You are on page 1of 5

hLLp//wwwherawaLlsusllobloumcom/news2php?

op19 dlakses Langgal 8 nov 2011


KETRAMPILAN BERPIKIR KRITIS, CARA MENGAJARKAN DAN
CARA MENGUKURNYA
Kemampuan berpikir kritis adalah satu dari bagian penting dalam segala
aspek kehidupan seseorang. Berpikir kritis digunakan dalam berbagai situasi
dan kesempatan dalam upaya memecahkan persoalan kehidupan. Oleh
karena itu menjadi penting pula seseorang untuk belajar tentang bagaimana
berpikir kritis, karena seseorang tidak serta merta mampu berpikir kritis tanpa melalui
proses belajar. Berpikir kritis adalah sebuah ketrampilan yang didapatkan melalui proses,
bukan merupakan siIat yang diwariskan orang tua kepada anaknya. Untuk itu perlu adanya
upaya untuk mengajarkan tentang bagaimana berpikir kritis kepada siswa di sekolah sedini
mungkin.
Definisi Berpikir Kritis
Sebelum lebih jauh kita membahas bagaimana mengajarkan berpikir kritis kepada siswa,
kita perlu tahu apa sebenarnya berpikir kritis itu. Beberapa ahli menyampaikan pendapatnya
tentang deIinisi berpikir kritis, di antaranya seperti yang disampaikan oleh Achmad (2007)
beberapa deIinisi dari para ahli antara lain Halpen, Angelo, Scriven, dan Ennis. Halpen
(1996) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah memberdayakan ketrampilan atau strategi
kognitiI dalam menentukan tujuan. Pendapat serupa disampaikan oleh Anggelo (1995),
menurut beliau berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang
tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan
pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Scriven (2001) berpendapat berpikir
kritis adalah proses intelektual yang aktiI dan penuh dengan ketrampilan dalam membuat
pengertian atau Konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sintesis, dan
mengevaluasi. Sedangkan Ennis (1985) mendeIinisikan berpikir kritis adalah cara berpikir
reIlektiI yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang diIokuskan untuk menentukan apa
yang harus diyakini dan dilakukan.
Dari semua yang telah disampaikan oleh para ahli di atas dapat kita lihat adanya ciri-ciri
dari seseorang telah memiliki kemampuan berpikir kritis. Wade (dalam Achmad, 2007)
mengidentiIikasi delapan ciri seseorang telah berpikir kritis, antara lain: merumuskan
pertanyaan, membatasi masalah, menguji data, menganalisis berbagai pendapat,
menghindari pertimbangan yang sangat emosional, menghindari penyederhanaan
berlebihan, mempertimbangkan berbagai interprestasi, dan mentoleransi ambiguitas.
Seorang yang berpikir kritis mempunyai sikap terbuka dan mudah untuk menerima adanya
perbedaan. Ia juga sangat teliti dalam segala hal, dan mempunyai standar baku dalam
menilai sesuatu. Argumen yang disampaikan selalu didasari oleh data-data yang akurat. Dan
dia mampu membuat kesimpulan dengan tepat dari beberapa pernyataan yang ada. Satu lagi,
seorang yang berpikir kritis selalu memandang sesuatu dari berbagai sudut pandang yang
berbeda.
engapa Harus engajarkan Ketrampilan Berpikir Kritis kepada Siswa?
Wibowo (2010) menyatakan bahwa kadang orang awam, bahkan guru masih terkagum-
kagum dengan banyaknya inIormasi yang bisa diungkap seseorang. Penghargaan terhadap
hal tersebut sangat tinggi, bahkan seseorang bisa masuk museum rekor dengan hanya haIal
nama presiden, nomor telepon dalam buku telepon, dan lain-lain. Artinya apa? Bukan
berarti kemampuan menghaIal seperti itu tidak berguna. Tapi dapatkah seseorang bisa
'bertahan hidup hanya dengan bekal haIalan?
Seperti telah disampaikan di atas bahwa berpikir kritis merupakan bagian penting dari aspek
kehidupan seseorang, termasuk siswa. Sebagai ilustrasi, sangatlah mudah untuk
mengajarkan kepada siswa tentang sebuah inIormasi, misalkan deIinisi dari Iotosintesis.
Guru juga lebih mudah untuk mengevaluasinya, cukup dengan membuat soal seputar
deIinisi Iotosintesis. Dan bagi siswa bahkan tidak merasa perlu untuk memahami
Iotosintesis tetapi cukup menghaIal deIinisi yang diberikan oleh guru. Pertanyaannya,
apakah itu berguna bagi siswa di luar sekolah? Apa yang didapat siswa sebagai bekal
kehidupan saat siswa telah lulus nanti?Jawabannya tentu saja tidak ada yang berguna bagi
siswa di dalam kehidupannya kecuali hanya sedikit saja. Oleh karena itu harus ada
perubahan paradigma mengajar dari hanya memberikan inIormasi menjadi mengajarkan
cara mencari inIormasi dan mempergunakannya untuk hal-hal lain yang bermanIaat.
Kendala dalam engajarkan Ketrampilan Berpikir Kritis
Kendala yang umum dialami dalam mengajarkan ketrampilan berpikir kritis lebih banyak
datang dari kultur pembelajaran di negeri kita. Misalnya pembelajaran yang masih berpusat
pada guru, guru masih menjadi segalanya di dalam kelas. Guru malas untuk merancang
sebuah kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan siswa untuk mengaktualisasi
dirinya.
Kendala yang lain adalah pada sistem penilaian, suatu yang klasik tapi sulit untuk
dipecahkan. Selama ini penilaian lebih banyak ke arah kemampuan kognitiI tingkat rendah.
Siswa baru dikatakan berhasil jika siswa lulus dari ujian dan mendapat nilai bagus. Sampai
saat ini masalah ini masih menjadi polemik dan belum ada penyelesaian yang baik.
Lepas dari macam kendala di atas, kondisi siswa walaupun kadang menjadi kendali tidak
boleh dijadikan alasan untuk tidak mengajarkan ketrampilan berpikir kritis pada siswa.
Justru inilah tantangan yang harus dipecahkan oleh guru, terutama mereka yang bertugas di
sekolah-sekolah 'pinggiran.
engajarkan Ketrampilan Berpikir Kritis
Untuk mengajarkan ketrampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan berbagai metode.
Terutama metode yang siIatnya memberi keleluasaan siswa untuk mengeksplorasi diri
misalnya metode eksperimen, metode diskusi, dan metode karya wisata. Model
pembelajaran yang digunakan juga dapat divariasikan dari model-model pembelajaran yang
ada. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa apapun metode dan model yang digunakan
pengajaran ketrampilan berIikir kritis ini harus sampai pada tahap siswa dapat mengerti dan
belajar menggunakannya, jika tidak maka tidak akan banyak manIaatnya bagi diri siswa.
Sutrisno (2010) menyebutkan ada empat komponen yang harus ada dalam suatu
pembelajaran suatu ketrampilan termasuk ketrampilan berpikir kritis, yaitu: identiIikasi
komponen prosedural, instruksi dan pemodelan langsung, latihan terbimbing, dan latihan
bebas. Penjelasannya sebagai berikut:
IdentiIikasi komponen-komponen prosedural. Pada tahapan ini siswa dikenalkan pada
ketrampilan dan langkah khusus yang diperlukan dalam ketrampilan tersebut. Dalam
pembelajaran misalnya dengan memberikan petunjuk praktikum, aturan diskusi, petunjuk
pelaksanaan proyek.
Instruksi dan pemodelan langsung. Pada tahap ini guru memberikan instruksi dan
pemodelan langsung. Instruksi dan pemodelan memberikan gambaran singkat tentang
ketrampilan berpikir kritis yang harus dikuasai siswa.
Latihan terbimbing. Latihan terbimbing memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menerapkan ketrampilannya dengan bimbingan guru. Guru harus mendorong siswa untuk
menggunakan ketrampilannya secara berulang-ulang dan terus-menerus.
Latihan bebas. Latihan bebas harus dirancang oleh guru agar siswa dapat melatih
ketrampilannya secara mandiri, misalnya dengan penugasan atau proyek. Jika tiga tahap
pertama telah dilaksanakan secara eIektiI, diharapkan siswa akan mampu menjalankan tugas
atau proyek ini dalam kisaran 95 sampai 100.
Bagaimana mengukur ketrampilan berpikir kritis
Untuk mengetahui keberhasilan suatu pembelajaran maka perlu melakukan pengukuran
(evaluasi) terhadap pembelajaran tersebut. Pengukuran sebaiknya dilakukan bukan hanya
pada hasilnya tapi juga pada prosesnya. Untuk ketrampilan berpikir kritis penilaian proses
mutlak diperlukan. Lalu bagaimana caranya? Apa saja yang perlu diukur. Douglas dan
Nancy (dalam Rahmat, 2010) menyatakan bahwayang mendasari pengembangan
kemampuan siswa adalah kecakapan berpikir kritis sebagai ketrampilan tertinggi dan
meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu perlu dibuat instrumen yang
berurusan dengan kedua Iokus tersebut.
Rahmat (2010) merekomendasikan dua macam dasar yang bisa digunakan untuk menyusun
instrumen ketrampilan berpikir kritis yaitu Taksonomi Bloom dan Pendekatan Pemecahan
Masalah (Problem Solving). Taksonomi Bloom yang memuat level berpikir meliputi:
ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi tepat untuk
mengintegrasikan pengembangan kemampuan berpikir kritis dan penguasaan ilmu
pengetahuan. Sedangkan Pendekatan Pemecahan Masalah dapat dirumuskan dalam
beberapa variabel berikut: tujuan, kata kunci permasalahan, menyikapi masalah, sudut
pandang, inIormasi, konsep, asumsi, alternatiI pemecahan masalah, interprestasi, dan
implikasi.
Selanjutnya untuk memudahkan kita dalam memonitoring kemampuan berpikir kritis dan
penguasaan pengetahuan siswa maka dibuat rubrik-rubrik. Penyusunan rubrik didasarkan
pada kedua pendekatan di atas. Untuk contoh instrumen yang sudah jadi dapat diunduh di
URL berikut ini: http.//gurupembaharu.com/home/wp-content/plugins/download-
monitor/download. php?id2261.
!enutup
Dari apa yang telah dibahas di atas dapat kita simpulkan bahwa pengajaran ketrampilan
berpikir kritis mutlak diperlukan untuk membekali siswa dalam menempuh kehidupannya.
Jadi bisa dikatakan guru akan menanggung dosa jika kelak siswa mengalami kesengsaraan
karena tidak pernah diajarkan padanya tentang ketrampilan berpikir kritis.
Daftar Rujukan:
Achmad, ArieI. 2007.emahami Berpikir Kritis. (Online), (http://re-searchengines.com
/1007arieI3.html), diakses 24 Mei 2011
Rahmat.2010. Pengukuran Ketrampilan Berpikir Kritis. (Online),
(http://gurupembaharu.com /home/?p3462) diakses 18 Mei 2011.
Sutrisno, Joko. 2010. enggunakan Ketrampilan Berpikir untuk eningkatkan utu
Pembelafaran. (Online), (http://www.scribd.com/doc/54977805/artikel-erlangga)
diakses 18 Mei 2011.
Wibowo, S. Agung. 2010. Dilema engafarkan Isi atau Cara Berpikir. (Online),
(http://agung1971.wordpress.com/2010/03/29/dilema-mengajar-isi-atau-cara-
berpikir/)

You might also like