You are on page 1of 13

Dapatkah Kita Mengatasi Nyeri?

Joachim Scholz and CliIIord J. WoolI


Neural Plasticity Research Group, Department of Anesthesia, Massachusetts General Hospital and Harvard
Medical School, Boston, Massachusetts 02129, USA
Correspondence should be addressed to C.J.W. (woolf.cliffordmgh.harvard.edu)

Nyeri bisa jadi merupakan sensasi adaptif, sebuah peringatan dini
untuk melindungi tubuh dari kerusakan jaringan. Dengan adanya
hipersensitivitas terhadap rangsangan yang biasanya tidak berbahaya, nyeri
juga dapat membantu untuk memperbaiki kerusakan jaringan. Nyeri dapat
pula maladaptif, mencerminkan fungsi patologis dari sistem saraf. Beberapa
mekanisme molekuler dan seluler bekerja sendiri atau dalam kombinasi
pada sistem saraf perifer dan pusat untuk menghasilkan berbagai bentuk
nyeri. Penjelasan dari mekanisme ini sangat penting untuk pengembangan
pengobatan yang secara khusus menargetkan penyebab bukan hanya gejala.
Pendekatan baru ini menjanjikan untuk merevolusi diagnosis dan
manajemen nyeri.
da sebuah dikotomi besar dalam bidang nyeri. Perkembangan yang
cukup menarik sedang dibuat untuk memutus mekanisme molekuler dan seluler
yang beroperasi di jalur sensorik untuk menghasilkan sinyal saraI yang kita
taIsirkan sebagai nyeri . Namun, bagi banyak pasien, nyeri terus menghasilkan
stres yang serius, mendominasi dan mengganggu kualitas hidup mereka. Sebagian
besar pengobatan klinis yang saat ini tersedia hanya beberapa yang eIektiI dan
bisa jadi disertai dengan eIek samping yang tidak menyenangkan atau memiliki
potensi untuk disalahgunakan. Peningkatan jumlah lanjut usia dalam populasi
berarti juga peningkatan prevalensi usia yang berhubungan dengan kondisi yang
bisa menyebabkan nyeri seperti osteoarthritis yang membutuhkan keberhasilan
pengobatan terhadap nyeri. Perbaikan dalam pengelolaan kanker meningkatkan
harapan hidup, tetapi disertai dengan peningkatan kejadian kumulatiI dari sindrom
nyeri terkait tumor dan nyeri yang terkait dengan terapi seperti polineuropati

yang dinduksi oleh kemoterapi. Tidak terpenuhinya kebutuhan klinis, penderitaan


individual, dan biaya sosial ekonomi sebagai akibat nyeri sangat penting untuk
diperhatikan. Untuk menutup kesenjangan antara kemajuan pemahaman
neurobiologi nyeri dan kurangnya keberhasilan dalam terapi klinis nyeri, upaya
terbesar dan paling canggih harus diarahkan pada penemuan target analgesik baru.
Selain itu, pendekatan klinis nyeri harus ditinjau kembali. Sebuah perubahan
diperlukan dari strategi manajemen empiris dimana mekanisme yang
bertanggung jawab untuk nyeri pada pasien diidentiIikasi dan diatasi dengan
pengobatan tertentu.
Mengapa Bisa Terjadi Nyeri?
eskipun kita menggunakan satu kata untuk menggambarkan setiap
perasaan yang tidak menyenangkan dan menyakitkan, ini tidak berarti bahwa
nyeri adalah entitas monolitik. da nyeri sebagai pengalaman sensorik dan
metaIora persepsi penderitaan atau kedukaan. Dalam hal ini kita hanya akan
membahas yang pertama. Sensasi nyeri dapat dibagi ke dalam kategori yang
berbeda. Nyeri biasanya berIungsi sebagai perangkat peringatan, sistem alarm
yang diaktiIkan dalam menanggapi bahaya yang akan terjadi pada tubuh. Nyeri
nosiseptiI diaktiIkan hanya dengan rangsangan di atas tinggi-ambang sensorik
khusus (Gambar 1a). Nosisepsi sangat penting untuk kelangsungan hidup
organisme dalam lingkungan yang berpotensi merugikan. Nyeri nosiseptiI dapat
tiba-tiba timbul namun tiba-tiba menghilang, hal ini mendominasi perhatian
bahwa nyeri nosiseptiI lebih mirip sebagai gerakan yang memiliki motivasi seperti
perasaan lapar, haus atau keinginan seksual.
mbang untuk menyebabkan nyeri harus cukup tinggi untuk tidak
mengganggu aktivitas normal, tetapi cukup rendah untuk menimbulkan nyeri
sebelum terjadi kerusakan jaringan. Batas ini tidak tetap dan dapat bergerak naik
atau turun, yang dapat adaptiI atau maladaptiI. Perubahan dan respon ambang
nyeri merupakan ekspresi dari plastisitas saraI, media neurobiologis dimana
perubahan dalam sistem saraI dapat memodulasi respon terhadap rangsangan

apapun. Plastisitas atau perubahan dari sistem sensorik merupakan karaskteristik


sindrom nyeri klinis
2,6
.
Ketika jaringan rusak secara mekanis atau oleh inIeksi, iskemia,
pertumbuhan tumor atau proses autoimun, berbagai mediator kimia dilepaskan
oleh sel-sel yang rusak dan sel inIlamasi. Hasilnya adalah inIlammatory soup`
yang kaya sitokin, Iaktor pertumbuhan, kinin, purin, amina, prostanoids dan ion,
termasuk proton
7,8
. Beberapa mediator inIlamasi langsung mengaktiIkan
nosiseptor yang kemudian menimbulkan nyeri. Lainnya bertindak bersama-sama
untuk menghasilkan sensitisasi dari sistem saraI somatosensori yang merupakan
karakteristik dari nyeri inIlamasi, memungkinkan untuk aktivasi lebih mudah dari
jalur nyeri sampai jaringan sembuh (Gambar 1b). Plastisitas maladaptiI
merupakan perubahan yang menghasilkan nyeri spontan dan berlebihan tanpa
tujuan protektiI atau perbaikan. Nyeri menjadi patologis biasanya melalui
kerusakan atau disIungsi sistem saraI pusat atau periIer, dikatakan sebagai nyeri
neuropatik (Gbr. 1 c). Penurunan sensitivitas nyeri dengan mekanisme
penghambatan intrinsik juga dapat terjadi, terutama dalam kondisi darurat di mana
reaksi segera lebih penting daripada mencegah kerusakan jaringan.



ambar 1. Nyeri nosiseptiI, inIlamasi, dan neuropatik. (A) rangsangan berbahaya yang ditransduksikan ke dalam aktivitas
listrik di terminal periIer dari serat-serat C tak bermyelin dan serat yang bermyelin tipis nociceptive o melalui reseptor
spesiIik atau saluran ion yang sensitiI terhadap panas, rangsangan mekanik, proton dan dingin. Proses ini diteruskan ke
sumsum tulang belakang dan, setelah transmisi di jalur pusat korteks, di mana sensasi nyeri dirasakan. (B) jaringan yang
rusak dan sel-sel tumor melepaskan mediator kimia dan inIlamasi menciptakan inIlammatory soup' yang mengaktiIkan
atau merubah siIat-siIat respon stimulus aIeren nosiseptiI. Hal ini, pada gilirannya, mengatur perubahan dalam respon
neuron di SSP (br. 2). (C) nyeri neuropatik timbul dari luka atau disIungsi dari sistem saraI. Kondisi yang mempengaruhi
sistem saraI periIer, seperti sindrom carpal tunnel, sumsum tulang belakang setelah cedera traumatik atau otak setelah
stroke, dapat menyebabkan nyeri neuropatik, dicirikan oleh kombinasi deIisit neurologis dan nyeri.

Mekanisme Nyeri
Nyeri nosiseptiI, inIlamasi dan neuropati dihasilkan akibat berbagai
mekanisme. Beberapa mekanisme ini unik untuk satu kondisi nyeri, yang lainnya
hadir dalam beberapa sindrom klinis atau dapat dirasakan pada waktu yang
berbeda selama perjalanan sindrom. Pada beberapa pasien, mekanisme tunggal
dapat menyebabkan rasa nyeri, sedangkan pada orang lain, berbagai mekanisme
mungkin berkontribusi. Gejala yang sama (misalnya, respon nyeri terhadap
sentuhan ringan dari kulit) dapat dihasilkan oleh beberapa mekanisme. Selain itu,
mekanisme tunggal (misalnya, upregulasi natrium channel) berpotensi
menghasilkan gejala yang berbeda contohnya nyeri spontan seperti terbakar,
nyeri yang menyebabkan kesemutan atau tertusuk-tusuk
10
. Nosiseptor terminal
somatosensori aIeren dan C mentransduksikan rangsangan eksternal berbahaya
menjadi aktivitas listrik. Hasilnya berupa aksi potensial yang dikonduksikan ke
kornu dorsalis sumsum tulang belakang dan input ditransmisikan, setelah
pengolahan sinaptik melalui jalur spinotalamikus dan spinoparabrachial ke pusat
yang lebih tinggi. ktivitas dalam jalur spinotalamikus diteruskan melalui
thalamus ke korteks somatosensori dan area terkait. Nukleus parabrachial di
batang otak memiliki hubungan dengan nukleus medial ventral hipokampus dan
nukleus dari amigdala, daerah otak yang terlibat dalam respons emosional
terhadap nyeri. Impuls dari pusat supraspinal yang terintegrasi dalam substansia
grisea periakuaduktus mesensepalon yang penting dalam memodulasi penurunan
dan penghambatan input nosiseptiI terutama melalui nukleus raphe magnus
11
.
Fungsi Nosiseptor secara substansial berubah dalam menanggapi kerusakan
jaringan, peradangan atau cedera pada sistem saraI. Perubahan pasca-translasi dan
transkripsi dapat sangat mengubah ambang rangsangan, eksitabilitas, dan siIat
transmisi nosiseptors, yang berkontribusi terhadap hipersensitivitas nyeri dan
nyeri spontan (Gbr. 2). Perubahan dapat dilokalisasi ke terminal periIer
(sensitisasi periIer), lokasi cedera aksonal atau sinaps pusat, atau menghasilkan
perubahan umum dalam siIat membran. Beberapa perubahan terjadi secara cepat,
seperti menurunnya ambang nyeri akibat panas yang mengikuti IosIorilasi
reseptor transduser panas TRPV1 (VR1) dan TRPV2 (VRL-1). Lainnya

memerlukan transportasi sinyal kembali ke badan sel saraI, aktivasi kaskade


transduksi sinyal, perubahan transkripsi dan kemudian transportasi orthograde
protein ke terminal periIer atau sentral. ktivasi nosiseptor bagaimanapun bukan
satu-satunya cara untuk memicu nyeri. Setelah cedera jaringan atau kerusakan
sistem saraI periIer, serabut sensorik ambang rendah, yang biasanya hanya
menghasilkan sensasi seperti sentuhan ringan yang tidak berbahaya, dapat mulai
menghasilkan nyeri, perubahan yang sangat substansial dalam spesiIitas
Iungsional normal dari sistem sensorik (Gambar 3). eskipun nyeri jelas tidak
lagi mewakili kehadiran stimuli eksternal yang merusak, pada individu terasa
bahwa nyeri timbul di periIer dari stimulus yang berbahaya. Seperti pergeseran
dalam stimulasi SSP berkontribusi untuk hipersensitivitas, terhadap rangsangan
yang tidak menyakitkan setelah operasi atau selama serangan migren, serta nyeri
otot diIus pada sindrom myoIascial, dan gangguan sensorik dari saluran
pencernaan, nyeri dada non-jantung dan irritable bowel syndrom
13, 14
.



ambar. 2. Nyeri yang dimediasi nosiseptor adalah suatu kondisi nyeri yang didorong oleh aktivasi serabut sensoris
periIer nosiseptor. (A) nyeri nosiseptiI dihasilkan dalam kondisi Iisiologis hanya dengan stimulus berbahaya yang bekerja
pada nosiseptors dengan ambang batas yang tinggi. (B) Dengan adanya peradangan, komponen dari 'inIlammatory soup`,
seperti bradikinin atau prostaglandin, akan mengikat G-protein-coupled reseptor dan menginduksi aktivasi protein kinase
dan C di terminal nosiseptor periIer, yang kemudian memIosIorilasi saluran ion dan reseptor . kibatnya, ambang
aktivasi reseptor transduser seperti TRPV1 menurun, dan eksitasi membran terminal periIer meningkat, menghasilkan
keadaan peningkatan sensitivitas, yang disebut 'sensitisasi periIer'. (C) Setelah cedera pada neuron nosiseptor, peningkatan
transkripsi atau kelainan pembukaan saluran natrium dan pengurangan saluran kalium cukup meningkatkan eksitasi
membran sehingga potensial aksi terjadi secara spontan (aktivitas ektopik). (D) kaskade transduksi sinyal yang tergantung
aktivitas dan jalur sinyal yang turun ke reseptor terikat oleh sitokin dan growth Iactor bekerja untuk memodiIikasi
transkripsi dalam neuron nosiseptor. Kelainan produksi beberapa protein yang signiIikan mengubah Ienotip neuron, yang
akhirnya mengubah siIat transduksi, konduksi dan transmisi.

Peningkatan transmisi sinaptik di kornu dorsalis (sensitisasi sentral) bisa
segera terjadi sebagai hasil dari IosIorilasi yang tergantung aktivitas dan juga
aktivitas reseptor atau saluran ion. Sensitisasi sentral dapat dipertahankan selama
beberapa waktu oleh perubahan transkripsi, termasuk induksi gen seperti COX2

untuk menghasilkan PGE2, yang mengubah rangsangan neuron. Perubahan


struktural dalam kontak sinaptik dari lowthreshold aIeren dengan neuron yang
mentransmisi nyeri, atau pengurangan mekanisme penghambatan karena
hilangnya interneuron, mengakibatkan perubahan terus menerus dalam SSP yang
pada akhirnya menghasilkan kondisi sensitisasi permanen (Gambar 3).
Sel-sel imun dapat terlibat dalam nyeri inIlamasi, nyeri kanker dan nyeri
setelah cedera saraI. Sel imun diaktiIkan di kedua sistem saraI pusat dan periIer
dalam menanggapi kerusakan jaringan, peradangan atau lesi saraI mekanik.
Reaksi imun dapat meningkatkan nosisepsi melalui pelepasan sitokin, tetapi
granulosit dan monosit juga dapat menghasilkan eIek analgesia dengan
mengeluarkan -endorIin dan enkephalin
16

Gambar. 3. Nyeri yang tidak dimediasi nosiseptor dihasilkan oleh input sensorik yang biasanya akan menghasilkan sensasi
tidak berbahaya, dan mencerminkan perubahan dalam Iungsi neuron pusat. (A) sensitisasi sentral yang tergantung aktivitas.
Peningkatan langsung dan relatiI jangka pendek pada stimulus dan transmisi nyeri tanpa respon neuron radix posterior
yang terjadi karena IosIorilasi saluran ion dan reseptor kemudian mengikuti rilis transmitter yang dipengaruhi nosiseptor
dan aktivasi kinase intraseluler. khirnya, respon normal terhadap input subthreshold meningkat. (B) sensitisasi yang
tergantung transkripsi sentral. Ekspresi gen ditingkatkan melalui aktivasi Iaktor transkripsi, serta penghapusan represor
DRE, menghasilkan perubahan jangka panjang neuron radix posterior. Induksi COX2 mengarah ke produksi PGE2,

yang bekerja pra-dan postsynaptik untuk memIasilitasi eksitasi dan menurunkan inhibisi transmisi. (C) setelah cedera saraI
periIer, terminal pusat dari aIeren non-nosiseptiI bermyelin tumbuh di radix dorsal dan membentuk hubungan baru
dengan neuron nociceptive dalam lamina I dan II. Ini jalur kembali sirkuit dari sumsum tulang belakang dapat
menyebabkan hipersensitivitas nyeri persisten. (D) penghambatan. lur sensoris normal dikontrol secara aktiI oleh
interneuron inhibisi. Penurunan sintesis neurotransmitter inhibisi GB dan glisin atau kehilangan interneuron inhibisi ini
setelah pelepasan yang berlebihan dari eksitotoksik asam amino glutamat, mengikuti setelah terjadinya cedera saraI periIer
yang meningkatkan rangsangan neuron transmisi nyeri untuk mulai merespon input normal tidak berbahaya.
Kebutuhan Untuk Obat Analgesik Yang Lebih Cerdas
Obat analgesik yang digunakan saat ini telah ditemukan melalui
pengamatan empiris atau kebetulan. Termasuk opiat ekstrak opium poppy yang
memiliki aktivitas analgesik yang telah diketahui selama ribuan tahun dan non-
steroid anti-inIlammatory drugs (NSID), yang merupakan anggota prototipik
asam salisilat, bahan aktiI dalam kulit pohon willow, obat tradisional untuk
radang dan nyeri. ktivitas anestesi lokal kokain dilaporkan seratus tahun lalu
tanpa pengetahuan tentang saluran natrium. Baru-baru ini, antidepresan trisiklik
dan antikonvulsan, termasuk carbamezepine dan gabapentin, ditemukan untuk
menghasilkan analgesia secara empiris, namun tidak diketahui apa target
molekular mereka. Triptans telah secara substansial meningkatkan manajemen
migrain. gonis 5-HT1B/1D ini awalnya dikembangkan untuk menghasilkan
vasokonstriksi kranial , tetapi eIek penghambatan terhadap neuron trigeminal dan
neuron kedua mungkin lebih penting. Sebuah sukses besar dalam Iarmakologi
nyeri modern adalah pengenalan inhibitor isoenzyme COX2 spesiIik, tetapi
bukan hanya meningkatkan eIikasi, obat ini menghasilkan eIek samping yang
kurang terhadap lambung juga perdarahan dengan tidak menghambat COX-1
(reI.19).
Latar belakang genetik mempengaruhi sensitivitas nyeri nosiseptiI pada
hewan dan dapat mempengaruhi kerentanan terhadap timbulnya nyeri persisten.
Jenis kelamin seorang pasien atau gen juga dapat mengganggu respon terhadap
obat analgesik. Pola ekspresi yang berbeda dari reseptor opioid dapat menjelaskan
mengapa beberapa pasien sensitiI terhadap opioid. etabolisme dan ketersediaan
biologis dari banyak obat, termasuk antidepresan trisiklik, kodein, tramadol dan

antagonis ND dextromethorphan, tergantung pada polimorIisme alel sistem


sitokrom P450 monooxygenase hati.
ekanisme yang secara individual atau kolektiI menghasilkan nyeri
sekarang dipandang mewakili target untuk pengembangan rasional obat analgesik.
Dua pendekatan umum untuk penemuan target nyeri baru telah berevolusi. Baik
evaluasi mendalam setelah pencarian yang diIokuskan pada peran tertentu dari
protein individual dalam memproduksi nyeri, atau skrining massal menggunakan
highthroughput mRN atau skrining proteomika. Yang pertama telah digunakan
dan sangat eIektiI untuk mengungkapkan banyak reseptor juga saluran ion yang
bertanggung jawab untuk transduksi rangsangan berbahaya di periIer dan untuk
modulasi pemrosesan sensori di kornu dorsalis medulla spinalis (Gambar 4). Yang
terakhir ini baru mulai diterapkan, namun terungkap bahwa ratusan gen berubah
ekspresinya dalam neuron sensorik setelah kerusakan saraI periIer atau paparan
terhadap jaringan yang inIlamasi. Ini termasuk gen yang tidak pernah
digambarkan dalam sistem saraI, yang Iungsinya saat ini tidak diketahui.

ambar 4. Elemen-elemen kunci dalam pengolahan molekul transduksi, transmisi dan sinyal input
nociceptive pada sistem saraI periIer dan pusat merupakan target potensial untuk pengembangan analgesik
baru.

Menargetkan Mekanisme Nyeri


Pendapat bahwa adanya kelas obat pereda nyeri universal yang secara
intrinsik dapat mengurangi semua jenis nyeri sudah usang dan harus ditinggalkan.
Nyeri adalah istilah yang heterogen dari beberapa Iaktor etiologi, mekanisme, dan
karakteristik tertentu. Oleh karena itu, pengobatan harus bertujuan bukan pada
gejala umum nyeri atau penyerta sementara, akut atau kronis, melainkan pada
mekanisme neurobiologis penyebab yang mendasari (Gambar 5).


ambar. 5. Pengobatan rasional nyeri memerlukan identiIikasi mekanisme nyeri sebagai target terapi obat. Intervensi
terapi konvensional ditujukan pada mekanisme penyakit (memodiIikasi penyakit) atau menyediakan penghilang gejala
nyeri, didasarkan pada pengetahuan empiris dan bukti dari uji obat. Namun, rasa nyeri ini didorong bukan oleh penyakit,
melainkan mekanisme nyeri. Sebuah penilaian standar nyeri yang terkait dengan gejala dan tanda-tanda yang diperlukan
untuk menentukan mekanisme nyeri yang ada dalam pasien perindividu, dan manajemen nyeri harus ditargetkan pada
mekanisme ini. Pengukuran hasil harus mencerminkan perubahan dalam mekanisme nyeri daripada intensitas nyeri
keseluruhan.
Kebutuhan pertama, jelas adalah untuk mengidentiIikasi mekanisme utama
yang terlibat dalam timbulnya sindrom klinis sensasi nyeri. Isu utama adalah
validasi pada model binatang yang menunjukkan bahwa model ini sebenarnya
mewakili mekanisme yang ada pada manusia. Walaupun mungkin menimbulkan
perilaku stereotip pada hewan, tetapi itu tidak berarti bahwa mekanisme yang
terlibat dalam model ini adalah identik dengan yang ditemukan pada pasien, di
mana kompleksitas, munculnya dan persistensi nyeri cenderung sangat berbeda.

Beberapa pengukuran konvensional yang digunakan pada model saraI hewan


yang cedera, contohnya nyeri hipersensitivitas panas bukan merupakan suatu
nyeri neuropatik. Selain itu, nyeri spontan yang merupakan masalah klinis utama
tidak dapat langsung diukur pada hewan. eskipun pencitraan Iungsional dapat
mengungkapkan daerah di otak manusia yang diaktiIkan selama sakit dan
mungkin menyediakan cara yang obyektiI untuk menilai nyeri dan respon
terhadap pengobatan, hal ini tidak dapat menjelaskan mekanisme.
Kebutuhan kedua adalah untuk mengembangkan alat terapi untuk secara
khusus memutus mekanisme nyeri tertentu. Hal ini akan membutuhkan
identiIikasi target molekul kunci yang terlibat dalam mekanisme dan menemukan
aktivator atau inhibitor spesiIik, apa pun yang sesuai, dengan skrining Iarmasi
tingkat tinggi dan dengan bukti-konsep percobaan pada pasien. Salah satu isu
adalah hasil dari pengukuran klinis harus dapat diterapkan untuk mengevaluasi
eIek dari mekanisme nyeri. Uji klinis analgesik saat ini memilih pasien
berdasarkan penyakit dan menggunakan pengukuran luaran, tanpa adanya upaya
untuk mengidentiIikasi mekanisme yang terlibat. Gejala, tanda dan pemeriksaan
khusus harus dilakukan untuk menentukan mekanisme berpartisipasi dalam
timbulnya kondisi nyeri. Jumlah yang diperlukan untuk diterapi (NNT), adalah
pengukuran berapa banyak pasien yang harus dirawat untuk mendapatkan 50
respon, bervariasi dari 1,7 sampai lebih dari 10 untuk analgesik yang saat ini
tersedia untuk mengobati nyeri neuropatik. Hal ini mencerminkan kurangnya
kemanjuran analgesik yang telah diberikan secara empiris, beberapa di antaranya
ditujukan untuk target yang mungkin tidak nampak pada pasien yang diberikan.
Inhibitor COX2 hanya akan bekerja, misalnya, jika COX2 telah diinduksi.
eskipun dekade ini telah memIokuskan pada "Dekade Penelitian dan
Pengontrolan Nyeri" oleh Kongres merika, terlalu sedikit perhatian pada
penelitian untuk mengatasi nyeri, dan keberhasilan dalam mengendalikan nyeri
masih terbatas. Namun, mengatasi nyeri dengan pemahaman tentang siIat,
mekanisme dan komponen molekuler berguna untuk meningkatkan skrining
Iarmasi dan pengembangan obat nyeri baru, akhirnya adalah sebuah proyek yang
realistis, meskipun banyak tantangannya.

You might also like