You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan Ienomena sosial budaya yang melibatkan
kreativitas manusia. Karya sastra lahir dari pengekspresian endapan pengalaman
yang telah ada dalam jiwa pengarang secara mendalam melalui proses imajinasi
(Aminuddin, 1990: 57).sastra adalah suatu kegiatan kreatiI sebuah karya seni.
Sastra merupakan bentuk kegiatan kreatiI dan produktiI dalam menghasilkan
sebuah karya yang memiliki nilai rasa estetis serta mencerminkan realias sosial
kemasyarakatan.
sastra juga dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai
pada semua masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi, dan keagamaan
keberadaanya tidak merupakan gejala yang universal
Karya sastra lahir karena adanya keinginan dari pengarang untuk
mengungkapkan eksistensinya sebagai manusia yang berisi ide, gagasan, dan
pesan tertentu yang diilhami oleh imajinasi dan realitas sosial budaya pengarang
serta menggunakan media bahasa sebagai penyampaiannya.
Karya sastra memiliki objek yang berdiri sendiri, terikat oleh dunia dalam
kata yang diciptakan pengarang berdasarkan realitas sosial dan pengalaman
pengarang. Hal ini sejalan dengan pemikiran Pradopo (2002:59) yang
!

mengemukakan bahwa karya sastra secara langsung atau tidak langsung


dipengaruhi oleh pengalaman dari lingkungan pengarang.
Sastrawan sebagai anggota masyarakat tidak akan lepas dari tatanan
masyarakat dan kebudayaan. Semua itu berpengaruh dalam proses penciptaan
karya sastra. Penciptaan karya sastra tidak dapat dipisahkan dengan proses
imajinasi pengarang dalam melakukan proses kreatiInya.
Berangkat dari hal tersebut sehingga pengarang ingin membahas unsure-
unsur intrinsic dari novel Atheis karya Achdiat K Mihardja.
B. Rumusan Masalah
&ntuk mencapai hasil penelitian yang maksimal dan terarah, maka diperlukan
perumusan masalah dalam sebuah penelitian. Adapun perumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana unsure-unsur yang membangun cerita dalam novel Atheis karya
Achdiat K Mihardja?
2. Bagaimana penaIsiran tentang segala peristiwa yang terjadi dalam novel
Atheis karya Achdiat K Mihardja?
3. Bagaimanakah penilaian mengenai keseluruhan isi novel Atheis karya
Achdiat K Mihardja?
. Kerangka Teori
1. Sastra
Sastra (dalam bahasa Sanskerta: $hastra) merupakan kata serapan dari
bahasa Sanskerta sastra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau

"pedoman", dari kata dasar sas- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam
bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada
"kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan
tertentu. Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra
tertulis atau sastra lisan (sastra oral).
. Prosa
Dalam kamus bahasa Indonesia diterangkan bahwa prosa adalah salah
satu jenis karya sastra yang berbentuk bahasa tertulis biasa , karangan bebas,
berbeda dengan bentuk sajak, syair, dan sebagainya.(Desy Anwar:2003)
. Novel
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia novel berarti 'karangan prosa
yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-
masing.
Menurut semi (1984:24) novel itu mengungkapkan suatu konsentrasi
yang tegas dan mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih
mendalam serta disajikan dengan halus. Maka dapat ditarik kesimpulan, novel
menggambarkan realita yang ada dan dengan imajinasi, mudah dipahami dan
logis.

. Analisis intrinsik
Pengertian analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk
1

mengetahui keadaan yang sebenarnya (Depdiknas, 2001: 43). analisis


merupakan penguraian karya sastra secara terinci atas unsur-unsurnya dan
pertalian antara unsur-unsur itu
Dapat pula disebut dengan Pendekatan structural , yakni pendekatan
yang berorientasi kepada karya sebagai jagad yang mandiri terlepas dari dunia
eksternal di luar teks. Analisis ditujukan kepada teks itu sendiri sebagai
kesatuan yang tersusun dari bagian-bagian yang saling berjalin dan analisis
dilakukan berdasarkan pada parameter intrinsik sesuai keberadaan unsur-unsur
internal (Siswantoro, 2005: 19).

D. Tujuan Penulisan
Penelitian yang baik haruslah memiliki tujuan yang baik dan jelas serta
memiliki arah dan tujuan yang tepat. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. &ntuk mendeskripsikan unsure-unsur intrinsic dari novel Atheis karya
Achdiat K Mihardja.
2. MenaIsirkan novel Atheis karya Achdiat K Mihardja.
3. &ntuk menilai keseluruhan isi novel Atheis karya Achdiat K Mihardja.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu
pengetahuan terutama di bidang bahasa dan sastra Indonesia serta menambah

wawasan dan pengetahuan, bagi penulis dan khususnya kepada pembaca dan
pecinta sastra.
. Hipotesis
Hipotesis yang kami susun antara lain bahwa Novel Atheis karya Achdiat
K Mihardja termasuk salah satu novel yang tersusun dari unsur-unsur intrinsic
yang lengkap sehingga dapat menyajikan cerita yang bernilai sastra tinggi.
. Sumber Data
Dalam penelitian ini, peneliti menyiapkan objek yang akan diteliti yaitu novel
yang sesuai dengan judul penelitian itu sendiri. Sehingga dalam penelitian ini,
yang menjadi objek penelitian adalah teks sastra yaitu novel Atheis karya Achdiat
K Mihardja.
ATHEIS
Judul Buku : Atheis
Penulis : Achdiat K. Mihardja ( Angkatan `45 )
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta.
Cetakan : 27, 2005
Tebal Buku : 232 halaman

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sinopsis Novel Salah Asuhan
Hasan adalah seorang pemuda yang berasal dari sebuah kampong di kota
Bandung, Kampung Panyeredan. Ayah dan ibunya tergolong orang yang sangat
saleh. Sudah sedari kecil hidupnya ditempuh dengan tasbih. Iman Islamnya sangat
tebal. Lukisan inilah yang menggambarkan latar keagamaan dalam kehidupan
Hasan, kehidupan yang bernaung Islam.
Setelah menjadi pemuda dewasa makin rajinlah Hasan melakukan perintah
agama semua tentang ajaran ajaran agamanya makin menempel terus di dalam
hatinya. Sampai sampai Hasan menjadi seorang penganut agama Islam yang
Ianatik. Hasan kemudian meninggalkan orang tuanya dan memulai kehidupan di
kota Bandung dengan tinggal bersama bibinya dan bekerja pada sebuah kantor
jawatan pemerintah,sebagai penjual tiket kapal di Kota Praja. Di tempat penjualan
tiket inilah Hasan bertemu orang orang yang akhirnya mengubah jalan hidupnya.
Berawal dari pertemuannya dengan Rusli, temannya pada saat bersekolah di
Sekolah Rakyat. Rusli mengajak untuk bertamu ke rumahnya dan terlebih lagi ada
perasaan tertentu yang menghinggapinya kala bertemu dengan Kartini, yang
merupakan saudara angkat Rusli. Hasan jadi sering mampir ke tempat Rusli.Dan
mulailah Hasan mencebur dalam pergaulan Rusli dan Kartini, dan kawan-kawan
mereka, yang merupakan aktivis ideologi marxis.

Hasan yang dahulunya tetap mampu hidup sebagaimana biasa di desanya


walaupun berada di tengah-tengah kemodernan kota Bandung, mulai berubah. Hal
yang utama adalah menyangkut sisi relijiusitas yang selama ini sanggup dipegang
teguhnya. Semakin sering ia berkumpul dalam Iorum-Iorum diskusi pemikiran
marxis Rusli dan kawan-kawannya, juga semakin akrab ia dengan mereka, mulai
semakin tak perlahan Hasan meninggalkan gaya hidup lamanya. Tentu saja ideologi
marxis akan sangat menubruk pemahaman keagamaan yang sangat tradisionalnya
Hasan. Dan ini juga tak berlangsung mudah. Pada awalnya Hasan masih sangat
keras untuk berusaha melawan jalan pikiran kawan-kawan marxisnya. Hal ini
ditunjukkan dengan tekadnya suatu kali untuk menyadarkan Rusli guna kembali ke
jalan yang benar. Dengan semangat ia mendatangi Rusli, namun ternyata Hasan
kalah berdebat. Hasan menyerah, ia terus menggabung dalam lingkunagan marxis
itu dan terus tambah terpengaruh. Sewaktu suatu saat kembali ke rumah orang
tuanya di Desa Panyeredan, kebetulan bersama Anwar (salah seorang rekan
marxisnya yang paling gila), ia bahkan berani berteus terang pada kedua orang
tuanya tentang pemahaman keimanan terbarunya. Dan tentu saja untuk itu Hasan
harus membayar dengan perpisahan untuk selamanya. Namun ketika menceburan
Hasan ke dalam lingkungan Marxis, ia sebetulnya juga tak sepenuhnya sanggup dan
mau untuk mengikuti ideologi tersebut. Keberadaan seorang Kartinilah yang
menjadi perangsang baginya untuk terus ada di komunitas yang membuat ia
kebanyakan hanya menjadi penonton yang pasiI dalam berbagai saling lempar
wacana yang ada. Hingga akhirnya Hasan kawin dengan Kartini dan pada awalnya
r

berbahagia sentosa raya. Tentu, tak lama pula, datanglah juga masa sengsara, Hasan
dan Kartini mulai sering bertengkar. Dan pertengkaran inipun berujungkan
perpisahan. Sumber konIliknya adalah, utamanya, ketidaksukaan Hasan pada gaya
hidup modern Kartini. Hasan masih memendam cara pikir yang konservatiInya
ternyata. Dan memang begitulah. Dalam keterlibatan ia berkecimpung di dunia
pemikiran kaum 'atheis, ia masih sangat mendekap erat pandangan-pandangan
masa lalunya. Dan pertentangan pikiran ini cukup menyiksa hari-hari Hasan, yang
hanya sanggup diobati, awalnya, dengan impian akan keanggunan Kartini, tetapi
selain itu Hasan pun berhadap dengan penderitaan Iisik berupa penyakit paru-paru
yang dideritanya.
Suatu hari Hasan mengetahui bahwa di suatu hotel Anwar pernah berniat
memperkosa Kartini, dalam marah, ketika berjalan mencari Anwar, ia ditembak
oleh tentara Jepang ( Kusyu Heiho ) yang menuduhnya mata-mata. Hasan
tersungkur oleh terjangan peluru dan diakhir hayatnya ini Hasan masih sempat
mengucapkan Allahu Akbar sebagai tanda keimanannya

B. Analisis Struktural
a. Tema dan Amanat
Stanton (2007: 36) mengemukakan bahwa tema merupakan aspek ceritayang
sejajar dengan 'makna dalam pengalaman manusia; suatu yang menjadikan suatu
pengalaman yang diangkat. Tema yang diangkat novel ini adalah persoalan

manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Novel Atheis ( 1949 ) karya Achdiat K.
Mihardja adalah karya sastra yang mengetengahkan perkembangan awal abad ke
20, yakni pergeseran gaya hidup tradisional ke gaya hidup yang modern. Atheis
menyoroti kebiasaan umum dalam menanamkan ajaran Islam secara dogmatis.
Atheis mengambil tema benturan Islamisme yang ditanamkan secara dogmatis
melawan komunisme. SiIat keberagamaan dalam novel ini terasa begitu kental
hampir di setiap bagiannya. Seperti dalam kutipan :
Sesungguhnya, semua itu meminta cara. Meminta cara oleh karena hidup di
dunia ini berarti menyelenggarakan segala perhubungan lahir batin, antara kita
sebagai manusia dengan sesama makhluk kita dengan alam beserta pencintanya.
Dan penyelenggaraan semua perhubungan itu meminta cara. Cara yang sebaik
baiknya, seadil adilnya, seindah indahnya, setepat tepatnya, tapi pun
sepraktis praktisnya, dan semanIaat manIaatnya bagi kehidupan segenapnya. (
Atheis, hal. 9 )
Hal ini menggambarkan tentang kehidupan, hubungan antara manusia
dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan
alamnya.
Adapun amanat yang terkandung dalam novel Atheis adalah :

Banyak pelajaran yang bisa kita dapatkan dari novel Atheis ini. Dalam novel
ini kita seakan akan diingatkan, tentang kehidupan orang yang begitu Ianatik
dalam menjalankan agamanya, orang orang yang hanya memikirkan urusan
akhirat saja. Padahal Tuhan menyuruh manusia beribadah dengan tidak melupakan
kewajibannya sebagaimana manusia di dunia. Ketaatan Hasan bersembahyang,
melakukan ibadah semata mata karena ketakutannya pada neraka yang selalu
dipikirkannya, bukan ketakutan akan Tuhannya. Seperti ditulis dalam halaman 20 :
Dalam khayalku sebagai anak kecil, segala dongeng itu alangkah hidupnya, seolah
olah aku sudah betul betul melihat neraka. Aku merasa takut. Menggigil
ketakutan. Merapatkan badanku kepada badan Ibu yang sedang mendongeng itu.
Ibu memeluk aku. Dibujuk bujuknya aku,Tidak usah engkau takut takut, asal
engkau jangan nakal. Mesti selalu turut kepada perintah ayah dan ibu, kepada orang
orang tua, dan mesti rajin bersembahyang dan mengaji. Achdiat seolah ada di
samping kita bercerita tentang pemeluk agama yang keliru mengkuti tradisi semata.
Membuat kita sadar bagaimana menjalankan agama yang sesungguhnya.
Kemudian kita juga diberitahukan jangan tergantung pada cinta yang
didasari naIsu duniawi. Cinta mengubah Hasan menjadi lupa diri. Karena cintanya
kepada Kartini, ia telah menyingkirkan cintanya terhadap Tuhannya dan orang
tuanya. Seperti dalam kutipan di bawah ini, bagaimana kuatnya pengaruh Kartinin
terhadap kehidupan Hasan :

'Terasa sekali betapa besarnya perubahanku dibanding dulu. Dulu artinya


empat bulan yang lalu segala jejak dan ucapanku selalu kusesuaikan dengan
'pendapat umum, terutama dengan pendapat para ahli ulama. Aku selalu berhati
hati jangan sampai menjadi noda dalam pendangan umum, alias 'klaim alim
ulama itu. Tapi sekarang pandangan umum itu sudah tidak begitu kuhiraukan lagi.
Bagiku sekarang lebih penting pendapat Kartini. ( Atheis, hal. 108 )
Sebenarnya cinta itu bukan berarti rasa sayang terhadap lawan jenis saja,
tetapi untuk Tuhan kita. Cinta itu harus dibarengi dengan akal, pikiran, dan
keimanan yang kokoh agar cinta tidak memberi kesesatan dalam hidup kita.
b. Alur atau Plot
Stanton, (2007: 26) mengemukakan bahwa alur adalah rangkaian-rangkaian
dalam sebuah cerita.&nsure penting didalam plot adalah bahwa dalam bagian demi
bagian peristiwa terjadi dalam bentuk sebab dan akibat: mengapa sesuatu terjadi
dalam cerita; apa yang menyebabkan peristiwa itu terjadi? &nsure penting didalam
plot adalah bahwa dalam bagian demi bagian peristiwa terjadi dalam bentuk sebab
dan akibat: mengapa sesuatu terjadi dalam cerita; apa yang menyebabkan peristiwa
itu terjadi? Alur novel ini disajikan secara sorot balik ( Ilash back).


!

.. Penokohan dan perwatakan


Stanton (2007: 33) mengemukakan bahwa karakter biasanya dipakai dalam
dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang
muncul dalam cerita seperti ketika ada orang yang bertanya; 'Berapa karakter yang
ada dalam cerita itu?. Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari
berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu.
Tokoh &tama ( Protagonis ) adalah Hasan, karena novel ini banyak
menceritakan tentang kehidupan Hasan, bagaimana Hasan dari seorang yang taat
beragama menjadi seorang Atheis karena orang orang disekitarnya, dan Hasan
adalah tokoh yang berhubungan dengan seluruh tokoh lain, seperti pengarang,
Kartini, Rusli, Anwar, orang tua Hasan, Rukmini. Adapun siIat siIat Hasan
adalah:
Seperti namanya pula, rupa, dan tampang Hasan pun bisa sederhana. Hanya
badannya kurus, dan karena kurus itulah maka nampaknya seperti orang yang
tinggi, mata, dan pipinya cekung portrayal oI throught steam. ( Atheis, hal. 13 )
Menunjukkan bagaimana seorang Hasan yang sederhana dan tubuhnya kurus. Hasan
juga seorang yang kurang teguh pendirian, seperti dikutip di bawah ini:
Dia seorang pencari. Dan sebagai seorang pencari, maka ia selalu terombang
ambing dalam kebimbangan dan kesangsian. Kesan ia bukan seorang pencari yang
baik. ( Atheis, hal. 13 )

Hasan juga seorang yang Ianatik dengan agamanya, yang dibuktikan dalam
kutipan:
Kadang kadang aku tidak bisa menyembunyikan kebencian kepada orang
yang tidak saleh atau kurang iman. . berpuasa tujuh hari tujuh malam. Hasan
kemudian menyelesaikan ritualnya mandi di kali Cikapundang selama 40 kali, satu
malam dan sembahyang Isya sampai shubuh. ( Atheis, hal. 28 29 )
Kemudian tokoh lawannya adalah Kartini, Rusli, Anwar, yang siIatnya akan
dijelaskan satu persatu.
a. Kartini
Kartini adalah wanita korban Siti Nurbaya dipaksa kawin oleh ibunya
dengan seorang rentenir Arab tua yang kaya. Suka belajar dan menempuh hidup
kebarat batan daripada 'penjara timur kolot menurutnya ( dalam Atheis, hal. 34 ).
Kartini seorang yang berideologi tegas dan radikal. Etikanya menurut Ieodal/
burjuis, merupakan wanita yang berpikiran modern. Kartini adalah seorang Athei (
tidak percaya akan keberadaan Tuhan dan agama )
b. Rusli
Rusli adalah teman kecil dari Hasan. Dari kecil Rusli adalah anak yang
nakal, jarang sembahyang ( Atheis, hal. 33 ). Rusli juga seseorang yang dapat
menghargai orang lain dan sopan, ditunjukkan dalam kutipan berikut :
Tentu saja saudara Hasan tidak akan membiarkan pendapat saya itu. Itu saya
dapat mengerti dan hargai, dan memang tak asah saudara Hasan menerima segala
apa yang saya katakan itu. ( Atheis, hal. 77 )
1

Rusli juga seseorang yang mudah mempengaruhi orang lain. Seperti dalam
kutipan :
Karena kepandaian Rusli menguraikan pelbagai soal hidup, baik soal soal
kemasyarakatan, politik, ekonomi, dan lain lain yang selama itu tidak pernah
menjadi soal bagiku dan agama. ( Atheis, hal. 104 ) Rusli juga seorang Atheis (
tidak percaya akan adanya Tuhan dan agama).
.. Anwar
Anwar adalah rekan dari Rusli dan Kartini. Anwar adalah seniman anarkhis
dan ramah. Seperti dikutip, bagaimana Iisik dari Anwar :
Ia pemuda yang cakap rupanya. Kulitnya kuning seperti kulit orang Cina dan
matanya pun agak sipit. Mungkin ia keturunan Cina/ Jepang. Ia berkumis kecil
seperti sepot sapu lidi masuk ter dan janggutnya jarang jarang seperti akar yang
liar. Rambutnya belum bercukur. ( Atheis, hal. 101 )
Dan juga disebutkan bahwa Anwar adalah seorang yang periang dan selalu
beranggapan bahwa Tuhan itu adalah aku sendiri ( telunjuknya sendiri menusuk
dadanya) dalam Atheis, hal. 104. Anwar adalah inididualis anarkhis dan suka
memaksakan kehendaknya. Dibuktikan pada kutipan di bawah ini :
Ia suka sekali mendesak desakkan kehendak atau pendapatnya sendiri.
Dalam hal ia selalu agresiI. Selalu polemis dan mengemukakan dirinya sendiri,
seolah olah dialah saja yang paling pintar, paling benar dan tak diinsyaIinya
agaknya, bahwa kebenaran itu terlalu besar untuk dimonopoli oleh hanya 1 orang
saja, seorang Anwar. ( Atheis, hal 130 )

Ada juga tokoh bawahan seperti Rukmini merupakan wanita penganut


agama Islam yang taat, anak seorang raden. Tidak kaku dalam pergaulan, selalu
riang dan ramah. Suka sekali bercakap cakap dan pandai berdandan. Cita citanya
dalah mengabdi dan memajukan Islam.
d. Latar
Stanton (2007: 35) mengemukakan bahwa latar (setting) adalah lingkungan
yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan
peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.
Tempat penceritaan novel adalah di Jawa Barat dan khususnya di Kota
Bandung . Hal ini bisa dilihat dari kutipan isi novel, yaitu : Di lereng gunung Telaga
Bodas di tengah tengah pegunungan Priangan yang indah, terletak sebuah
kampung, bersembunyi di balik hijau pohon pohon jeruk Garut. ( Atheis, hal. 16 )
Dapat kita ketahui jeruk Garut berasal dari Jawa Barat karena Garut adalah
nama salah satu kota di sana, dan pegunungan Priangan terdapat di kota Bandung.
Pernyataan itu dipertegas lagi dalam kalimat berikut :
Aku tunduk saja. Mengerti aku, bahwa orang tuaku itu takut kalau kalau
aku akan menjadi buaya atau akan tersesat ke jalan pelacuran. Maklumlah kota
Bandung. ( Atheis, hal. 26 )
Stasiun Bandung sudah samara samara diselimuti oleh senja, ketika kereta
api dari Cibatu masuk. Matahari sedang mengundurkan diri, pelan pelan dan hati

hati seperti pencuri yang hendak meninggalkan kamar untuk menghilang ke dalam
gelap. Kota Bandung tidak seperti tiga tahun yang lalu. Pada senja hari yang indah
seperti itu, di zaman yang lalu kota itu seolah seolah mulai berdandan. Lampu
lampu listrik di jalan jalan, di toko toko dan di rumah rumah mulai dipasang,
seakan akan manusia bersedia sedia untuk mulai berjuang membantu Ormurd,
dewa terang, dalam perjuangannya yang abadi melawan Ahtiman, dewa gelap.
(Atheis, hal.224)
Latar waktu cerita ini terjadi dari tahun 1940 an ketika Belanda dan Jepang
mulai memperebutkan Indonesia sebagai tanah jajahannya. Sampai massa
menjelang proklamasi kemerdekaan ketika perang dunia II mulai. Hal ini dibuktikan
dari tanggal pernikahan Hasan dan Kartini yaitu tanggal 12 Februari 1941. dan
dijelaskan dalam novel pada halaman 171 bahwa pemerintah Hindia Belanda
tekuk lutut kepada kekuasaan balatentara Dai Nippon dengan tidak memakai syarat
apa apa. Selain itu, akhir hayat Hasan, dia dibunuh oleh Kusyu Heiho ( yaitu
tentara Jepang ) karena dianggap mata mata.
Latar sosial ( lingkungan ) dapat kita bedakan. Saat usia anak anak dan
remaja Hasan tinggal bersama orang tuanya yang pengaruh agamanya sangat kental.
Bandung juga mampunyai latar budaya yang unik, karena hampir semua
penduduknya adalah penganut agama yang taat.
Dapat dilihat dalam kutipan : Ayah dan ibuku tergolong orang yang sangat
saleh alim. Sudah sedari kecil jalan hidupnya ditempuhya dengan tasbeh dan
mukena. Iman Islamnya sangat tebal. (Atheis,hal. 16 17 )

Lukisan ini memberikan gambaran latar belakang keagaaman yang


melatarbelakangi kehidupan tokoh Hasan sebagai bagian kehidupan suatu keluarga
yang beragama Islam.
Sedangkan pada saat dia tinggal di Bandung, dia memasuki latar sosial yang
berbeda. Orang orang yang tidak peduli pada Tuhan, orang oran yang bebas (
kapitalis ) menjadi teman dalam pergaulannya. Orang yang seperti Anwar yang
menganggap 'Ik ben een god in het diepst van migh gedach ten ( dalam pikiranku
yang sedalam dalamnya akulah Tuhan), di halaman 104. dan pernyataan di bawah
ini yang memperkuat latar sosial tersebut :
'Juga dalam hal musik dan seni umumnya Rusli ternyata mempunyai
pengetahuan dan pemandangan yang luas. Apa yang kuanggap sebagai buah
'kebudayaan kapir; oleh Rusli disebut buah 'kebudayaan burjuis, yang katanya
dengan sendirinya akan hilang apabila masyarakat kapitalis sekarang sudah berganti
menjadi masyarakat sosialis. Sebab, katanya pula, seperti cabang cabang
kebudayaan lainnya seni dan musik pun adalah hasil masyarakat. Masyarakatnya
kapitalis, kebudayaan pun kapitalisme. Demikian selanjutnya,. ( Atheis, hal. 93 )
e. Sudut pandang
Sudut pandang atau pusat pengisahan merupakan tempat berada narator
dalam menceritakan kisahnya. Setiap kalimat dalam karya sastra naratiI merupakan
perkataan yang diucapkan seseorang.
r

Dalam novel ini pengarang menempatkan sudut pandangnya sebagai tukang


cerita, di mana di beberapa bab dalam novel ( pada bab I, II, dan bab XIII ),
pengarang pun ikut masuk di dalam cerita tersebut. Dari awal sampai akhir
pengarang tetap konsekuen dengan sudut pandangnya. Pengarang tidak menggubris/
menguak tentang dirinya, tetapi menceritakan tokoh utama/ sentral dari cerita
tersebut. Yang diperkuat dengan kutipan :
Pendek kata, saya akan berusaha supaya sedapat mungkin saya bisa memberi
lukisan yang tidak begitu banyak menyimpang dari kejadian kejadian yang
sebenarnya tentang pengalaman pengalaman Hasan itu, supaya karangannya betul
betul merupakan karangan yang bersiIat 'Dichtung und Wahreit.( Atheis, hal.
197)
Selain itu dalam novel banyak menggunakan kata 'aku. Hal ini terjadi
karena dalam menuturkan kisahnya ini pengarang menduduki posisi tempat
tersendiri di dalam cerita. Kadang kadang pengarang melibatkan diri di dalam
cerita dan pada cerita yang lain, ia berada di luar cerita sebagai pengamat. Jadi
novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal..
. Penafsiran
Gaya bahasa yang digunakan dalan novel Salah Asuhan ini cukup sulit untuk
diartikan. Karna novel ini adalah novel lama dan dilamnya juga terdapat bahasa
Belanda. Pada novel ini Achdiat banyak menggunakan majas personiIikasi seperti :

Matahari sedang mengundurkan diri pelan pelan dan hati hati seperti
pencuri yang hendak meninggalkan kamar untuk hilang dalam gelap. ( Atheis, hal.
6)
Kemudian pada hal 123 :
Kalau dulu aku hidup di dalam ketenangan hati seperti air di danau, maka air
itu seakan akan sudah mendesah desah penuh dinamik seperti air di sungai
gunung.
Kemudian pengarang juga menggunakan bahasa Belanda untuk kalimat yang
ingin dipertegasnya, seperti :
In de nood leerI men bidden (Kesusahan hidup mendorong kita
sembahyang). ( Atheis, hal. 20 )
Ik ben een god in het diepst van mijn gedach ten ( dalam pikiranku yang
sedalam dalamnya akulah Tuhan). (Atheis, hal .104 ) Soal percabulan, Dat is het
echte leven ( itulah hidup yang sebenar benarnya ). (Atheis, hal. 226 )

D. Penilaian
Berdasarkan analisis strukturalnya Karya sastra yang diciptakan oleh
Achdiat K Mihardja merupakan karya sastra yang memiliki nilai sastra yang tinggi.

!

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Novel Atheis karya Abdoel Muis ini merupakan salah satu karya sastra
Indonesia lama yang kental dengan aspek-aspek sosial. Ini adalah kisah Keyakinan.
Atheis menyoroti kebiasaan umum dalam menanamkan ajaran Islam secara
dogmatis. Secara umum, novel Atheis termasuk dalam sastra lama, karya ini
termasuk yang bernilai sastra tinggi.
B. Saran
Bagi para sastrawan atau pemerhati sastra diharapkan agar hasil penelitian
ini dapat dimanIaatkan sebagai bahan acuan dalam menganalisis karya sastra yang
lain untuk mengembangkan dan memperluas wawasan tentang karya sastra
khususnya novel-novel lama.
Kedua, menyadari betapa pentingnya analisis hasil karya sastra sebagai
media pengungkapan nilai-nilai estetik alam kehidupan, maka diharapkan adanya
analisis lebih mendalam guna mengungkapkan orisinalitas karya sastra.

!

DATAR PUSTAKA

Mihardja, Achdiat K.2005. Atheis. Jakarta : Balai Pustaka
Anwar, desy.2003. Kamus bahasa Indonesia. Surabaya:Amelia.
Nurgiantoro, Burhan. 2002. Teori Kafian Fiksi. Yogyakarta : &GM Press.
Zainuddin Fananie. 2002. Buku Pintar $astra Indonesia. Semarang : CV. Aneka
Ilmu.
Semi, Atar. 1988. Kritik $astra $ebuah Pengantar. Bandung : Angkasa.
Stanton 2007. Pengantar Apresiasi $astra. Jakarta : GraIiti.
Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Blai Pustaka.

You might also like