Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Sapi Peranakan Ongole (PO) pada tahun 1991 populasinya mencapai 4.600.000 ekor mendominasi
jumlah sapi potong di Indonesia dan terkonsentrasi di Pulau Jawa. Akan tetapi telah terjadi penurunan yang
drastis dan pada tahun 2001 populasinya dilaporkan sebesar 874.000 ekor dengan konsentrasi tetap di Pulau
Jawa. Sebagai sumberdaya genetik sapi lokal pengembangan populasi perlu segera dilakukan terutama di luar
Pulau Jawa dimana sapi PO telah banyak dipelihara. Potensi biologik reproduksi dan produksi sapi PO
menunjukkan variasi yang cukup besar, rata-rata performans yang dilaporkan menunjukkan bahwa peranan
lingkungan sangat besar. Sapi PO sangat tanggap terhadap perubahan dan perbaikan pakan. Rata-rata calf
crop sapi PO di peternakan rakyat yang pernah dilaporkan adalah 36%, 52,63%, 54,60%, dan 59,32%. Nilai
yang rendah ini disebabkan karena jarak beranak yang panjang akibat pengelolaan reproduksi dan perkawinan
yang tidak baik. Angka nilai rata-rata yang pernah dilaporkan untuk S/C terkecil adalah 1,29 dan terbesar
adalah 2,23, untuk jarak beranak terpendek adalah 13,75 bulan dan terpanjang 20,30 bulan, nilai kawin
setelah beranak paling cepat adalah 97,80 hari dan paling lambat 309,00 hari. Angka nilai rata-rata yang
pernah dilaporkan untuk pertambahan bobot badan harian prasapih adalah 0,62 kg dan pascasapih 0,24 kg,
untuk umur 4−12 bulan berkisar 0,34−0,37 kg, umur 13-24 bulan berkisar 0,31–0,40 kg, umur 2 tahun
berkisar 0,44−0,91kg . Potensi genetik sapi PO belum banyak diketahui karena belum tersedianya data.
Identifikasi dan rekording performans pada sapi PO perlu segera dilakukan. Secara teoritis dapat diduga
bahwa keragaman sumberdaya genetik sapi PO cukup besar karena belum banyak tersentuh seleksi.
Peningkatan produktivitas sapi PO dilakukan melalui usaha pemuliaan dengan tetap memperhatikan
pelestarian sumberdaya genetik, dan perlu dukungan lingkungan yang memadai. Wilayah-wilayah
pengembangan dan pelestarian sapi PO perlu ditetapkan lewat kebijakan pemerintah. Di wilayah tersebut sapi
PO diternakkan secara murni dan ditingkatkan mutu genetiknya. Cara seleksi dalam populasi dapat ditempuh
dan model pemuliaan dapat mencontoh model P3Bali yang mengadopsi model Open Nucleus Breeding
System (ONBS). Peningkatan produktivitas lewat persilangan dengan bangsa eksotik hanya dilakukan secara
terencana baik disertai target yang pasti. Persilangan memanfaatkan heterosis maka persilangan pada sapi
potong hanya dapat meningkatkan karakteristik produksi, tetapi tidak reproduksinya. Interaksi antara
heterosis dan lingkungan sangat penting oleh karena itu persilangan sepasang bangsa ternak tertentu yang
cocok pada satu lingkungan belum tentu cocok pada lingkungan lain. Estimasi efek aditif dan heterosis
diperlukan sebagai dasar pertimbangan pilihan sistem persilangan yang dilakukan disamping pilihan bangsa
eksotik yang dipergunakan yang akhir-akhir ini cenderung mempergunakan Bos taurus Eropa.
Kata kunci:
30
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
31
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
potong penghasil daging. Keadaan ini juga reproduksi seperti juga produksi memerlukan
memberikan kontribusi pengaruh terhadap suplai pakan yang cukup dengan kualitas yang
potensi biologi baik produksi maupun baik. Siregar et al.(1998) melaporkan
reproduksinya. Oleh karena itu asesmen pemberian pakan tambahan (flushing) selama
terhadap potensi perlu memperhatikan hal ini. 3 bulan pada induk sapi PO yang bunting 7
Potensi biologik dari segi produksi yang bulan secara nyata memperpendek jarak
utama adalah calf crop, bobot sapih dan beranak dan meningkatkan bobot lahir anak.
pertambahan bobot badan setelah disapih Potensi produksi sapi PO menunjukkan
sedang dari segi reproduksi yang utama adalah pertumbuhan yang lambat bila dibandingkan
kemampuan reproduksi induk yang dinilai dengan bangsa sapi eksotik yang telah
berdasar jarak beranak (calving interval). Calf mengalami seleksi untuk pertumbuhan dan
crop sapi PO pada peternakan rakyat yang dipelihara dalam lingkungan yang
pernah dilaporkan adalah 36% diperuntukkannya. Usaha untuk meningkatkan
(HARDJOSUBROTO et al.,1981), 54,60% produksi telah banyak dilakukan melalui sistim
(MARAJO, 1989), 59,32% (ACHMADI, 2000), persilangan dengan bangsa eksotik yang
dan 52,63% (HIDAYAT, 2003). Bila dirata- diimpor sejak Pelita III, meskipun demikian
ratakan calf crop hasil penelitian MARAJO usaha yang tidak terarah dengan target yang
(1989), ACHMADI (2000) dan HIDAYAT (2003) tidak pasti ini tidak banyak menghasilkan
adalah 55% menunjukkan adanya peningkatan perubahan bahkan menemukan banyak
bila dibandingkan dengan calf crop yang kegagalan. Pada dekade terakhir penggunaan
dilaporkan oleh HARDJOSUBROTO et al.(1981). pejantan bangsa Bos Taurus Amerika banyak
Calf crop pada sapi PO ini lebih rendah bila digantikan oleh pejantan Bos Taurus Eropa
dibanding dengan sapi Bali yang mencapai yang berukuran lebih besar sehingga
86% (PANE, 1990). Calf crop yang rendah ini keturunannya menuntut lebih banyak
disebabkan karena jarak beranak (calving perubahan pengelolaan.
interval) yang panjang akibat dari pengelolaan Beberapa hasil penelitian menunjukkan
reproduksi dan perkawinan yang kurang baik. bahwa sapi PO tanggap terhadap perubahan
Data reproduksi sapi PO dari penelitian- maupun perbaikan pakan dengan menunjukkan
penelitian yang telah dilaporkan di Jawa pertambahan bobot badan harian yang berbeda.
Tengah dan DIY menunjukkan variasi yang Berikut ini adalah data sifat produksi sapi PO
cukup besar (Tabel 1). Pada Tabel 1 tersebut yang dapat dikumpulkan dari hasil penelitian
terlihat kisaran yang cukup luas. Variasi yang yang telah dilaporkan (Tabel 3). Pada Tabel 3
tampak ini disebabkan oleh lingkungan tersebut terlihat bahwa potensi karakteristik
pengelolaan yang bervariasi sehingga produksi sapi PO menunjukkan rentang yang
peningkatan potensi reproduksi melalui cukup luas. Beberapa data hasil penelitian
perbaikan pengelolaan sangat dimungkinkan. seperti pertambahan bobot badan harian
Tampak pula sebagian data yang telah menunjukkan potensi sapi PO yang cukup baik
dilaporkan dapat mencapai angka-angka baku meskipun tanpa sentuhan seleksi , dan hanya
yang ideal disamping kelemahan dalam hal karena pengelolaan dan perbaikan pakan. Oleh
calving interval akibat dari days open yang karena itu perlu diketahui baku pengelolaan
cukup panjang. Mengingat sistim peternakan lingkungan untuk dapat mencapai produktivitas
tradisional yang bervariasi maka perlu adanya yang optimum.
angka baku karakteristik tersendiri yang Data mengenai potensi genetik sapi PO
dikaitkan lokasi. Tabel 2 menunjukkan data belum pernah dilaporkan, sehingga keunggulan
reproduksi sapi PO yang dilaporkan oleh dan kelemahan potensi genetiknya belum
HIDAYAT (2003) di Majalengka (Jawa Barat). diketahui. Hal ini disebabkan oleh karena tidak
Data tersebut tidak banyak berbeda dengan tersedianya data untuk keperluan analisis
data di Jawa Tengah dan DIY. Perbaikan potensi genetik karena sistim identifikasi dan
pengelolaan reproduksi sapi PO diperlukan rekording ternak tidak pernah berhasil untuk
untuk dapat meningkatkan populasinya, yang dilakukan. Disinilah terletak permasalahan
tampak sudah sangat menurun. Hal yang tak dalam usaha perbaikan mutu genetik ternak.
dapat dilupakan dalam peningkatan potensi
Tabel 1. Data karakteristik reproduksi sapi PO di Jawa Tengah dan DIY
32
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
33
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
Data yang akurat untuk analisis potensi Tabel 2. Data karakteristik reproduksi sapi PO di
biologik dan analisis potensi genetik yang Majalengka (Jawa Barat)
memerlukan pula data tersilsilah hanya
Karakteristik Rata-rata
mungkin diperoleh bila dilakukan identifikasi
dan pencatatan. Secara teoritis dapat diduga Umur pertama kali kawin (bulan) 21,51
potensi genetik sifat-sifat produksi cukup Umur beranak pertama (bulan) 32,07
tinggi karena populasi sapi PO belum banyak Kawin setelah beranak (hari) 97,80
tersentuh seleksi sehingga keragaman genetik S/C 1,67
aditif cukup besar untuk merespon seleksi. Jarak beranak (bulan) 15,74
Sekarang bagaimana keragaman sumberdaya Umur sapih anak (bulan) 8,86
genetik ini dapat dikelola untuk pemanfaatan
dan pelestarian. Sumber: HIDAYAT (2003)
34
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
35
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
F2
Dengan cara demikian besar efek aditif dan Silangan pertama atau F1 selalu
heterosis dapat diestimasi. Perlu dijaga agar menunjukkan performans yang lebih baik
perbedaan penotip yang diamati bukan dibandingkan dengan semua tipe persilangan
cerminan dari lingkungan, waktu, lokasi, pakan yang lain pada kondisi efek heterosis sama
atau efek non genetik lain. besar atau lebih besar dibanding efek aditif.
Estimasi nilai A dan H dapat dipergunakan Akan tetapi memproduksi F1 secara terus
untuk mengetahui tipe persilangan mana yang menerus yang ditujukan untuk menghasilkan
menunjukkan prediksi hasil terbaik antara F1, terminal cross (persilangan terminal) akan
F2, B1 dan B2. Backcross ke bangsa PO membutuhkan pejantan eksotik atau semen
diestimasi dengan B1 = µ + ¼ A + ½ H, sedang bekunya secara terus menerus. Untuk tidak
backcross ke bangsa eksotik diestimasi dengan tergantung pada bangsa eksotik maka yang
B2 = µ + ¾ A + ½ H. ideal adalah membentuk bangsa sintetik atau
Persilangan pada sapi potong dipergunakan pembentukan bangsa baru. Pembentukan
untuk membentuk bangsa sintetik dengan bangsa baru dapat memilih bangsa sintetik
proporsi gen yang berbeda-beda dari dua dengan komposisi gen tertentu kemudian
bangsa yang disilangkan, dengan demikian dilakukan interse-mating dan seleksi secara
besar efek heterosis yang dipertahankan juga terus menerus. Bangsa baru yang terbentuk
berbeda-beda. akan merupakan bangsa yang mantap dengan
Performans yang diharapkan dari ciri-ciri tertentu.
bermacam-macam cara persilangan Pada populasi sapi PO cara pembentukan
digambarkan dalam suatu diagram seperti pada yang sederhana adalah dengan seleksi jantan
gambar 2 yang disebut Greek Temple Model dan betina pada F1 kemudian dihasilkan F2, dan
(CUNNINGHAM dan SYRSTAD, 1987). dilakukan seleksi dan sistem perkawinan untuk
Greek Temple Model dapat membantu menghasilkan generasi berikutnya. Bangsa
pemilihan program persilangan untuk baru yang terbentuk akan memiliki komposisi
menghasilkan ternak komersial namun gen yang sama dengan F1 yaitu 50% PO dan
36
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
50% bangsa eksotik, dengan persen heterosis Potensi biologik sapi PO sangat bervariasi
yang tetap yaitu 50%. Kalau bangsa baru(F2) disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang
sudah terbentuk maka penyebaran bangsa baru sangat bervariasi. Keunggulan sapi PO adalah
untuk peternakan rakyat hendaknya selektif daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi
untuk masing-masing wilayah. Penggunaan peternakan tradisional. Produktivitas sapi PO
bangsa baru keturunan Bos Taurus Eropa sangat bervariasi dan sangat tanggap terhadap
hanya untuk wilayah dimana pakan cukup perubahan dan perbaikan lingkungan.
tersedia. Pada pemeliharaan tradisional untuk Mengingat hal ini maka untuk meningkatkan
daerah dimana pakan tidak tercukupi sebaiknya produktivitas sapi PO di peternakan rakyat
dipergunakan keturunan Bos Taurus Amerika. yang segera dapat dilakukan adalah perbaikan
Pembibitan bangsa baru dilakukan di BPTU pengelolaan reproduksi dan pakan. Baku
atau BBPTU, koperasi atau usaha swasta dan Pengelolaan lingkungan untuk dapat mencapai
tidak dilakukan di peternakan rakyat. Dengan produktivitas yang optimum perlu diketahui.
demikian maka keragaman sumberdaya genetik Rekording sangat diperlukan agar dapat
sapi PO dapat terjaga. Seleksi dan sistem dilakukan pengamatan terhadap potensi genetik
perkawinan yang dilakukan dalam sapi PO yang diduga cukup besar
pembentukan bangsa baru dan untuk keragamannya karena belum banyak disentuh
menghasilkan pejantan unggul dapat oleh usaha seleksi. Keragaman ini merupakan
dijabarkan sebagai berikut. Sapi betina dan bahan dasar bagi usaha pemuliaan sapi PO.
jantan F1 akan diseleksi dan dipergunakan Program persilangan hendaknya
untuk menghasilkan F2, yang kemudian direncanakan dengan baik dan mempunyai
diseleksi secara terus menerus untuk tujuan yang pasti kalau tidak maka akan
menghasilkan bangsa baru. Seleksi induk merusak keragaman sumberdaya genetik sapi
didasarkan pada berat sapih anaknya, induk- PO. Ternak komersial dapat dihasilkan dengan
induk yang terbaik dipergunakan sebagai pembentukan bangsa baru dengan komposisi
pengganti di BPTU dan BBPTU dan sisanya gen 50% PO dan 50% bangsa eksotik yang
disebarkan ke peternak komersial (multiplier). terbentuk dari interse-mating F1 yang
Sebaliknya induk-induk yang terbaik di menghasilkan F2 sebagai bangsa baru dan
Peternakan komersial akan dimasukkan ke kemudian dilakukan seleksi terus menerus.
BPTU atau BBPTU. Seleksi pejantan di BPTU Bangsa eksotik yang akan dikembangkan di
atau BBPTU didasarkan pada uji performans suatu wilayah dipilih berdasar ekosistem
dan uji keturunan. Pejantan unggul bangsa baru wilayah terutama pakan yang tersedia.
yang dihasilkan akan dipergunakan untuk Penggunaan bangsa sapi Brahman untuk
menghasilkan semen beku untuk selalu membentuk bangsa eksotik bagi peternakan
meningkatkan mutu sapi bangsa baru yang rakyat tampaknya cocok, sedang penggunaan
dihasilkan di peternakan komersial bangsa Simmental dan Limousine perlu
(multiplier). Kebutuhan sapi bangsa baru untuk dipertimbangkan lebih dahulu.
peternakan rakyat akan diperoleh dari Dalam usaha untuk meningkatkan
peternakan multiplier. produksivitas sapi PO maka peranan BBPTU
ataupun BPTU perlu ditingkatkan disamping
itu keterlibatan swasta perlu dipacu terutama
KESIMPULAN dalam pembentukan bangsa baru untuk tujuan
komersial.
Penurunan populasi PO yang cukup besar
pada sepuluh tahun terakhir perlu diwaspadai
dan ditanggulangi dengan usaha pengendalian DAFTAR PUSTAKA
pemotongan dan pengembangan populasinya.
Pengembangan populasi lebih diarahkan untuk ACHMADI. 2000. Natural Increase Sapi Potong di
wilayah-wilayah diluar pulau Jawa yang saat Wilayah Jawa Tengah Bagian Timur Skripsi.
ini sudah memiliki sapi PO. Diperlukan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
kebijakan pemerintah untuk menetapkan
wilayah-wilayah pengembangan sapi PO ANONIMUS. 1992. Evaluasi Pelaksanaan Inseminasi
secara murni untuk pemanfaatan dan Buatan tahun 1991/1992 dan Rencana 1992/
pelestarian. Di wilayah-wilayah perlu dibentuk 1993. seminar Evaluasi Program IB. Dit. Bina
VBC, sehingga dapat dilakukan pemuliaan dan Produksi. Ditjen. Peternakan. Jakarta.
pemurnian sapi PO dengan mengadopsi pola ANONIMUS. 2003. Statistik Sapi Potong di Indonesia.
ONBS. Indonesian International Animal Science
Research and Development.
37
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
ASTUTI, M., W. HARDJOSUBROTO dan S. HIDAYAT, N. 2003. Estimasi Natural Increase Sapi
LEBDOSUKOJO. 1983. Analisa Jarak Beranak Potong di Wilayah Kabupaten Majalengka
Sapi Peranakan Ongole di Kecamatan Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan
Cangkringan, Daerah Istimewa Yogyakarta. UniversitasGadjah Mada. Yogyakarta.
Pros. Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar.
Cisarua, 6–9 Desember 1982. ISNAINIYATI, N. 2001. Penggunaan Jerami Padi
Fermentasi dan Kombinasi Jerami Padi Silase
ASTUTI. M. 1999. Pola Pengembangan bibit sapi Rumput Raja Sebagai Pakan Basal Serta
Potong di Indonesia (Pengadaan Pejantan Pengaruhnya Terhadap Pertambahan Bobot
Unggul). Makalah Disajikan pada Diskusi Badan dan Kualitas Daging Sapi Peranakan
Sehari Pengkajian Untuk Menentukan Arah Ongole. Tesis. Fakultas Pascasarjana
Pengembangan Bibit Sapi Potong di Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Indonesia. Bogor, 29 Juli 1999.
ISWANTO, Y. 2003. Produksi Karkas dan Non
BAKTI, A.S. 2002. Kenaikan Bobot Badan sapi Karkas Sapi Peranakan Ongole Jantan yang
peranakan Ongole Jantan dengan Penambahan Diberi Pakan Rumput Raja dan Konsentrat
Probiotik pada Pakannya. Skripsi. Fakultas dengan Penambahan Probiotik. Skripsi.
Peternakan Universitas Gadjah Mada. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. Yogyakarta.
BALIARTI, E. 1991. Berat badan Anak Sapi KRISHADITERSANTO, R.I.P. 20032. Kinerja Sapi
Peranakan Ongole dan Peranakan Brahman Peranakan Ongole Jantan yang Disuplementasi
Hasil IB di Kabupaten Gunung Kidul. Buletin Bossdext. Skripsi. Fakultas Peternakan
Peternakan 15(2). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
BONGA, S.M.D. 2003. Pertambahan Bobot Badan MARAJO, S.D.T. 1989. Produktivitas Ternak Sapi
Sapi Peranakan Ongole Jantan yang Diberi Potong di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis.
Pakan Basal Jerami Padi dan Dedak Halus Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah
dengan Additif Pakan Kultur Mikroba. Skripsi. Mada. Yogyakarta.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. MUKIJA. 1998. Tatalaksana Reproduksi sapi Potong
oleh Peternak di Kabupaten Dati II Gunung
CUNNINGHAM, E.P. and O. SYRSTAD. 1987. Kidul. Skripsi. Fakultas Peternakan
Crossbreeding Bos Indicus and Bos Taurus Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
For Milk Production in the Tropics. FAO
MURDJITO, G. 1995. Pemanfaatan Limbah Tahu (Air
Animal Production and Health Paper 68: 6-16.
Tahu) Sebagai Komboran Sapi Penggemukan
FAO. 1994. Implications of the Convention on dan Pendapatan Pengusaha Tahu di Pedesaan.
Biological Diversity. Report of an Informal Buletin Peternakan 13: 31-38.
Working Group. Animal Production and Health
NGADIYONO, N. 1988. Studi Perbandingan Beberapa
Division. FAO. Rome, 28-29 March 1994.
Sifat Produksi Sapi Peranakan Ongole,
HARDJOSUBROTO, W., H. MULYADI dan SUPIYONO. Shorthorn Cross dan Brahman Cross. Tesis.
1980. Performans Reproduksi Sapi-sapi Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.
Peranakan Ongole di Daerah Istimewa
OCTAVIA, T.Y. 2003. Kinerja Produksi dan Tingkah
Yogyakarta.. Laporan Seminar Ruminansia I,
Laku Sapi Peranakan Ongole Jantan yang
P3T, Bogor.
Dipelihara pada Kandang Terbuka, Tertutup
HARDJOSUBROTO, W., S. P. ATMODJO dan H. atau Terbuka Tertutup. Tesis. Fakultas
MULYADI. 1981. Baseline Data of Native Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
Cattle (Grade Ongole Cattle) in Special Yogyakarta.
District of Yogyakarta. UGM. Rockefeller
PANE, I. 1990. Upaya Peningkatan Mutu Genetik
Foundation. Yogyakarta.
Sapi Bali di P3Bali. Seminar Nasional Sapi
HARDJOSUBROTO, W. 1992. Pola Pembiakan dan Bali. Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Output Sapi Potong di Daerah Istimewa Denpasar, Bali.
Yogyakarta. Buletin Peternakan. 16: 54-62.
PAYNE, W.Y.A. 1970. Cattle Production in the
Hasbullah, E.J. 2003. Kinerja Pertumbuhan dan Tropic. Western Printing Services. Ltd.
Reproduksi Sapi Persilangan Simmental Bristol. Longman.
Dengan Peranakan Ongole dan sapi Peranakan
PRAMONO, S.J. 2003. Perbedaan Penampilan
Ongole di Kabupaten Bantul.DIY. Tesis.
Reproduksi Antara Induk Sapi Peranakan
Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah
Ongole dengan Sapi Silangan Simmental
Mada. Yogyakarta.
Peranakan Ongole di Kabupaten Sleman DIY.
Hastuti, M. 2002. Kinerja Sapi Peranakan Ongole Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Jantan yang di Suplementasi Bioplus. Skripsi. Gadjah Mada. Yogyakarta.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
38
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
PRASETYA, D.A. 2002. Produksi Karkas dan Non SUNARDI. 2002. Pertambahan Bobot Badan Sapi
Karkas Sapi Peranakan Ongole Jantan yang Peranakan Ongole yang Diberi Pakan Basal
Diberi Pakan Jerami Padi dan Dedak Halus yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan
dengan Penambahan Feed Additive. Skripsi. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta. TALIB, C. dan A.R. SIREGAR. 1998. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pertumbuhan Pedet
SAHIDAH. 2002. Estimasi Berat Hidup Sapi Peranakan Ongole dan Crossbrednya dengan
Peranakan Ongole Berdasar Ukuran Tubuh. Bos Indicus dan Bos Taurus Dalam
Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Pemeliharaan Tradisional. Pros. Seminar
Gadjah Mada. Yogyakarta. Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1-
2 Desember 1998.
SIREGAR, A.R., P. SITUMORANG, J. BESTARI, Y. SANI
dan R.H. MATONDANG. 1998. Pengaruh TEKSON, M. 2002. Pendugaan Pertambahan Alami
Flushing pada Induk Peranakan Ongole di Dua (Natural Increase) Sapi Potong di Kabupaten
Lokasi yang Berbeda Ketinggiannya pada Sleman. Skripsi. Fakultas Peternakan
Program IB di Kabupaten Agam. Prosiding Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.
Bogor 1-2 Desember 1998. TRIYONO, A. 1998. Kinerja Sapi Peranakan Ongole
pada Sistem Penggemukan dengan Tipe
SOEPARNO. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Lantai Kandang Berbeda. Skripsi. Fakultas
Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
SUGIHARTO, Y. 2003. Produktivitas Sapi Peranakan
Ongole pada Pola Pemeliharaan Sistem WALUYO, R. 2004. Pengaruh Persilangan antara
Perkampungan Ternak dan Kandang Individu Sapi Simmental dengan Peranakan Ongole
di Kabupaten Sleman. Tesis. Fakultas Betina Terhadap Reproduksivitas di Kabupaten
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Kulon Progo. Skripsi. Fakultas Peternakan
Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
39