a. Pengertian Selulitis menggambarkan inIeksi dermis dan jaringan ikat dibawahnya yang disebabkan karena pecahnya sawar kulit, dari abses gigi yang berdekatan atau dari sumber yang jauh karena penyebaran hematogen, (Alpers Ann, 2006, hal ; 1031). Selulitis adalah inIeksi lapisan dermis atau subkutan oleh bakteri yang biasanya terjadi setelah luka atau gigitan di kulit, (Corwin E, 2009, hal ; 122). Selulitis adalah inIeksi dermis dan jaringan subkutan, sangat nyeri, eritema, dengan karakterisik hangat, edema, dan batas tidak tegas. Umumnya timbul di sekitar kulit yang luka, seperti luka operasi, trauma, inIeksi tinea, atau ulserasi, (Syam A, 2009). Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa selulitis adalah inIeksi yang terjadi pada kulit lapisan dermis dan bisa menyebar ke jaringan subkutan yang disebabkan oleh bakteri dan ditandai dengan nyeri, eritema, dengan karakteristik hangat, edema dan batas tidak tegas.
b. Etiologi Menurut Alpers Ann, (2006), penyebab selulitis antara lain Streptococcus grup B, Haemophylus inIluenza, Pneumokokus, Staphylococcus aereus dan Streptococcus grup A. Meskipun ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkab selulitis, penyebab yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus dan Streptococcus, (Medicastore, 2010). Selulitis terjadi manakala bakteri tersebut masuk melalui kulit yang bercelah terutama celah antara selaput jari kaki, pergelangan kaki, dan tumit, kulit terbuka, bekas sayatan pembedahan (lymphadenectomy, mastectomy, postvenectomy). Walaupun selulitis dapat terjadi di kulit bagian manapun, lokasi paling sering terjadi adalah di kaki, khususnya di kulit daerah tulang kering dan punggung kaki. Pada anak-anak usia di bawah 6 tahun, bakteri Hemophilus influen:ae dapat menyebabkan selulitis, khususnya di daerah wajah dan lengan. RosIanty, (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa Iaktor yang memperparah resiko dari perkembangan selulitis, antara lain : 1) Usia Semakin tua usia, keIektiIan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami inIeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinka. 2) Melemahnya sistem immun (mmunodeficiency) Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya inIeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi H'. Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah inIeksi. 3) Diabetes mellitus Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem immun tubuh dan menambah resiko terinIeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginIeksi. 4) Cacar dan ruam saraI Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk bakteri penginIeksi. 5) Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema) Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginIeksi. 6) InIeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki InIeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehingga menambah resiko bakteri penginIeksi masuk 7) Penggunaan steroid kronik Contohnya penggunaan corticosteroid. 8) Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia 9) Penyalahgunaan obat dan alkohol Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginIeksi berkembang. 10) Malnutrisi Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah timbulnya penyakit ini.
c. PatoIisiologi Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan inIeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit inIeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan pada orang dengan diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat. Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem vena serta limIatik pada ke dua ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan yang karakteristi hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia. Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus grup A, streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali jika luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit ditentukan, untuk abses lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram pus menunjukkan adanya organisme campuran. Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan berindurasi dan dapat mengalami inIeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin merupakan hasil perubahan peradangan benda asing, nekrosis dan inIeksi derajat rendah.
Gambar 2. PatoIisiologi selulitis (http://digilib.unimus.ac.id/)
d. ManiIestasi klinik Menurut Medicastore, (2010), gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinIeksi menjadi panas dan bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d'orange). Pada kulit yang terinIeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel) atau lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa pecah. Karena inIeksi menyebar ke daerah yang lebih luas, maka kelenjar getah bening di dekatnya bisa membengkak dan teraba lunak. Kelenjar getah bening di lipat paha membesar karena inIeksi di tungkai, kelenjar getah bening di ketiak membesar karena inIeksi di lengan. Penderita bisa mengalami demam, menggigil, malaise, nyeri otot, eritema, peningkatan denyut jantung, sakit kepala dan tekanan darah rendah. Kadang-kadang gejala-gejala ini timbul beberapa jam sebelum gejala lainnya muncul di kulit. Tetapi pada beberapa kasus gejala-gejala ini sama sekali tidak ada. Kadang-kadang bisa timbul abses sebagai akibat dari selulitis. Meskipun jarang, penyebaran inIeksi bisa terjadi di bawah kulit yang menyebabkan kematian jaringan (seperti pada gangren streptokokus dan Iasitis nekrotisasi) dan penyebaran inIeksi melalui aliran darah (bakteremia) ke bagian tubuh lainnya, (Medicastore, 2010). Jika selulitis kembali menyerang sisi yang sama, maka pembuluh getah bening di dekatnya bisa mengalami kerusakan dan menyebabkan pembengkakan jaringan yang bersiIat menetap
Gambar 3. Penderita selulitis pada daerah tungkai (www.antimicrobe.org/photolink/)
e. Pemeriksaan diagnostik 1) Pemeriksaan Laboratorium a) CBC (omplete Blood ount), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya inIeksi bakteri. b) BUN level c) Kreatinin level d) Kultur darah, dilaksanakan bila inIeksi tergeneralisasi telah diduga e) Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada Iaktor resiko. 2) Pemeriksaan Imaging a) Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti kriteria yang telah disebutkan) b) CT (omputed Tomography) Baik Plain-Iilm Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata klinis menyarankan subjucent osteomyelitis. c) MRI (Magnetic Resonance maging), Sangat membantu pada diagnosis inIeksi selulitis akut yang parah, mengidentiIikasi pyomyositis, necroti:ing fascitiis, dan inIeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus. I. Penatalaksanaan 1) Pada pengobatan umum kasus selulitis, Iaktor hygiene perorangan dan lingkungan harus diperhatikan. 2) Sistemik Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis a) Penisilin G prokain dan semisintetiknya (1) Penisilin G prokain Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari. Penisilin merupakan obat pilihan (drug oI choice), walaupun di rumah sakit kota-kota besr perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya resistensi. Obat ini tidak dipakai lagi karena tidak praktis, diberikan IM dengan dosis tinggi, dan semakin sering terjadi syok anaIilaktik. (2) Ampisilin Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. (3) Amoksisilin Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah makan. Juga cepat absorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. (4) Golongan obat penisilin resisten-penisilinase Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin, dikloksasilin, Ilukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan. Dosis Ilukloksasilin untuk anak-anak adalah 6,25- 11,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. b) Linkomisin dan Klindamisin Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, sedangkan klindamisin 8-16 mg/kgBB/hari atau sapai 20 mg/kgBB/hari pada inIeksi berat, dibagi dalam 3-4 dosis. Obat ini eIektiI untuk pioderma disamping golongan obat penisilin resisten-penisilinase. EIek samping yang disebut di kepustakaan berupa colitis pseudomembranosa, belum pernah ditemukan. Linkomisin gar tidak dipakai lagi dan diganti dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar, eIek sampingnya lebih sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu dihambat oleh adanya makanan dalam lambung. c) Eritromisin Dosisnya 4x 500 mg sehari per os. EIektivitasnya kurang dibandingkan dengan linkomisin/klindamisin dan obat golongan resisten-penisilinase. Sering memberi rasa tak enak dilambung. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis. d) SeIalosporin Pada selulitis yang berat atau yang tidak member respon dengan obat-obatan tersebut diatas, dapat dipakai seIalosporin. Ada 4 generasi yang berkhasiat untuk kuman positiI-gram ialah generasi I, juga generasi IV. Contohya seIadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang dewasa2 x 500 m sehari atau 2 x 1000 mg sehari (per oral), sedangkan dosis untuk anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. 3) Topikal Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengboatan selulitis. Obat topical anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan hipersensitivitas, contohnya ialah basitrasin, neomisin, dan mupirosin. Neomisin juga berkhasiat untuk kuman negatiI-gram. Neomisin, yang di negeri barat dikatakan sering menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan. Teramisin dan kloramIenikol tidak begitu eIektiI, banyak digunakan karena harganya murah. Obat-obat tersebut digunakan sebagai salap atau krim. Sebagai obat topical juga kompres terbuka, contohnya: larutan permangas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 dan yodium povidon 7,5 yang dilarutkan 10 x. yang terakhir ini lebih eIektiI, hanya pada sebagian kecil mengalami sensitisasi karena yodium. Rivanol mempunyai kekurangan karena mengotori sprei dan mengiritasi kulit. 4) Pada kasus yang berat, dengan kematian jaringan 30 (necroti:ing fasciitis) serta memiliki gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan adalah operasi pengangkatan pada jaringan yang mati ditambah terapi antibiotik secara inIuse, pengangkatan kulit, jaringan, dan otot dalam jumlah yang banyak, dan dalam beberapa kasus, tangan atau kaki yang terkena harus diamputasi.