You are on page 1of 21

DIABETES MELLITUS (DM) A.

DEFINISI Adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati. Kriteria diagnosis diabetes mellitus adalah kadar glukosa puasa 126 mg/dL atau pada 2 jam setelah makan 200 mg/dL. Atau HbA1C 8%. Jika kadar glukosa 2 jam setelah makan 140 mg/dL tetapi lebih kecil dari 200 mg/dL maka diesebut dengan glukosa toleransi lemah. B. PATOFISIOLOGI DM tipe I (IDDM) terjadi pada 10 % dari semua kasus diabetes. Secara umum, DM tipe ini berkembang pada anak-anak atau pada awal masa dewasa yang diebabkan oleh kerusakan sel -pankreas akibat autoimun, sehingga terjadi defisiensi insulin absolut. Reaksi autoimun umumnya terjadi setelah waktu yang panjang (9-13 th) yang ditandai oleh adanya parameterpaarameter sistem imun ketika terjadi kerusakan sel -pankreas. Hiperglikemia terjadi bila 80-90% sel rusak. Penyakit DM dapat menjadi penyakit menahun dengan resiko komplikasi dan kematian. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya autoimun tidak diketahui, tetapi proses itu diperantarai oleh makrofag dan limfosit T dengan autoantibodi yang bersirkulasi ke berbagai antigen sel (misal antibodi sel islet, antibodi insulin). DM tipe II (NIDDM) terjadi pada 90% dari semua kasus diabetes dan biasanya ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Retensi insulin ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan penurunan pengambilan glukosa pada otot skelet. Disfungsi sel mengakibatkan gangguan pada pengontrolan glukosa darah. DM tipe II biasanya lebih disebabkan oleh gaya hidup penderita diabetes (kelebihan kalori, kurang olahraga, dan obesitas) dibandingkan dengan pengaruh genetik. Diabetes yang disebabkan oleh faktor lain (1-2% dari semua kasus diabetes) termasuk gangguan endokrin (misal akromegali, sindrom Cushing), diabetes mellitus gestational

(DMG), penyakit pankreas eksokrin (pankreatitis), dan karena obat (glukokortikoid, pentamidin, niasin, dan -interferon). Gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa terjadi pada pasien dengan kadar glukosa plasma lebih tinggi dari normal tetapi tidak termasuk dalam DM. gangguan ini merupakan faktor resiko untuk berkembang menjadi penyakit DM dan kardiovaskular yang berhubungan dengan sindrom resistensi insulin. Komplikasi mikrovaskular merupa retinopati, neuropati, dan nefropati sedangkan komplikasi makrovaskular berupa penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit vesikular periferal. C. MANIFESTASI KLINIK DM tipe I

Penderita DM tipe I biasanya memiliki tubuh yang kurus dan cenderung berkembang menjadi diabetes ketoasidosis (DKA) karena insulin sangat kurang disertai peninggkatan hormone glukagon. Sejumlah 20-40% pasien mengalami DKA setelah beberapa hari mengalami poliuria, polidipsia, polifagia, dan kehilangan bobot badan. DM tipe II

Pasien dengan DM tipe II cenderung asimptomatik. Munculnya komplikasi dapat mengindikasikan bahwa pasien telah menderita DM selama bertahun-tahun, umumnya muncul neuropati. Pada diagnosis umumnya terdeteksi adanya letargi, poliuria, nokturia, dan polidipsia. Sedangkan penurunan berat badan secara signifikan jarang terjadi.
D. TERAPI FARMAKOLOGI

1. INSULIN Nama Sifat Fisikokimia : Amino-terminal ends : Insulin adalah hormon polipeptida dengan massa molekul sekitar 6000 Dalton, tersusun oleh 2 rantai asam amino, rantai A dan B. Rantai A insulin pada berbagai spesies umumnya terdiri dari 21 asam amino, sedangkan rantai B tersusun oleh 30 asam amino. Antara rantai A dan rantai B terdapat 2 jembatan disulfida (S-S),

yaitu antara A7 dengan B7 dan antara A20 dengan B19. Selain itu masih terdapat jembatan disulfida lainnya antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai A Keterangan : Insulin diproduksi secara alami sebagai preproinsulin oleh sel-sel Langerhans kelenjar pankreas. Karena sebab-sebab tertentu produksi alami insulin oleh tubuh (insulin endogen) dapat terganggu, dan menimbulkan gangguan metabolisme yang luas. Kelas terapi Indikasi : Hormon, obat Endokrin Lain dan Kontraseptik : DM (Diabetes Melitus) Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh sel-sel beta kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada. : DM Tipe 2 kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi diet dan OHO yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah : DM Gestasional dan DM pada ibu hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah : DM pada penderita yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin : DM disertai gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. : Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO : Ketoasidosis diabetic : Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke : Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik

Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian : Respon individual terhadap terapi insulin cukup beragam, oleh sebab itu jenis sediaan insulin mana yang diberikan kepada seorang pasien dan berapa dosis dan frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual, bahkan seringkali memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu. Umumnya, pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian ditambahkan insulin dengan kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Insulin kerja singkat diberikan sebelum makan, sedangkan Insulin kerja sedang umumnya diberikan satu atau dua kali sehari dalam bentuk suntikan subkutan. Semua botol yang memuat sediaan insulin eksogen ditandai dengan huruf yang menyatakan tipe insulin di dalamnya. Contoh: regular = R dan Ultralente = U. Namun, karena tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia sediaan campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang (NPH). Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan dilakukan subkutan (di bawah kulit). Berdasarkan kekuatannya, ada dua macam sediaan insulin yang tersedia, yaitu U100 dan U-500. Untuk insulin U-100 harus digunakan jarum suntik U-100, demikian pula untuk U-500. Botol insulin sebaiknya dikocok perlahan, ke atas dan ke bawah sebelum digunakan, tetapi jangan kocok keras-keras. Beberapa cara pemberian insulin :

intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah

intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan, subkutan: penyerapannya tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman, konsentrasi. Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human lebih cepat dari insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin hu.

Farmakologi

: Absorpsi paling cepat terjadi pada daerah abdomen, diikuti oleh daerah lengan, paha bagian atas, dan bokong. Bila disuntikkan secara intramuscular dalam maka absorpsi akan terjadi lebih cepat dan masa kerja lebih singkat. Kegiatan jasmani yang dilakukan segera setelah penyuntikan akan mempercepat onset kerja dan juga mempersingkat masa kerja. Waktu paruh insulin pada orang

normal sekitar 5-6 menit, tetapi memanjang pada penderita diabetes yang membentuk antibodi terhadap insulin. Insulin dimetabolisme terutama di hati, ginjal dan otot. Gangguan fungsi ginjal yang berat akan mempengaruhi kadar insulin di dalam darah Kontraindikasi Efek samping :: hipoglikemia yang disebabkan oleh dosis insulin yang berlebihan, saat pemberian yang tidak tepat, penggunaan glukosa yang berlebihan, misalnya olahraga anaerobik berlebihan, faktorfaktor lain yang dapat meningkatkan kepekaan individu terhadap insulin, misalnya gangguan fungsi adrenal atau hipofisis. Interaksi obat No Interaksi 1 Dengan hormone pertumbuhan, hormon adrenal, tiroksin, estrogen, progestin dan . glukagon bekerja berlawanan dengan efek hipoglikemik dari insulin, memerlukan penyesuaian dosis. 2 Dengan Guanetidin yang bekerja menurunkan kadar gula darah memerlukan . penyesuaian dosis. 3 Kloramfenikol, tetrasiklin, salisilat, fenilbutazon, bekerja meningkatkan kadar . insulin plasma memerlukan penyesuaian dosis. Parameter Monitoring : Kadar glukosa darah puasa : 80120mg/dl; Kadar hemoglobin A1c : <100mg/dl; Gejala hipoglikemia Jenis Insulin : :

1. Kerja cepat (rapid acting) Contoh: Actrapid, Humulin R,Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin) Bentuknya larutan jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja sampai 6 jam. Merupakan satu-satunya insulin yang dapat dipergunakan

secara intra vena. Bisa dicampur dengan insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.

2. Kerja menengah (intermediate acting) Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente Dengan menambah protamin (NPH / Neutral Protamin Hagedom) atau zinc (pada insulin lente), maka bentuknya menjadi suspensi yang akan memperlambat absorpsi sehingga efek menjadi lebih panjang. Bentuk NPH tidak imunogenik karena protamin bukanlah protein.

3. Kerja panjang ( long acting) Contoh: Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI Insulin bentuk ini diperlukan untuk tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan. Semua jenis insulin yang beredar saat ini sudah sangat murni, sebab apabila tidak murni akan memicu imunogenitas, resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi.

2. SULFONYLUREA (GLIBENKLAMID) Indikasi Mekanisme Kerja : Diabetes melitus tipe 2 (NonInsulin Dependent) : Merangsang sekresi insulin dari sel-sel -Langerhans;

menurunkan keluaran glukosa dari hati; meningkatkan sensitivitas sel-sel sasaran perifer terhadap insulin. Efek Samping : Efek samping OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa

mual, diare, sakit perut, dan hipersekresi asam lambung. Gangguan susunan syaraf pusat berupa sakit kepala, vertigo, bingung, dan ataksia. Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipoglikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik oral dengan masa kerja panjang. Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan. Interaksi Obat :

1 Alkohol: meningkatkan efek hipoglikemik. . 2 Analgetika (azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain) : meningkatkan efek . sulfonilurea. 3 Antagonis kalsium, misalnya nifedipin : mengganggu toleransi glukosa. . 4 Antagonis Hormon (aminoglutetimid) : mempercepat metabolisme OHO . 5 Antihipertensi (diazoksid) : melawan efek hipoglikemik . 6 Antibakteri (kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon, sulfonamida dan . trimetoprim): meningkatkan efek sulfonylurea 7 Antibakteri rifampisin: menurunkan efek sulfonilurea (mempercepat metabolisme) . 8 Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik

9 Antijamur: flukonazol dan mikonazol menaikkan kadar plasma sulfonilurea . 1 Anti ulkus: simetidin meningkatkan efek hipoglikemik sulfonilurea 0 . 1 Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral) antagonis efek 1 hipoglikemia . 1 Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif 2 terhadap OHO . 1 Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi 3 gejala peringatan, misalnya tremor . 1 Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik 4 . 1 Urikosurik: sulfinpirazona meningkatkan efek sulfonilurea 5 .

Kontra Indikasi

: Hipersensitivitas terhadap glibenklamid atau golongan sulfonamid lainnya; diabetes melitus tipe 1, dan diabetes ketoasidosis.

Sediaan yang beredar : Glipizid; Daonil (Sanofi Aventis); Gluconic (Nicholas). Kekurangan dan kelebihan : 1. Merupakan pengobatan lini pertama untuk diabetes melitus tipe 2 2. Digunakan untuk pasien yang pankreasnya masih mampu menghasilkan insulin 3. Dapat diberikan tunggal maupun kombinasi 4. Memiliki masa kerja yang panjang 5. Efek menurunkan kadar gula darahnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang lain 6. Digunakan pada pasien yang kadar gula darahnya tidak dapat diturunkan hanya dengan diet, latihan fisik dan penurunan berat badan saja 7. Tidak mempengaruhi berat badan pasien 8. Memiliki efek hipoglikemia yang sangat besar 9. Tidak baik untuk penggunaan jangka panjang karena dapat memperburuk efek hipoglikemia 10.Tidak boleh diberikan kepada pasien dengan kondisi insufisiensi renal atau pada orang tua

Kasus Penggunaan Glibenklamid : Seorang wanita berusia 45 tahun, mengalami pendarahan hebat, diberi warfarin dengan dosis 5 mg/hari. Wanita ini menderita diabetes melitus tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan memperoleh pengobatan Glibenklamid dengan dosis 15 mg/hari. Sebulan yang lalu, wanita ini didiagnosis mengalami gangguan denyut jantung dan diberi pengobatan dengan Propanolol 80 mg/hari. Seminggu kemudian wanita ini mengeluhkan adanya tanda-tanda hiperglikemia seperti poliurea dan polidipsia, dosis Glibenklamid pun ditingkatkan menjadi 20 mg/hari. Seminggu setelah dosis Glibenklamid ditingkatkan, wanita ini mengalami pendarahan yang sangat hebat seperti tanda-tanda kelebihan dosis warfarin. Warfarin dihentikan lalu dimulai lagi setelah tidak terjadi pendarahan, dosisnya diturunkan menjadi 2,5 mg/hari dan ditigkatkan secara perlahan.

Lima hari setelah peningkatan dosis warfarin, wanita ini mengalami kebingungan, lesu, dan hilang kesadaran. Wanita ini mengalami hipoglikemi, Glibenklamid dihentikan. Akibatnya terjadi hiperglikemi, diberikan Glibenklamid namun kembali terjadi peningkatan efek Warfarin. Siklus ini terus terjadi apabila pasien diberikan atau diberhentikan pengobatan Glibenklamid. Hal ini terjadi diduga karena adanya interaksi obat antara Warfarin dengan Glibenklamid. Glibenklamid menginhibisi CYP2C9 yang berperan dalam metabolisme Warfarin sehingga kadar Warfarin dalam darah meningkat dan dapat meningkatkan pendarahan. Warfarin, sebagai antikoagulan dapat memperjanjang waktu paruh dari obat golongan Sulfonilurea, seperti Glibenklamid. Karena itu peningkatan dosis Warfarin dapat meningkatkan efek hipoglikemi dari Glibenklamid. Pada kasus ini, hipoglikemi yang terjadi mungkin juga disebabkan karena penggunaan Propanolol. Propanolol dapat menyebabkan baik hipoglikemi maupun hiperglikemi. Propanolol dapat menutupi gejala-gejala hipoglikemi dan menurunkan sekresi insulin sehingga kadar gula dalam darah meningkat. Penggunaan jangka panjang Propanolol dengan dosis yang tinggi dapat mempengaruhi kadar gula dalam darah dan dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemi. Oleh karena itu, untuk mencegah efek hipoglikemi yang berat, pengobatan Propanolol dapat diganti dengan Verapamil atau Diltiazem. Untuk mengatasi kegagalan terapi dari Glibenklamid maka dapat diganti dengan obat antidiabet lainnya atau dikombinasikan dengan obat lain. Metformin merupakan obat antidiabetes golongan lain yang paling sering dikombinasikan dengan golongan Sulfonilurea. Tidak direkomendasikan untuk mengganti terapi diabetes dengan Insulin karena dapat menyebabkan pendarahan pada tempat penyuntikan.
3. BIGUANIDA (METFORMIN HIDROKLORIDA)

Mekanisme kerja

: menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan.

Indikasi

: NIDDM yang gagal dikendalikan dengan diet dan sulfonilurea, terutama pada pasien yang gemuk.

Kontraindikasi

: Gangguan fungsi ginjal dan hati, predisposisi asidosis laktat, gagal jantung, infeksi atau trauma berat, dehidrasi, alkoholisme, wanita hamil dan menyusui.

Peringatan

: Penggunaannya harus hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan fungsi ginjal dan hati.

Efek samping

: mual, muntah, anoreksia, dan diare yang selintas, asidosis laktat, dan gangguan penyerapan vitamin B12

Interaksi obat Obat A Alkohol

: Obat B Metformin Efek yang terjadi Alkohol mempotensiasi efek metformin pada metabolisme laktat. Peringatkan pasien tidak mengunakan alkohol selama menggunakan metformin Secara teori obat kationik yang dieliminasi melalui ginjal potensial berinteraksi dengan metformin dengan berkompetisi pada sistem sekresi/transport tubular, kadar metformin dapat meningkat sehingga kadar metformin perlu dimonitor dan dilakukan penurunan dosis.

Obat kationik (amilorid, digoksin, morfin, prokainamid, kinidin, kinin, ranitidin, triamteren, trimetoprim, dan vankomisin) Simetidin

Metformin

Metformin

Simetidin meningkatkan kadar puncak plasma metformin 60% dan AUC 40%, terjadi hambatan ekskresi metformin. Furosemid meningkatkan kadar plasma metformin, Cmax meningkat 22% dan AUC 15%, perubahan eksresi renal tidak terlalu signifikan. Cmax dan AUC furosemid lebih rendah 31% dan 12%, t1/2 terminal turun 32% tanpa perubahan yang signifikan pada klirens

Furosemid

Metformin

renal furosemid. Zat kontras iodine Nifedipin Metformin Metformin Zat kontras iodin parenteral Cmax dan AUC metformin meningkat masingmasing 20% dan 9%, jumlah metformin yang dieksresikan ke dalam urin meningkat. Nifedipin meningkatkan absorpsi metformin. Pemberian tunggal metformin meningkatkan AUC dan Cmax gliburid tetapi sangat variasi.

Gliburid

Metformin

Sediaan yang beredar : Benofomis (Bernofarma),Diabex (Combiphar), Glumin (Dexa Medica), Neodipar (Aventis). Pemberian : Oral . Diberikan secara oral bersamaan dengan makanan untuk mengurangi efek samping terhadap saluran cerna. Pemberian tablet konvensional 2-3 kali sehari. Pemberian <2 gram sehari dosis dibagi menjadi 2 atau jika diberikan >2 gram/hari, dosis dibagi menjadi 3. Pemberian tablet lepas diperpanjang diberikan 1 kali sehari saat makan malam. Dosis :Anak-anak tablet konvensional atau sediaan liquid untuk anak 10-16 tahun umumnya diberikan 500 mg 2 kali sehari dengan dosis maksimum 2 gram sehari dan diberikan pada saat makan setelah suapan pertama. : Dewasa Tablet konvensional awalnya diberikan 500 mg sehari 2 kali pada waktu sarapan dan makan malam dengan dosis maksimum 2,55 gram sehari. Dosis ditingkatkan menjadi 850 mg setelah pemberian selama 2 minggu. Dosis alternatif dapat diberikan 500-850 mg sehari sekali. Untuk kontrol glikemik, dapat diberikan 2,55 gram dalam dosis terbagi. Sediaan extended release diberikan 2,0 gram-2,5 gram perhari. Dosis kombinasi dengan

gliburid sebesar 2 gram metformin dan 20 mg gliburid, kombinasi dengan glipizid sebesar 2 gram metformin dan 20 mg glipizid. Peringatan : Monitoring terjadi asidosis laktat, hipoglikemia, efek hematologi akibat penurunan konsentrasi vitamin B12, efek kardiovaskuler, tidak dianjurkan untuk ibu hamil, menyusui, dan anak-anak di bawah 10 tahun. Kasus penggunaan biguanida (metformin hidroklorida) : Seorang wanita berusia 40 tahun dilarikan ke unit gawat darurat setelah overdosis mengkonsumsi metformin. Waktu tepat wanita tersebut overdosis tidak diketahui. Beliau dilaporkan telah mengkonsumsi 150 sampai 200 tablet metformin 500 mg. Pasien tersebut diukur tekanan darahnya dan diperoleh data bahwa pasien tersebut mengalami hipotensi dengan tekanan darah 91/54 mmHg dan pasien tersebut membutuhkan intubasi endotrakeal. Setelah intubasi, dilakukan analisis darah arteri dan didapatkan hasil bahwa pH darah 6,72, pa CO2 9,1 mmHg, pa O2 178 mmHg, dan kelebihan basa sebesar 34,6 mmol/L. Serum glukosa pasien normal dan temperatur tubuh sebesar 33,0C. Pasien diberikan penanganan pertama dengan pemberian dopamin secara intravena sebagai penanganan awal terhadap hipotensi. Selanjutnya diberikan 150 mEq natrium bikarbonat secara iv bolus. Kondisi pasien semakin memburuk dengan tekanan darah sistol menurun hingga 70 mmHg meskipun telah dilakukan penambahan norepinefrin dan vasopresin secara intravena. pH serum nya tetap antara 6.59 dan 6.68 selama 3 jam berikutnya Kelebihan basa naik sampai setinggi 36,8 mmol / L. PaCO2 nya berkisar dari 9 sampai 30 mm Hg, bikarbonat serum diukur tetap antara 5 dan 6 mmol / L, dan tingkat laktat serum meningkat menjadi 29,9 mmol / L. Kreatinin serum perlahan bangkit dari 1,5 hingga 2,0 mg / dL. Konsentrasi metformin dalam darah sebesar 160 gram/ml (terapi normal 1-2 g/ml). Pembahasan Metformin dikenal dapat meningkatkan fungsi insulin dengan menurunkan resistensi insulin pada jaringan perifer, menurunkan konsentrasi asam lemak bebas dan

oksidasi lipid, meningkatkan pemanfaatan glukosa, meningkatan produksi laktat, dan menurunkan produksi glukosa hepatik. Asidosis laktat adalah komplikasi yang sangat langka pada penggunaan terapi metformin. Terjadi hanya 3 kasus pada 100.000 pasien/tahun. Metformin diprediksi dapat meningkatkan subtrat glukoneogenesis seperti laktat dan piruvat. Peningkatan subtrat ini yang menjadi hubungan antara metformin dengan asidosis laktat. Secara klinis, pasien overdosis metformin dapat mengalami beberapa tingkat asidosis laktat dengan tandatanda dan gejala asidosis laktat diantaranya koma, hiperapnea, dan takikardi. Asidosis berat sering menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi yang signifikan dan menurunan pH darah. Penurunan kontraktilitas miokard dapat terjadi pada pH darah di bawah 6,4. Kedua keadaan tersebut berkontribusi untuk hipotensi akut dan hipoperfusi pada pasien sangan acidemik dan dalam kondisi selanjutnya dapat menyebabkan oligouria, gagal ginjal akut, dan kegagalan organ multisistem. Diagnosis pada pasien overdosis metformin harus melingkupi pengukuran elektrolit serum, tes fungsi ginjal, pH serum, dan tingkat laktat dalam serum. Hipotermia akibat asidosis laktat berada pada kisaran 27C - 35C. Pengobatan overdosis metformin dapat dilakukan dengan cara dekontaminasi pencernaan dengan menggunakan arang aktif. Penggunaan arang aktif harus memperhatikan kontraindikasi yang utama yaitu obstruksi usus atau risiko aspirasi. Jika terjadi hipoglikemik, dapat diberikan dektrosa secara intravena walaupun metformin sendiri umunya tidak menyebabkan hipoglikemik.

4. TIAZOLIDINDION (PIOGLITAZON) Mekanisme kerja : meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan jaringan adiposa dan menghambat glukoneogenesis hepatik. Indikasi : hiperglikemia, pada DM tipe II. Monoterapi sebagai tambahan untuk diet dan latihan untuk meningkatkan kontrol glikemik. Dalam kombinasi dengan metformin, insulin atau sulfonylurea

ketika diet, dan pelatihan. Penggunaan obat tunggal tidak menghasilkan kontrol glikemik yang adekuat.

Kontraindikasi Peringatan

: hipersensitivitas dengan pioglitazon : hentikan terapi jika ditemukan gangguan hati, gangguan jantung, dan kehamilan. Penggunaan pada pasien < 18 tahun tidak direkomendasikan.

Interaksi obat Efek samping

: atorvastatin, ketokonazol, midazolam, nifedipin, kontrasepsi oral. : udem, sakit kepala,a hipoglikemia, mialgia, faringitis, sinusitis, gangguan gigi, infeksi saluran pernapasan atas.

Penggunaan

: diberikan tanpa makanan. Dosis permulaan 15-30 mg/hari. Dosis maksimum tidak lebih dari 45 mg/hari.

Sediaan Jurnal

: Actos (Takeda); Deculin (Dexa Medica); Pionix (Kalbe Farma) : Resiko infark miokard akut, stroke, gagal ginjal, dan kematian pada pasien geriatri dengan pengobatan rosiglitazon atau pioglitazon

Tabel . Penggunaan Kombinasi Pioglitazon Obat A Sulfonylurea Obat B Pioglitazon Keterangan Pioglitazon dapat dimulai dosis kombinasi 15-30 mg/hari. Penurunan dosis sulfonylurea dilakukan jika pasien Metformin Pioglitazon mengalami hipoglikemia. Pioglitazon dapat dimulai dosis kombinasi 15-30 mg/hari. Penyesuaian dosis metformin sebaiknya dilakukan jika Insulin Pioglitazon terjadi hipoglikemia Pioglitazon dapat dimulai dosis kombinasi 15-30 mg/hari. Lanjutkan insulin pada saat memulai terapi pioglitazon. Penurunan dosis insulin hingga 10%-25% dilakukan jika

pasien mengalami hipoglikemia atau jika konsentrasi glukosa plasma kurang dari 100 mg/dL.

Tabel. Interaksi Obat Pioglitazon Obat A Atorvastatin Obat B Pioglitazon Efek yang terjadi Penggunaan bersamaan selama 7 hari dapat meningkatkan kadar serum atorvastatin dan pioglitazon Ketokonazol Midazolam Pioglitazon Pioglitazon AUC dan Cmax pioglitazon meningkat Penggunaan pioglitazon 15 hari diikuti dengan midazolam dosis tunggal 7.5 mg terjadi penurunan AUC dan Cmax midazolam sebesar 25%. Nifedipin Pioglitazon Penggunaan pioglitazon dan nifedipin lepas lambat meningkatkan konsentrasi nifedipin. Signifikansi klinik belum diketahui. Kontrasepsi oral Pioglitazon Penggunaan pioglitazon bersamaan dengan etinilestradion/norethinron selama 21 hari menyebabkan terjadi penurunan AUC etilestradiol 11 %, penurunan C max 11-14%. Rosiglitazon tidak mempengaruhi efek farmakokinetik hormone tersebut diatas.

5. GOLONGAN PENGHAMBAT -GLUKOSIDASE (AKARBOSA)

Akarbose adalah obat golongan penghambat enzim -glikosidase. Obat ini merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba. Obat ini digunakan untuk terapi

tambahan terhadap sulfonilurea dan biguanid pada diabetes mellitus yang tidak dapat dikendalikan dengan obat dan diet. Akarbose diberikan bersama suapan pertama dari tiap makanan utama. Mekanisme Kerja : Memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin, dan disakarida di intestine dengan menghambat enzim glikosidase di brush border intestine, sehingga dapat mencegah peningkatan glukosa plasma. Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia. Interaksi Obat : Obat ini diperlemah oleh kolestiramin, adsorben usus, dan enzim enzim percernaan. Bila diberikan bersama digoksin, konsentrasi serum digoksin menurun sehingga efek terapetik digoksin menurun. Interaksi obat ini dengan alkohol menyebabkan kecenderungan untuk menutupi tanda-tanda diakibatkan terjadinya penghambatan hipoglikemia produksi sehingga Hal ini dan meningkatkan risiko episode hipoglikemik.

glukosa

pelepasannya melalui banyak sumber termasuk hati. Interaksi juga terjadi dengan antibiotik aminoglikosida neomisin, yaitu menyebabkan peningkatan hipoglikemia postprandial dan peningkatan efek samping gastrointestinal. Mekanisme terjadinya hal ini yaitu neomisin yang diketahui menyebabkan penurunan drastis level glukosa darah setelah makan. Neomisin juga memperburuk efek samping gastrointestinal yang disebabkan oleh akarbose. Dengan antibiotik quinolon ciprofloxacin, norfloxacin, ofloxacin dapat meningkatkan risiko episode hipoglikemik dimana mekanismenya masih belum jelas. Dengan obat antidiabetik lainnya juga adapat meningkatkan risiko episode hipoglikemik karena adanya efek aditif dari

penurunan kadar glukosa darah. Dengan antiepilepsi valproat dapat menyebabkan penurunan kadar valproat dengan mekanisme yang masih belum jelas. Interaksi yang juga dapat terjadi yaitu antara akarbose dengan obat antiobesitas yang menyebabkan level glukosa darah mengalami fluktuasi karena mekanisme obat tersebut mengubah pemasukan karbohidrat dan makanan lain. Obat ini dengan agen antipaltelet aspirin dapat pula berinteraksi menyebabkan peningatan risiko hipoglikemia akibat adanya efek aditif; aspirin juga memiliki efek hipoglikemik. Jika akarbose digunakan bersama ranitidine akan menyebabkan penurunan kadar ranitiin di dalam darah kemungkinan akibat penurunan absorpsi rantidin. Lain halnya interaksi dengan niasin, nikotin, somatropin, hormone tiroid dan relaksan otot - baclofen menyebakan penurunan efek hipoglikemik karena obat ini menyebabkan hiperglikemia. Interaksi dengan estrogen dapat mengubah kontrol glikemik dengan mekanisme yang masih belum jelas. Efek Samping : Efek samping yang bersifat dose-dependent antara lain: malabsorpsi, flatulen, diare, dan kembung. Reaksi obat yang tidak diinginkan yang mungkin terjadi namun jarang yaitu reaksi kulit hipersensitif seperti kemerahan. Nama Dagang Jurnal : Glucobay (Bayer); Eclid (Dexa Medica) : Efek Dari Akarbosa Terhadap Perfusi Miokardial Pada Pasien Dengan Penyakit Jantung Koroner Dan Pelemahan Toleransi Glukosa Setelah PCI : Percobaan Klinis Dalam artikel jurnal yang berjudul Effect of Acarbose on myocardial perfusion in patients with coronary heart disease and impaired glucose tolerance after PCI: a clinical

trial yang ditulis oleh Keng Wu dan Hngmei Zhao dari Guangdong of Medical College disebutkan bahwa akarbose dapat mengatur gangguan toleransi glukosa, meningkatkan citra perfusi miokardial dan fungsi jantung. Mekanismenya dengan menurunkan level (VEGF) vascular endothelial growth factor, menekan hiperplasia endothelial dan meningkatkan mikrosirkulasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari efek akarbose pada perfusi miokardial pada pasien dengan penyakit jantung koroner dan gangguan toleransi glukosa setelah PCI (percutaneous coronary intervention) dan menginvestigasi variasi dari level lemak, glukosa dan VEGF, citra perfusi miokardial dan fungsi jantung. Pada penelitian ini diseleksi 102 pasien, 5 di antaranya meninggal. Akhirnya 97 pasien diikusertakan, 77 laki-laki dan 20 perempuan, dengan kisaran usia 5613. 30 pasien dengan kasus infark miokardial akut, 48 pasien dengan kasus sindrom koroner akut, dan 19 sisanya angina pectoris kronis. Pasien dibagi secara random ke dalam tiga kelompok, A (n=33), B (n=31), C (n=33), dewasa normal yang dijadikan kelompok kontrol D (n=30). Kelompok A dan B dierikan akarbose 50 mg sehari tiga kali dan 100 mg sehari tiga kali, sementara kelompok C dan D diberikan placebo, perlakuan dilakukan selama tiga bulan. Hasil dari penelitian menunjukkan gangguan toleransi glukosa tidak berbeda secara statistik sebelum perlakuan pada kelompok A, B dan C. Perubahan kadar glukosa puasa, uji toleransi glukosa berbeda secara statistik. Perubahan kadar lemak tidak berbeda secara statistik sebelum dan sesudah perlakuan pada semua kelompok. Kelompok A, B, dan C memiliki kadar CEGF dalam plama lebih tinggi dari kelompok D secara statistik pada sebelum perlakuan. Perubahan kadar VEGF berbeda secara statistik setelah perlakuan pada kelompok A dan b, terutama kelompok B. citra perfusi miokardial dan fungsi jantung tidak berbeda secara statistik sebelum perlakuan pada kelompok A, B, dan C. perubahan dari citra perfusi miokardial berbeda secara statistik setelah perlakuan pada kelompok A dan B, sedangkan pada kelompok C tidak berbeda secara statistik.

KESIMPULAN

1. 2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan golongan sulfonilurea adalah : Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan. Penggunaannya harus hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan fungsi hati dan ginjal. Klorpropramid dan glibenklamid tidak dianjurkan untuk pasien usia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal dapat digunakan glikuidon, gliklazid atau tolbutamid yang kerjanya singkat. Wanita menyusui, porfiria dan ketoasidosis merupakan kontraindikasi bagi sulfonylurea. Aturan minum golongan ini adalah: sesaat sebelum makan pagi atau bersama makan pagi. Dosis awal yang dianjurkan adalah dosis rendah. Jika kadar gula darah penderita masih belum terkontrol dan penderita dapat mentoleransi efek sampingnya, maka dosis dapat ditingkatkan. Karena efek samping hipoglisemia sangat berbahaya bagi mereka yang berusia lanjut, maka bagi mereka mungkin diperlukan penyesuaian dosis, umumnya adalah setengah dosis lazim.

Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. hal 493-494 Anonim. 2007. ISO INDONESIA, hal 216 Anonim. 2010. MIMS INDONESIA Edisi 10., hal 280-283 Drug & Fact Comparison 2007 e-book

Karalliedde,L. et.al. Adverse Drug Interaction: A handbook for prescriber. United Kingdom: Hodder Education Sukandar,E.Y., dkk. 2008. ISO FARMAKOTERAPI. , hal 31-36 Wu,Keng., Hongmei Zhao. Effect of Acarbose on myocardial perfusion in patients with coronary heart disease and impaired glucose tolerance after PCI: a clinical trial. Guangdong Medical College Anonim. (1995). Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kluwer, Wolters. (2007). Drugs Facts and Comparisons. Lacy, Charles F., Lora L. Amstrong, Morton P. Goldman, Leonard L. Lance. (). Drug Information Handbook with International Trade Names Index.

You might also like