalui pemeriksaan USG didapatkan struktur echogenik linear yang diperkirakan sebagai AKDR didalam serviks dan segmen bawah rahim serta menyusup ke miometrium. Pada pasien ini dilakukan tindakan terminasi kehamilan dan ligasi secara laparoskopik, serta pengangkatan AKDR. Pada pemeriksaan laparoskopi, tuba dan ovarium kiri melekat kepermukaan posterior rahim pada level ligament uterosakral. Rektum juga melekat kuat pada permukaan posterior rahim dan AKDR tidak bisa ditemukan. Colpotomy

dilakukan ditempat keluarnya benang AKDR pada forniks posterior dan ruang antara dinding vagina dan serviks. Benang serta AKDR tersebut dibebaskan secara hati-hati dari subserosa dinding rahim posterior. Kasus 2 Seorang pasien perempuan, usia 32 tahun (P3A1H3) datang dengan keluhan nyeri tumpul di perut bawah sejak 1 bulan ini dan tidak bisa merasakan benang AKDR sejak 20 hari sebelumnya. Insersi AKDR dilakukan 8 bulan sebelumnya, sewaktu periode menyusui 3 bulan setelah persalinan. AKDR tidak pada dapat cavum ditemukan douglas. dengan pemeriksaan radiologi speculum. abdomen Pemeriksaan menunjukkan pervaginam memperlihatkan nyeri goyang pada serviks, bernodul dan nyeri Pemeriksaan kesalahan letak AKDR di pelvis dan USG tranvaginal menunjukkan AKDR berada didalam kavum douglas. Pasien direncanakan untuk pelepasan AKDR secara laparoskopik. Tetapi disebabkan perlekatan yang kuat antara permukaan posterior uterus dan rektosigmoid junction, prosedur diubah menjadi laparotomi. Setelah diseksi secara hati-hati, cabang vertical AKDR dapat dilihat dibawah serosa rectum. AKDR dilepas dan luka serosa direktosigmoid bermasalah. Kasus 3 Seorang wanita 28 tahun (G3P2H2) datang diklinik rawat jalan keluarga berencana dengan riwayat amenorea sejak 4 bulan yang lalu. Pemasangan AKDR telah dilakukan pada 18 bulan yang lalu, pemeriksaan menunjukkan uterus berukuran 18 minggu. Melalui pemeriksaan USG, AKDR tidak dapat ditemukan dalam uterus. Ditemukan janin hidup tunggal 17 minggu 6 hari dalam uterus. Foto polos pelvis menunjukkan bahwa AKDR berada dalam pelvis. Misoprostol digunakan untuk induksi aborsi, serta dilakukan ligasi laparoskopik pada pasien ini. AKDR tidak dapat ditemukan sewaktu laparoskopi, sehingga dibutuhkan tindakan laparotomi. AKDR terlihat di mesoapendiks dimana sudah terjadi inflamasi serta perlengkatan antara peritoneum dengan saekum. AKDR dilepaskan serta dilakukan apendiktomi. Diskusi junction diperbaiki. Penyembuhan post operasi tidak

Perforasi uterus yang disebabkan oleh AKDR dilaporkan sebagai komplikasi pada 0,87 setiap 1000 kasus. Berkisar dari 0,05 hingga 13 setiap 1000 insersi AKDR. Resiko perforasi sangat tinggi pada waktu insersi AKDR. AKDR biasanya menyusup ke dalam dinding uterus dan kemudian menembus dinding rahim karena tekanan saat kontraksi uterus dan masuk ke rongga abdomen serta organ lainnya. Terdapat 2 jenis perforasi uterus yang bisa terjadi, yaitu komplit dan parsial. Jika AKDR menembus semua dinding uterus (endometrium, miometrium dan serosa), seperti yang dilaporkan pada kasus ke 2 dan ke 3, dikatakan sebagai perforasi komplit. Sangat jarang sekali AKDR menembus miometrium tetapi masih berada didalam uterus, ini dikenali sebagai perforasi parsial, seperti yang dilaporkan pada kasus yang pertama. Benang AKDR mungkin tidak dapat dirasakan karena retraksi benang, ekspulsi, atau perforasi. Perforasi uterus yang disebabkan AKDR bersifat asimptomatik dan tidak mempengaruhi organ sekitarnya pada 85% kasus, tetapi sisa kasus lainya dapat menembus adneksa, kavum douglas, kandung kemih, rectum, kolon sigmoid dan usus halus. Terdapatnya AKDR di rongga peritoneum bisa menyebabkan obstruksi usus besar, perforasi, abses, dan pembentukan fistula. Cedera pada kolon biasanya ditandai dengan nyeri abdomen, demam dan diare intermiten. Perforasi pada rectum atau kolon sigmoid yang disebabkan AKDR bisa menyebabkan komplikasi seperti peritonitis dan striktur. Durasi antara insersi dan munculnya gejala yang disebabkan perforasi dilaporkan berkisar antara 6 bulan sampai 16 tahun. Perforasi yang disebabkan AKDR yang mengandung tembaga berhubungan dengan peningkatan resiko. Karena terjadi reaksi inflamasi yang berat, karena pelepasan sitokin, dan terjadi degradasi bahan ekstraselular yang disebabkan oleh metalproteinase. Resiko perforasi uterus oleh AKDR terkait dengan berbagai penyebab, termasuk operator yang kurang pengalaman, posisi uterus dalam keadaan retroversi dan retrofleksi yang ekstrim, dan insersi AKDR sewaktu nifas dan laktasi. Penipisan dinding uterus disebabkan kondisi estrogen yang rendah sewaktu laktasi dapat menyebabkan perforasi seperti pada kasus ke 2. Kasus hilangnya AKDR harus diperiksa secara teliti, dan AKDR yang

mengandung tembaga didalam rongga peritoneum harus diangkat, walaupun dalam kasus asimptomatik. Kelainan letak AKDR dapat didiagnosa melalui prosedur non invasif, seperti : rontgen dan USG abdomen dan pelvis. Prosedur

diagnostik yang bersifat invasif adalah uterine sounding dan histeroskopi. Pemeriksaan CT scan direkomendasi jika dicurigai terjadi perforasi usus besar. Penyebab kelainan letak AKDR pada kasus 1 bisa disebabkan kesalahan insersi AKDR, kemungkinan dilakukan pemasangan secara paksa melalui forniks posterior karena benang AKDR terlihat di forniks posterior. Walaupun tidak terdapat sikatrik pada area tersebut bisa saja telah terjadi perforasi parsial dimana AKDR tertanam di dalam miometrium disaat benang AKDR sudah menembus bibir serviks posterior dan seterusnya sampai ke forniks posterior. Walaupun laparoskopi merupakan prosedur pilihan dalam pengangkatan AKDR intra abdominal, kadang kadang penggantian prosedur dibutuhkan pada keadaan perlengketan yang kuat, seperti pada pasien ini. Hanya sedikit kasus kelainan letak AKDR di rectum yang dilaporkan. Sepulveda melaporkan kasus kasus perforasi oleh Copper-T di rectum pada tahun 1990, dimana Copper-T keluar melalui anus dan pasien di terapi secara konservatif. Pasien kedua kita datang dengan keluhan nyeri abdomen bagian bawah dan tidak bisa merasakan keberadaan benang Copper-T, dan AKDR ditemukan menyusup ke dalam serosa rectum. Pada kasus ke 3, AKDR dapat menyebabkan perforasi apendiks dan mengakibatkan terjadinya apendisitis akut, tetapi dengan deteksi dan intervensi dini dapat mengurangi komplikasi yang serius. Sangatlah penting bagi tenaga medis professional untuk menggunakan teknik insersi yang benar, seperti menentukan ukuran dan arah uterus melalui pemeriksaan pervaginam sebelum memasukkan AKDR dan memastikan hal yang sama dengan menggunakan uterine sounding, jangan melakukan paksaan saat insersi AKDR dan menggunakan teknik penarikan untuk memasukkan AKDR. Sangat penting menekankan kepada pasien tentang pentingnya merasakan keberadaan benang AKDR secara intermiten setelah pemasangan. Dan melakukan kontrol rutin setelah pemasangan AKDR selama 1 bulan, 3 bulan dan 1 tahun setelah itu. Melakukan edukasi dan konseling setelah pemasangan AKDR pada pasien untuk mendeteksi hilangnya benang AKDR dan melaporkan setiap gejala secara rutin. Deteksi dini kelainan letak AKDR dapat mencegah cedera yang serius terhadap organ sekitar. Penutup

Penulis melaporkan tidak ada konflik kepentingan dalam jurnal ini.

You might also like