You are on page 1of 3

Visi Indonesia 2030: Quo Vadis?

Oleh: Prof.Mudrajad Kuncoro, Ph.D*


Sabtu, 18/08/2007

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/periskop/visi-indonesia-2030quo-vadis-3.html Bagaimana Indonesia tahun 2030 mendatang? Benarkah Indonesia akan menjadi negara industri baru? Manakah di antara berbagai visi Indonesia 2030 yang akan berhasil diwujudkan? Pertanyaan ini muncul setidaknya karena penulis diundang ke berbagai forum dengan topik Visi Indonesia 2030 atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang. Mari kita simak,beberapa visi yang telah terdokumentasi dan dipublikasikan. Pertama, visi resmi pemerintah dituangkan dalam Undang- Undang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025. Visi pembangunan nasional tahun 20052025 adalah: Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Untuk mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut, pemerintah menetapkan delapan misi pembangunan. Dalam konteks pembangunan sektor industri, misi kedua merupakan misi yang relevan,yaitu mewujudkan bangsa yang berdaya saing global. Kedua,Visi Indonesia 2030,yang merupakan sumbang pikir Yayasan Indonesia Forum, yang memimpikan Indonesia menjadi Negara maju yang unggul dalam pengelolaan kekayaan alam.Visi Indonesia 2030 tersebut ditopang empat pencapaian utama, yaitu pengelolaan kekayaan alam yang berkelanjutan, mendorong Indonesia supaya masuk dalam lima besar kekuatan ekonomi dunia dengan pendapatan per kapita sebesar USD18.000/tahun, perwujudan kualitas hidup modern yang merata serta mengantarkan sedikitnya 30 perusahaan Indonesia dalam daftar Fortune 500 Companies. Diproyeksikan,kontribusi pertanian yang terus menurun akan digantikan sektor jasa yang akan mengungguli sektor industri mulai tahun 2025. Dengan kata lain, menurut visi ini sektor jasa akan menjadi prime mover perekonomian yang melebihi sektor industri. Ketiga,visi versi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang ditulis dalam Visi 2030 dan Roadmap 2010 Industri Nasional. Visi KADIN, yang didukung riset sejumlah ekonom dan masukan berbagai asosiasi bisnis ini, memformulasikan visi 2030 Indonesia sebagai: Negara Industri Maju dan Bangsa Niaga Tangguh. Dalam periode 25 tahun ke depan diharapkan dapat diciptakan Indonesia sebagai negara industri maju dan bangsa niaga tangguh yang

makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran. Visi tersebut dapat dicapai melalui: (1) kebangkitan kekuatan rekayasa, rancang bangun, manufaktur dan jaringan penjualan produk industri nasional, terutama dengan menghasilkan barang dan jasa berkualitas unggul yang menang bersaing dengan produk negaranegara di kawasan Asia seperti Vietnam, Malaysia, dan China, baik di pasar domestik maupun regional; (2) kebangkitan kekuatan industri nasional pengolah hasil sumber daya alam dengan produk olahan bermutu terjamin sehingga dapat dicapai swasembada pangan secara lestari dan berkemampuan ekspor; (3) kebangkitan daya cipta dan kreativitas rekayasa dan rancang bangun putra-putri Indonesia sehingga industri nasional berbasis tradisi dan budaya bangsa dapat tumbuh berkembang kembali melalui produk berkualitas tinggi yang dicintai dan digunakan dalam kehidupan seharihari sebagai life style masyarakat Indonesia. Adakah kesamaan visi di antara ketiga dokumen tersebut? Meski ada varian misi dan strategi, tampaknya ketiganya punya visi yang sama menuju Indonesia yang maju. Definisi Indonesia yang majubisa dikuantitatifkan dengan indikator ekonomi dan sosial.Yang jelas, ketiganya ingin meletakkan arah yang objektif terhadap masa depan bangsa Indonesia dalam jangka panjang,suatu pandangan yang positif dan optimistis bahwa bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang terpandang di mata dunia internasional. Visi Indonesia 2030 mempunyai arti strategis di tengah pesimisme menyongsong masa depan negeri ini dan erosi kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Tiadanya GBHN dan LOI (Letter of Intent) menuntut pemerintah untuk menjelaskan bagaimana arah perubahan yang akan ditempuh. Kita tidak usah malu belajar dari kebijakan industri negara lain, seperti Jepang, Brasil, dan Korea Selatan yang sukses melakukan industrialisasi. Begitu pula halnya dengan China,Taiwan, Singapura, dan India yang terus melakukan percepatan dalam merealisasikan visi negara, khususnya dalam konteks kebijakan sektor industri. Apabila orientasi presiden, menteri, gubernur, dan bupati/ walikota hanyalah jangka pendek, sejalan dengan masa jabatannya, jangan-jangan Indonesia nanti tidak ke mana-manaalias jalan di tempat.Ada kecenderungan kuat kita terjebak dalam strategic myopia karena masing-masing pemimpin, departemen, dan daerah jalan sendiri-sendiri. Inilah pentingnya menyamakan visi jangka panjang sebagai arah mau dibawa ke mana negeri ini. Di sinilah letak pentingnya perencanaan jangka panjang, tahapan mencapai visi,dan bagaimana rencana aksi bagi Indonesia. Mau dibawa ke mana Indonesia 25 tahun mendatang dan bagaimana tahapan strategiknya? Inilah yang disebut roadmap, meminjam istilah Kadin, suatu peta jalan yang perlu dilalui agar tidak tersesat sampai di tujuan.Kadin menyebutnya sebagai Strategi 963, yaitu: fokus pada 9 industri unggulan, 6 langkah strategis untuk membangun kembali fondasi industri dan reorientasi kebijakan perdagangan, serta 3 misi utama industrialisasi. Empat masalah dasar yang harus dipecahkan dalam jangka pendek dan menengah: relatif rendahnya pertumbuhan ekonomi pascakrisis (rata-rata hanya 4,5% per tahun),

masih tingginya pengangguran (910%), tingginya tingkat kemiskinan (1617%) di Indonesia, dan rendahnya daya saing industri Indonesia. Oleh karena itu, saya mendukung misi utama industrialisasi yang diusulkan Kadin, yaitu: (1) Penurunan Angka Kemiskinan dan Pengangguran,melalui peningkatan kesempatan kerja dan berusaha; (2) Peningkatan Daya Saing Industri Nasional; (3) Pertumbuhan Ekonomi dengan Peningkatan Ekspor Produk Olahan Bahan Baku Migas dan Nonmigas. Dalam jangka pendek agaknya diperlukan langkah-langkah aksi strategis, yaitu: pertama, memperbaiki iklim investasi agar terciptanya iklim yang kondusif dan mendukung perkembangan industri manufaktur. Hal utama yang diinginkan investor dan pengusaha: penyederhanaan sistem dan perizinan, penurunan berbagai pungutan yang tumpang tindih, dan transparansi biaya perizinan. Kedua,memperbaiki infrastruktur penunjang seperti fasilitas jalan raya, pelabuhan, listrik,dan sarana pendukung pengembangan industri. Ketiga, melakukan reformasi regulasi tenaga kerja yang tidak mendukung sektor industri serta menjaga keseimbangan kepentingan pekerja dan sustainabilitas perusahaan.Keempat, meningkatkan produktivitas dan daya saing industri (baik skala mikro, kecil, menengah, dan besar) dengan basis kompetensi inti dan cluster industri. Memang, arah reformasi yang dilakukan sudah dalam jalur yang benar. Namun, agaknya masih wrong gear. Ibarat mobil, mesin pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada industri dan jasa perlu dipindah ke persneling (gigi) yang lebih tinggi untuk mencapai visi negara maju 2030.Untuk itu,reformasi mendasar yang dipaparkan di atas menjadi imperatif, suatu keniscayaan. Akhirnya,survei membuktikan: Visi tanpa aksi hanyalah mimpi. Aksi tanpa visi yang jelas hanyalah aktivitas.Tapi, visi dan aksi yang terpadu di banyak kasus dapat mengubah dunia. *Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika & Bisnis UGM; anggota Tim Ahli Ekonomi Kadin dan Tim Pemantau Inpres.

You might also like