You are on page 1of 6

1.

Pengertian Nilai, Moral, dan Hukum Nilai Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu pada hakekatnya adalah suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Contohnya adalah baju itu indah, maka arti indah adalah sifat atau kualitas yang melekat pada baju. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan keharusan. Jika berbicara tentang nilai berarti masuk pada bidang makna normatif, bukan kognitif, masuk ke dunia ideal dan bukan dunia real. Meskipun demikian diantara keduanya, antara makna normatif dan kognitif, antara dunia ideal dan reaal, saling berhubungan atau saling berkait erat. Artinya yang ideal harus menjadi real dan yang bermakna normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta. Dalam memahami lebih jauh mengenai konsep nilai, maka Notonegoro membagi nilai menjadi 3 (tiga) macam yaitu : 1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia. 2) Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. 3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerokhanian ini dapat dibedakan menjadi empat macam : a) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia. b) Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (esthetis, gevoel, rasa) manusia. c) Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, would, karsa) manusia. d) Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia. Dari macam-macam nilai di atas, dapat dikemukakan bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non material atau immaterial. Jika nilai ingin dijabarkan dalm kehidupan yang bersifat praktis atau kehidupan yang nyata dalam masyarakat, bangsa maupun negara, maka nilai-nilai tersebut kemudian dijbarkan dalam suatu norma-norma yang jelas, sehingga merupakan pedoman. Norma-norma tersebut meliputi : Pertama : Norma Moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik dan buruk serta benar dan salah, sopan atau tidak sopan, dan susila atau asusila. Kedua : Norma Hukum yaitu yang berkaitan dengan sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku di suatu negara. Nilai memiliki kaitannya yang erat dengna etika, karena etika pada pokoknya merupakan kajian mengenai nilai baik dan buruk serta benar dan salah. Istilah etika berasal dari dua kata

dalam bahasa Yunani yaitu eqos-ethos dan eqiqos-ethikos. Ethos berarti sifat, watak, kebiasaan. Sedangkan ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Etika sendiri dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1) Etika Deskriptif Menguraikan dan menjelaskan kesadaran dan pengalaman moral secara deskriptif. 2) Etika Normatif Dapat disebut juga filsafat moral (Moral Philoshopy). Etika normatif dibagi dalam dua teori, yaitu teori-teori nilai (theories of value) dan teori-teori keharusan (theories of

obligation). Teori-teori nilai mempersoalkan sifat kebaikan, sedangkan teori-teori keharusan membahas tingkah laku.

2. Nilai Barat dan Timur Nilai Barat dalam pikirannya cenderung menekankan dunia objektif daripada rasa sehingga hasil pola pemikirannya membuahkan sains dan tekhnologi. Nilai Barat hidup dalam dunia tejnis dan ilmiah, makna filsafat tradisional dan pemahaman agama muncul sebagai sistematik ide-ide abstrak tanpa hubungan dengan yang nyata dan praktek hidup. Akibatnya, pengaruh atas hidup dan pikiran orang makin berkurang karena nilai Barat mengunggulkan cara berfikir analitis rasional. Nilai penting yang mendasari semua nilai di Barat adalah martabat manusia, kebebasan dan tekhnologi. Dalam hal manusia, nilai Barat beranggapan bahwa manusia adalah ukuran bagi segalanya. Dari sini dapat dilihat bahwa manusia itu dianggap memiliki nilai diukur dari kemampuannya, bukan dari kebijaksanaan hatinya. Nilai Timur pada intinya banyak berssumber dari agama-agama yang lahir di dunia Timur. Berfikir secara Timur tidak bertujuan menunjang usaha-usaha manusia untuk menguasai dunia dan hidup secara teknis, sebab manusia Timur lebih menyukai intuisi dari pada akal budi. Dengan ringkasnya mereka menghayati hidup tidak hanya dengan otaknya. Dalam hal menegakkan norma, Timur tidak hanya bersumber dari ajaran agama saja, tetapi juga bersumber dari ide-de abstrak atau simbolik yang dapay terwujud konkret dalam praktek kehidupannya. Jelasnya, dalam menghadapi kenyataan, orang Timur memadukan pengetahuan, intuisi, pemikiran konkret, simbolik, dan kebijaksanaan.

Moralitas Merupakan standar perilaku yang disepakati, maka moral bisa dipakai untuk mengukur perilaku orang lain. Norma Moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Ada 4 orientasi moral yanng Kohlberg kemukakan, yaitu : 1) Orientasi normatif yaitu mempertahankan hak dan kewajiban dan taat pada aturan yang telah baku. 2) Orientasi kejujuran yaitu menekankan pada keadilan dengan fokus : a) Kebebasan b) Kesamaan

c) Pertukaran hak d) Kesepakatan 3) Orientasi utilitarisme yaitu menekankan konsekuensi kesejahteraan dan kebahagiaan tindakan moral seseorang pada orang lain. 4) Orientasi perfeksionisme menekankan pencapaian : a) Martabat dan otonomi b) Kesadaran dan motif yang baik c) Keharmonisan dengan orang lain Orientasi moral ini dipandang penting karena menentukan arah keputusan dan tindakan seseorang. Oleh karena itu orientasi moral akan sangat berpengaruh terhadap moralitas dan petimbangan moral seseorang, karena pertimbangan moral merupakan hasil proses penalaran yang dalam proses penalaran tersebut ada upaya memprioritaskan nilai-nilai tertentu berdasarkan orientasi moral serta perimbangkan konsekuensinya. Karena bnyaknya istilah moral, moralitas, immoral, dan amoral dalam makalah ini, akan lebih baik bila dipertegas lebih dahulu mengenai pengertian istila tersebut. Moral secara istilah adalah nilai kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas / pilar dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Sedangkan istilah amoral berarti tidak berhubungan dengan konteks moral, di luar suasana etis atau non moral, sedangkan immoral berarti bertentangan dengan moralitas yang baik atau secara moral buruk atau tidak etis.

Hukum Pemahaman mengenai hubungan manusia dengan hukum yaitu bahwa setiap saat manusia dikuasai oleh hukum. Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat. Kaidah hukum sebagai salah satu kaidah sosial yang tidak berarti meniadakan kaidah-kaidah lain, bahkan antar kaidah hukum dengna kaidah yang lain saling berhubungan yang satu memperkuat lainnya. Selanjutnya Mochtar Kususmaatmadja mengatakan Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masayarakat tersebut. Oleh karena itu hukum kemudian dapat juga diartikan sebagai serumpun peraturan yang bersifat memaksa, yang diadakan untuk melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat. Hukum tidak lain hanyalah merupakan sarana bagi penyelenggaraan hukum untuk mengerahkan cara berfikir dan bertindak dalam rangka kebijakan (policy) tujuan nasional.

3. Fungsi Nilai, Moral, dan Hukum dalam Kehidupan Manusia Pada dasarnya nilai, moral, dan hukum mempunyai fungsi untuk melayani manusia. Setidaknya dapat dikemukakan tiga fungsi eksplisitnya dalam kkehidupan manusia. Pertama, berfungsi mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian dari masyarakat. Hal ini mengingatkan manusia agar memperhatikan

kemungkinan-kemungkinan baru dalam hidup. Kedua, menarik perhatian pada permasalahanpermasalahan moralyang kurang ditanggapi manusia. Terjadinya kekacauan ata ketidakberesan dalam masyarakat selalu berhubungan dengan longgarnya penerapan moralitas dan hukum. Ketiga, dapat menjadi penarik perhatian manusia kepada gejala pembiasan emosional. Selain itu fungsi dari nilai, moral, dan hukum yaitu dalam rangka untuk pengendalian dan pengaturan. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku dalam masyarakat, disebut hukum positif. Istilah hukum positif dimaksudkan untuk menandai diferensi (perbedaan) dan hukum terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat tampil lebih jelas, tegas, dan didukung oleh perlengkapan yang cukup agar diikuti oleh anggota masyarakat. Sebagai atribut positif ini adalah : 1. Bukanlah kaidah sosial yang mengambang atau tidak jelas bentuk dan tujuannya sehinnga dibutuhkan lembaga khusus yang bertujuan merumuskan dengan jelas tujuan yang hendak dicapai oleh hukum. 2. Dibutuhkan staf (orang/personalia) yang menjaga berlakunya hukum, seperti polisi dan pengadilan. Sifat dan peraturan hukum tersebut adalah memaksa dan menghendaki tujuan yang lebih dalam. Hukum merupakan konkritisasi dari sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat, yang perlu mempertimbangkan bebrapa hal penting yaitu sistem norma, sebagai sistem kontrol sosial dan sebgai social enginering (pemegang kekuasaan memolopori proses pengkaidahannya).

4. Proses terbentuknya Nilai, Moral, dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara Terdapat 5 (lima) fungsi perumusan hukum moral antara lain : Pertama, mewariskan himpunan kebijakan dari jaman dulu kepada generasi sekarang dan yang akan datang. Sebagai individu dan makhluk sosial, manusia selalu mempertimbangkan dampak tindakan yang diperbuatnya. Kedua, Mengusahakan keamanan secara psikologis dan sosial. Secara sosial, hukum ini membantu tatanan hidup masyarakat untuk meghadapi kekuatan-kekuatan khatoik dan anarkis. Ketiga, membantu manusia dalam pengambilan keputusan dan mencegah terjadinya paralis moral. Keempat, membantu manusia untuk mengenal kekurangankekurangan dan kegagalan-kegagalan sehingga manusia dapat memperbaiki diri. Kelima, membagikan pengalaman supaya bisa tercipta tingkah laku personal dan sosial. Hukum moral ada untuk melayani cinta kasih dan berada di bawah cinta kasih dan membantu unutk menuntun manusia menuju kebaikan secara otentik. Supaya hubungan manusia dalam masyarakat dan neara terlaksana sebagaimana yang diharapkan, maka diciptakanlah norma-norma yang bersumber pada nilai-nilai moral masyarakat melalui tahapan sebagai berikut, (1). Cara (usage) yaitu menunjuk pada suatu kegiatan. (2). Kebiasaan (folkways) yaitu perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama. (3). Tata kelakuan (mores) yaitu kebiasaan yang dianggap sebagai cara berperilaku dan diterima norma-norma pengatur. (4). Adat Istiadat (custom) yaitu tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola masyarakat, disertai dengan sanksi tertentu.

Dalam rangka pembentukannya sebagai lembaga kemasyarakatan, norma-norma itu mengalami beberapa proses. Pertama Institusionalisasi yaitu proses dimana norma itu dikenal, diakui, dihargai, dan ditaati dalam kehidupan sehari-hari, dan secara res,i dilembagakan berbentuk suatu hukum tertulis dalam konteks kenegaraan. Kedua, Internalisasi yaitu suatu proses dimana norma tersebut telah mendarah-daging dalam masyarakat.

5. Perwujudan Nilai, Moral, dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara Perwujudan nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat dan negara dapat diartikan dengan makna kesadaran hukum dalam masyarakat. pada umumnya kesadaran hukum dikaitkan dengan ketaatan hukum atau efektivitas hukum. Dengan kata lain, kesadaran hukum manusia menyangkut masalah apakah ketentuan hukum tertentu benar-benar berfungsi atau tidak dalam masyarakat. Kuatnya kesadaran tentang undang-undang (hukum) kadang-kadang

dipertimbangkan menjadi penyebab kesetiaan atau ketaatan hukum (meskipun kadang-kadang hanya sebatas pada kata-kata saja), sedangkan lemahnya kesadaran tentang undang-undang (hukum) dipertimbangkan menjadi penyebab terjadinya kejahatan dan malapetaka. Kesadaran hukum memiliki perbedaan dengan perasaan hukum. Perasaan hukum diartikan sebagai penilaian hukum yang timbul secara serta merta dari masyarakat dalam kaitannya dengan masalah keadilan. Kesadaran hukum mengenai penilaian tersebut yang dilakukan secara ilmiah. Faktor-faktor yang menyebabkan masayarakat mematuhi hukum, antara lain : 1) Compliance kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghidarkan diri dari hukuman yang mungkin dikenakan apabila seseorang melanggar ketentuan hukum. Adanya pengawasan yang ketat terhadap kaidah hukum tersebut. 2) Identification terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar ke anggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengn mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah kaidah hukum tersebut. 3) internalization seseroang mematuhi kaidah kaidah hukum dikarenakan secara intrinsic kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isinya sesuai dengan nilai nilainya dari pribadi yang bersangkutan. 4) Society Interest Maksudnya ialah kepentingan-kepentingan para wrga masyarakat terjamin oleh eadah hukum yang ada. Terdapat 4 (empat) indikator kesadaran hukum, yang masing-masing merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya, yaitu : 1) Pengetahuan Hukum Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang sudah diatur ole hukum. 2) Pemahaman Hukum

Pemahaman hukum dalam arti disini adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu. Pemahaman hukum adalah suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun tidak tertulis, serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut. 3) Sikap Hukum Sikap Hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati. 4) Pola perilaku Hukum Pola prilaku hukum merupakan hal yang utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat. dengan demikian sampai seberapa jauh kesadaran hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari ppola perilaku hukum suatu masyarakat. Dalam dimensi lain, sebagai perwujudan nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan negara adalah jika masyarakat tidak memiliki kesadaran hukum atau melanggar hukum. Maka disini berlaku konsep reward and punishment. Hukuman adalah akibat mutlak dari suatu tindakan atau balasan dari kejahatan yang dilakukan oleh seseorang. Menurut L.J. van Apeldoorn, tujuan hukuma adalah untuk memperbaiki penjahat, hukuman harus mendidik penjahat menjadi orang baik dalam pergaulan hidup. Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperluakn aturan yang disebut hukum. Maka, manusia, masyarakat dan hukum merupakan pengertian yang tidak dapat dipisahkan, sehingga pameo Ubi Societas Ibi Ius (dimana ada masyarakat disana ada hukum). Hukum diciptakan debgan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalh keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang yang enyatakan kepastian hukum. Tujuan hukum yang utama dapat direduksi untuk ketertiban. Mochtar Kususmaatmadja mengatakan ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum. Hukum tidak dianggap ironi jika diberlakukan apa yang oleh para filsuf moral disebut Pay Back (Pembayaran Kembali). Maksud dari pay back ini adalah bagi mereka yang terbukti melakukan kejahatan layak dikenai pembayaran kembali atas tindakannya yang mengabaikan kepantasan moral. Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali, ada pepatah Roma mengatakan Quid Leges sine moribus?. Apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moraitas. Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas.

You might also like