You are on page 1of 16

TUGAS TERSTRUKTUR

TIMPANOSKLEROSIS DAN OTOSKLEROSIS














Pembimbing:
dr. Nurmei Chasanati, Sp.THT





Oleh:
Manggala Sariputri G1A210116




SMF THT
RSUD PROF DR MARGONO SOEKAR1O
PURWOKERTO
2011
PERBEDAAN TIMPANOSKLEROSIS DAN OTOSKLEROSIS
Timpanosklerosis Otosklerosis
1. elainan Akibat proses radang di
telinga tengah
Autosomal dominan dan
riwayat keluarga
ditemukan pada 50
kasus

2. Predileksi

a. Membrana timpani
b. Ligamentum osikel
c. Sendi interoseus
d. Tendo muskulus dan
submukosa

a. Tulang labirin
b. Dasar stapes
3. Patologi Hasil akhir penyembuhan,
kolagen dalam jaringan
Iibrosis mengalami
degenerasi hialin menjadi
masa homogen, yang
kemudian terjadi
kalsiIikasi atau osiIikasi

Penyakit pada tulang
labirin dengan
pembentukan tulang baru
yang bersiIat spongiosis
pada dasar stapes sehingga
terjadi Iiksasi stapes
4. Gejala a. Riwayat inIeksi telinga
tengah kronis
b. Biasanya unilateral
tetapi dalat juga
bilateral
c. Tuli konduksi jika
memIiksasi maleus,
inkus atau stapes
a. Dirasakan pada umur
20-30 tahun
b. Biasanya bilateral
tetapi dapat juga
unilateral
c. Tuli bersiIat konduktiI
40 dB atau lebih, yang
dapat berlanjut menjadi
tuli sensorineural atau
campur

5. Tanda Inspeksi: membrana
timpani terdapat bercak
putih dan mengurangi
mobilitas membrana
timpani
a. Fungsi tuba baik
b. Otoskopi: membran
timpani tampak
normal atau berwarna
kemerahan (Schwart:e
sign ())
Penjelasan lebih lanjut timpanoklerosis dan otosklerosis akan dibahas pada halaman
berikutnya.


Saya mohon maaI atas segala kesalahan baik di sengaja maupun tidak
selama menjalani pendidikan proIesi dokter (koass) di bagian Ilmu Penyakit THT. Saya
mengucapkan terima kasih atas bimbingan dr. Nurmei baik di ruang periksa, bangsal
maupun selama ujian. Banyak hal yang saya dapat terutama berpikir analitik dan logis serta
bagaimana pola pikir dan sikap dokter semestinya.
A. TIMPANOSKLEROSIS
1. Definisi
Timpanosklerosis merupakan suatu kondisi yang mana didapatkan
hialinisasi dan kalsiIikasi pada membran timpani, telinga tengah atau
keduanya dan jika meluas dapat mempengaruhi pendengaran.
Timponosklerosis ini diklasiIikasikan sebagai berikut :
a. ringosclerosis, hanya mengenai membran timpani
b. ntrat25anic t25anosclerosis, mengenai bagian telinga tengah lain,
misalnya ligamentum osikel, sendi interoseus, tendo muskulus, dan
submukosa sehingga terjadi Iiksasi osikel
1,2,3


2. Etiologi
tiologi dari timpanosklerosis belum diketahui dengan pasti, mungkin
dibentuk dari sisa-sisa/bekas yang berhubungan dengan inIlamasi kronis
telinga tengah. Faktor-Iaktor lain yang mungkin berhubungan antara lain :
a. Otitis media supurativa kronis (OMS) dan otitis media dengan eIusi.
b. Insersi ro22et (timpanostomi tuba) meningkatkan resiko terjadinya
timpanosklerosis
c. Sklerosis sistemik
d. emungkinan berhubungan dengan atheroma karotis atau aterosklerosis
e. Hubungan dengan cholesteato2a masih diperdebatkan, meskipun dua
keadaan ini dapat muncul bersamaan
2


. Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang umumnya muncul adalah ditemukannya plak
putih pada membran timpani. Jika proses ini hanya terbatas pada membran
timpani saja biasanya tidak mempengaruhi pendengaran, namun bila proses
ini telah mencapai telinga tengah, maka rantai osikular menjadi tidak mobil
yang akan menyebabkan terjadinya tuli konduktiI
1
.



. Patogenesis
Timpanosklerosis secara histologi tampak sebagai hialinisasi jaringan
penyangga subepitelial membran timpani dan telinga tengah, pada
kebanyakan kasus dapat ditemukan kalsiIikasi. Osteogenesis juga dapat
muncul bersamaan dengan lesi yang terjadi. Saat plak muncul pada membran
timpani, plak tersebut hanya terbatas pada lamina propia. Hussl dan Lim
menemukan bahwa plak ini merupakan proses degeneratiI yang
mengakibatkan terjadinya kalsiIikasi pada jaringan penyangga pada telinga
tengah. Mereka membuat hipotesis bahwa OM atau OMA mengakibatkan
terjadinya proses destruktiI pada jaringan penyangga, yang mana akan
memicu untuk terjadinya degenarasi dari jaringan kolagen dan kalsiIikasi
distropik. Degenerasi kolagen dapat merupakan akibat langsung dari
inIlamasi atau inIeksi yang terjadi pada telinga tengah (oleh proteinase dan
kolagenase bakteri). Wielinga dan kawan-kawan, menemukan bahwa pada
kasus sumbatan tuba eustachius, tanpa inIeksi, dapat mengakibatkan
timpanosklerosis pada percobaan dengan tikus, dari hal tersebut mereka
membuat hipotesis bahwa hanya dengan deIormasi cukup untuk mendukung
pembentukan plak. Penyebab lain yang mungkin adalah proses autoimun
yang terjadi pada membran timpani. :ssl and Li2 mengemukakan 2
kemungkinan mekanisme terbentuknya plak timpanosklerosis
4
.


Gambar 1. Mekanisme terbentuknya plak timpanosklerosis
4


5. Diagnosis
Timpanosklerosis diduga merupakan komplikasi dari otitis media,
pasca trauma, dan tindakan pembedahan yang mana ditemukan lapisan hialin
yang aselular dan akumulasi deposit kalsium pada membran timpani dan
submukosa telinga tengah. Pada kebanyakan pasien, gejala yang ditimbulkan
tidak begitu signiIikan secara klinis dan mengakibatkan sedikit atau tidak ada
gangguan pendengaran. Pada pemeriksaan otoskopi, timpanosklerosis
memberikan gambaran semisirkuler atau seperti sepatu kuda yang berwarna
putih pada membran timpani
4
.

Gambar 2. (A) Membran timpani pada timpanosklerosis, (B), Telinga kiri,
perIorasi anteroinIerior kering, (C) PerIorasi anteroinIerior dengan plak
timpanosklerotik, (D) Telinga kiri, perIorasi subtotal karna timpanosklerosis
5



Gambar 3. (A) Telinga kanan, plak timpanosklerosis pada rantai osiikular,
(B) Telinga kiri, perIorasi total dengan timpano sklerosis
5


6. Penatalaksanaan
Timpanosklerosis pada telinga tengah secara histologi mirip dengan
timpanosklerosis pada membran timpani, tetapi lebih sering menyebabkan
tuli konduktiI dikarenakan terjadinya Iiksasi osikular. Dalam beberapa buku
dinyatakan bahwa timpanosklerosis cenderung berulang setelah tindakan
pembuangan dengan operasi. Smyth dan kawan-kawan melaporkan hasil
yang memuaskan pada 79 kasus timpanosklerosis yang dilakukan
rekonstruksi osikular (stapedektomi dan reseksi osikular total) yang
dilakukan dalam 2 tahap
4
.
Timpanosklerosis mungkin dapat ditemukan di belakang membran
timpani yang intak. Plak yang kecil tidaklah membahayakan dan dapat
dibiarkan saja. Lapisan yang luas/besar pada sisa-sisa membran timpani harus
dihilangkan karena materi avaskular ini dapat menghambat integrasi dari
graIt, dan dapat juga memberikan dapak pada rantai osikular terutama kepala
malleus dan incus pada epitympanum. Mobilisasi tidaklah disarankan karenan
reIiksasi sering terjadi
6
.
Timpanoplasti dan rekonstruksi osikular dapat dilakukan sebagai
penatalaksanaan pada pasien-pasien dengan timpanosklerosis, namun resiko
untuk kerusakan kokhlea lebih tinggi dibandingkan dengan yang disebabkan
oleh penyakit telinga tengah lain, ini dikarekan oleh tindakan diseksi luas
yang dibutuhkan pada kasus timpanosklerosis dan terdapatnya erosi dari
labirin
4
.

B. OTOSKLEROSIS
1. Definisi
Otosklerosis adalah penyakit primer dari tulang-tulang pendengaran
dan kapsul tulang labirin. Proses ini menghasilkan tulang yang lebih lunak
dan berkurang densitasnya (otospongiosis). Gangguan pendengaran
disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari s5ong bone-like tiss:e yang
menghambat tulang- tulang di telinga tengah, terutama stapes untuk bergerak
dengan baik. Pertumbuhan tulang yang abnormal ini sering terjadi di depan
dari Ienestra ovale, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam.
Normalnya, stapes yang merupakan tulang terkecil pada tubuh bergetar
secara bebas mengikuti transmisi suara ke telinga dalam. etika tulang ini
menjadi terIiksasi pada tulang sekitarnya, getaran suara akan dihambat
menuju ke telinga dalam sehingga Iungsi pendengaran terganggu.

Otosklerosis merupakan kelainan autosomal dominan dan riwayat keluarga
ditemukan pada 50 kasus
3
.

2. Epidemiologi
a. Ras
Beberapa studi menunjukan bahwa otosklerosis umumnya terjadi
pada ras aukasian. Sekitar setengahnya terjadi pada populasi oriental.
Dan sangat jarang pada orang negro dan suku Indian Amerika. Populasi
multiras yang termasuk aukasian memiliki resiko peningkatan insiden
terhadap otosklerosis.
b. Faktor eturunan
Otosklerosis biasanya dideskripsikan sebagai penyakit yang
diturunkan secara autosomal dominant dengan penetrasi yang tidak
lengkap (hanya berkisar 40). Derajat dari penetrasi berhubungan dengan
distribusi dari lesi otosklerotik lesi pada kapsul tulang labirin.
c. Gender
Otosklerosis sering dilaporkan 2 kali lebih banyak pada wanita
disbanding pria. Bagaimanapun, perkiraan terbaru sekarang mendekati
ratio antara pria:wanita 1:1. Penyakit ini biasanya diturunkan tanpa
pengaruh sex- linked, jadi rasio 1:1 dapat terjadi. Ada beberapa bukti
yang menyatakan bahwa perubahan hormonal selama kehamilan dapat
menstimulasi Iase aktiI dari otosklerosis, yang menyebabkan peningkatan
gambaran klinis kejadian otosklerosis pada wanita. Onset klinik selama
kehamilan telah dilaporkan sebanyak 10 dan 17. Risiko dari
peningkatan gangguan pendengaran selama kehamilan atau pemakaian
oral kontrasepsi pada wanita dengan otosklerosis adalah sebesar 25 .
Penjelasan lain yang mungkin akan peningkatan prevalensi otosklerosis
pada wanita adalah bilateral otosklerosis tampaknya lebih sering pada
wanita dibanding pria (89 dan 65 ). Memiliki dua telinga yang terkena
kelihatan akan meningkatkan kunjungan ke klinik
d. Sejarah keluarga
Sekitar 60 dari pasien dengan klinikal otosklerosis dilaporkan
memiliki keluarga dengan riwayat yang sama.


e. Usia
Insiden dari klinikal otosklerosis meningkat sesuai bertambahnya
umur. vidence mikroskopik terhadap otospongiosis ditemukan pada
autopsi 0,6 individu yang berumur kurang dari 5 tahun. Pada
pertengahan usia, insiden ditemukannya adalah 10 pada orang kulit
putih dan sekitar 20 pada wanita berkulit putih. Baik aktiI atau tidak
Iase penyakitnya, terjadi pada semua umur, tetapi aktivitas yang lebih
tinggi lebih sering terjadi pada mereka yang berumur kurang dari 50
tahun. Dan aktivitas yang paling rendah biasanya setelah umur lebih dari
70 tahun. Onset klinikal berkisar antara umur 15-35 tahun, tetapi
maniIestasi penyakit itu sendiri dapat terjadi paling awal sekitar umur 6
atau 7 tahun, dan paling lambat terjadi pada pertengahan 50-an.
I. Predileksi
Menurut data yang dikumpulkan dari studi terhadap tulang
temporal, tempat yang paling sering terkena Otosklerosis adalah Iissula
ante Ienestram yang terletak di anterior jendela oval (80-90). Tahun
1985, Schuknecht dan Barber melaporkan area dari lesi otosklerosis yaitu:
1) tepi dari tempat beradanya Ienestra rotundum
2) dinding medial bagian apeks dari koklea
3) area posterior dari duktus koklearis
4) region yang berbatasan dengan kanalis semisirkularis
5) kaki dari stapes sendiri.

. Etiologi
7

a. Penyebab dari otosklerosis masih belum diketahui dengan jelas (idiopatik)
b. Pendapat umumnya diturunkan secara autosomal dominan.
c. Bukti ilmiah yang menyatakan adanya inIeksi virus measles yang
mempengaruhi otosklerosis.
d. Beberapa berpendapat bahwa inIeksi kronik measles di tulang merupakan
predisposisi pasien untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat
ditemukan di osteoblas pada lesi sklerotik.

. Patofisiologi
PatoIisiologi dari otosklerosis sangat kompleks. unci utama lesi dari
otosklerosis adalah adanya multiIokal area sklerosis diantara tulang
endokondral temporal. Ada 2 Iase patologik yang dapat diidentiIikasi dari
penyakit ini yaitu:
a. Fase awal otospongiotik
Gambaran histologis: terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang
merupakan grup sel paling aktiI. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang
disekitar pembuluh darah sehingga menyebabkan pelebaran lumen
pembuluh darah dan dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat
sebagai gambaran kemerahan pada membran timpani.
Schwart:e sign berhubungan dengan peningkatan vaskular dari lesi yang
mencapai daerah permukaan periosteal. Dengan keterlibatan osteosit yang
semakin banyak, daerah ini menjadi kaya akan substansi dasar amorI dan
kekurangan struktur kolagen yang matur dan menghasilkan
pembentukkan spongy bone . Penemuan histologik ini dengan pewarnaan
Hematoksilin dan osin dikenal dengan nama Blue Mantles of Manasse.
b. Fase akhir otosklerotik
Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti
oleh osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak dideposit pada area
resorpsi sebelumnya. etika proses ini terjadi pada kaki stapes akan
menyebabkan Iiksasi kaki stapes pada Ienestra ovale sehingga pergerakan
stapes terganggu dan oleh sebab itu transmisi suara ke koklear terhalang.
Hasil akhirnya adalah terjadinya tuli konduktiI.
Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit Iiksasi
yang terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate. Terjadinya tuli
sensorineural pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan
dilepaskannya hasil metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh
darah yang terdekat, hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga
dalam. Semuanya itu menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan
mekanisme dari membran basal.

Gambar 4. PatoIisiologi otosklerosis
Herediter
Terbentuk tulang rawan abnormal
Gen autosomal dominan monohibrid
oklea
Fiksasi stapes
Tuli sensorial Tuli konduktiI
Tuli sensorial
Gg. Persepsi
Sensori
Gangguan
harga diri
Hospitalisasi
urang pengetahuan
Dizznes
vestibula
Serangan vertigo
Mual
muntah Peluh
dingin
Gangguan
istirahat
Pembedahan
Stapedektomi
Resti nutrisi
kurang dari
Nyeri
Resti InIeksi
Fase
Otospongiotik
Fase akhir
Otosklerotik
ebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktiI
atau campur. Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu
sendiri masih kontroversial. asus sensorineural murni karena
otosklerosis dikemukakan oleh Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967,
Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria untuk mengidentiIikasi pasien yang
menderita tuli sensorineural akibat koklear otosklerosis:
a. Tanda Schwart:e yang positiI pada salah satu/ke dua telinga
b. Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis
c. Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan
Iiksasi stapes pada salah satu telinga
d. Secara tidak biasa adanya diskriminasi terhadap ambang dengar
untuk tuli sensorineural murni
e. Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya Iiksasi
stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui
I. CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan
demineralisasi dari kapsul koklear
g. Pada timpanometri ada Ienomena on-off.

5. Gejala dan Tanda


a. Gejala
1) Dirasakan pada umur 20-30 tahun
2) Biasanya bilateral tetapi dapat juga unilateral
3) Tuli bersiIat konduktiI 40 dB atau lebih, yang dapat berlanjut menjadi
tuli sensorineural atau campur
b. Tanda
1) Fungsi tuba baik
2) Otoskopi: membran timpani tampak normal atau berwarna kemerahan
(Schwart:e sign ())

Gambar 5. Otosklerosis

6. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi : membran timpani biasanya normal pada sebagian besar
kasus. Hanya sekitar 10 yang menunjukan Schwart:e sign.
2) Palpasi : tidak adanya nyeri tekan.
3) Pada pemeriksaan garputala menunjukkan kesan tuli konduktiI,
memberi gambaran hantaran tulang lebih kuat dari pada hantaran udara
(Tes Rinne negatiI ).
4) Tes webber menunjukkan lateralisasi kearah telinga yang memiliki
derajat cond:ting hearing loss lebih besar.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Audiogram merupakan kunci penelusuran secara objektiI dari
otosklerosis. Gambaran biasanya konduktiI, tetapi dapat juga campur
atau sensorineural.
2) CT scan dapat mengidentiIikasi pasien dengan vestibular atau koklear
otosklerosis.

7. Diagnosis Banding
Otosklerosis terkadang sulit untuk dibedakan dengan penyakit lain yang
mengenai rangkaian tulang-tulang pendengaran atau mobilitas membran
timpani. Diagnosis Iinal sering ditunda sampai saat bedah eksplorasi.
a. Fiksasi kepala malleus, menyebabkan gangguan konduktiI yang serupa
dan dapat terjadi pada konjugasi dari Iiksasi stapes.
b. ongenital fixation of sta5es, dapat terjadi karena abnormalitas dari
telinga tengah dan harus dipertimbangkan pada kasus gangguan
pendengaran yang stabil semenjak kecil.
c. Otitis Media Sekretoria ronis, dengan otoskop dapat menyerupai
otosklerosis, tetapi timpanometri dapat mengindikasi adanya cairan di
telinga tengah pada otitis media.
d. Timpanosklerosis, dapat menimpa satu atau lebih tulang pendengaran.
Gangguan konduktiI mungkin sama dengan yang terlihat pada
otosklerosis.
e. Osteogenesis imperIekta (;an der oe;e de Klen Sndro2e), adalah
kondisi autosomal dominan dimana terdapat deIek dari aktivitas
osteoblast yang menghasilkan tulang yang rapuh dan bersklera biru.

8. Penatalaksanaan
Penyakit akan berkembang lebih cepat tergantung pada Iaktor
lingkungan seperti kehamilan. Gangguan pendengaran akan berhenti stabil
maksimal pada 50-60 db.
a. AmpliIikasi
Alat bantu dengar baik secara unilateral atau bilateral dapat
merupakan terapi yang eIektiI. Beberapa pasien yang bukan merupakan
kandidat yang cocok untuk operasi dapat menggunakan alat bantu dengar
ini.
b. Terapi Medikamentosa
1) Tahun 1923 scot adalah orang pertama yang menemukan kalsium
Ilorida untuk pengobatan otosklerosis. Hal ini diperkuat oleh
Shambough yang memprediksi stabilasi dari lesi otosklerotik dengan
penggunaan sodium Ilorida. Ion Ilorida membuat komplek Ilourapatit.
Dosis dari sodium Ilorida adalah 20-120 mg/hari.
2) Brooks menyarankan penggunaan Ilorida yang dikombinasi dengan
400 U vitamin D dan 10 mg kalsium karbonat berdasar teori bahwa
vitamin D dan CaCO3 akan memperlambat lesi dari otosklerosis. Iek
samping dapat menimbulakan mual dan muntah tetapi dapat diatasi
dengan menguarangi dosis atau menggunakan enteric-coated tablets.
Dengan menggunakan regimen ini, sekitar 50 menunjukan symptom
yang tidak memburuk, sekitar 30 menunjukan perbaikan.
c. Terapi Bedah
Pembedahan akan membutuhkan penggantian seluruh atau sebagian
dari Iiksasi stapes (stapedektomi). Indikasi bedah:
1) Tipe otosklerosis oval window dengan berbagai variasi derajat Iiksasi
stapes
2) Otosklerosis atau Iiksasi ligamen anularis oval window pada otitis
media kronis (sebagai tahapan prosedur)
3) Osteogenesis imperIekta
4) Beberapa keadaan anomali kongenital
5) Timpanosklerosis di mana pengangkatan stapes diindikasikan
(sebagai tahapan operasi)


DAFTAR PUSTAKA

1. Lalwani A, Agrawal S, Aguila DJ, et al. Current Diagnosis and Treatment :
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd dition. New York : Mc Graw Hill
Lange;2007.

2. MIS & PIP. Tympanosclerosis. Disitasi dari
http://www.patient.co.uk/showdoc/40025285.htm pada tanggal 30 Mei 2009.
Last Update |Januari 2009|.

3. Chasanati, Nurmei. Telinga Tengah. uliah Blok e:robeha;io:r and Sense
Sste2. Jurusan edokteran Unsoed, 2010.

4. Cummings CW, Fredrickson JM, Harker LA, et al. Otolatyngology Head and
Neck Surgery. 3rd dition. St. Louis : Mosby-Year Book Inc;1998.

5. Menner AL. Pocket Guide to ar. 1st dition. New York : Thieme Inc;2003.

6. Hildmann H, SudhoII H. Middle ar Surgery. 1st dition. New York : Springer-
Verlag;2006.

7. Vorvick, L.J. tosclerosis. Disitasi dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001036.htm pada tanggal 9
Oktober 2011. Last Update |8 Agustus 2010|

8. Adams,George L.dkk. oies.:k: Afar Penakit TT.d 6 : Jakarta.GC; 1997.

You might also like