You are on page 1of 4

KAJIAN TEORI EKOLOGI LANSEKAP ARSITEKTUR

KAJIAN TEORI EKOLOGI LANSEKAP ARSITEKTUR

Tumpang tindih antara teknologi infrastruktur (jalan-jalan, jembatan, rel kereta api) dengan struktur alamiah seperti sungai, danau, lembah, dan punggung bukit, menciptakan halangan bagi banyak proses ekologi. Seperti erosi tanah, aliran air, perpindahan hewan dan penyebaran tanaman. Untuk itu di dalam membuat suatu perencanaan lansekap diperlukan pengetahuan tentang alam dan skala, untuk membangun rancangan lansekap yang diminati dengan kapasitas yang berbeda-beda, sehingga tercapai kenyamanan yang optimal. Adapun pertimbangan-pertimbangan perencanaan lansekap meliputi bentang alam ekologi, sosial, dan ekonomi (Lovejoy, 1973). Di dalam melaksanakan studi tersebut, perlu dilakukan identifikasi fakta di lapangan, mengkaji serta menganalisa terhadap berbagai dampak dari berbagai faktor. Tujuannya adalah menggunakan hasil penelitian dari studi dasar membuat perencanaan. Kapasitas dari ekologi lansekap untuk melacak proses ekologis melalui suatu jarak ruang, skala waktu dan budaya, menghantar kita untuk mengerti efek sebenarnya atau efek potensial dari penggunaan lahan dan perencanaan yang dilakukan untuk manusia. Suatu hal yang penting adalah pada tahap perencanaan, kita harus memastikan bahwa di dalam merencanakan kebutuhan fasilitas-fasilitas tidak merusak sumber daya yang ada. PENGERTIAN EKOLOGI LANSEKAP ARSITEKTUR Tinjauan Lansekap Terdapat beberapa definisi Lansekap, antara lain: Lansekap adalah karakter total dari suatu wilayah (von Humbolt dalam Ferina, 1998). Lansekap adalah konfigurasi partikel topografi, tanaman penutup, permukaan lahan dan pola kolonisasi yang tidak terbatas, beberapa koherensi dari kealamian dan proses kultural dan aktifitas (Green dalam Ferina1998) Harber membatasi lansekap sebagai sebuah potongan lahan yang diamati seluruhnya, tanpa melihat dekat pada komponen-komponennya (Pers. Com dalam Ferina 1998). Definisi terakhir ini lebih cocok untuk membatasi lansekap sebagai pengamatan seluruh organisme dari tanaman sampai hewan. Hal yang paling penting dalam pengelolaan lansekap adalah evaluasi nilai lansekap dan menemukan kriteria dengan cara mengevaluasi komponenkomponennya. Ekologi Lansekap Arsitektur Ekologi Lansekap dapat berguna bagi konservasi alam karena menyangkut pemikiran dari pengaturan habitat, pemikiran konsekuensi struktur dan proses untuk spesies yang berbeda. Terdapat tiga (3) pandangan dalam ekologi lansekap (Ferina , Almo, 1998) antara lain:

Manusia : Pada perspektif manusia. Lansekap adalah dikelompokkan pada fungsi utama yang mempunyai arti untuk kehidupan manusia. Geobotanical: Distribusi spatial dari komponen lingkungan abiotik dan biotik, dari lansekap tanah sampai yang didekati oleh tanaman, dan pada distribusi tanaman utama sebagai komunitas, tanah hutan dan sebagainya. Hewan: Pandangan akhir ini konsepnya dihubungkan dengan pengamatan lansekap manusia, walaupun terdapat perbedaan substantial dalam mendekati secara langsung. Penyatuan Teori Dan Model Pada Ekologi Lansekap Keanekaragaman lansekap, kerumitan komponen-komponen suatu sistem, perubahan kelakuan populasi yang hidup pada suatu lingkungan, dan tekanan terhadap asal suatu habitat, menimbulkan efek yang sangat berpengaruh terhadap organisme-organisme yang ada pada lansekap (Ferina, 1998). Paling tidak teori hirarki dan model Metapo-pulasi, menempati tempat yang penting dalam formulasi sebuah kerangka ekologi lansekap. Teori Hirarki Dan Struktur Lansekap Hirarki merupakan teori yang sangat bermanfaat dalam ekologi lansekap, dimana paradigma hirarki menjelas-kan bagaimana lokalisasi komponen-komponen yang berbeda pada suatu skala tertentu memiliki hubungan dengan komponen-komponen lainnya yang terlihat pada skala resolusi yang berbeda. Teori Hirarki mempertimbangkan sebuah sistem komponen dari sistem yang besar, dan dikomposisikan dalam subsistem yang ada. Klasifikasi lansekap adalah suatu contoh sebuah kerangka hirarki, mulai dari ekotipe, mikro, meso, makro dan megachore. .Aliran sungai merupakan contoh dari suatu sistem hirarki, dan kompleks adalah bagian dasar dari komponen hirarki. Semakin banyak komponen yang tercakup dalam sebuah sistem, akan semakin kompleks sistem tersebut (Ferina, 1998). Metapopulasi Kalimat metapopulasi diperkenalkan pertamakali oleh Levins pada tahun 1970, untuk menggambarkan sebuah populasi dalam sekelompok populasi (Gilpin dan Hanski dalam Ferina, 1998). Metapopulasi adalah suatu sistem dimana tingkat rata-rata keberadaan serta rekolonisasi yang mengakibatkan terjadinya perpindahan individu-individu yang menjamin terjadinya hubungan secara genetis antara masing-masing sub populasi. Konsep metapopulasi sangat erat hubungannya dengan pulau Biografi (Mac Arthur dan Wilson dalam Ferina, 1998), dengan mempertimbangkan baik kolonisasi maupun tingkat keberadaan sebagai proses yang mendasarinya. Secara khusus, hubungan antara konsep metapopulasi terhadap Ekologi Lansekap, mempengaruhi sintesa yang kuat. Proses penyebaran menghasilkan faktor yang sangat penting, yang menentukan daerah demografis serta struktur secara spesial dari metapopulasi tersebut. Hanson (dalam Ferina, 1998) mengatakan bahwa ada (tiga) faktor utama yang berpengaruh terhadap proses penyebaran tersebut. Yaitu: Ambang batas ekonomi; Konflik yang terjadi pada penga-daan sumber daya; Pembatalan pemeliharaan. APLIKASI TEORI EKOLOGI LANSEKAP ARSITEKTUR Salah satu aplikasi Teori Ekologi Lansekap Arsitektur adalah munculnya berbagai ecotourism yang telah merangsang kreativitas pengembangan wisata. Hal ini tidak lain diakibatkan karena kecemasan terhadap nasib kondisi lingkungan global. Perencanaan ecotourism merupakan penerapan ekologi lansekap arsitektur yang mengolah berbagai lahan

dan lingkungan hijau menjadi lingkungan yang berorientasi pada keseimbangan ekologis. Ecotourism tidak hanya hadir karena didasari oleh pemahaman terhadap kondisi lingkungan yang berorientasi pada konservasi dan kepedulian terhadap alam tetapi juga budaya serta peradaban penduduk setempat. Resort wisata Waka Di Ume yang berlokasi di Ubud, Bali merupakan salah satu penerapan ecotourism ini. Pada dasarnya ecotourism menekankan 2 prinsip yaitu keaslian dan keindahan. Keaslian di bidang arsitektur memiliki kaitan erat dengan keindahan. Ini titik sentral perhatian ecotourism ini. Dengan pemahaman mendalam, hakekat ecotourism ini adalah titik temu antara kepentingan estetika, konservasi, rekreasi, serta kontak dengan alam (lingkungan ekologis). Sentuhan alami di kawasan wisata bagaimanapun akan menciptakan paru-paru lingkungan yang dapat memberikan nafas kehidupan masyarakat, alam, dan lingkungan setempat. Selain itu, salah satu konsep yang lebih menonjol adalah perancangannya berpegang pada konsep arsitektur berwawasan lingkungan (ekologi lansekap arsitektur). Hal ini tercermin dalam penggunaan materi batu alam (batu paras atau batu padas) yang lazim ditemui di sungai-sungai di Bali secara terbatas (sangat minim). Dengan pertimbangan, jangan sampai merusak tatanan alam (sungai), jika dieksploitasi secara besar-besaran. Oleh karena itu, sebagai antisipasi, penggunaan materi batu alam hanya terbatas pada aksen tertentu saja. Meminimalkan penggunaan materi plastik merupakan alternatif lain untuk menghindari kesan dominasi unsur modern. Kerajinan-kerajinan rakyat dari lingkungan setempat dimanfaatkan pula sebagai pilihan perangkat fasilitas resor, seperti peralatan restoran, perlengkapan kamar, serta aksesori interior. Materi-materi bangunannya sendiri pun sedapat mungkin senafas dengan spirit bangunan tradisional di lingkungan setempat, yaitu atap alangalang, marmer Citatah, serta menggunakan batu-bata lokal berupa paras dari desa Tato dan paras dari desa Kerobokan. Warna alam yang menjadi ciri khas bangunan ini kian alami dan nyaman dengan digunakannya sistem sirkulasi udara yang apa adanya, tanpa bantuan pendingin ruangan (AC). Hal ini merupakan konsep arsitektur yang sehat, yang juga digunakan pada penginapan ini. Di sisi lain, spirit kehidupan Pulau Dewata tersirat pula pada pemilihan beragam aktivitas resor yang mengacu pada budaya setempat, seperti kegiatan belajar menulis, atau pertunjukan musik-musik unik khas Bali. Dan pemilihan berbagai fasilitas resor lainnya pun notabene sangat erat kaitannya dengan segala sesuatu yang berbau tradisi Indonesia, di antaranya berupa ruang perpustakaan dengan sejumlah buku tentang alam dan kebudayaan Indonesia, serta fasilitas perawatan tubuh (salon, sauna) dengan menggunakan ramuan-ramuan tradisional.

DAFTAR PUSTAKA Djoko Wijono, Metode Penelitian Dan Pemrograman Rancang Bangun Arsitektur, 1990. Farina, Almo, Principles And Methods In Landscape Ecology, Chapman & Hall Ltd, London, 1998. Love Joy, Derek, Lan Use And Landscape Planning, Leonard Mills Book, 1973. Motloch, Jl, Introduction To Landscape Design, Van Nos-trand, New York, 1991. Naveh. Zev, Landscape Ecology, Theory And Application, Spri-nger-Verlag, New York, 1984. Sanoff, Henry, Methods Of Ar-chitectural Programming, Hu-chinson & Ross Inc, Pensylvania, 1977.

Simon, J.O., Landscape Archi-tecture, Mc. Graw Hill, USA, 1983. Simon, J.O, Earthscape A Ma-nual Of Enviromental Planning. Mc. Graw Hill, USA, 1978. - , Pesona Eco-Architecture Bali, Laras, no 93 edisi Septemb

You might also like