You are on page 1of 2

Yang perlu kita ketahui pertama dalam membahas tentang tawuran dikalangan pelajar adalah bahwa pertama masalah

latar belakang terjadinya tawuran antar satu sekolah dengan sekolah yang lainnya berbeda-beda, bahkan antara pelaku satu dengan pelaku yang lainnya didalam satu sekolah pun bisa berbeda. Memang pernah ada survei yang menunjukkan hasil bahwa para pelaku tawuran karena ingin mencari perhatian dari lingkungan sekitarnya. Begitu banyak latar belakang tawuran, untuk memaparkannya perlu dipisahkan terlebih dahulu antara sekolah-sekolah berdasarkan kemampuan ekonomi, masyarakat Amerika membagi 6 golongan ekonomi namun agar lebih mudah saya menjadi 2 saja yaitu antara sekolah-sekolah dengan ekonomi yang relatif keatas dan relatif kebawah. Latar belakang para siswa tawuran dari sekolah dengan ekonomi yang relatif keatas diataranya . (merasa kuat? Sedangkan dari sekolah dengan ekonomi yang relatif kebawah menurut sosiolog Heri Tjandrasari bahwa umumnya mereka frustasi dalam keluarga mereka sehingga mereka mencari hal lain diluar keluarga mereka seperti nongkrongnongkrong kemudian dari nongkrong2 masuk pengaruh dari luar -> karena bekal dari keluarga gak cukup maka terpengaruh sehingga menimbulkan hal-hal yang negatif seperti tawuran. bahkan kadang tidak ada hal yang jelas mengapa, dan terkesan hanya tradisi karena jarang ditemui dari siswa-siswa tersebut yang mempunyai masalah pribadi dengan lawannya. Penegakan hukum yang kurang tegas juga ditengarai menjadi faktor yang cukup mempengaruhi maraknya tawuran, sebagai contoh data dari kepolisian resort Jakarta selatan para pelaku tawuran umumnya hanya ditangkap dan diberi penyuluhan saja, tidak dilanjutkan kedalam proses hukum Jika dibandingkan tawuran pada era sebelum reformasi dapat dikatan tawuran jauh lebih banyak daripada era setelah reformasi ini, tawuran dapat berkurang selain karena pada saat ini teknologi berkembang pesat yang menyebabkan sebagian masyarakat khususnya para pelajar terbius dengan manfaat teknologi itu sendiri seperti mulai terfokus pada game-game online maupun offline, jejaring sosial di internet, forumforum dan lain-lain. Ini merupakan salah satu manfaat positif dari perkembangan tekonologi. Selain itu program yang bisa dikatakan cukup berhasil adalah ketika itu diadakan penyuluhan secara intensif kepada sekolah-sekolah yang melibatkan unsur-unsur penegak hukum, akademisi, hingga rohaniawan, para pengajar dari fakultas hukum UI juga pernah terlibat dalam penyuluhan itu. Penyuluhan itu dinilai berhasil dalam memutus tradisi buruk tawuran di banyak sekolah, namun nampaknya sekarang penyuluhan itu jarang dijumpai. Festinger bapak psikologi sosial pernah meneliti fenomena mengapa orang dapat menjadi begitu buas apabila dalam suatu kelompok kemudian menamakan fenomena tersebut dengan deindividuation yaitu situasi dimana perilaku yang

yang tidak sesuai dengan norma-norma muncul di dalam suatu kelompok orang dimana masing-masing orangnya merasa identitas mereka melebur dengan identitas kelompoknya. Dengan meleburnya identitas setiap orang dengan identitias kelompok, maka otomatis mereka akan bertindak lebih bebas karena orang-orang tersebut merasa tidak terlihat atau tidak perlu bertanggung jawab karena melakukannya ramai-ramai. Memang sangat banyak aspek yang dapat memicu tawuran namun tidak menutup kemungkinan ditarik secara umum masalah dibalik tawuran menurut sosiolog Heri Tjandrasari secara umum dapat dikatakan bahwa keluarga lah unsur yang sangat berperan dalam mencegah hal-hal negatif dari luar. Individu dalam masyarakat akan mengalami proses sosialisasi agar ia dapat hidup dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dimana individu itu berada. Dalam hal ini Keluarga adalah agen sosialisasi dan pengontrol yang sangat baik bagi para anak. Survey Badan Pusat Statistik pada 27-29 Mei 2011 juga mengungkapkan bahwa 89% responden menyebut penyebab konflik antar kelompok dan agama tawuran pelajar akibat kuranggnya pemahaman nilai-nilai Pancasila.

You might also like