You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit riketsia sejak berabad-abad yang lalu ditemukan pada anak-anak di negara dingin, seperti di Eropa Utara dan Amerika Utara. Pada tahun 1890, seorang dokter di inggris bernama Palm mengamati bahwa riketsia jarang terjadi bila anak-anak terkena sinar matahari. Baru pada tahun 1919 Mellanby dapat menunjukkan pada anjing percobaan bahwa penyakit ini adalah penyakit kekurangan gizi. Bila hewan percobaan ini diberi minyak ikan penyakit ini akan sembuh. Ia menduga bahwa zat yang menyebakan penyembuhan ini adalah vitamin A. mac cullum pada tahun 1922 menemukan bahwa disamping vitamin A, minyak ikan mengandung zat lain yang dinamakannya faktor antirakitik atau vitamin D yang mampumengobati riketsia. Penelitian di klinik kemudian menunjukkan bahwa sinar matahari atau sinar ultra violet dapat mencegah dan menyembuhkan riketsia pada anak-anak. disimpulkan bahwa riketsia dengan demikian berhubungan dengan sinar matahari dan zat-zat yang ada di dalam minyak ikan. Hampir lima puluh tauhn yang lalu, da luca menemukan bahwa bentuk aktif vitamin D membutuhkan sintesis di dalam ginjal.

BAB II PEMBAHASAN

II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti. Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung selsel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah. II.2 KOMPOSISI DAN STRUKTUR TULANG KOMPOSISI TULANG Tulang sebagian besar tersusun atas matriks kolagen yang mengandung garam-garam mineral dan sel-sel tulang. Matriks terdiri atas kolagen tipe I yang terdapat dalam substansi mukopolisakarida. Dalam matriks terdapat pula sebagian kecil protein non-kolagen yang

berbentuk proteoglikan dan protein yang spesifik pada tulang, yaitu osteonektin yang berfungsi dalam mineralisasi tulang serta osteokalsin (Gla protein) yang fungsinya belum diketahui dengan jelas. Osteokalsin diproduksi oleh osteoblas dimana konsentrasi dari protein ini dapat digunakan untuk mengukur aktivitas osteoblastik tulang. Matriks yang tidak mengandung mineral disebut osteoid dan terdapat sebagai lapisan yang tipis dimana pembentukan aktif tulang baru terjadi. Meningkatnya proporsi osteoid pada tulang menunjukkan adanya kelainan pada tulang misalnya pada penyakit rickets atau osteomalasia. MINERAL TULANG Hampir separuh dari volume tulang diisi oleh mineral tulang terutama oleh kalsium dan fosfat dalam bentuk kristal hidroksiapatit. Komponen mineral ini berada pada osteoid dalam bentuk kalsifikasi, yang terletak antara tulang dan osteoid. SEL-SEL TULANG Sel-sel tulang terdiri atas : Osteoblas Osteoblas bertanggung jawab atas pembentukan tulang, terbentuk dari sel-sel mesenkim lokal yang berbentuk sel kuboid pada permukaan bebas dari trabekula tulang dan sistem Haversian dimana pembentukan tulang baru terjadi. Sel osteoblas ini banyak mengandung alkali fosfatase dan bertanggung jawab atas produksi dan mineralisasi matriks tulang. Osteosit Osteosit berada pada lakuna tulang, berhubungan dengan osteosit lainnya dan permukaan sel melalui prosesus sitoplasma. Fungsi osteosit masih belum jelas dan diduga berperan dalam resorpsi tulang (dalam proses osteolitik-osteolisis) dan transpor ion kalsium, di bawah pengaruh hormon paratiroid. Osteoklas Osteoklas merupakan mediator utama dalam proses resorpsi tulang. Sel osteoklas adalah sel dengan inti yang banyak yang berasal dari sel monosit dalam sumsum
3

tulang. Apabila terjadi resorpsi matriks organik, maka osteoklas dapat terlihat dalam suatu saluran yang disebut howsheeps lacunae. STRUKTUR TULANG Tulang imatur (woven bone) adalah tulang dengan serat-serat kolagen yang tidak teratur baik dan sel-selnya tidak mempunyai orientasi yang khusus. Tulang matur (lamelar bone) adalah tulang dengan serat kolagen yang teratur, tersusun secara paralel membentuk lapisan yang multipel disebut lamelae dengan sel osteosit di antara lapisan-lapisan tersebut. Tulang matur terdiri dari dua struktur yang berbeda bentuknya, yaitu : 1. Tulang kortikal yang bersifat kompak 2. Tulang trabekular yang bersifat spongiosa REMODELING TULANG Tulang baru dapat terbentuk dari dua cara yang berbeda, yaitu : 1. Melalui osifikasi dan proliferasi tulang rawan yang disebut osifikasi endokondral, terutama terlihat pada lempeng epifisis atau pada suatu penyembuhan tulang. 2. Melalui osifikasi langsung pada jaringan lunak yang disebut osifikasi membranosa yang dapat terlihat pada pembentukan tulang subperiosteal yang baru. II.3 REGULASI METABOLISME TULANG DAN KALSIUM Lebih dari 98% kalsium dan lebih dari 85% fosfor tubuh tersimpan dalam tulang serta mempunyai kapasitas yang kecil dalam penggantiannya. Sejumlah kecil mineral dapat mengalami penggantian secara cepat baik dalam bentuk kristal atau dalam cairan ekstraseluler dimana konsentrasi kalsium dan fosfat tergantung dari absorbsinya pada usus dan ekskresinya pada ginjal. Terjadinya perubahan kadar mineral plasma akan diatasi melalui pengaturan absorbsinya pada tubulus ginjal.

Kasium mempunyai hubungan yang erat dalam pembentukan dan resorpsi tulang. Keseimbangan antara absorbsi, ekskresi, sirkulasi ekstraseluler, dan penggantian kalsium di dalam tulang dikontrol oleh faktor-faktor sistemik dan lokal. Kalsium Kalsium merupakan mineral esensial bagi kelangsungan fungsi dan proses fisiologis normal sel misalnya pada proses penghantaran impuls saraf dan kontraksi otot. Konsentrasi normal kalsium dalam darah dan cairan ekstraseluler antara 8,8 10,4 mg/100 ml. Umunya kalsium terikat dengan protein dan sebagian dalam bentuk ion yang efektif untuk metabolisme sel dan proses homeostasis tubuh. Untuk mencukupi kebutuhan kalsium tubuh, makanan sehari-hari harus mengandung kalsium sebanyak 400-800 mg di mana sebanyak 50% akan masuk ke dalam sirkulasi yang absorbsinya dari intestinal dimungkinkan oleh adanya metabolit vitamin D. Eksresi kalsium dalam urin bervariasi antara 100-400 mg/24 jam dan bila kadar kalsium darah berkurang, tubuh akan berusaha mengimbangi dengan jalan meningkatkan reabsorpsi klsium pada tubulus ginjal sehingga akibatnya ekskresi akan berkurang. Fosfor Diperlukan untuk berbagai proses metabolisme yang penting. Konsentrasi fosfor di dalam darah hampir seluruhnya dalam bentuk ion fosfat inorganik sebanyak 2,8 4 mg/100 ml. Ekskresi fosfat sangat efisien, tapi sebanyak 90% diresorpsi kembali ke dalam tubulus proksimalis ginjal di bawah pengaruh hormon paratiroid. Hormon paratiroid Hormon paratiroid berperan dalam regulasi metabolisme kalsium tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan konsentrasi kalsium ekstraseluler. Efek hormon paratiroid pada tubulus renalis adalah menurunkan reabsorbsi fosfor dan meningkatkan reabsorbsi kalsium sehingga ekskresi fosfor meningkat dan ekskresi kalsium berkurang pada urin. Pada tulang, hormon paratiroid akan meningkatkan resorpsi tulang oleh sel osteoklas dan pelepasan kalsium serta fosfat dalam darah.

Kalsitonin Kalsitonin diproduksi oleh sel C tiroid dan mempunyai fungsi yang berlawanan dengan hormon tiroid.

Vitamin D Vitamin D berfungsi dalam remodeling tulang serta mobilisasi kalsium dari usus halus dan tulang. Secara alamiah vitamin D yang aktif dalam tubuh dalam bentuk vitamin D3 (kolekalsiferol) yang berasal dari dua sumber yaitu langsung dari diet dan secara tidak langsung terjadi dari perubahan prekusor vitamin D3 pada kulit di bawah pengaruh sinar ultra violet. Kebutuhan sehari hari tubuh terhadap vitamin D sebesar 400 IU.

II.3 RICKETS Rickets dapat didefinisikan sebagai penyakit umum dari pertumbuhan tulang. Yang khas di sini adalah kegagalan garam-garam calsium diendapkan secara tepat dalam matriks tulang organik (osteoid) dan diendapkan dalam tulang rawan pra tulang (pre-osseous) dan lempeng epiphysis dalam zona tulang rawan yang mengalami kalsifikasi. Terjadi deposisi normal calsium kedalam osteoid dan tulang rawan pra tulang ini, tergantung dari dipertahankannya kadar-kadar fisiologik Calsium dan Fosfor dalam serum, dan ini tergantung dari dari adanya keseimbangan antara faktor-faktor absorpsi setiap elemen, dari usus halus, ekskresi oleh ginjal dan usus halus dan kecepatan gerakan elemen-elemen tersebut kedalam dan keluar dari tulang. Faktor faktor yang penting mempertahankan keseimbangan ini adalah vitamin D, hormon parathyroid, dan calsitonin. Dengan demikian jelas, bahwa banyak macam gangguan yang dapat menimbulkan satu kelainan umum rickets ini. Bentuk bentuk rickets secara klinis sebaiknya diklasifikasi dengan dasar penyebabnya. Ketiga penyebab utama rickets adalah defisiensi vitamin D, insufisiensi ginjal menahun, dan insufisiensi tubuler dari ginjal. Penyebab kedua dan ketiga tidak beresponsi terhadap pemberian vitamin D dalam jumlah normal dan disebut juga Vitamin D Refractory.

Etiologi 1. Defisiensi vitamin D 2. Insufisiensi ginjal kronik 3. Insufisiensi tubulus renalis Klasifikasi Berdasarkan gambaran klinisnya, rickets dapat dibagi tiga tipe, yaitu : Tipe I Rickets tipe I (simple rakhitis) terjadi akibat defisiensi vitamin D dan terutama ditemukan pada anak anak umur 1 tahun. Tipe ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan dengan pemberian vitamin D dosis biasa serta makanan yang mengandung banyak vitamin D dapat memberikan hasil terapi yang baik. Pada stadium dini terjadi hipokalsemia yang ditandai dengan konvulsi dan tetani. Defisiensi vitamin D dapat pula disebabkan oleh gangguan absorbsi pada usus akibat steatore dan gangguan ini disebut celiac ricket. Tipe II Pada rickets tipe II terjadi osteodistrofi akibat insufisiensi renalis yang kronik (osteodistrofi azotemik). Tipe ini jarang ditemukan, di samping menyebabkan lesi pada tulang juga terjadi hiperparatiroid sekunder yang pada akhirnya menyebabkan gangguan berupa metafisis yang ireguler, erosi korteks tulang, dan osteoporosis. Pengobatan yang dilakukan adalah pemberian vitamin D dosis tinggi (500.000 IU/hari). Pada kasus yang resisten dapat diberikan preparat 1,25-DHCC/vitD3 9metabolit vitamin D yang aktif). Tipe III Pada tipe ini terjadi gangguan resorpsi fosfat pada tubulus ginjal, eksresi fosfat pada urin meningkat sehingga timbul hipofosfatemia. Rickets tipe III diturunkan secara sex linked atau dominan autosomal.
8

Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah pertumbuhan fisik penderita lambat, wajah pucat, deformitas tulang, dan dapat terjadi miopati. Pada pemeriksaan radiologis, lempeng epifisis terlihat melebar dan ireguler. Dapat pula ditemukan osteosklerosis pada tulang rangka dan gambaran rugger jersey pada bagian lateral tulang belakang di mana gambaran ini terjadi akibat berkurangnya densitas tulang. Pada anak anak dengan rakitis yang lama dapat terlihat gambaran epifisiolisis. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan penurunan kadar kalsium plasma, peningkatan kadar fosfat dan alkali fosfat plasma, penurunan ekskresi kalsium dan fosfat pada urin serta peningkatan kada hormon pituitari-tiroid. Pengobatan tipe ini adalah pemberian vitamin D dosis tinggi (harus berhati hati terhadap intoksikasi vitamin D) serta koreksi terhadap deformitas yang ada, misalnya bila terjadi epifisiolisis maka dilakukan fiksasi interna. Gagal ginjal yang terjadi biasanya bersifat ireversible dan penanganannya melalui hemodialisis atau transplantasi ginjal. Patologi Perubahan-perubahan patologi pada rickets antara lain adalah berkurangnya secara umum matriks yang mengalami kalsifikasi (tulang) dan bertambahnya matriks yang tidak mengalami kalsifikasi (osteoid), yang pada foto rontgen terlihat hipodensitas disertai penipisan tulang. Selain itu pada tulang rawan pra-ossesus di bagian epifisis tidak terjadi kalsifikasi yang biasanya terdapat pada penulangan normal tulang rawan. Kalsium berfungsi dalam pengerasan tulang sehingga daerah yang tidak mengalami kalsifikasi menjadi rapuh serta terjadi deformitas yang progresif pada tulang dan lempeng epifisis. Diagnosis Pada bayi harus dipikirkan kemungkinan adanya penyakit rickets bila ditemukan konvulsi, tetani, iritabilitas atau gangguan perkembangan fisik dan mental pada bayi. Pada
9

anak yang sudah berjalan, penyakit rickets dipikirkan bila terdapat deformitas pada anggota gerak bawah (seperti genu valgum, genu varus, deformitas torsional) dan ukuran tubuh yang kecil (cebol). Diagnosis penyakit ditegakkan berdasarkan : Gambaran klinis Terdapat pembengkakan pada lokasi lempeng epifisis khususnya bagian distal radius dan sendi kostokondral yang dikenal sebagai rosary rachitis.

Pemeriksaan radiologis Gambaran yang spesifik pada foto rontgen adalah adanya gambaran radiolusen yang luas pada lempeng epifisis (karena tidak terjadi kalsifikasi
10

pada tulang rawan pra-ossesus) dan juga terlihat rarefaksi tulang yang bersifat

umum. Anteroposterior radiograph of the wrist in a child with renal failure reveals cupping and fraying of the metaphysis and irregularity of the epiphyseal margins compatible with renal rickets (arrowheads).

Radiograph of a two-year old rickets sufferer, with a marked genu varus (bowing of the femurs) and decreased bone opacity, suggesting poor bone mineralization
11

Severe Rickets a) At ten-months of age note the marked separation between the distal femur and proximal tibia with marked irregularity and fuzziness of the metaphysis. Overall mineralization is very poor.
12

b) Six months later after therapy the epiphyses have appeared and now there is some sclerosis of the distal metaphysis. The space between the ossified metaphyses of the femur and tibia has decreased due to their increased ossification with healing.

Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan : Peningkatan kadar alkali fosfatase darah Peningkatan kadar ureum dan fosfat inorganik darah menunjukkan adanya lesi pada glomerulus renalis. Hiposfosfatemia dengan kadar ureum yang normal dan tanpa disertai defisiensi vitamin D yang menunjukkan adanya gangguan pada tubulus renalis.

Pengobatan 1. Pemberian obat-obatan untuk mengontrol penyakit, sehingga tidak terjadi deformitas tambahan akibat rekurensi penyakit. 2. Pemasangan bidai pada deformitas torsional, genu varum, dan genu valgum. 3. Osteotomi pada deformitas yang menetap, yang tidak efektif dengan pengobatan lokal dan obat-obatan.

13

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN 1. Rickets adalah penyakit yang menyebabkan tulang tidak tumbuh dengan kuat, mudah terjadi fraktur, dan deformitas. 2. Etiologi dari rickets adalah Insufisiensi tubulus renalis. 3. Klasifikasi dari rickets ada : Tipe I Tipe II Tipe III Defisiensi vitamin D, Insufisiensi ginjal kronik,

4. Tata Laksana Rickets : Pemberian obat-obatan untuk mengontrol penyakit, sehingga tidak terjadi deformitas tambahan akibat rekurensi penyakit. Pemasangan bidai pada deformitas torsional, genu varum, dan genu valgum.

14

Osteotomi pada deformitas yang menetap, yang tidak efektif dengan pengobatan lokal dan obat-obatan.

SARAN Pemberian gizi yang cukup, terutama vitamin D dapat mencegah timbulnya penyakit rickets.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad Chairuddin prof. MD. Ph.D, Pengantar ilmu bedah Ortopedi, Bintang

Lamumpatue, 2003
2. Simbardjo Djoko. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. 1995.Jakarta : Binarupa Aksara 3. Sjamsuhidayat, R, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, EGC: Jakarta,

2005
4. Schwartz. Prinsip Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. 2000. EGC : Jakarta 5. http://www.statemaster.com/encyclopedia/Rickets 6. http://www.medcyclopaedia.com/library/radiology/chapter14/14_9.aspx

15

You might also like