You are on page 1of 180

DIKLAT PEMBENTUKAN AUDITOR AHLI

SAKD II
KODE MA : 1.241

SISTEM ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH II

2007
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN EDISI KEENAM

Judul Modul

: Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Penyusun Perevisi I Perevisi II Perevisi III Perevisi IV Perevisi V Pereviu Editor

: : : : : : : :

Drs. Sunarto & Drs. Soedarsono DP, M.M. Djedje Abdul Aziz, S.H. & Drs. Sigit Edi Surono Drs. Bistok Manurung Budiman Slamet, Ak., M.Si. Budiman Slamet, Ak., M.Si. Fatchudin, S.E., Ak. Linda Ellen Theresia, S.E., Ak., M.B.A. Daissy Erdianthy, S.E., Ak., M.Ak.

Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP dalam rangka Diklat Sertifikasi JFA Tingkat Pembentukan Auditor Anggota Tim
Edisi Pertama Edisi Kedua (Revisi Pertama) Edisi Ketiga (Revisi Kedua) Edisi Keempat (Revisi Ketiga) Edisi Kelima (Revisi Keempat) Edisi Keenam (Revisi Kelima) : : : : : : Tahun 1998 Tahun 2000 Tahun 2002 Tahun 2004 Tahun 2006 Tahun 2007

ISBN 979-95661-4-2 (no. jilid lengkap) ISBN 979-95661-6-9 (jilid 2)

Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau seluruh isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP

Pusdiklat Pengawasan BPKP Sistem Administrasi Keuangan Daerah II ISBN 979-95661-4-2 (no. jilid lengkap) ISBN 979-95661-6-9 (jilid 2)

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Pusdiklatwas BPKP 2007

ii

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

DAFTAR ISI
Kata Pengantar..... Daftar Isi......... BAB I Pendahuluan....................... A. Latar Belakang .............................. B. Tujuan Pemelajaran Umum............ C. Tujuan Pemelajaran Khusus.......... D. Deskripsi Singkat Struktur Modul.................................... E. Metodologi Pemelajaran................................................. BAB II Keuangan Daerah........ A. Pengertian Keuangan Daerah........ B. Hubungan antara Keuangan Daerah dengan Keuangan Negara......................................................................... C. Pengelola Keuangan Daerah............. D. Latihan........ BAB III Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ) A. Pengertian....... B. Fungsi-Fungsi Anggaran Daerah. ..... C. Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah........... D. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah . E. Latihan .................. 6 8 17 19 19 20 21 23 25 i ii 1 1 2 2 3 3 5 5

Pusdiklatwas BPKP 2007

iii

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

BAB IV

Penyusunan APBD........ A. Siklus Anggaran...................... B. Penyusunan Rancangan APBD..... C. Latihan...............

27 27 28 46 49 51 77 88 89 96 98 98 107 109

BAB V

Penerimaan Daerah............................................................. A. Pendapatan Asli Daerah................................................. B. Dana Perimbangan......................................................... C. Penerimaan Daerah Lainnya yang Sah......................... D. Penerimaan Pembiayaan................................................ E. Latihan............................................................................

BAB VI

Pengeluaran Daerah............................................................ A. Belanja Daerah............................................................... B. Pengeluaran Pembiayaan Daerah.................................. C. Latihan............................................................................

BAB VII

Pelaksanaan,

Penatausahaan,

Pelaporan

dan 111 111 118 124

Pertanggungjawaban APBD........ A. Pelaksanaan APBD...... B. Penatausahaan Keuangan Daerah....... C. Akuntansi Keuangan Daerah...... D. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.............................................................................. E. Latihan...................

126 130

Pusdiklatwas BPKP 2007

iv

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

BAB VIII

Penggantian Kerugian Negara/Daerah.............................. A. Umum............................................................................. B. Dasar-Dasar Pengertian yang Digunakan..... C. Tata Cara Penyelesaian Kerugian Keuangan Daerah.... D. Tuntutan Perbendaharaan.............................................. E. Tuntutan Ganti Rugi (TGR)............................................. F. Daluwarsa TP/TGR......................................................... G. Penghapusan.................................................................. H. Pembebasan................................................................... I. Penyetoran...................................................................... J. Pelaporan........................................................................ K. Lain-lain.......................................................................... L. Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah............................................................................ M. Teknis dan Prosedur Penyelesaian TP/TGR Keuangan dan Barang Daerah Melalui Majelis Pertimbangan TP/TGR (Misalnya untuk Tingkat Provinsi).................... N. Latihan...............

132 132 135 139 140 146 151 152 153 153 154 154

154

156 158 160 163

Daftar Pustaka.......... Daftar Istilah/Singkatan..........................................................................

Pusdiklatwas BPKP 2007

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Sesuai dengan keputusan Kepala BPKP Nomor: KEP-06.04.00-847/K/ 1998 tanggal 11 Nopember 1998 tentang Pola Pendidikan Dan Pelatihan Auditor Bagi Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah, Modul Sistem Administrasi Keuangan Daerah II (disingkat SAKD II) merupakan salah satu kurikulum/mata ajar dalam rangka diklat pembentukan auditor ahli. Diklat pembentukan auditor ahli adalah diklat untuk menjaring calon auditor yang berlatar belakang pendidikan minimal sarjana (S1 atau D-IV) dengan kualifikasi yang ditentukan oleh instansi pembina atau yang sederajat yang status ijazahnya telah disamakan oleh Departemen Pendidikan Nasional RI. Setelah lulus dari pendidikan dan pelatihan ini, diharapkan mereka mampu untuk melaksanakan tugasnya sebagai anggota tim. Mata ajar SAKD II merupakan kelompok mata ajar inti, dengan lama pelatihan (jamlat) sebesar 30 jamlat. Mata ajar sistem administrasi keuangan negara II (SAKN II) dipergunakan/diajarkan bagi calon auditor pada unit pengawasan pusat, sedangkan SAKD II diajarkan bagi calon auditor pada unit pengawasan daerah. Untuk calon auditor BPKP dan Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri RI, kedua mata ajaran tersebut (SAKN II dan SAKD II) diberikan, akan tetapi mata ajar SAKD II sebagai mata ajar yang tidak diujikan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

B.

TUJUAN PEMELAJARAN UMUM Modul ini disusun untuk memenuhi materi pelajaran pada diklat pembentukan auditor ahli di lingkungan aparat pengawasan Intern pemerintah (APIP). Seorang auditor ahli harus memahami sistem administrasi keuangan yang diaudit. Tujuan Pemelajaran Umum (TPU) modul ini adalah agar peserta diklat mampu memahami SAKD dalam rangka pengawasan keuangan daerah. Hal ini sejalan dengan keinginan pemerintah akan terwujudnya akuntabilitas dan good governance di lingkungan instansi pemerintah. Instansi pengawasan internal pemerintah mempunyai andil yang cukup besar demi terwujudnya kedua hal tersebut.

C.

TUJUAN PEMELAJARAN KHUSUS Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diklat diharapkan mampu 1. menjelaskan pengertian keuangan daerah, hubungan keuangan daerah dengan ke uangan pusat, daerah; 2. menjelaskan pengertian APBD, fungsi dan prinsip anggaran daerah, struktur APBD, sumber-sumber penerimaan daerah, belanja daerah, serta pembiayaan daerah; 3. memahami siklus anggaran, khususnya proses penyusunan APBD, mulai dari penyusunan rancangan hingga penetapan APBD; 4. memahami pengertian, daerah; 5. menjelaskan pengertian pengeluaran daerah, berupa belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah; unsur-unsur dan prosedur penerimaan serta pengurusan keuangan

Pusdiklatwas BPKP 2007

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

6.

memahami proses pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban APBD; dan

7.

menjelaskan pengertian penggantian kerugian negara/daerah.

Dengan pemahaman itu, maka setiap peserta pelatihan diharapkan mampu melakukan pengawasan keuangan daerah. D. DESKRIPSI SINGKAT MODUL Diklat ini membekali peserta untuk memahami pengertian dan konsep tentang SAKD dengan materi pembahasan sebagai berikut : Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI Bab VII : : : : : : : Pendahuluan Keuangan Daerah Anggaran Pendapan dan Belanja Daerah (APBD) Penyusunan APBD Penerimaan Daerah Pengeluaran Daerah Pelaksanaan, Penatausahaan, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban APBD Bab VIII : Penggantian Kerugian Negara/Daerah

Pada masing-masing bab akan disajikan dasar teori, latihan soal dan kasus yang harus dijawab oleh para peserta baik secara perseorangan maupun kelompok. E. METODOLOGI PEMELAJARAN Peserta diklat diharapkan mampu memahami secara optimal substansi yang terdapat dalam modul ini, untuk itu diperlukan proses belajar mengajar dengan pendekatan andragogi.

Pusdiklatwas BPKP 2007

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Untuk mencapai tujuan pemelajaran di atas, maka metode pemelajaran yang akan digunakan adalah ceramah, diskusi dan pemecahan kasus. Selain membahas soal latihan yang ada pada modul ini, para widyaiswara /instruktur diharapkan juga memberikan bahan-bahan pelatihan yang dapat menambah wawasan para peserta. Penggunaan referensi tambahan juga diperlukan guna menambah wawasan para peserta diklat.

Pusdiklatwas BPKP 2007

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

BAB II

KEUANGAN DAERAH
Pada akhir pemelajaran ini peserta mampu menjelaskan pengertian keuangan daerah, hubungan keuangan daerah dengan keuangan pusat, serta pengurusan keuangan daerah dalam rangka mem bantu pelaksanaan tugasnya sebagai auditor.

A.

PENGERTIAN KEUANGAN DAERAH Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal 156 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut : Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut unsur pokok keuangan daerah terdiri atas: Hak Daerah Kewajiban Daerah yang dapat dinilai dengan uang

Kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut.

Hak daerah dalam rangka keuangan daerah adalah segala hak yang melekat pada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam usaha pemerintah daerah mengisi kas daerah.

Pusdiklatwas BPKP 2007

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Hak daerah tersebut meliputi antara lain : 1. Hak menarik pajak daerah (UU No. 18 Tahun 1997 jo UU No. 34 Tahun 2000). 2. Hak untuk menarik retribusi/iuran daerah (UU No. 18 Tahun 1997 jo UU No. 34 tahun 2000). 3. 4. Hak mengadakan pinjaman (UU No. 33 tahun 2004 ). Hak untuk memperoleh dana perimbangan dari pusat (UU No. 33 tahun 2004). Kewajiban daerah juga merupakan bagian pelaksanaan tugas-tugas Pemerintahan pusat sesuai pembukaan UUD 1945 yaitu: 1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, 2. 3. 4. memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

perdamaian abadi dan keadilan sosial. B. HUBUNGAN ANTARA KEUANGAN DAERAH DENGAN KEUANGAN NEGARA Pasal 1 UUD 1945 menetapkan negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Selanjutnya dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menyatakan bahwa daerah Indonesia terbagi dalan daerah yang bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumbersumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan

Pusdiklatwas BPKP 2007

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

demokrasi dan kinerja daerah untuk

meningkatkan kesejahteraan

masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Penyelenggaraan pemerintahan daerah juga merupakan subsistem dari pemerintahan negara sehingga antara keuangan daerah dengan keuangan negara akan mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan

kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan pembantuan. Setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka desentralisasi dan dekonsentrasi disertai dengan pengalihan sumber daya manusia dan sarana serta pengalokasian anggaran yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan penyerahan dan pelimpahan kewenangan tersebut. Sedangkan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka tugas pembantuan disertai pengalokasian anggaran. Dari ketiga jenis pelimpahan wewenang tersebut, hanya pelimpahan wewenang dalam rangka pelaksanaan desentralisasi saja yang merupakan sumber keuangan daerah melalui alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sedangkan alokasi dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka sumber dekonsentrasi dan tugas pembantuan tidak merupakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas

penerimaan APBD dan diadministrasikan serta dipertanggungjawabkan

Pusdiklatwas BPKP 2007

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

secara

terpisah

dari

administrasi

keuangan

dalam

pembiayaan

pelaksanaan desentralisasi. C. PENGELOLA KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan pengelola keuangan daerah. Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kepala daerah perlu menetapkan pejabat-pejabat tertentu dan para bendahara untuk melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. Para pengelola keuangan daerah tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (Koordinator PKD). Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB). Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 6. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran.

Berikut ini adalah uraian tentang tugas-tugas para pejabat pengelola keuangan daerah tersebut. 1. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai kewenangan:

Pusdiklatwas BPKP 2007

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD); b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah; c. menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang; d. menetapkan pengeluaran; e. menetapkan pejabat yang bertugas memungut penerimaan daerah; f. menetapkan pejabat yang bertugas mengelola utang dan piutang daerah; g. menetapkan pejabat yang bertugas mengelola barang milik daerah; dan h. menetapkan pejabat yang bertugas menguji tagihan dan bendahara penerimaan dan/atau bendahara

memerintahkan pembayaran. Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada: a. Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelola Keuangan Daerah (KPKD) b. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). c. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang. Pelimpahan tersebut ditetapkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima atau mengeluarkan

Pusdiklatwas BPKP 2007

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

uang, yang merupakan unsur penting dalam sistem pengendalian intern. 2. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah mempunyai tugas koordinasi di bidang: a. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan APBD; b. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah; c. penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD; d. penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; e. tugas-tugas pejabat perencana daerah, pejabat pengelola

keuangan daerah, dan pejabat pengawas keuangan daerah; dan f. penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Selain mempunyai tugas koordinasi, sekretaris daerah mempunyai tugas: a. memimpin TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah), b. menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD, c. menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah,

Pusdiklatwas BPKP 2007

10

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

d. memberikan persetujuan pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA-SKPD)/dokumen perubahan pelaksanaan anggaran (DPPA), dan e. melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. Koordinator pengelolaan keuangan daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas-tugas tersebut kepada kepala daerah. 3. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Kepala SKPKD selaku PPKD mempunyai tugas: a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah, b. menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD, c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah, d. melaksanakan fungsi bendahara umum daerah (BUD), e. menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, dan f. melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku BUD berwenang: a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD; b. mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD; c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

Pusdiklatwas BPKP 2007

11

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluar-an kas daerah; e. melaksanakan pemungutan pajak daerah; f. menetapkan Surat Penyediaan Dana (SPD); g. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah; h. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah; i. menyajikan informasi keuangan daerah; dan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta

j. melaksanakan

penghapusan barang milik daerah. PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku kuasa bendahara umum daerah (Kuasa BUD). PPKD mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Penunjukan kuasa BUD oleh PPKD ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Kuasa BUD mempunyai tugas: a. menyiapkan anggaran kas; b. menyiapkan SPD; c. menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D); d. menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah; e. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk; f. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD; g. menyimpan uang daerah;

Pusdiklatwas BPKP 2007

12

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

h. melaksanakan

penempatan

uang

daerah

dan

mengelola/menatausahakan investasi daerah; i. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat

pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah; j. melaksanakan daerah; k. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; dan l. melakukan penagihan piutang daerah. Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD. PPKD dapat melimpahkan kepada pejabat lainnya dilingkungan SKPKD untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut: a. menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD; b. mengendalikan pelaksanaan APBD; c. memungut pajak daerah; d. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah; e. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah; f. menyajikan informasi keuangan daerah; dan g. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta pemberian pinjaman atas nama pemerintah

penghapusan barang milik daerah.

Pusdiklatwas BPKP 2007

13

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

4.

Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kepala SKPD selaku Pejabat Pengguna Anggaran /Pengguna Barang (PPA/PB) mempunyai tugas: a. menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD); b. menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD); c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja; d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya; e. menguji tagihan dan memerintahkan pembayaran; f. memungut penerimaan bukan pajak; g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan; h. menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM); i. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya; j. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya; k. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya; l. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya; dan m. melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.

Pusdiklatwas BPKP 2007

14

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

PPA/PB dalam melaksanakan tugas-tugasnya dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku KPA/KPB (Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang). Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD. Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas-tugasnya kepada pengguna anggaran/ pengguna barang. 5. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD PPA/PB dan KPA/KPB dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Penunjukan pejabat tersebut berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. PPTK bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang atau kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang yang telah menunjuknya. Tugastugas tersebut adalah: a. mengendalikan pelaksanaan kegiatan; b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran

pelaksanaan kegiatan, yang mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

15

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

6.

Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD Kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai Pejabat Penatausaha Keuangan SKPD (PPK-SKPD) yang mempunyai tugas: a. meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh PPTK; b. meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP), Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan (SPP-GU), Surat Permintaan Pembayaran Tambah Uang Persediaan (SPP-TU) dan SPP-LS gaji dan tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran; c. melakukan verifikasi SPP; d. menyiapkan SPM; e. melakukan verifikasi harian atas penerimaan; f. melaksanakan akuntansi SKPD; dan g. menyiapkan laporan keuangan SKPD. PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.

7.

Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD.

Pusdiklatwas BPKP 2007

16

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran tersebut adalah pejabat fungsional. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/ pekerjaan/penjualan, atas nama pribadi. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran dalam serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya

melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh bendahara penerimaan pembantu dan/atau bendahara pengeluaran pembantu. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran secara

fungsional ber-tanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD.

D.

LATIHAN 1. Semua hak di bawah ini adalah hak yang dilakukan dalam rangka keuangan daerah kecuali : a. Hak menarik pajak daerah. b. Hak untuk mengadakan pinjaman daerah. c. Hak untuk memperoleh dana perimbangan dari pusat. d. Hak untuk memperoleh bagian laba dari perusahaan daerah. 2. Pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan daerah adalah : a. Gubernur/Bupati/Walikota b. Sekretaris Daerah.

Pusdiklatwas BPKP 2007

17

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

c. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah. d. Kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah 3. Persyaratan dan pembinaan karir bendahara diatur oleh : a. Pengguna Anggaran/Pengguna barang. b. Bendahara Umum Daerah. c. Kepala Daerah . d. Bendahara Umum Negara. 4. Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang berwenang antara lain : a. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran. b. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran. c. Melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah. d. Melaksanakan pemungutan pajak daerah. 5. Bendahara Umum Daerah berwenang antara lain: a. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan. b. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak, c. Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah, d. Menggunakan barang milik daerah.

Pusdiklatwas BPKP 2007

18

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

BAB III

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)


Pada akhir pemelajaran ini peserta dapat menjelaskan pengertian APBD, fungsi dan prinsip anggaran daerah, struktur APBD, sumber-sumber penerimaan daerah, belanja daerah, serta pembiayaan daerah dalam rangka membantu pelaksanaan tugasnya sebagai auditor.

A.

PENGERTIAN Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara). Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan dekonsentrasi atau tugas pembantuan tidak dicatat dalam APBD. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua belanja daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD

Pusdiklatwas BPKP 2007

19

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut. APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut. B. FUNGSI-FUNGSI ANGGARAN DAERAH Berbagai fungsi APBN/APBD sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, yaitu : 1. Fungsi Otorisasi APBD merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

20

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

2.

Fungsi Perencanaan APBD merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3.

Fungsi Pengawasan APBD menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan

penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 4. Fungsi Alokasi APBD diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. 5. Fungsi Distribusi APBD harus mengandung arti/ memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan 6. Fungsi Stabilisasi APBD harus mengandung arti atau harus menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. C. PRINSIP-PRINSIP ANGGARAN DAERAH Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan APBD yang berlaku juga dalam pengelolaan anggaran negara/daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, yaitu:

Pusdiklatwas BPKP 2007

21

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

1.

Kesatuan Azas ini menghendaki agar semua pendapatan dan belanja negara/daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.

2.

Universalitas Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.

3.

Tahunan Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu.

4.

Spesialitas Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya.

5.

Akrual Azas ini menghendaki anggaran suau tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas.

6.

Kas Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.

Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16 dalam UU Nomor 17 Tahun 2003, dilaksanakan selambatlambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.

Pusdiklatwas BPKP 2007

22

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

D.

STRUKTUR ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: 1. 2. 3. Pendapatan Daerah Belanja Daerah Pembiayaan

Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut surplus anggaran, tapi apabila terjadi selisih kurang maka hal itu disebut defisit anggaran. Jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus atau jumlah defisit anggaran. 1. Pendapatan Daerah Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan daerah terdiri atas: a. Pendapatan Asli Daerah (PAD); b. Dana perimbangan; dan c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. 2. Belanja Daerah Komponen berikutnya dari APBD adalah belanja daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan

Pusdiklatwas BPKP 2007

23

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. 3. Pembiayaan Daerah Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah tersebut terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup: a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya; b. pencairan dana cadangan; c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. penerimaan pinjaman; dan e. penerimaan kembali pemberian pinjaman. Pengeluaran pembiayaan mencakup: a. pembentukan dana cadangan; b. penyertaan modal pemerintah daerah; c. pembayaran pokok utang; dan d. pemberian pinjaman. Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.

Pusdiklatwas BPKP 2007

24

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

E.

LATIHAN 1. Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari : a. Pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan. b. Pendapatan daerah, pengeluaran daerah dan pembiayaan. c. Penerimaan daerah, pengeluaran daerah dan pembiayaan. d. Penerimaan daerah, belanja daerah dan pembiayaan. 2. Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut : a. Kelebihan anggaran. b. Surplus anggaran. c. Selisih lebih anggaran. d. Pembiayaan anggaran. 3. Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan

desentralisasi adalah seperti disebut di bawah ini, kecuali : a. Pendapatan asli daerah. b. Dana perimbangan. c. Pinjaman daerah. d. Penerimaan pajak dan retribusi daerah. 4. Belanja pegawai dan belanja barang dan jasa adalah belanja yang diklasifikasikan berdasarkan : a. Fungsi. b. Jenis.

Pusdiklatwas BPKP 2007

25

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

c. Urusan pemerintahan d. Program dan kegiatan 5. Pembentukan dana cadangan termasuk dalam komponen : a. Pendapatan b. Belanja c. Penerimaan pembiayaan d. Pengeluaran pembiayaan

Pusdiklatwas BPKP 2007

26

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

BAB IV

PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH


Pada akhir pemelajaran ini peserta dapat memahami siklus anggaran, khususnya proses penyusunan APBD, mulai dari penyusunan rancangan hingga penetapan APBD.

A.

SIKLUS ANGGARAN APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan anggaran yang secara garis besar terdiri dari: 1. 2. 3. Penyusunan dan Penetapan APBD; Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD; Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD.

Penyusunan APBD berpedoman kepada rencana kerja pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan APBD, kepada masyarakat APBD, untuk dan tercapainya tujuan bernegara. perubahan

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang

Pusdiklatwas BPKP 2007

27

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto dalam APBD. B. PENYUSUNAN RANCANGAN APBD Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD. 2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN. 3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi. 4. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang

penugasannya dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota. Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD. belanja daerah diprioritaskan Penganggaran penerimaan dan untuk melaksanakan dalam kewajiban peraturan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum penganggaran. Anggaran pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan

perundang-undangan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

28

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

1.

Rencana Kerja Pemerintahan Daerah Penyusunan APBD berpedoman kepada rencana kerja pemerintah daerah. Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari rencana pembangunan jangka menengah Dderah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada rencana kerja pemerintah pusat. RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Secara khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

2.

Kebijakan Umum APBD Setelah rencana kerja pemerintah daerah ditetapkan, pemerintah daerah perlu menyusun kebijakan umum APBD (KUA) serta prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam menyusun rencana kerja dan anggaran (RKA) SKPD.

Pusdiklatwas BPKP 2007

29

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan menteri dalam negeri setiap tahun. Pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan menteri dalam negeri tersebut memuat antara lain: a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah; b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan; c. teknis penyusunan APBD; dan d. hal-hal khusus lainnya. Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan mendasarinya. pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang Program-program diselaraskan dengan prioritas

pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan asumsi yang mendasari adalah pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni. Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran

Pusdiklatwas BPKP 2007

30

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan. 3. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut: a. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan; b. menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program. Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPA paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan. KUA serta PPA yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kepakatan KUA dan PPA. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPA dilakukan oleh penjabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.

Pusdiklatwas BPKP 2007

31

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

4.

Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup: a. PPA yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan pembiayaan; b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan; c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD; d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga. Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKASKPD diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan pedoman tersebut, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD. RKA-SKPD disusun melalui pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju.

Pusdiklatwas BPKP 2007

32

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan. Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Untuk terlaksananya kerangka penyusunan pengeluaran RKA-SKPD jangka berdasarkan daerah, SKPD

pendekatan dan

menengah kepala

penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja, terciptanya kesinambungan RKA-SKPD, mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan. Evaluasi tersebut bertujuan menilai program dan kegiatan yang belum dapat dilaksanakan dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya untuk dilaksanakan dan/atau diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan. Dalam hal suatu program dan kegiatan merupakan tahun terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang ditetapkan, kebutuhan dananya harus dianggarkan pada tahun yang direncanakan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

33

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja memperhatikan: a. Indikator Kinerja Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dan kegiatan yang direncanakan. b. Capaian Atau Target Kinerja Capaian kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yang berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan. c. Analisis Standar Belanja Analisis standar belanja merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan. d. Standar Satuan Harga Standar satuan harga merupakan harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku disuatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. e. Standar Pelayanan Minimal Standar pelayanan minimal merupakan tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah. RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat informasi tentang urusan

Pusdiklatwas BPKP 2007

34

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

pemerintah daerah , organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan. RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD. 5. Penyiapan Raperda APBD Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD. Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari: a. ringkasan APBD; b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi; c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan pembiayaan;

Pusdiklatwas BPKP 2007

35

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

d. rekapitulasi

belanja

menurut

urusan

pemerintahan

daerah,

organisasi, program dan kegiatan; e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara; f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan; g. daftar piutang daerah; h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah; i. j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah; daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;

k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini; l. daftar dana cadangan daerah; dan m. daftar pinjaman daerah. Bersamaan dengan penyusunan rancangan perda APBD, disusun rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari: a. ringkasan penjabaran APBD; b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah,

organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

36

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat penjelasan sebagai berikut: a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncana-kan, tarif pungutan/harga; b. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan; c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan. Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan. Penyebarluasan keuangan daerah. 6. Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. rancangan peraturan daerah tentang APBD

dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan

Pusdiklatwas BPKP 2007

37

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota keuangan. Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala daerah. Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai untuk keperluan setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya

keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Sedangkan belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada fihak ketiga. Atas dasar persetujuan bersama, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.

Pusdiklatwas BPKP 2007

38

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari : a. ringkasan APBD; b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi; c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan; d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah,

organisasi, program dan kegiatan; e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi pengelolaan keuangan negara; f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan; g. daftar piutang daerah; h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah; i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;

j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain; k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini; l. daftar dana cadangan daerah; dan m. daftar pinjaman daerah. Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah dan/atau

Pusdiklatwas BPKP 2007

39

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani persetujuan bersama. Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat

dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari mendagri bagi provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan mendagri bagi provinsi dan keputusan gubernur bagi kabupaten/kota. Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD. Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja

mendagri/gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah. Khusus untuk pengeluaran, diatur bahwa pelampauan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran, hanya diperkenankan apabila ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan PNS serta penyediaan dana pendamping atas program dan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah serta bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan dalam undang-undang. 7. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan

Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Rancangan peraturan daerah provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh gubernur paling lama 3

Pusdiklatwas BPKP 2007

40

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

(tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Penyampaian rancangan disertai dengan: a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD; b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD; c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan

peraturan daerah tentang APBD; dan d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD. Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD provinsi tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh provinsi bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, menteri dalam negeri dapat mengundang pejabat pemerintah daerah provinsi yang terkait. Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan menteri dalam negeri dan disampaikan kepada gubernur paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. Apabila menteri dalam negeri menyatakan hasil evaluasi atas rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubemur tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur.

Pusdiklatwas BPKP 2007

41

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Dalam hal mendagri menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, gubemur bersama DPRD menyempurnakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD, dan gubernur tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur, menteri dalam negeri membatalkan peraturan daerah dan peraturan gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. Pembatalan peraturan daerah dan peraturan gubernur serta

pernyataan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan menteri dalam negeri. Sementara itu, rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada gubernur untuk dievaluasi. Pelaksanaan dan ketentuan evaluasi adalah sebagaimana halnya evaluasi oleh menteri dalam negeri untuk rancangan APBD provinsi. Pembatalan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dan pernyataan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan gubernur. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah

Pusdiklatwas BPKP 2007

42

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang APBD. Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya, ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan kepala daerah bersama dengan panitia anggaran DPRD. Hasil penyempurnaan ditetapkan oleh pimpinan DPRD. Keputusan pimpinan DPRD dijadikan dasar penetapan peraturan daerah tentang APBD. Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya. Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD. Keputusan pimpinan DPRD disampaikan kepada menteri dalam negeri bagi APBD provinsi dan kepada gubernur bagi APBD kabupaten/kota paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut ditetapkan. Dalam hal pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani keputusan pimpinan DPRD. Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas

rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD kepada menteri dalam negeri. 8. Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan

Pusdiklatwas BPKP 2007

43

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

kepala daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada mendagri bagi provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan. 9. Perubahan APBD Penyesuaian APBD sesuai dengan perkembangan dan/atau

perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi: a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA; b. keadaan belanja; c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran

anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis

sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan; d. keadaan darurat; dan e. keadaan luar biasa.

Pusdiklatwas BPKP 2007

44

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Keadaan darurat tersebut sekurang-kurangnya memenuhi kriteria berikut ini: a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya; b. tidak diharapkan terjadi secara berulang; c. berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat. Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50%. Pelaksanaan pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Realisasi pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa tersebut dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah tentang pertanggung-jawaban pelaksanaan APBD. Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.

Pusdiklatwas BPKP 2007

45

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan seperti halnya evaluasi dan penetapan rancangan APBD. Apabila hasil evaluasi tersebut tidak ditindaklanjuti oleh kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah dimaksud dibatalkan dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun berjalan termasuk untuk pendanaan keadaan darurat. Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD provinsi dan peraturan gubernur tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan oleh menteri dalam negeri. Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD kabupaten/kota dan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan oleh gubernur. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan, Kepala daerah wajib memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan selanjutnya kepala daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.

Pusdiklatwas BPKP 2007

46

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

C.

LATIHAN 1. Jumlah pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah dianggarkan dalam APBD secara: a. Insidentil b. Periodik c. Bruto d. Netto 2. Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut: a. RPJMD b. PPAS c. DPA-SKPD

d. RKPD 3. Penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan disebut: a. Indikator Kinerja b. Standar Pelayanan Minimal c. standar satuan harga d. analisis standar belanja 4. RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh: a. Tim Anggaran Pemerintah Daerah b. Sekretaris Daerah

Pusdiklatwas BPKP 2007

47

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

c. Panitia Anggaran DPRD d. Kepala Daerah 5. Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD provinsi dan peraturan gubernur tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan oleh: a. DPRD Provinsi b. Dirjen Otonomi Daerah c. Menteri Dalam Negeri d. Presiden

Pusdiklatwas BPKP 2007

48

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

BAB V

PENERIMAAN DAERAH
Pada akhir pemelajaran ini peserta mampu memahami pengertian, unsur-unsur dan prosedur penerimaan daerah dalam rangka membantu pelaksanaan tugasnya sebagai auditor.

Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar dan merupakan hak pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pada hakekatnya pendapatan daerah secara langsung diperoleh dari mekanisme pajak dan retribusi daerah atau pungutan lainnya yang dibebankan kepada masyarakat. Keadilan atau kewajaran dalam perpajakan terkait dengan prinsip kewajaran horisontal dan kewajaran vertikal. Prinsip kewajaran horisontal mempersyaratkan bahwa masyarakat dalam posisi yang sama harus diperlakukan sama. Sedangkan prinsip kewajaran vertikal dilandasi pada konsep kemampuan wajib pajak/retribusi untuk membayar, artinya bagi masyarakat berkemampuan membayar tinggi akan dibebankan pajak/retribusi yang tinggi pula. Sudah barang tentu untuk menyeimbangkan kedua prinsip tersebut pemerintah daerah dapat menerapkan kebijakan diskriminasi tarif yang rasional untuk menghilangkan rasa ketidakadilan. Selain itu dalam konteks belanja, pemerintah daerah harus mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar secara relatif dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat

Pusdiklatwas BPKP 2007

49

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

tanpa

diskriminasi,

khususnya

dalam

pengelolaan

pelayanan

umum.

Sehubungan dengan hal itu, pendapatan daerah yang dianggar-kan dalam APBD merupakan perkiraan terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan daerah bersumber dari: A. Pendapatan asli daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh dan dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi: 1. 2. pajak daerah retribusi daerah, termasuk hasil jasa pelayanan badan layanan umum daerah 3. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain bagian laba BUMN/BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga 4. B. PAD lain-lain yang sah.

Dana perimbangan; bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke pemerintah daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksana-an desentralisasi: 1. 2. 3. dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak dana alokasi umum dana alokasi khusus.

C.

Pendapatan daerah lainnya yang sah: 1. 2. 3. 4. 5. hibah dana darurat dana bagi hasil dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya dana penyesuaian dan otonomi khusus bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya.

Pusdiklatwas BPKP 2007

50

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

D.

Penerimaan pembiayaan daerah berasal dari: 1. sisa lebih perhitungan anggaran daerah tahun anggaran sebelumnya (SILPA) 2. 3. 4. 5. 6. 7. pencairan dana cadangan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan penerimaan pinjaman daerah penerimaan kembali pemberian pinjaman penerimaan piutang daerah penerimaan kembali penyertaan modal (investasi) daerah

A.

Pendapatan Asli Daerah 1. Pajak dan Retribusi Daerah Dewasa ini pajak dan retribusi daerah terdiri atas berbagai jenis yang berhubungan dengan berbagai sendi kehidupan masyarakat. Masingmasing jenis pajak dan retribusi daerah pada suatu provinsi/ kabupaten/kota memiliki subjek, objek, tarif dan berbagai ketentuan pengenaan tersendiri yang mungkin berbeda dengan daerah lainnya. Hal itu ditopang oleh semangat otonomi daerah yang memungkinkan setiap provinsi/kabupaten/kota meng-atur daerahnya sendiri termasuk dalam mengelola pajak dan retribusi daerah. Opini masyarakat menunjukkan pemungutan pajak daerah seringkali disamakan dengan retribusi daerah, karena mereka beranggapan bahwa keduanya merupakan kewajiban pembayaran kepada pemerintah daerah. Pandangan tersebut tidak sepenuhnya benar, karena terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara pajak dan retribusi daerah. Pajak dan retribusi daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah merupakan penarikan sumber daya ekonomi

Pusdiklatwas BPKP 2007

51

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

(umumnya dalam bentuk uang) kepada masyarakat guna membiayai tugas-tugas pemerintahan dalam melayani kepentingan masyarakat. Penarikan pungutan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat harus memenuhi syarat: harus ditetapkan dengan peraturan daerah, dapat dipaksakan, mempunyai kepastian hukum dan ada jaminan kejujuran/integritas para pengelolanya. Setiap jenis penerimaan daerah yang diberlakukan di Indonesia harus berdasarkan hukum yang kuat guna menjamin kelancaran pengenaan dan pemungutannya. Dasar hukum pemungutan tersebut antara lain: Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Dan Retribusi Daerah yang berlaku sejak diundangkan tanggal 23 Mei 1997. Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 yang berlaku sejak diundangkan tanggal 20 Desember 2000. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat Dan Pemerintah Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1997 tentang Pajak Daerah yang berlaku sejak diundangkan tanggal 4 Juli 1997. Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang berlaku sejak diundangkan tanggal 13 September 2001. Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah yang berlaku sejak diundangkan tanggal 13 september 2001.

Pusdiklatwas BPKP 2007

52

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Keputusan presiden, keputusan menteri dalam negeri, keputusan menteri keuangan, peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota di bidang pajak dan retribusi daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

yang

diubah dengan Permendagri Nomor 59 tahun 2007 tentang

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun 2007.

a. Pajak Daerah 1) Pengertian Pajak Daerah Secara umum pajak adalah pemungutan dana dari masyarakat oleh pemerintah berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dan terutang bagi wajib bayar tanpa men-dapat prestasi langsung serta hasilnya dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan

definisi tersebut dapat disimpulkan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak sebagai berikut: a) Pajak dipungut oleh pemerintah baik pusat maupun daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan. b) Penerimaan pajak merupakan pendapatan pemerintah yang harus dimasukkan ke dalam kas negara/daerah. c) Tidak terdapat hubungan langsung antara jumlah

pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara individu,

Pusdiklatwas BPKP 2007

53

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

akan tetapi kontra prestasi secara umum dimanifestasikan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah. d) Pajak dipungut/dikenakan karena suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan sesuai dengan peraturan perundangundangan. e) Pajak bersifat memaksa, artinya bagi mereka yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2) Pemungutan Pajak Daerah a) Jenis Pajak Daerah Pembagian jenis pajak di Indonesia ditinjau dari lembaga pemungutnya dibedakan ke dalam pajak pusat dan pajak daerah. Pajak daerah menurut UU No. 34 tahun 2000 terbagi menjadi pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. (1) Pajak Provinsi: Jenis pajak provinsi beserta tarif setinggi-tingginya yang dapat ditetapkan: (a) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Kendaraan di atas Air (PKA): 5% (b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor/Kendaraan di atas Air (BBN-KB/KA): 10% (c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB): 5% (d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (P3ABT/AP):20%.

Pusdiklatwas BPKP 2007

54

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Tarif pajak tersebut ditetapkan dan diberlakukan seragam di seluruh Indonesia dan pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah. Hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukkan bagi kabupaten/kota di wilayah provinsi terkait dengan ketentuan perimbangan sebagai berikut: (a) PKB/KA dan BBN-KB/KA: (b) maksimum 70%: bagian pemerintah provinsi minimum 30%: bagian pemerintah kab./kota

PBB-KB dan P3ABT/AP: maksimum 30%: bagian pemerintah provinsi minimum 70%: bagian pemerintah kab./kota.

(2)

Pajak Kabupaten/Kota Jenis pajak kabupaten/kota beserta tarif setinggitingginya yang dapat ditetapkan: (a) (b) (c) (d) (e) (f) Pajak Hotel (PH): 10% Pajak Restoran (PR): 10% Pajak Hiburan (PHi): 35% Pajak Reklame (PRek): 25% Pajak Penerangan Jalan (PPJ): 10% Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C: 20% (g) Pajak Parkir: 20%.

Hasil penerimaan pajak kabupaten/kota sebagian diperuntukkan bagi seluruh desa/kelurahan di wilayah

Pusdiklatwas BPKP 2007

55

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

kab/kota paling sedikit 10% (sepuluh persen) yang ditetapkan dengan peraturan daerah setelah memperhatikan aspek dan potensi antar desa. Pemerintah provinsi dapat memberikan salah satu atau beberapa jenis pajak yang menjadi wewenangnya kepada pemerintah kab/kota yang potensi pendapatan asli daerahnya kurang memadai. Khusus pemerintah provinsi yang tidak terbagi ke dalam daerah kabupten/kota seperti DKI Jakarta, jenis pajak daerah yang dipungut merupakan gabungan pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. UU No. 34 tahun 2000 memberi peluang kepada pemerintah kab/kota untuk memungut pajak daerah selain ketujuh jenis pajak daerah yang telah ditetapkan. Penetapan jenis pajak lainnya tersebut harus benar-benar bersifat spesifik dan memiliki potensi yang cukup besar di daerah kab/kota yang dalam bersangkutan. Hal itu dimaksudkan untuk memberi keleluasaan kepada pemerintah mengantisipasi kemungkinan perkembangan

perekonomian daerah di masa depan, asal tetap memperhatikan kesederhanaan jenis pajak, aspirasi masyarakat, dan memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) (b) Bersifat pajak, bukan retribusi Objek pajak terletak di wilayah kabupaten/kota yang ber-sangkutan, memiliki mobilitas cukup rendah, dan hanya me-layani masyarakat kabupaten/kota tersebut

Pusdiklatwas BPKP 2007

56

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

(c)

Objek

dan

dasar

pengenaan

pajak

tidak

bertentangan dengan ke-pentingan umum dan memperhatikan aspek ketenteraman, kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan (d) Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan pusat (e) Potensi pajak memadai, artinya diperkirakan sejalan daerah (f) (g) Tidak memberi dampak ekonomi yang negatif Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat (h) Menjaga kelestarian lingkungan. dengan laju pertumbuhan ekonomi

b) Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah Pelaksanaan pajak daerah diatur berdasarkan ketentuan sebagai berikut: (1) (2) Pajak ditetapkan dengan peraturan daerah (perda). Peraturan daerah tentang pajak tidak dapat berlaku surut. (3) Peraturan daerah tentang pajak sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai: (a) (b) nama, objek, dan subjek pajak; dasar pengenaan, tarif, dan cara penghitungan pajak; (c) wilayah pemungutan;

Pusdiklatwas BPKP 2007

57

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

(d) (e) (f) (g) (h) (4)

masa pajak; penetapan; tata cara pembayaran dan penagihan; sanksi administrasi; dan tanggal mulai berlakunya.

Peraturan daerah tentang pajak dapat mengatur ketentuan mengenai: (a) pemberian pengurangan, keringanan, dan

pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan/atau sanksi-nya; (b) tata cara penghapusan piutang pajak yang kadaluwarsa; dan (c) asas timbal balik.

c) Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah (1) Pungutan pajak daerah tidak dapat diborongkan dan seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. (2) Pajak dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh wajib pajak (self

assessment). (3) Wajib yang pajak dalam memenuhi kewajiban pajak dengan menggunakan Surat

dipungut

Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan. (4) Wajib dibayar pajak memenuhi kewajiban pajak yang Surat

sendiri

dengan

menggunakan

Pusdiklatwas BPKP 2007

58

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Pemberitahuan

Pajak

Daerah

(SPTPD),

Surat

Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT). (5) Terhadap wajib pajak yang kurang dipungut atau kurang bayar dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak. (6) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah

terutangnya pajak, (a) Kepala daerah dapat menerbitkan: (a.1) SKPDKB apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak terutang tidak atau kurang dibayar; SPTPD tidak disampaikan kepada

kepala daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah wajib pajak ditegur secara tertulis; wajib pajak tidak memiliki SPTPD,

maka pajak terutang dihitung secara jabatan. (a.2) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar semula Tambahan belum (SKPDKBT) terungkap apabila yang yang ditemukan data baru dan atau data

Pusdiklatwas BPKP 2007

59

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. (a.3) Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil

(SKPDN)

apabila jumlah pajak terutang

sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. (b) Jumlah dalam kekurangan pajak yang terutang

Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang

Bayar (SKPDKB) dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau sanksi administrasi berupa biaya ini dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar paling lama 24 bulan. (c) Sanksi administrasi di atas dihitung sejak saat terutang-nya pajak sampai dengan terbitnya SKPDKB. (d) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB yang disebabkan wajib pajak tidak mengisi SPTPD yang seharusnya, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan pajak 25% dari pokok pajak terutang ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. (7) Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) diterbitkan kepala daerah dalam hal terjadi:

Pusdiklatwas BPKP 2007

60

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

(a)

Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar

(b)

Berdasarkan salah hitung

penelitian

SPTPD

terdapat

kekurangan pembayar-an akibat salah tulis atau

(c)

Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Jatuh tempo pembayaran kekurangan pajak berdasarkan STPD ditambah sanksi administrasi berupa bunga paling lama 15 bulan sejak saat ter-utangnya pajak

(d)

SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% sebulan dan ditagih melalui STPD

d) Tata Cara Pembayaran dan Penagihan (1) Kepala daerah menetapkan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 hari setelah saat terutangnya pajak (2) SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Keputusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama satu bulan sejak tanggal diterbitkan. (3) Kepala daerah atas permohonan wajib pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk

Pusdiklatwas BPKP 2007

61

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenakan bunga sebesar 2 % sebulan. (4) Tata cara pembayaran/penyetoran, tempat

pembayaran, angsuran, dan penundaan pajak diatur dengan keputusan kepala daerah. (5) Pajak yang terutang berdasarkan SKPD, SKPDKB,

SKPDKBT, STPD, surat keputusan pembetulan, surat keberatan dan putusan banding yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak pada waktunya dapat ditagih dengan paksa. e) Pengajuan Keberatan dan Banding (1) Pengajuan Keberatan (a) Wajib pajak dapat yang ditunjuk atas suatu: (a. 1) SKPD; (a. 2) SKPDKB; (a. 3) SKPDKBT; (a. 4) SKPDLB; (a. 5) SKPDN; dan (a. 6) Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundangundangan pajak daerah yang berlaku. (b) Keberatan diajukan secara tertulis disertai mengajukan keberatan

kepada gubernur/ bupati/walikota atau pejabat

alasan-alasan yang jelas. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak

Pusdiklatwas BPKP 2007

62

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

secara jabatan, maka wajib pajak harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut. (c) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama tiga bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan, atau tanggal pemungutan, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bukti bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (d) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai ketentuan yang berlaku. (e) Kepala daerah dalam jangka waktu paling lama dua belas bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam batas waktu tersebut di atas telah lewat dan kepala daerah keberatan dikabulkan. (f) Keputusan kepala daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak terutang. (2) Pengajuan Banding (a) Wajib pajak banding dapat mengajukan permohonan tidak yang memberi diajukan keputusan, tersebut maka dianggap

hanya kepada Badan Penyelesaian

Sengketa Pajak terhadap keberatannya.

Pusdiklatwas BPKP 2007

63

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Keputusan mengenai diterima atau tidaknya keberatan ditetapkan oleh kepala daerah. (b) Permohonan banding diajukan secara tertulis disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu tiga bulan sejak keputusan diterima dan dilampiri dengan salinan dari surat keputusan tersebut. (c) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. (d) Apabila permohonan pengajuan banding keberatan atau

dikabulkan sebagian

atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Imbalan bunga dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak daerah lebih bayar (SKPDLB). f) Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan, Ketetapan, dan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi (1) Kepala SKPDKB, daerah karena atau jabatan STPD atau yang atas dalam

permohonan wajib pajak dapat membetulkan SKPD, SKPDKBT penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah (2) Keputusan kepala daerah dapat berupa:

Pusdiklatwas BPKP 2007

64

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

(a) pengurangan atau administrasi

penghapusan

sanksi

berupa bunga, denda, dan kenaikan

pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya, (b) pengurangan atau pembatalan yang keliru. (3) Tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi daerah. b. Retribusi Daerah 1) Pengertian Retribusi Retribusi adalah pembayaran wajib oleh rakyat atas jasa tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada penduduknya secara perorangan. Jasa adalah upaya pelayanan oleh pemerintah daerah yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya dan dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa tersebut bersifat langsung, artinya hanya mereka yang membayar retribusi yang dapat menikmati balas jasa (kontra prestasi) dari pemerintah daerah. Sebagai contoh, setiap orang yang ingin memperoleh jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit umum daerah (RSUD) atau puskesmas harus membayar retribusi sesuai dengan perda. Meskipun demikian tidak ada paksaan secara yuridis kepada setiap orang untuk membayar retribusi, karena mereka bebas untuk memilih jasa pelayanan kesehatan yang diinginkannya. Pada retribusi pelayanan kesehatan yang ada dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak diatur dengan keputusan kepala ketetapan pajak

Pusdiklatwas BPKP 2007

65

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

hanyalah paksaan secara ekonomis, yaitu hanya pasien yang membayar retribusi yang berhak mendapat jasa pelayanan kesehatan dari RSUD atau puskesmas. Dewasa ini yang berwenang untuk memungut retribusi hanyalah pemerintah daerah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah: a) Retribusi merupakan pungutan berdasarkan undang-

undang dan perda b) Hasil penerimaan retribusi harus masuk ke kas daerah c) Setiap orang yang membayar retribusi memperoleh kontra prestasi langsung dari pemerintah daerah berupa jasa pelayanan d) Utang retribusi timbul apabila jasa pelayanan pemerintah daerah dinikmati oleh orang pribadi atau badan e) Sanksi ekonomis, yaitu apabila orang pribadi atau badan tidak membayar retribusi, maka mereka tidak akan memperoleh jasa layanan yang disediakan oleh pemerintah daerah. 2) Jenis Retribusi Retribusi daerah menurut UU nomor 34 tahun 2000 dan PP nomor 66 tahun 2001 dapat dikelompokkan sebagai berikut: a) Retribusi jasa umum, yaitu retribusi atas jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Adapun jenis-jenis retribusi jasa umum terdiri atas retribusi: (1) pelayanan kesehatan

Pusdiklatwas BPKP 2007

66

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

(2) (3)

pelayanan sampah/kebersihan penggantian biaya cetak KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan akte catatan sipil

(4) (5) (6) (7) (8) (9)

pelayanan pemakaman/pengabuan mayat pelayanan parkir di tepi jalan umum pelayanan pasar pengujian kendaraan bermotor pemeriksaan alat pemadam kebakaran penggantia biaya cetak peta

(10) pengujian kapal perikanan. b) Retribusi jasa usaha, yaitu retribusi yang dikenakan atas jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan meng-anut prinsip komersial, artinya retribusi semacam ini dapat disediakan oleh pihak swasta. Retribusi jasa usaha terdiri atas retribusi: (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) pemakaian kekayaan daerah pasar grosir atau pertokoan tempat pelelangan terminal tempat khusus parkir tempat penginapan/pesanggrahan/vila penyedotan kakus rumah potong hewan (RPH) pelayanan pelabuhan kapal

Pusdiklatwas BPKP 2007

67

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

(10) tempat rekreasi dan olah raga (11) penyeberangan di atas air (12) pengolahan limbah cair (13) penjualan produk usaha daerah. c) Retribusi perizinan tertentu, yaitu retribusi yang dikenakan atas pemberian izin dari pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang melakukan aktivitas tertentu. Pemberian izin tersebut dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pemanfaatan ruang publik, penggunaan sumber daya alam, barang, sarana dan pra-sarana, atau fasilitas tertentu yang dapat melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis retribusi perizinan tertentu antara lain meliputi retribusi: (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Izin mendirikan bangunan (IMB) Izin tempat penjualan minuman beralkohol Izin tempat penjualan obat (toko obat) Izin gangguan (HO = Hoereg Ordonantie) Izin usaha perdagangan (SIUP) Izin tempat usaha (SITU) Izin trayek.

3) Pemungutan Retribusi Daerah a) Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Tarif (1) Untuk retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan biaya

Pusdiklatwas BPKP 2007

68

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

penyediaan jasa terkait, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. (2) Untuk retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan

pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. (3) Untuk retribusi perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin tersebut. b) Peraturan Daerah Tentang Retribusi Pelaksanaan retribusi daerah diatur didasarkan pada ketentuan-ketentuan sebagai berikut: (1) Retribusi ditetapkan dengan peraturan daerah. (2) Peraturan daerah tentang retribusi tidak dapat berlaku surut. (3) Peraturan daerah tentang retribusi sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai: (a) nama, objek, dan subjek retribusi; (b) golongan retribusi; (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan; (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi; (e) struktur dan besarnya tarif retribusi; (f) wilayah pemungutan;

(g) tata cara pemungutan;

Pusdiklatwas BPKP 2007

69

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

(h) sanksi administrasi; (i) (j) tata cara penagihan; dan tanggal mulai berlakunya.

(4) Peraturan daerah tentang retribusi mencakup ketentuan mengenai: (a) masa retribusi; (b) pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan/atau sanksinya; (c) tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa. (5) Peraturan daerah untuk jenis-jenis retribusi tertentu harus terlebih disosialisasikan kepada masyarakat sebelum ditetapkan. (6) Dalam rangka pengawasan, peraturan daerah yang dibuat disampaikan kepada pemerintah paling lama lima belas hari setelah ditetapkan. (7) Dalam hal peraturan daerah yang dibuat bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, pemerintah dapat membatalkan peraturan daerah tersebut. (8) Pembatalan peraturan daerah dilakukan paling lama satu bulan sejak diterimanya peraturan daerah dimaksud

Pusdiklatwas BPKP 2007

70

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

c) Tarif Retribusi Besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan: (1) Tingkat Penggunaan Jasa Tingkat penggunaan jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas penggunaan jasa yang digunakan sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan, misalnya : berapa kali masuk tempat rekreasi, berapa kali/berapa jam parkir kendaraan dan sebagainya. Dalam hal lain, tingkat penggunaan jasa mungkin perlu ditaksir berdasarkan rumus. Dalam hal izin bangunan misalnya, tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir dengan rumus yang didasarkan atas luas tanah, luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan dan rencana penggunaan bangunan. (2) Besarnya Tarif Retribusi Tarif retribusi ditetapkan berdasarkan nilai rupiah atau persentase tertentu sehingga dapat diketahui berapa besarnya retribusi yang terutang. Tarif dapat ditetapkan seragam atau dapat diadakan perbedaan dalam golongan tarifnya sesuai dengan prinsip dan sasaran tarif tertentu, misalnya pembedaan retribusi mengunjungi tempat rekreasi antara golongan anak-anak dengan orang dewasa, retribusi parkir antara sepeda motor dan mobil, retribusi sampah antara industri dan rumah tangga, dan sebagainya. Besarnya tarif dapat dinyatakan dalam rupiah per unit tingkat penggunaan jasa.

Pusdiklatwas BPKP 2007

71

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

d) Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah (1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan

seluruhnya atau proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga (2) Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat waktu atau kurang membayar, maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. e) Pengajuan Keberatan (1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipermasalahkan. (2) Keberatan harus diajukan secara tertulis disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali apabila wajib retribusi dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (4) Pengajuan membayar retribusi. (5) Kepala daerah dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam batas waktu tersebut telah dilewati dan keberatan retribusi tidak menunda kewajiban penagihan

dan

pelaksanaan

Pusdiklatwas BPKP 2007

72

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

kepala daerah tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan dikabulkan. (6) Keputusan kepala daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian, menolak, atau terutang. f) Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Daerah menambah besarnya retribusi yang yang diajukan tersebut dianggap

dan Retribusi Daerah Apabila terjadi kelebihan pembayaran pajak daerah dan retribusi daerah, maka: (1) Atas kelebihan pembayaran pajak daerah atau

retribusi daerah, wajib pajak dan wajib retribusi dapat mengajukan kepala daerah. (2) Kepala daerah dalam jangka waktu paling lama dua belas bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran pajak harus memberikan keputusan. (3) Kepala daerah dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi harus sudah dapat memberikan keputusan mengenai hal tersebut. (4) Apabila jangka waktu di atas telah terlampaui dan kepala daerah tidak memberikan suatu keputusan, maka permohonan pengembalian pembayaran pajak atau retribusi dianggap dikabulkan dan SKPDLB/SKRDLB harus diterbit-kan dalam jangka waktu paling lama satu bulan. permohonan pengembalian kepada

Pusdiklatwas BPKP 2007

73

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

(5)

Apabila wajib pajak atau wajib retribusi mempunyai utang pajak atau utang retribusi lainnya, maka atas kelebihan pembayaran pajak atau retribusi, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak atau utang retribusi tersebut.

(6)

Pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau retribusi dilakukan dalam jangka waktu paling lama dua bulan sejak diterbitkan SKPDLB atau SKRDLB.

(7)

Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu dua bulan, maka kepala daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas kelebihan pembayaran kelebihan pembayaran pajak atau retribusi.

(8)

Tata cara pengembalian pembayaran pajak atau retribusi diatur dengan peraturan daerah.

g) Daluwarsa Penagihan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (1) Hak untuk melakukan penagihan pajak dan retribusi daerah daluwarsa setelah melampaui jangka waktu lima tahun sejak saat terutang pajak dan retribusi, kecuali bila wajib pajak/retribusi melakukan tindak pidana di bidang perpajakan/retribusi daerah. (2) Daluwarsa penagihan tersebut di atas

tertangguhkan, apabila diterbitkan surat teguran dan surat paksa atau ada pengakuan utang pajak/retribusi dari wajib pajak/retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

Pusdiklatwas BPKP 2007

74

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Pedoman tata cara penghapusan piutang pajak dan retribusi daerah yang daluwarsa diatur dengan peraturan pemerintah. 2. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Salah satu sumber pendapatan asli daerah adalah hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang terdiri atas bagian laba BUMD dan hasil kerja sama dengan pihak ketiga. Jumlah rencana PAD yang dianggarkan dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan harus mencerminkan rasionalitas dibandingkan dengan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan dan ditetapkan sebagai penyertaan modal (investasi). Upaya peningkatan penerimaan laba/dividen atas penyertaan modal atau investasi daerah lainnya yang dapat ditempuh melalui inventarisasi, penataan, dan evaluasi nilai kekayaan daerah yang dipisahkan baik dalam bentuk uang maupun barang sebagai penyertaan modal (investasi). Selain itu pendayagunaan kekayaan daerah yang belum dipisahkan dan belum dimanfaatkan untuk dikelola atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga sehingga menghasilkan pendapatan daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: a. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD b. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN c. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

Pusdiklatwas BPKP 2007

75

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

3.

PAD Lain-lain yang Sah PAD bertujuan memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menandai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Isi ayat (1) huruf d pasal 6 UU No. 33 tahun 2004 tentang PAD lain-lain yang sah antara lain meliputi: a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan b. jasa giro c. pendapatan bunga d. penerimaan atas tuntutan kerugian daerah e. penerimaan komisi, rabat, potongan atau bentuk lain sebagai akibat penjualan, tukar menukar, hibah, asuransi dan pengadaan barang/jasa oleh daerah f. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing g. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan h. pendapatan denda pajak i. pendapatan denda retribusi

j. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan k. pendapatan dari pengembalian l. fasilitas sosial dan fasilitas umum m. pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan n. pendapatan dari BLUD.

Pusdiklatwas BPKP 2007

76

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

B.

Dana Perimbangan Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN, yang terdiri atas: 1. 2. 3. dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak; dana alokasi umum (DAU); dan dana alokasi khusus (DAK).

Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah. Ketiga komponen dana perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh. 1. Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu. Pengaturan DBH dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 merupakan penyelarasan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Peng-hasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Dalam Undang-Undang ini dimuat peng-aturan mengenai bagi hasil penerimaan pajak penghasilan (PPh) pasal 25/29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21, serta sektor pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor

Pusdiklatwas BPKP 2007

77

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Selain itu, dana reboisasi yang semula termasuk bagian dari DAK dialihkan menjadi DBH. Bagi hasil pajak dan bukan pajak meliputi: bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam. a. Bagian Daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Penerimaan negara dari PBB dibagi dengan imbangan 10% (sepuluh persen) untuk pemerintah pusat dan 90% (sembilan puluh persen) untuk daerah. Bagian daerah dari PBB selanjutnya dibagi dengan rincian sebagai berikut: 1) 16,2% (enam belas koma dua persen) untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening kas daerah provinsi. 2) 64,8% (enam puluh empat koma delapan persen) untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disetor ke rekening Kas daerah kabupaten/kota. 3) 9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan. 4) 10% (sepuluh persen) bagian pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten/kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun berjalan, dengan imbangan sebagai berikut: a) 65% (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten/kota. b) 35% (tiga puluh lima persen) dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten/kota yang realisasi penerimaan PBB tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu.

Pusdiklatwas BPKP 2007

78

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

b. Bagian Daerah dari Pajak Penghasilan 1) Bagian daerah dari penerimaan PPh pasal 25/29 dan PPh Pasal 21 adalah sebesar 20% 2) Bagian daerah dari dana bagi hasil dari penerimaan PPh pasal 25 dan pasal 29 di atas, dibagi dengan imbangan 60% untuk kabupaten/kota dan 40% untuk provinsi. 3) Penyaluran dana bagi hasil sebagaimana maksud di atas, dilaksanakan secara triwulan. c. Bagian Daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 1) Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. 2) Bagian daerah dari BPHTB dibagi dengan rincian sebagai berikut: a) 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening kas daerah provinsi. b) 64% untuk daerah kabupaten/kota penghasil dan disalurkan ke rekening kas daerah kabupaten/kota. c) 20% bagian pemerintah pusat dari penerimaan BPHTB dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk kabupaten/kota di seluruh Indonesia berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pusdiklatwas BPKP 2007

79

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

d. Bagian Daerah dari Penerimaan Sumber Daya Alam 1) Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi: 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. 2) Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan: a) penerimaan iuran hak pengusahaan hutan (IHPH); b) penerimaan provisi sumber daya hutan (PSDH). 3) Bagian daerah dari penerimaan negara IHPH dibagi: a) 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan. b) 64% untuk daerah kabupaten/kota penghasil. 4) Bagian daerah dari penerimaan negara PSDH dibagi: a) 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan. b) 32% untuk daerah kabupaten/kota penghasil. c) 32% untuk daerah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. 5) Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor

pertambangan umum, terdiri dari a) Penerimaan iuran tetap (land rent), yaitu seluruh penerimaan iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan penyelidikan umum, eksplorasi atau eksploitasi pada suatu wilayah kuasa pertambangan. b) Penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) yaitu iuran produksi yang diterima negara dalam hal pemegang kuasa pertambangan eksplorasi mendapat hasil berupa bahan galian yang tergali atas kesempatan eksplorasi yang diberikan kepadanya serta hasil yang

Pusdiklatwas BPKP 2007

80

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

diperoleh dari usaha pertambangan eksploitasi (royalty) satu atau lebih bahan galian. 6) Bagian daerah dari penerimaan negara iuran tetap (land rent) dibagi dengan rincian: a) 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan; b) 32% untuk daerah kabupaten/kota penghasil; c) 32% untuk daerah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan yang dibagi dengan porsi yang sama. 7) Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor perikanan: a) penerimaan pungutan pengusahaan perikanan; dan b) penerimaan pungutan hasil perikanan. 8) Bagian daerah dari penerimaan negara di sektor perikanan dibagikan dengan porsi yang sama besar kepada kabupaten/ kota di seluruh Indonesia. 9) Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam sektor pertambangan dan gas alam dari wilayah daerah terkait setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. 10) Penerimaan negara dari pertambangan minyak bumi dan gas alam terdiri atas: a) Penerimaan negara dari pertambangan minyak bumi dengan imbangan 84,5% untuk pemerintah pusat dan 15,5% untuk pemerintah daerah.

Pusdiklatwas BPKP 2007

81

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

b) Penerimaan negara dari pertambangan gas alam dibagi dengan imbangan 69,5% untuk pemerintah pusat dan 30,5% untuk pemerintah daerah. 11) Bagian daerah dari pertambangan minyak bumi dibagi dengan rincian sebagai berikut: a) 3% untuk provinsi yang bersangkutan; b) 6% untuk kabupaen/kota penghasil; dan c) 6% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan yang dibagikan dengan porsi yang sama besar. 12) Bagian daerah dari pertambangan gas alam dibagi dengan rincian sebagai berikut: a) 6% untuk provinsi yang bersangkutan; b) 12% untuk kabupaten/kota penghasil; dan c) 12% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan yang dibagikan dengan porsi yang sama besar. 13) Dana bagi hasil pertambangan minyak dan gas bumi sebesar 0,5% (setengah persen) digunakan untuk menambah anggaran pendidikan dasar, yaitu: a) 0,1% dibagi ke provinsi yang bersangkutan; b) 0.2% dibagi ke kabupaten/kota penghasil; dan c) 0,2% dibagi ke seluruh kabupaten/kota di provinsi tersebut. 2. Dana Alokasi Umum (DAU) DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU dialokasikan untuk daerah provinsi

Pusdiklatwas BPKP 2007

82

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

dan daerah kabupaten/kota. Tujuan dari pemberian dana alokasi umum adalah pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan. Termasuk dalam pengertian tersebut adalah jaminan kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat. Besarnya DAU untuk setiap tahun anggaran ditetapkan sebesar 26% dari penerimaan dalam negeri yang berasal dari pajak dan bukan pajak pada APBN setelah dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah. Selanjutnya DAU dialokasikan ke daerah dengan imbangan provinsi sebesar 10% (sepuluh persen) dan kabupaten/kota 90% (sembilan puluh persen). Sebagai contoh, besarnya DAU untuk tahun anggaran tertentu ditetapkan sebesar 26% (dua puluh enam persen) setelah dikurangi alokasi bagi hasil. Misalnya: Jumlah penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak dalam APBN sebesar Rp 260 trilyun dan jumlah alokasi bagi hasil adalah Rp 30 trilyun maka: Jumlah DAU untuk seluruh provinsi dan kabupaten/kota adalah: 26% x (Rp 260 trilyun Rp 30 trilyun) = Rp 59,8 trilyun Jumlah DAU untuk seluruh provinsi adalah: 10% x Rp 59,8 trilyun = Rp 5,98 trilyun Jumlah DAU untuk seluruh kabupaten/kota adalah: 90% x Rp 59,8 trilyun = Rp 53,82 trilyun

Pusdiklatwas BPKP 2007

83

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Sesuai dengan PP nomor 84 Tahun 2001, dana alokasi umum baik untuk daerah provinsi maupun untuk daerah kabupaten /kota dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
DAU untuk suatu = daerah tertentu alokasi umum untuk daerah Jumlah dana X Jumlah bobot dari seluruh daerah Bobot daerah ybs

Bobot daerah yang bersangkutan ditetapkan berdasarkan dua faktor: kebutuhan wilayah otonomi daerah (kebutuhan fiskal daerah) potensi ekonomi daerah (kapasitas fiskal daerah)

Rumusan kebutuhan wilayah otonomi daerah adalah:


1 Indeks Penduduk + Kebutuhan Wilayah Daerah Otonomi = Pengeluaran Daerah Rata-rata X 2 Indeks Luas Wilayah + 3 Indeks Kemiskinan Relatif + 4 Indeks Harga

Bobot 1, 2, 3, 4 ditentukan melalui perhitungan ekonometri (regresi sederhana) atau secara proporsional. Rincian lebih lanjut akan dijelaskan di bawah ini. Rumusan pengeluaran daerah rata-rata adalah sebagai berikut: Pengeluaran daerah rata-rata = Jumlah pengeluaran seluruh daerah Jumlah daerah

Pusdiklatwas BPKP 2007

84

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Rumusan beberapa indeks adalah sebagai berikut:


Indeks Penduduk (1) = Populasi daerah i Rata-rata populasi daerah secara nasional

Indeks Luas Daerah (2)

Luas daerah i Rata-rata luas daerah nasional

Indeks Kemiskinan Relatif (3)

Jumlah penduduk miskin daerah i Rata-rata jumlah penduduk miskin daerah

Indeks Harga (4)

Indeks konstruksi daerah i Rata-rata indeks konstruksi daerah

Potensi Ekonomi Daerah dihitung berdasarkan rumus: Potensi Ekonomi Daerah = PAD + PBB + BPHTB + BHSDA + PPh PAD PBB BPHTB BHSDA PPh : : : : : Pendapatan Asli Daerah Pajak Bumi dan Bangunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam Pajak Penghasilan

Tata cara penyaluran DAU adalah seperti di bawah ini: Setiap awal tahun anggaran, Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan menebitkan daftar alokasi DAU (DADAU) yang berlaku sebagai SKO. Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan dokumen tersebut kepada gubernur/bupati /walikota serta KPKN.

Pusdiklatwas BPKP 2007

85

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Selanjutnya masing-masing kepala daerah mengajukan SPM kepada KPKN setempat dalam waktu enam hari kerja sebelum tanggal satu bulan berikutnya sebesar 1/12 (satu per dua belas) dari pagu DAU dengan dilampiri bukti penerimaan. Atas dasar SPM yang diajukan, KPKN menerbitkan SP2D-LS atas nama gubernur/bupati/walikota pada rekening kas umum daerah. 3. Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana alokasi khusus berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus/tertentu yaitu kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus alokasi khusus, kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas potensi nasional. Dana tersebut dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan usulan dari daerah. Untuk membiayai kebutuhan khusus yang bersumber dari DAK diperlukan dana pendamping yang bersumber dari APBD dengan jumlah sekurang-kurangnya 10%. Untuk pembiayaan program/kegiatan reboisasi, tidak dipersyaratkan adanya dana pendamping. Terhadap penerimaan negara yang berasal dari dana reboisasi, disisihkan sebesar 40% (empat puluh persen) dan diberikan kepada daerah penghasil sebagai bagian dari DAK untuk membiayai kegiatan reboisasi/penghijauan di daerah penghasil. Sektor/program/kegiatan yang tidak dapat dibiayai dari DAK adalah: biaya-biaya administrasi, penyiapan proyek fisik, penelitian, pelatihan, perjalanan dinas, dan lain-lain biaya umum sejenis. Sesuai pasal 42

Pusdiklatwas BPKP 2007

86

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, ketentuan lebih lanjut mengenai DAK akan diatur dalam peraturan pemerintah. Secara ringkas rincian pembagian antara pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah ditetapkan sebagai berikut: No. 1. 2. Sumber Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 3. Sumber Daya Alam Sektor Kehutanan, Sektor Pertambangan Umum dan Sektor Perikanan 4. Pertambangan Minyak Bumi yang berasal dari Wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya 5. Pertambangan dan Gas Bumi yang berasal dari Wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. 6. Dana Alokasi Umum. provinsi 10% kab/kota 90% 7. Dana Alokasi Khusus (yang berasal dari dana reboisasi) 60% 40% 69,5% 30,5% 84,5% 15,5% 20% 80% Pusat 10% 20% Daerah 90% 80%

Pusdiklatwas BPKP 2007

87

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

4.

Bagi Hasil dari Provinsi Bagi hasil dari pemerintah daerah provinsi untuk kabupaten/kota di wilayahnya, pada dasarnya merupakan hasil pajak provinsi, yang sebagian dibagikan ke kabupaten/kota menurut aturan dalam perda provinsi yang bersangkutan, berupa: a. pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air; b. bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air; c. pajak bahan bakar kendaraan bermotor; dan d. pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

C.

Pendapatan Daerah Lainnya yang Sah 1. Dana darurat yang diterima dari pemerintah dan bantuan uang dan barang dari badan/lembaga tertentu untuk menanggulangi bencana alam yang disalurkan melalui pemerintah daerah. 2. Hibah yang diterima baik berupa uang, barang dan/atau jasa yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan naskah perjanjian hibah daerah dan mendapat persetujuan DPRD. 3. Sumbangan perorangan yang atau diterima pihak dari organisasi/lembaga yang tidak tertentu

ketiga,

berkonsekuensi

pengeluaran maupun pengurangan kewajiban pihak ketiga/pemberi sumbangan diatur dalam peraturan daerah. 4. Pendapatan lain-lain yang ditetapkan pemerintah pusat termasuk dana penyesuaian dan dana otonomi khusus.

Pusdiklatwas BPKP 2007

88

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

D.

Penerimaan Pembiayaan Pembiayaan (financing) menurut PSAP (Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah) Nomor 2, adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Sementara pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembiayaan kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, serta penyertaan modal oleh pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, mengklasifikasikan pinjaman daerah dalam bentuk: a. b. c. pinjaman jangka pendek; pinjaman jangka menengah; dan pinjaman jangka panjang.

Pinjaman jangka pendek merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman ini hanya dipergunakan untuk menutup kekurangan arus kas pada tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka menengah merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga dan biaya lain harus dalam jangka waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan. Pinjaman ini dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

89

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Pinjaman jangka panjang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga dan biaya lain harus pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman tersebut. Pinjaman ini dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan. Penerimaan pembiayaan menurut ketentuan dalam PP No. 58 Tahun 2005, terdiri atas: - sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya; - pencairan dana cadangan; - hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; - penerimaan pinjaman daerah; - penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan - Penerimaan piutang daerah. 1. Sisa lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SILPA) SILPA mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan

penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban pihak III yang sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan. 2. Pencairan Dana Cadangan Pencairan dana cadangan digunakan untuk menganggarkan

pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah dalam tahun anggaran berkenaan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

90

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

3.

Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, digunakan antara lain untuk menganggarkan hasil penjualan perusahaan milik daerah/BUMD dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak III, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah.

4.

Penerimaan Pinjaman Daerah a. Sumber Pinjaman Daerah Pinjaman dapat berasal dari dalam negeri atau luar negeri. Pinjaman dalam negeri dapat diperoleh dari pemerintah pusat, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, masyarakat dan sumber lainnya. Sedangkan pinjaman dari luar negeri dapat berupa pinjaman bilateral atau pinjaman multilateral. Pinjaman daerah dapat dibedakan menjadi pinjaman jangka panjang dan pinjaman jangka pendek. Pinjaman jangka panjang hanya dapat digunakan untuk untuk membiayai kembali pembangunan serta prasarana yang merupakan aset daerah dan dapat menghasilkan penerimaan pembayaran pinjaman, memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat. Pinjaman jangka panjang tidak dapat digunakan untuk membiayai belanja administrasi umum serta belanja operasional dan pemeliharaan. Selain itu daerah dapat melakukan pinjaman jangka panjang guna pengaturan arus kas dalam rangka pengelolaan kas daerah. b. Persyaratan Pinjaman Daerah 1) Untuk pinjaman jangka panjang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Pusdiklatwas BPKP 2007

91

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

a) Jumlah kumulatif

pokok pinjaman daerah yang wajib

dibayar tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. b) Berdasarkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran

daerah tahunan selama jangka waktu pinjaman, debt service coverage ratio (DSCR) paling sedikit 2,5 . c) Jumlah maksimum pinjaman jangka panjang adalah 1/6 (satu per enam) dari jumlah belanja APBD tahun anggaran yang berjalan. 2) Untuk pinjaman jangka pendek harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Pinjaman jangka pendek dilakukan dengan mempertimbangkan kecukupan penerimaan daerah untuk membayar kembali pinjaman tersebut pada waktunya. b) Pelunasan pinjaman jangka pendek wajib diselesaikan dalam tahun anggaran yang berjalan. 3) Berdasarkan pertimbangan kepentingan nasional, menteri keuangan dapat menetapkan pengendalian lebih lanjut atas pinjaman daerah. c. Batas Maksimum Jangka Waktu Pinjaman Daerah 1) Batas maksimum jangka waktu pinjaman jangka panjang disesuaikan dengan umur ekonomis aset yang dibiayai dari pinjaman tersebut. 2) Batas maksimum masa tenggang disesuaikan dengan masa konstruksi proyek.

Pusdiklatwas BPKP 2007

92

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

3)

Jangka waktu pinjaman jangka panjang sudah termasuk masa tenggang.

4)

Jangka waktu pinjaman dan masa tenggang untuk pinjaman jangka panjang yang bersumber dari dalam negeri ditetapkan daerah dengan persetujuan DPRD, sedang yang bersumber dari luar negeri disesuaikan dengan persyaratan pinjaman luar negeri yang bersangkutan.

d. Larangan Penjaminan 1) Daerah pinjaman dilarang pihak membuat lain dan perjanjian yang menjamin atas

mengakibatkan

beban

keuangan daerah. 2) Barang milik Daerah yang digunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat dijadikan jaminan dalam mem-peroleh pinjaman daerah. e. Prosedur Pinjaman Daerah 1) Setiap pinjaman daerah dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari DPRD. 2) Berdasarkan persetujuan DPRD, daerah mengajukan

pinjaman kepada calon pemberi pinjaman. 3) Setiap pinjaman daerah dituangkan dalam surat perjanjian pinjaman antara daerah yang bersangkutan dengan pemberi pinjaman. Surat perjanjian tersebut ditandatangani oleh kepala daerah (atas nama daerah) dan pemberi pinjaman, selanjutnya diumumkan dalam lembaran daerah. 4) Pinjaman daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui pemerintah pusat.

Pusdiklatwas BPKP 2007

93

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

5)

Untuk memperoleh pinjaman daerah yang bersumber dari luar negeri, daerah mengajukan usulan pinjaman kepada pemerintah pusat disertai surat persetujuan DPRD, studi kelayakan, dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan. Selanjutnya pemerintah pusat melakukan evaluasi dari berbagai aspek untuk menilai dapat tidaknya usulan tersebut disetujui.

6)

Apabila pemerintah pusat menyetujui, selanjutnya pemerintah daerah mengadakan perundingan dengan calon pemberi pinjaman yang hasilnya dilaporkan untuk mendapatkan persetujuan pemerintah pusat.

7)

Untuk memperoleh pinjaman yang berasal dari pemerintah pusat, daerah mengajukan usul kepada menteri keuangan didukung surat persetujuan DPRD, studi kelayakan, dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk dievaluasi. Perjanjian pinjaman ini ditandatangani oleh menteri keuangan dan kepala daerah.

f. Pembayaran Kembali Pinjaman Daerah 1) Semua pembayaran yang menjadi kewajiban daerah atas pinjaman daerah yang jatuh tempo merupakan prioritas dan dianggarkan dalam pengeluaran APBD. 2) Dalam hal daerah tidak memenuhi kewajiban pembayaran atas pinjaman daerah dari pemerintah pusat, maka pemerintah pusat memperhitungkan kewajiban tersebut dengan DAU kepada daerah yang bersangkutan. 3) Dalam hal daerah tidak memenuhi kewajiban pembayaran atas pinjaman daerah yang bersumber dari luar negeri, maka kewajiban tersebut diselesaikan sesuai perjanjian pinjaman.

Pusdiklatwas BPKP 2007

94

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

g. Pembukuan dan Pelaporan 1) Semua penerimaan dan kewajiban dalam rangka pinjaman daerah dicantumkan dalam APBD dan dibukukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintah daerah. 2) Keterangan tentang semua pinjaman jangka panjang dituangkan dalam lampiran dokumen APBD. 3) Kepala daerah melaporkan kepada DPRD secara berkala dengan tembusan kepada menteri keuangan tentang perkembangan jumlah pinjaman daerah dan tentang pelaksanaan pemenuhan kewajiban pinjaman yang telah jatuh tempo. 5. Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Penerimaan kembali pemberian pinjaman digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya. 6. Penerimaan Piutang Daerah Penerimaan piutang digunakan untuk menganggarkan penerimaan yang bersumber dari pelunasan piutang pihak ketiga, seperti penerimaan piutang daerah dari pendapatan daerah, pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan penerimaan piutang lainnya. 7. Penerimaan Kembali Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Penerimaan kembali penyertaan modal (investasi) daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan yang bersumber dari penyertaan modal yang bersumber dari penyertaan modal yang diterima kembali.

Pusdiklatwas BPKP 2007

95

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

E.

LATIHAN 1. Pajak provinsi yang tari tertingginya 10% adalah a. PKB b. BBN-KB/KA c. PBB-KB d. P3ABT/AP 2. SPTPD tidak disampaikan oleh WPD kepada kepala daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah WPD ditegur secara tertulis, maka kepala daerah akan menerbitkan: a. SKPDKB b. SKPDN c. SKPD d. SKPDKBT 3. Salah satu penerimaan daerah adalah dana bagi hasil pajak dari BPHTB dengan komposisi : a. Pemerintah pusat 25%; pemerintah daerah 75% b. Pemerintah pusat 10%; pemerintah daerah 9%; biaya pungut 9% c. Pemerintah pusat 20%; pemerintah provinsi 32%; pemerintah kab./kota 48% d. Pemerintah provinsi 16%; pemerintah kab./kopta 84% 4. Pinjaman daerah yanghanya dipergunakan untuk menutup

kekurangan arus kas pada tahun anggaran yang bersangkutan: a. Pinjaman jangka panjang

Pusdiklatwas BPKP 2007

96

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

b. Pinjaman jangka menengah c. Pinjaman jangka pendek d. Pinjaman pihak ketiga 5. Jumlah penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak dalam APBN tahun 2008 sebesar Rp 550 trilyun dan jumlah alokasi bagi hasil adalah Rp 50 trilyun, maka jumlah DAU seluruh kabupaten/kota di Indonesia: e. Rp 13 trilyun

a. Rp 117 trilyun b. Rp 130 trilyun c. Rp 260 trilyun

Pusdiklatwas BPKP 2007

97

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

BAB VI

PENGELUARAN DAERAH
Setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta diklat mampu menjelaskan pengertian pengeluaran daerah, berupa belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah.

Ketentuan dalam pasal 18 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, menyebutkan: (1) Pengeluaran daerah terdiri dari belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah. (2) Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. (3) Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan, maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran/belanja daerah, harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. A. BELANJA DAERAH Berdasarkan Pasal 24 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, belanja daerah dapat dirinci menurut urusan pemerintahan daerah; organisasi; program dan kegiatan;

Pusdiklatwas BPKP 2007

98

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

1.

kelompok; jenis; dan objek dan rincian objek belanja. Urusan Pemerintahan Daerah Belanja daerah yang dipergunakan untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota, terdiri dari: urusan wajib; urusan pilihan; dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk

melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Klasifikasi belanja menurut urusan wajib, mencakup: a. pendidikan; b. kesehatan;

Pusdiklatwas BPKP 2007

99

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

c. pekerjaan umum; d. perumahan rakyat; e. penataan ruang; f. perencanaan pembangunan; g. perhubungan; h. lingkungan hidup; i. pertanahan;

j. kependudukan dan catatan sipil; k. pemberdayaan perempuan; l. keluarga berencana dan keluarga sejahtera; m. sosial; n. tenaga kerja; o. koperasi dan usaha kecil dan menengah; p. penanaman modal; q. kebudayaan; r. pemuda dan olah raga; s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi

keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian; u. ketahanan pangan; v. pemberdayaan masyarakat dan desa; w. statistik;

Pusdiklatwas BPKP 2007

100

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

x. kearsipan; y. komunikasi dan informatika; dan z. Perpustakaan Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan, terdiri atas: a. pertanian; b. kehutanan; c. energi dan sumber daya mineral; d. pariwisata; e. kelautan dan perikanan; f. perdagangan; g. perindustrian; dan h. transmigrasi. Belanja menurut urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan, dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang diklasifikasikan menurut urusan wajib dan urusan pilihan. 2. Organisasi Klasifikasi belanja menurut organisasi, disesuaikan dengan susunan organisasi pada masing-masing pemerintah daerah. Contoh klasifikasi ini dapat dilihat pada gambar 3.2 pada Bab III.

Pusdiklatwas BPKP 2007

101

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

3.

Klasifikasi Program dan Kegiatan Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan, disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah (Lihat Lampiran A.VII Permendagri 13/2006).

4.

Klasifikasi Kelompok Klasifikasi belanja menurut kelompok dirinci dalam kelompok belanja langsung dan kelompok belanja tidak langsung. a. Belanja Langsung Belanja langsung adalah belanja yang dipengaruhi secara langsung oleh adanya program dan kegiatan yang direncanakan. Jenis belanja langsung dapat berupa belanja pegawai/personalia, barang/jasa, pemeliharaan, dan perjalanan dinas. Keberadaan belanja tersebut merupakan konsekuensi karena adanya program dan kegiatan dan mempunyai karakter bahwa masukan (alokasi belanja) dapat diukur dan diperbandingkan dengan keluarannya. Belanja langsung dibagi menurut jenis belanja, yaitu: 1) belanja pegawai; 2) belanja barang & jasa; dan 3) belanja modal. b. Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak dipengaruhi secara langsung terhadap adanya program/kegiatan. Belanja ini meliputi belanja pegawai, barang/jasa, pemeliharaan, dan perjalanan dinas.

Pusdiklatwas BPKP 2007

102

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Keberadaan anggaran belanja ini bukan merupakan konsekuensi ada atau tidaknya program/kegiatan. Belanja ini digunakan secara periodik (umumnya bulanan) dalam rangka koordinasi penyelenggaraan tugas pemerintahan yang bersifat umum, dan digunakan secara bersama-sama dalam pelaksanaan program/ kegiatan. Dalam perhitungan ASB (Analisa Standar Belanja), belanja tidak langsung harus dialokasikan pada setiap program/kegiatan tahun anggaran yang bersangkutan. Program/kegiatan yang memperoleh alokasi belanja tidak langsung adalah program atau kegiatan non investasi. ASB merupakan hasil penjumlahan belanja langsung setiap program/kegiatan dengan belanja tidak langsung yang dialokasikan pada program/kegiatan tersebut, yang selanjutnya digunakan sebagai standar untuk menilai program/kegiatan unit kerja. Belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja terdiri atas: 1) belanja pegawai; 2) bunga; 3) subsidi; 4) hibah; 5) bantuan sosial; 6) belanja bagi hasil; 7) bantuan keuangan; dan 8) belanja tidak terduga.

Pusdiklatwas BPKP 2007

103

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

5.

Klasifikasi Jenis Belanja Pada lampiran IV PP 24 tahun 2004 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), belanja diklasifikasikan menurut ekonomi (jenis belanja, organisasi, dan fungsi). Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi ekonomi pemerintah pusat terdiri dari: belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Sedangkan klasifikasi ekonomi untuk pemerintah daerah, terdiri dari ; belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak terduga. Contoh klasifikasi belanja menurut jenis belanja adalah sebagai berikut: Belanja Operasi Belanja Pegawai Belanja Barang Bunga Subsidi Hibah Bantuan Sosial XXX XXX XXX XXX XXX XXX

Belanja Modal Belanja Aset Tetap Belanja Aset Lainnya XXX XXX XXX

Belanja Lain-lain/Tak Terduga

Pusdiklatwas BPKP 2007

104

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

a. Belanja Operasi Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang & jasa non investasi, belanja pemeliharaan, pembayaran bunga hutang, belanja subsidi, dan belanja bantuan sosial. b. Belanja Modal Sesuai definisi dalam pernyataan SAP Nomor 2, yang dimaksud dengan Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja Modal meliputi antara lain; belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, dan aset tidak berwujud. c. Belanja Tidak Tersangka Sesuai definisi dalam pernyataan SAP Nomor 2, yang dimaksud dengan belanja tidak tersangka adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang. Yang termasuk belanja tidak tersangka antara lain: penanggulangan bencana alam, bencana sosial, atau pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintahan daerah.

Pusdiklatwas BPKP 2007

105

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Yang dimaksud dengan pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan adalah: 1) Pengeluaran yang sangat dibutuhkan bagi penyediaan sarana dan prasarana yang langsung berkaitan dengan pelayanan masyarakat, yang anggarannya tidak tersedia dalam tahun anggaran yang bersangkutan. 2) Pengembalian atas kelebihan penerimaan yang terjadi dalam tahun-tahun anggaran yang lalu (yang telah ditutup) dengan didukung bukti-bukti yang sah. Klasifikasi belanja menurut fungsi adalah klasifikasi yang

didasarkan pada sebelas fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Klasifikasi ini digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara/daerah, yang terdiri dari: 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 pelayanan umum ; pertahanan; ketertiban dan ketenteraman; ekonomi; lingkungan hidup; perumahan dan fasilitas umum; kesehatan; keluarga berencana; pariwisata dan budaya; pendidikan; dan perlindungan sosial. XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX

(Sumber : Lampiran A.VI Permendagri 13/ 2006)

Pusdiklatwas BPKP 2007

106

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

B.

PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH Pengeluaran pembiayaan daerah terdiri dari pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah. 1. Pembentukan Dana Cadangan Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam tahun anggaran. Pembentukan dana cadangan tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah. Rancangan perda tentang pembentukan dana cadangan, dibahas bersama dengan pembahasan rancangan perda APBD. Dana cadangan dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah, kecuali dari dana alokasi khusus, pinjaman daerah dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dana cadangan ditempatkan pada rekening tersendiri. Penerimaan hasil bunga/dividen rekening dana cadangan dan penempatan dalam portofolio dicantumkan sebagai penambahan dana cadangan berkenaan dalam daftar dana cadangan pada lampiran raperda tentang APBD. 2. Investasi Pemerintah Daerah Investasi/penyertaan modal pemerintah daerah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat segera diperjualbelikan/dicairkan, yang ditujukan dalam rangka manajemen kas dan berisiko rendah serta dimiliki selama kurang dari duabelas digunakan untuk

menganggarkan kekayaan pemerintah daerah yang diinvestasikan

Pusdiklatwas BPKP 2007

107

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

bulan. Investasi ini mencakup: deposito berjangka antara tiga sampai dengan dua belas bulan, pembelian surat utang negara (SUN), sertifikat bank indonesia (SBI), dan surat perbendaharaan negara (SPN). Sedangkan yang dimaksudkan dengan investasi jangka panjang, adalah investasi yang dimiliki lebih dari duabelas bulan. Investasi jangka panjang dikelompokan dalam investasi non permanen. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang dengan tujuan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali. Misalnya: kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal daerah pada BUMD dan/atau badan usaha lainnya. Investasi non permanen adalah investasi jangka panjang yang bertujuan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali. Misalnya: pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang, dana bantuan bergulir dari pemerintah daerah kepada kelompok masyarakat, pemberian fasilitas pendanaan kepada usaha mikro dan menengah. Investasi pemerintah daerah dapat dianggarkan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal dengan berpedoman pada peraturan menteri dalam negeri. 3. Pembayaran Pokok Utang Pembayaran pokok utang digunakan untuk menganggarkan investasi permanen dan

pembayaran kewajiban atas pokok utang yang dihitung berdasarkan

Pusdiklatwas BPKP 2007

108

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 4. Pemberian Pinjaman Daerah Pemberian pinjaman digunakan untuk menganggarkan pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya C. LATIHAN 1. Karakteristik belanja daerah yang dialokasikan dalam APBD

khususnya terkait dengan pelayanan umum harus mengedepankan: a. adil, merata, dan tidak diskriminatif b. proporsional, efisien, dan efektif c. ekonomis, efisien, dan efektif d. cukup, proporsional, dan merata. 2. Sesuai dengan ketentuan permendagri No. 13 tahun 2006 yang direvisi dengan permendagri No. 59 tahun 2007, belanja tidak langsung meliputi: a. belanja barang/jasa b. belanja pegawai c. belanja pegawai, dan belanja pemeliharaan d. belanja pegawai, dan belanja perjalanan dinas 3. Pembelian SUN, SBI dan SPN oleh pemerintah daerah termasuk investasi: a. jangka pendek b. jangka menengah

Pusdiklatwas BPKP 2007

109

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

c. permanen d. non permanen 4. Pembangunan kembali 5 unit gedung baru SD di Kec. Sibolangit bernilai Rp. 950 juta tidak tersedia dalam APBD TA 2008, sebagai ganti 5 unit gedung SD yang roboh karena bencana tanah longsor dikategorikan dalam: a. Belanja modal b. Belanja barang/jasa c. Belanja investasi d. Belanja tidak tersangka 5. Penyisihan dana cadangan oleh pemerintah daerah dapat bersumber pada: a. DAK b. pinjaman daerah c. hasil penjualan SUD d. bagian laba BUMD

Pusdiklatwas BPKP 2007

110

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

BAB VII

PELAKSANAAN, PENATAUSAHAAN, PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN APBD


Pada akhir pemelajaran ini peserta mampu memahami proses pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban APBD.

A.

PELAKSANAAN APBD Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD. Pelaksanaan APBD meliputi pelaksanaan anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Penjelasan berikut ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan ini telah disusun pedoman pelaksanaannya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengeluaran dapat dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD dilaksanakan setelah dokumen pelaksanaan anggaran SKPD (DPA-SKPD) ditetapkan oleh PPKD dengan persetujuan sekretaris daerah. Proses penetapan DPA-SKPD adalah sebagai berikut:

Pusdiklatwas BPKP 2007

111

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

1.

PPKD paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah peraturan daerah tentang APBD ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun rancangan DPA-SKPD.

2.

Rancangan DPA-SKPD merinci sasaran yang hendak dicapai, program, kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap SKPD serta pendapatan yang diperkirakan.

3.

Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD kepada PPKD paling lama 6 (enam) hari kerja setelah pemberitahuan.

4.

TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-sama dengan kepala SKPD paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak ditetapkannya peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.

5.

Berdasarkan hasil verifikasi, PPKD mengesahkan rancangan DPASKPD dengan persetujuan sekretaris daerah.

6.

DPA-SKPD yang telah disahkan disampaikan kepada kepala SKPD, satuan kerja pengawasan daerah, dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan.

Setelah DPA-SKPD ditetapkan, kepala SKPD melaksanakan kegiatankegiatan SKPD berdasarkan dokumen tersebut. 1. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Penerimaan SKPD berupa uang

Pusdiklatwas BPKP 2007

112

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

atau cek harus disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja oleh bendahara penerimaan dengan didukung oleh bukti yang lengkap. Semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah. SKPD dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan daerah. SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima dan/atau kegiatannya berdampak pada penerimaan daerah wajib mengintensifkan pemungutan dan penerimaan tersebut. Komisi, rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung sebagai akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya merupakan pendapatan daerah. Semua penerimaan daerah apabila berbentuk uang harus segera disetor ke kas umum daerah dan berbentuk barang menjadi milik/aset daerah yang dicatat sebagai inventaris daerah. Pengembalian atas kelebihan pajak, retribusi, pengembalian tuntutan ganti rugi dan sejenisnya dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan yang yang bersangkutan dalam tahun untuk yang pengembalian sama. Untuk penerimaan terjadi

pengembalian kelebihan penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada rekening belanja tidak terduga.

Pusdiklatwas BPKP 2007

113

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

2.

Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD. Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pengeluaran belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran daerah. Pengeluaran kas tersebut tidak termasuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan surat penyediaan dana (SPD), atau dokumen pelaksanaan anggaran SKPD (DPA-SKPD), atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD. Khusus untuk biaya pegawai diatur bahwa gaji pegawai negeri sipil daerah daerah dibebankan berdasarkan dalam APBD. Pemerintah yang daerah dapat dengan memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil pertimbangan obyektif memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam pelaksanaan pembayaran yang terhutang pajak, bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak

Pusdiklatwas BPKP 2007

114

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara pada bank pemerintah atau bank lain yang ditetapkan menteri keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai ketentuan perundangundangan. Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Selanjutnya pembayaran dilakukan dengan penerbitan SP2D oleh kuasa BUD. Karena itu, kuasa BUD berkewajiban untuk: a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran; b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang tercantum dalam perintah pembayaran; c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan; d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran daerah; dan e. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Perlu menjadi perhatian bahwa penerbitan SPM tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Setelah tahun anggaran berakhir, kepala SKPD selaku pengguna anggaran dilarang menerbitkan SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh bendahara pengeluaran. Bendahara

Pusdiklatwas BPKP 2007

115

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya setelah: a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran; b. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran; dan c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan. Bendahara pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran apabila kelengkapan dokumen, kebenaran perhitungan dan ketersediaan dana tidak terpenuhi. Bendahara pengeluaran wajib melakukan hal tersebut karena dia bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya. Kepala daerah dapat memberikan izin pembukaan rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan SKPD. 3. Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerah Pengelolaan anggaran pembiayaan daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD). Semua penerimaan dan pengeluaraan pembiayaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah. Untuk pencairan dana cadangan, pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan, setelah jumlah dana cadangan yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan yang berkenaan mencukupi. Pemindahbukuan tersebut paling tinggi sejumlah pagu dana cadangan yang akan digunakan untuk mendanai pelaksanaan kegiatan dalam tahun anggaran

Pusdiklatwas BPKP 2007

116

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan. Pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah tersebut dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD. Penjualan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pencatatan penerimaan atas penjualan kekayaan daerah didasarkan pada bukti penerimaan yang sah. Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman berkenaan. Penerimaan pinjaman dalam bentuk mata uang asing dibukukan dalam nilai rupiah. Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah didasarkan pada perjanjian pemberian pinjaman daerah sebelumnya, untuk kesesuaian pengembalian pokok pinjaman dan kewajiban lainnya yang menjadi tanggungan pihak peminjam. Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan mencakup pelaksanaan

pembentukan dana cadangan, penyertaan modal, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah. Jumlah pendapatan daerah yang disisihkan untuk pembentukan dana cadangan dalam tahun anggaran bersangkutan sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam peraturan daerah. Pemindahbukuan jumlah pendapatan daerah yang disisihkan yang ditransfer dari rekening kas umum daerah ke rekening dana cadangan dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD. Penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah

Pusdiklatwas BPKP 2007

117

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal daerah berkenaan. Pembayaran pokok utang didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman dan pelaksanaannya merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban pemerintah daerah yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran yang berkenaan. Pemberian pinjaman daerah kepada pihak lain berdasarkan

keputusan kepala daerah atas persetujuan DPRD. Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan penyertaan modal pemerintah daerah, pembayaran pokok utang dan pemberian pinjaman daerah tersebut dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh PPKD. Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran pembiayaan, kuasa BUD berkewajiban untuk: a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran/pemindah bukuan yang diterbitkan oleh PPKD; b. menguji kebenaran perhitungan pengeluaran pembiayaan yang tercantum dalam perintah pembayaran; c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan; dan d. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran atas pengeluaran pembiayaan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. B. PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan, bendahara pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/barang/kekayaan daerah wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pejabat

Pusdiklatwas BPKP 2007

118

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggung jawab terhadap kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud. 1. Penatausahaan Penerimaan Penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah pada bank pemerintah yang ditunjuk dan dianggap sah setelah kuasa BUD menerima nota kredit. Penerimaan daerah yang disetor tersebut dilakukan dengan cara: a. disetor langsung ke bank oleh pihak ketiga; b. disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan dan/atau kantor pos oleh pihak ketiga; dan disetor melalui bendahara penerimaan oleh pihak ketiga. Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan penatausahaan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung jawabnya. Bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan uang yang menjadi secara tanggung administratif jawabnya atas dengan pengelolaan

menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Disamping pertanggungjawaban secara administratif, bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggung jawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Selanjutnya PPKD selaku BUD melakukan verifikasi, evaluasi dan

Pusdiklatwas BPKP 2007

119

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

analisis atas laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan pada SKPD. 2. Penatausahaan Pengeluaran Kepala SKPD berdasarkan rancangan DPA-SKPD menyusun

rancangan anggaran kas SKPD. Rancangan anggaran kas SKPD tersebut disampaikan kepada PPKD selaku BUD bersamaan dengan rancangan DPA-SKPD. Pembahasan rancangan anggaran kas SKPD dilaksanakan bersamaan dengan pembahasan DPA-SKPD. Setelah DPA-SKPD ditetapkan, PPKD selaku BUD menyusun anggaran kas pemerintah daerah guna mengatur ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana yang tercantum dalam DPA-SKPD yang telah disahkan. Anggaran kas tersebut memuat perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar yang digunakan guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode. a. Penyediaan Dana Setelah penetapan anggaran kas, PPKD dalam rangka

manajemen kas menerbitkan surat penyediaan dana (SPD). SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD merupakan dasar pengeluaran kas atas beban APBD. Permintaan pembayaran hanya dapat dilaksanakan, jika SPD telah diterbitkan. b. Permintaan Pembayaran Berdasarkan SPD, bendahara pengeluaran mengajukan surat permintaan pembayaran (SPP) kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui pejabat pengelola keuangan SKPD (PPK-SKPD). Ada 4 jenis SPP yaitu:

Pusdiklatwas BPKP 2007

120

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

1) Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP). 2) Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan (SPPGU). 3) Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan (SPP TU). 4) Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS). Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-UP dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPKSKPD dalam rangka pengisian uang persediaan. Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-GU dilakukan untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka mengganti uang persediaan. Sedangkan dilakukan penerbitan oleh dan pengajuan pengeluaran dokumen untuk SPP-TU bendahara memperoleh

persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka tambahan uang persediaan. Pengajuan dokumen SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU tersebut digunakan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran SKPD yang harus dipertanggungjawabkan. Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan tunjangan serta penghasilan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan guna pengguna dilakukan oleh bendahara pengguna PPK-SKPD. pengeluaran anggaran/kuasa memperoleh persetujuan melalui

anggaran

Prosedur pengajuan dan penerbitan SPM-LS dimulai dengan penyiapan dokumen SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa oleh pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) untuk disampaikan

Pusdiklatwas BPKP 2007

121

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

kepada

bendahara SPP-LS oleh

pengeluaran kepada PPTK

dalam

rangka

pengajuan setelah

permintaan pembayaran. Selanjutnya, Bendahara pengeluaran mengajukan pengguna anggaran ditandatangani SKPD. Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran meneliti guna memperoleh persetujuan

pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-

kelengkapan dokumen SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS yang diajukan oleh bendahara pengeluaran sebelum menerbitkan surat perintah pembayaran (SPP). c. Perintah Membayar Setelah meneliti SPP, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran harus menyatakan apakan dokumen SPP telah lengkap dan sah. Dalam hal dokumen SPP dinyatakan lengkap dan sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran menerbitkan surat perintah membayar (SPM). Penerbitan SPM paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen SPP. Jika dokumen SPP dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran menolak menerbitkan SPM. Penolakan penerbitan SPM paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPP. SPM yang telah diterbitkan diajukan kepada kuasa BUD untuk penerbitan SP2D. Setelah tahun anggaran berakhir, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dilarang menerbitkan SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

122

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

d. Pencairan Dana Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh pengguna anggaran/kuasa yang pengguna anggaran agar pengeluaran yang diajukan tidak melampaui pagu dan memenuhi persyaratan ditetapkan dalam peraturan perundangundangan. Jika dokumen SPM dinyatakan lengkap, kuasa BUD menerbitkan surat perintah pencairan dana (SP2D). Penerbitan SP2D paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPM. Jika dokumen SPM dinyatakan tidak lengkap, kuasa BUD menolak menerbitkan SP2D. Penolakan penerbitan SP2D paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPM. Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan uang persediaan/ganti kepada uang persediaan/tambahan anggaran/kuasa uang persediaan pengguna penggguna

anggaran. Sedangkan untuk pembayaran langsung, Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan kepada pihak ketiga. e. Pertanggungjawaban Penggunaan Dana Bendahara pengeluaran secara administratif wajib

mempertanggung jawabkan penggunaan uang persediaan/ganti uang persediaan/tambah uang persediaan kepada kepala SKPD melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Hal ini dilaksanakan dengan menutup Buku Kas Umum setiap bulan dengan sepengetahuan dan persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Selanjutnya bendahara pengeluaran menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan uang persediaan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

123

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Dalam hal laporan pertanggungjawaban telah sesuai, pengguna anggaran menerbitkan surat pengesahan laporan pertanggungjawaban. Untuk tertib laporan pertanggungjawaban pada akhir tahun anggaran, pertanggungjawaban pengeluaran dana bulan Desember disampaikan paling lambat tanggal 31 Desember. Selain pertanggungjawaban secara administratif, bendahara

pengeluaran pada SKPD juga wajib mempertanggungjawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Penyampaian pertanggungjawaban tersebut dilaksanakan setelah diterbitkan surat pengesahan pertanggungjawaban pengeluaran oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. C. AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH Untuk melakukan penyusunan laporan keuangan, pemerintah daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintah daerah dilaksanakan oleh satuan kerja pengelola keuangan daerah (SKPKD) sebagai entitas pelaporan dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebagai entitas akuntansi. Sistem akuntansi pemerintahan daerah meliputi serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan APBD keuangan yang dalam rangka pertanggungjawaban secara manual atau pelaksanaan dapat dilakukan

menggunakan aplikasi komputer. Proses tersebut didokumentasikan dalam

Pusdiklatwas BPKP 2007

124

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

bentuk buku jurnal dan buku besar, dan apabila diperlukan ditambah dengan buku besar pembantu. Sistem akuntansi pemerintahan daerah sekurang-kurangnya meliputi: 1. 2. 3. 4. prosedur akuntansi penerimaan kas; prosedur akuntansi pengeluaran kas; prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah; dan prosedur akuntansi selain kas.

Sistem akuntansi pemerintahan daerah disusun dengan berpedoman pada prinsip pengendalian intern sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengendalian internal dan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintahan daerah dilaksanakan oleh PPKD. Sistem akuntansi SKPD dilaksanakan oleh PPKSKPD. PPK-SKPD mengkoordinasikan pelaksanaan sistem dan prosedur penatausahaan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas pelaporan menyusun laporan keuangan yang meliputi: 1. 2. 3. 4. laporan realisasi anggaran; neraca; laporan arus kas; dan catatan atas laporan keuangan.

Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas akuntansi menyusun laporan keuangan yang meliputi: 1. 2. 3. laporan realisasi anggaran; neraca; dan catatan atas laporan keuangan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

125

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

D.

PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBD 1. Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan Belanja Kepala SKPD menyusun laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan belanja SKPD sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Laporan tersebut disertai dengan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Laporan disiapkan oleh PPK-SKPD dan disampaikan kepada pejabat pengguna anggaran untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan belanja SKPD serta prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah semester pertama tahun anggaran berkenaan berakhir. Pejabat pengguna anggaran menyampaikan laporan tersebut kepada PPKD sebagai dasar penyusunan laporan realisasi semester pertama APBD paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah semester pertama tahun anggaran berkenaan berakhir. Selanjutnya PPKD menyusun laporan realisasi semester seluruh pertama APBD dengan cara menggabungkan laporan realisasi semester pertama

anggaran pendapatan dan belanja SKPD paling lambat minggu kedua bulan Juli dan disampaikan kepada sekretaris daerah. Laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya disampaikan kepada kepala daerah paling lambat minggu ketiga bulan Juli tahun anggaran berkenaan untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Selanjutnya laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya disampaikan kepada DPRD paling lambat akhir bulan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

126

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

2.

Laporan Tahunan PPK-SKPD menyiapkan laporan keuangan SKPD tahun anggaran berkenaan dan disampaikan kepada kepala SKPD untuk ditetapkan sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran SKPD. Laporan keuangan tersebut disampaikan kepada PPKD sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. Laporan keuangan SKPD disampaikan kepada kepala daerah melalui PPKD paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan tersebut disusun oleh pejabat pengguna anggaran sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang berada di SKPD yang menjadi tanggung jawabnya. Laporan keuangan SKPD tersebut terdiri dari: laporan realisasi anggaran; neraca; dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan SKPD dilampiri dengan surat pernyataan kepala SKPD bahwa pengelolaan APBD yang menjadi tanggung jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan standar akuntansi pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PPKD menyusun laporan keuangan pemerintah daerah dengan cara menggabungkan laporan-laporan keuangan SKPD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran berkenaan. Laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Laporan keuangan tersebut terdiri dari: laporan realisasi anggaran; neraca; laporan arus kas; dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan pemerintah daerah dilampiri dengan surat pernyataan kepala daerah yang menyatakan pengelolaan APBD yang menjadi tanggung jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

127

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Laporan keuangan disampaikan oleh kepala daerah kepada BPK untuk diaudit paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Setelah disampaikan laporan hasil audit, kepala daerah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK. 3. Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD memuat laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, serta dilampiri dengan laporan kinerja yang telah diperiksa BPK dan ikhtisar laporan keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan daerah. Persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD oleh DPRD paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak rancangan peraturan daerah diterima. 4. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Rancangan peraturan daerah provinsi tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebelum ditetapkan oleh gubernur paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada menteri dalam negeri untuk dievaluasi. Hasil evaluasi disampaikan oleh menteri dalam negeri kepada gubernur paling lama

Pusdiklatwas BPKP 2007

128

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. Apabila menteri dalam negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, gubernur menetapkan rancangan peraturan daerah dan rancangan peraturan gubernur menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur. Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota APBD yang telah APBD tentang disetujui sebelum

pertanggungjawaban penjabaran

pelaksanaan

bersama DPRD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan ditetapkan oleh bupati/walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada gubernur untuk dievaluasi. Hasil evaluasi disampaikan oleh gubernur kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan APBD. Apabila gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota penjabaran daerah kabupaten/kota dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota.

Pusdiklatwas BPKP 2007

129

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

E.

LATIHAN 1. Pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD dilaksanakan setelah dokumen pelaksanaan anggaran SKPD (DPA-SKPD) ditetapkan oleh PPKD dengan persetujuan: a. Sekretaris Daerah. b. Kepala Daerah. c. Tim Anggaran Pemerintah Daerah. d. DPRD. 2. Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening kas umum daerah oleh bendahara penerimaan paling lama: a. 1 (satu) hari kerja. b. 3 (tiga) hari kerja. c. 5 (lima) hari kerja. d. 7 (tujuh) hari kerja. 3. Jumlah anggaran belanja daerah merupakan: a. Prakiraan realisasi belanja. b. Plafon realisasi belanja. c. Rencana nilai fisik kegiatan. d. Rencana nilai kontrak pengadaan barang/jasa. 4. Penerbitan SPM atas SPP yang telah lengkap dan sah dilakukan oleh: a. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan. b. Bendahara Pengeluaran.

Pusdiklatwas BPKP 2007

130

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

c. Kuasa Pengguna Anggaran. d. Kuasa Bendahara Umum Daerah. 5. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas akuntansi menyusun laporan keuangan yang meliputi : a. Laporan Semesteran dan Tahunan Pelaksanaan APBD. b. Laporan Perhitungan Anggaran dan Nota Keuangan. c. Neraca, LRA, LAK dan Catatan atas Laporan Keuangan. d. Neraca, LRA, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

131

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

BAB VIII

PENGGANTIAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH


Setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta diklat mampu menjelaskan pengertian penggantian kerugian negara/daerah.

A.

UMUM Ketentuan mengenai penyelesaian maupun pengenaan ganti kerugian negara/daerah diatur dalam Bab IX Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara, Bab XI Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta dalam Bab V Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 1. Penyelesaian Kerugian Daerah Penyelesaian kerugian daerah adalah sebagai berikut: a. Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan negara, wajib menggantikan kerugian tersebut. c. Setiap pimpinan kementrian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam kementrian

Pusdiklatwas BPKP 2007

132

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

negara/lembaga/SKPD yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun. d. Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau oleh kepala SKPD kepada gubernur/bupati/walikota dan diberitahukan kepada BPK selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian daerah itu diketahui. e. Segera setelah kerugian daerah diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyatanyata melanggar hukum dapat segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah dimaksud. f. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak (SKTJM) tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah, maka gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan. g. Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK. Apabila dalam pemeriksaan kerugian daerah ditemukan unsur pidana, maka BPK menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. h. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain ditetapkan oleh menteri/pimpinan pemerintah. lembaga/gubernur/bupati/walikota. Tatacara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan

Pusdiklatwas BPKP 2007

133

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

i. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi. 2. Pengenaan Ganti Kerugian Negara/Daerah Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara adalah sebagai berikut : a. BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan daerah, b. Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat keputusan tersebut di atas. c. Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan ditolak, BPK menetapkan kerugian surat keputusan pembebanan yang penggantian bersangkutan, d. Gubernur/bupati/walikota melaporkan penyelesaian kerugian daerah kepada bendahara

daerah kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah diketahuinya kerugian daerah dimaksud. Tatacara tuntutan ganti kerugian negara/daerah maupun pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain diatur dengan peraturan pemerintah yang merupakan petunjuk pelaksanaan ketiga paket undang-undang di atas. Ketentuan tersebut diharapkan dapat digunakan oleh pihakpihak yang terkait dalam menangani dan menyelesaikan kerugian

Pusdiklatwas BPKP 2007

134

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

negara/daerah yang semakin hari semakin bertambah besar, sehingga dapat diantisipasi terjadinya kerugian daerah, dicegah penyelesaian kerugian daerah yang berlarut-larut, serta dipercepat proses pemulihan kerugian daerah maupun diperkecil terjadinya kerugian daerah. BPK memantau penyelesaian pengenaan ganti kerugian daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan/atau pejabat lain pada kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Perlu dikemukakan di sini, sambil menunggu terbitnya peraturan pemerintah sebagai petunjuk pelaksanaan ketiga ketentuan di atas, dalam modul ini 5 Tahun 1997 (subbab C sampai dengan subbab M) masih tentang Tuntutan Ganti Rugi dan Tuntutan digunakan ketentuan lama yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri No. Perbendaharaan Keuangan dan Barang Daerah. B. DASAR-DASAR PENGERTIAN YANG DIGUNAKAN 1. Pengertian Merugikan Merugikan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang

bertentangan dengan norma-norma yang harus dilaksanakan dalam pergaulan masyarakat dan bernegara, terhadap pribadi atau badan dan harta benda orang lain. 2. Pengertian Kerugian Daerah Pengertian kerugian negara/daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah berkurangnya kekayaan negara/daerah yang disebabkan oleh suatu tindakan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang/kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau kedudukan, kelalaian seseorang dan atau

Pusdiklatwas BPKP 2007

135

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

disebabkan oleh majeure). 3.

keadaan di luar kemampuan manusia (force

Sifat dan Bentuk Kerugian Daerah a. Ditinjau dari pelakunya 1) Bendahara, yang melakukan perbuatan : a) Tidak melakukan pencatatan dan penyetoran atas

penerimaan uang/barang, b) Tidak melakukan pencatatan atas penerimaan/

pengeluaran uang/barang, c) Membayar/memberi/mengeluarkan uang/barang kepada pihak yang tidak berhak dan/atau secara tidak sah, d) Tidak membuat pertanggungjawaban keuangan/

pengurusan barang, e) Menerima dan menyimpan uang palsu, f) Korupsi, penyelewengan, penggelapan, g) Kecurian, penodongan, perampokan dan/atau kolusi, h) Pertanggungjawaban atau laporan yang tidak sesuai dengan kenyataan, i) Penyalahgunaan wewenang/jabatan, j) Tidak melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya (wajib pungut pajak), 2) Pegawai negeri bukan bendahara yang melakukan perbuatan: a) Korupsi, penyelewengan, penggelapan. b) Penyalahgunaan wewenang dan jabatan. c) Pencurian dan penipuan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

136

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

d) Merusak, menghilangkan barang inventaris milik daerah. e) Menaikkan harga, merubah kualitas/mutu. f) Meninggalkan tugas dan atau pekerjaan setelah selesai melaksanakan tugas belajar. g) Meninggalkan tugas belajar sebelum selesai batas waktu yang telah ditentukan. 3) Pihak ketiga, karena melakukan perbuatan : a) Tidak menepati janji/kontrak (wanprestasi). b) Pengiriman barang yang mengalami kerusakan karena kesalahannya. c) Penipuan, penggelapan dan perbuatan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung menimbulkan kerugian bagi daerah. b. Ditinjau dari sebabnya 1) Perbuatan manusia yang disebabkan karena : a) Kesengajaan. b) Kelalaian, kealpaan, kesalahan. c) Di luar kemampuan si pelaku. 2) Karena kejadian alam : a) Bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir dan kebakaran. b) Proses alamiah seperti membusuk, mencair, menyusut, menguap, menguraikan dan dimakan rayap.

Pusdiklatwas BPKP 2007

137

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

c. Ditinjau dari waktu terjadinya kerugian daerah Tinjauan dari waktu di sini dimaksudkan untuk memastikan

apakah suatu peristiwa kerugian negara/daerah masih dapat dilakukan penuntutannya atau tidak, baik terhadap bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pihak ketiga. Dalam hal tuntutan ganti rugi, perlu diperhatikan ketentuan daluwarsa sebagai berikut : 1) 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut, atau 2) 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan. 3) Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntutan ganti rugi daerah berada dalam pengampuan, melarikan diri atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli warisnya. Tanggung jawab pengampu/ahli warisnya untuk membayar ganti rugi daerah menjadi hapus, apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan, atau yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberitahu oleh pejabat yang berwenang mengenai adanya kerugian daerah. Setelah lewat batas-batas waktu daluwarsa tersebut di atas, tidak dapat lagi dilakukan tuntutan ganti rugi. Oleh karena itu mengingat batas waktu daluwarsa yang relatif singkat, maka setiap ada kerugian negara/daerah wajib segera dilakukan pemrosesan tuntutan ganti rugi.

Pusdiklatwas BPKP 2007

138

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

C.

TATA CARA PENYELESAIAN KERUGIAN KEUANGAN DAERAH 1. Melalui Upaya Damai Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui upaya damai dilakukan apabila penggantian kerugian keuangan daerah dilakukan secara tunai sekaligus dan angsuran dalam jangka waktu selambatlambatnya 2 (dua) tahun dengan menandatangani surat keterangan tanggung jawab mutlak (SKTJM). 2. Melalui Tuntutan Perbendaharaan Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui proses tuntutan perbendaharaan dilakukan apabila upaya damai yang dilakukan secara tunai sekaligus atau angsuran tidak berhasil. Proses penuntutannya merupakan kewenangan kepala daerah melalui majelis pertimbangan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi keuangan dan barang daerah (Majelis Pertimbangan). Apabila pembebanan perbendaharaan telah diterbitkan, kepala daerah melakukan eksekusi keputusan dimaksud dan membantu proses pelaksanaan penyelesaiannya. 3. Melalui Tuntutan Ganti Rugi Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui proses tuntutan ganti rugi dilakukan apabila upaya damai yang dilakukan secara tunai sekaligus atau angsuran tidak berhasil. Proses penuntutannya menjadi wewenang kepala daerah melalui majelis pertimbangan. Tuntutan ganti rugi baru dapat dilakukan apabila : a. Adanya perbuatan melanggar hukum, kesalahan atau kelalaian pegawai negeri termasuk melalaikan kewajibannya yang

Pusdiklatwas BPKP 2007

139

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

berhubungan dengan pelaksanaan fungsi atau status dalam jabatannya, b. Pegawai negeri yang bersangkutan dalam melakukan perbuatan melanggar hukum/kesalahan itu tidak berkedudukan sebagai bendahara, c. Pemerintah daerah baik secara langsung maupun tidak langsung telah dirugikan oleh perbuatan melanggar hukum/kelalaian itu. Apabila pembebanan ganti rugi telah diterbitkan, kepala daerah melakukan eksekusi keputusan dimaksud dan membantu proses pelaksanaan penyelesaiannya. 4. Melalui Cara Lain Apabila pelaku kerugian daerah ternyata ingkar janji (wanprestasi), maka daerah dapat melakukan dengan cara tagihan secara paksa melalui badan/instansi penagih yang berwenang setelah diputuskan kepala daerah bahwa tagihan akan/telah macet. D. TUNTUTAN PERBENDAHARAAN (TP) Tuntutan perbendaharaan adalah suatu tata cara perhitungan terhadap bendahara, jika dalam pengurusannya terdapat kekurangan perbendaharaan dan kepada bendahara yang bersangkutan diharuskan mengganti kerugian. Tuntutan ini berlaku untuk bendahara yang dalam hal ini adalah seseorang yang ditugaskan untuk menerima, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang daerah, surat-surat berharga dan barang milik daerah, serta bertanggung-jawab kepada kepala daerah. Yang merupakan objek dari penuntutan ini adalah adanya kekurangan perbendaharaan yang pada dasarnya merupakan selisih kurang antara saldo buku kas dengan saldo fisik kas.

Pusdiklatwas BPKP 2007

140

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

1.

Penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan Dalam hal ini dapat diselesaikan melalui 4 (empat) cara, yaitu: upaya damai, tuntutan perbendaharaan biasa, tuntutan perbendaharaan khusus, dan pencatatan. a. Upaya Damai 1) Penyelesaian tuntutan perbendaharaan sedapat mungkin dilakukan dengan upaya damai oleh bendahara/ahli waris/pengampu, baik melalui pembayaran sekaligus (tunai) atau angsuran. Pelaksanaan upaya damai ini dilakukan oleh badan pengawas daerah (Bawasda). Dalam hal penyelesaian kerugian daerah dilaksanakan melalui cara mengangsur, maka terlebih dahulu harus dibuat surat keterangan tanggung jawab mutlak (SKTJM). 2) Apabila pembayaran dilakukan secara angsuran, maka dapat dilakukan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak ditanda tanganinya SKTJM dan harus disertai jaminan barang yang nilainya cukup. 3) Pembayaran angsuran yang dilakukan melalui pemotongan gaji/penghasilan harus dilengkapi dengan surat kuasa pemotongan, jaminan barang beserta surat kuasa pemilikan yang sah, dan surat kuasa untuk menjual. 4) Apabila bendahara tidak dapat melaksanakan pembayaran angsuran dalam waktu yang ditetapkan dalam SKTJM, maka barang jaminan pembayaran angsuran dapat dijual sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5) Apabila terdapat kekurangan dari hasil penjualan barang jaminan seperti yang dimaksud di atas, maka kekurangan tersebut tetap menjadi kewajiban bendahara yang

Pusdiklatwas BPKP 2007

141

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

bersangkutan. Sebaliknya apabila terdapat kelebihan dari hasil penjualan barang jaminan, maka akan dikembalikan kepada bendahara yang bersangkutan. 6) Pelaksanaan keputusan tuntutan perbendaharaan (eksekusi) dilakukan oleh majelis pertimbangan. b. Tuntutan Perbendaharaan Biasa 1) Dilakukan atas dasar perhitungan yang diberikan oleh

Bendahara yang bersangkutan kepada kepala daerah. 2) Bendahara bertanggung jawab atas kekurangan

perbendaharaan yang terjadi dalam pengurusannya, kecuali apabila ia dapat memberikan pembuktian bahwa ia bebas dari kesalahan atau kelalaian atas kekurangan perbendaharaan tersebut. 3) Apabila dalam pemeriksaan oleh bawasda terhadap bendahara terbukti bahwa kekurangan perbendaharaan tersebut dilakukan oleh beberapa pegawai atau atasan langsung, maka kepada yang bersangkutan dikenakan tanggung jawab renteng sesuai dengan bobot keterlibatan dan tanggung jawabnya, urutan inisiatif dan kelalaian atau kesalahannya. 4) Proses tuntutan perbendaharaan dimulai dengan suatu

pemberitahuan tertulis dari kepala daerah kepada pihak yang akan dituntut, dengan menyebutkan : a) Identitas pelaku. b) Jumlah kekurangan perbendaharaan yang diderita oleh daerah yang harus diganti.

Pusdiklatwas BPKP 2007

142

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

c) Sebab-sebab serta alasan penuntutan dilakukan. d) Tenggang waktu 14 (empat belas) hari yang diberikan untuk mengajukan keberatan/pembelaan diri. 5) Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan/pembelaan diri sampai dengan batas waktu yang ditetapkan atau telah mengajukan pembelaan diri tetapi tidak dapat membuktikan bahwa ia bebas sama sekali dari kesalahan/kelalaian, maka kepala daerah menetapkan surat keputusan pembebanan. 6) Berdasarkan surat keputusan pembebanan kepala daerah, bagi bendahara yang telah mengajukan keberatan tertulis akan tetapi kepala daerah salah/lalai tetap dan berpendapat dengan kekurangan bahwa yang tetap bersangkutan membebankan demikian

penggantian

perbendaharaan

kepadanya, dapat mengajukan permohonan banding kepada pejabat yang berwenang selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterima surat keputusan pembebanan oleh yang bersangkutan. 7) Keputusan kepala daerah mengenai pembebanan kekurangan perbendaharaan mempunyai kekuatan hukum yang pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara pemotongan gaji dan penghasilan lainnya. Pelaksanaan pemotongan gaji dan penghasilan lainnya dapat dilakukan dengan cara mengangsur dan dilunasi selambat-lambatnya dalam 2 (dua) tahun. 8) Keputusan pembebanan tetap dilaksanakan, meskipun yang bersangkutan naik banding. 9) Keputusan tingkat banding dari pejabat yang berwenang dapat berupa memperkuat atau membatalkan surat keputusan

Pusdiklatwas BPKP 2007

143

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

pembebanan atau merubah besarnya jumlah kerugian yang harus dibayar oleh bendahara. c. Tuntutan Perbendaharaan Khusus 1) Apabila seorang bendahara meninggal dunia, melarikan diri atau berada di bawah pengampuan dan lalai membuat perhitungan setelah ditegur 3 (tiga) kali berturut-turut, maka pada kesempatan pertama atasan langsung atas nama kepala daerah melakukan tindakan pengamanan untuk menjamin kepentingan daerah berupa : a) Buku kas dan semua buku bendahara diberi garis penutup b) Semua uang, surat dan barang berharga, surat-surat bukti maupun buku-buku disimpan/dimasukkan ke dalam lemari besi dan disegel. Tindakan-tindakan di atas harus dituangkan dalam berita acara penyegelan dan disaksikan oleh ahli waris (bagi yang meninggal dunia), keluarga dekat (bagi yang melarikan diri) atau pengampu/kurator (dalam hal bendahara berada di bawah pengampuan). 2) Atas dasar laporan atasan langsung, kepala daerah menunjuk pegawai (atas saran majelis pertimbangan) yang ditugaskan untuk membuat perhitungan ex-officio. Biaya pembuatan perhitungan ex-officio dibebankan kepada bendahara yang bersangkutan, ahli waris atau pengampunya. Besarnya biaya pembuatan perhitungan ex-officio ditetapkan oleh kepala daerah. 3) Hasil perhitungan ex-officio satu eksemplar diberikan kepada pengampu atau ahli waris atau bendahara yang tidak membuat perhitungan dan dalam batas waktu 14 (empat belas) hari diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

144

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

4) Tata

cara

tuntutan

perbendaharaan

khusus

yang

dipertanggungawabkan terhadap ahli waris (bagi bendahara yang meninggal dunia), keluarga terdekat (bagi bendahara yang melarikan diri), pengampu (bagi bendahara yang di bawah perwalian), atau bendahara yang tidak membuat perhitungan, apabila terjadi kekurangan perbendaharaan mengikuti ketentuan-ketentuan sebagaimana yang berlaku pada tuntutan perbendaharaan biasa. d. Pencatatan 1) Kepala daerah menerbitkan surat keputusan pencatatan jika proses tuntutan perbendaharaan belum dapat dilaksanakan karena: a) bendaharawan meninggal dunia tanpa ada ahli waris yang diketahui b) ada ahli waris tetapi tidak dapat dimintakan

pertanggungjawabannya c) bendaharawan melarikan diri dan tidak diketahui alamatnya 2) Dengan diterbitkannya surat keputusan pencatatan, kasus yang bersangkutan dikeluarkan dari administrasi pembukuan. 3) Pencatatan yang telah dilakukan sewaktu-waktu dapat ditagih apabila : a) yang bersangkutan diketahui alamatnya b) ahli waris dapat dimintakan pertanggungjawabannya c) upaya penyetoran ke kas daerah berhasil ditarik dari kas negara

Pusdiklatwas BPKP 2007

145

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

E.

TUNTUTAN GANTI RUGI (TGR) Tuntutan ganti rugi adalah suatu proses tuntutan terhadap pegawai dalam kedudukannya bukan sebagai bendahara, dengan tujuan menuntut penggantian kerugian disebabkan oleh perbuatannya melanggar hukum dan/atau melalaikan kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung daerah menderita kerugian. Yang termasuk dalam klasifikasi pegawai disini adalah : 1. 2. 3. 4. 5. Pegawai daerah Pegawai negeri/pegawai daerah yang diperbantukan/dipekerjakan Pegawai perusahaan daerah Pekerja daerah ABRI/purnawirawan ABRI yang dikaryakan/dipekerjakan pada daerah

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan TGR ini adalah sebagai berikut : 1. Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi Dalam hal ini dapat diselesaikan melalui 3 (tiga) cara, yaitu upaya damai, tuntutan ganti rugi biasa, dan pencatatan. a. Upaya Damai 1) Penyelesaian kerugian daerah sedapat mungkin dilakukan dengan upaya damai oleh pegawai/ahli waris baik dengan pembayaran sekaligus (tunai) atau angsuran. Pelaksanaan upaya damai ini dilakukan oleh badan pengawas daerah. 2) Dalam keadaan terpaksa yang bersangkutan dapat melakukan dengan cara angsuran selambat-lambatnya selama 2 (dua) tahun sejak ditandatanganinya surat keterangan tanggung

Pusdiklatwas BPKP 2007

146

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

jawab mutlak (SKTJM) dan harus disertai jaminan barang yang nilainya cukup. 3) Pembayaran angsuran yang dilakukan melalui pemotongan gaji/penghasilan harus dilengkapi dengan surat kuasa pemotongan, jaminan barang beserta surat kuasa pemilikan yang sah, dan surat kuasa untuk menjual 4) Apabila pegawai tidak dapat melaksanakan pembayaran angsuran dalam waktu yang ditetapkan dalam SKTJM, maka barang jaminan pembayaran angsuran dapat dijual sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5) Apabila terdapat kekurangan dari hasil penjualan barang jaminan seperti yang dimaksud di atas, maka kekurangan tersebut tetap menjadi kewajiban pegawai yang bersangkutan. Sebaliknya apabila terdapat kelebihan dari hasil penjualan barang jaminan, maka akan dikembalikan kepada pegawai yang bersangkutan. 6) Pelaksanaan keputusan tuntutan ganti rugi (eksekusi)

dilakukan oleh majelis pertimbangan. b. Tuntutan Ganti Rugi Biasa 1) Kerugian daerah yang dituntut dengan TGR adalah diakibatkan oleh perbuatan melanggar hukum atau perbuatan melalaikan kewajiban atau tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya yang dipersalahkan kepadanya, serta ada hubungannya dengan pelaksanaan fungsi ataupun dengan status jabatannya baik langsung maupun tidak langsung. 2) TGR dilakukan atas dasar pada kenyataan yang sebenarnya dari hasil pengumpulan bahan-bahan bukti dan penelitian bawasda terhadap pegawai yang bersangkutan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

147

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

3) Semua pegawai daerah bukan bendahara atau ahli warisnya, apabila merugikan daerah wajib dikenakan TGR. 4) Pelaksanaan TGR sebagai akibat perbuatan melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dipersalahkan kepadanya dan/atau tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya diserahkan penyelesaiannya melalui tim majelis pertimbangan. 5) Proses tuntutan ganti rugi dimulai dengan suatu

pemberitahuan tertulis dari kepala daerah kepada pegawai negeri yang bersangkutan, dengan menyebutkan : a) Identitas pelaku b) Jumlah kerugian yang diderita daerah yang harus diganti c) Sebab-sebab serta alasan penuntutan dilakukan d) Tenggang waktu yang diberikan untuk mengajukan

pembelaan diri selama 14 (empat belas) hari, terhitung sejak diterimanya pemberitahuan oleh pegawai yang bersangkutan. 6) Apabila pegawai yang diharuskan mengganti kerugian dalam waktu 14 (empat belas) diri atau hari atau tidak telah mengajukan mengajukan keberatan/pembelaan

pembelaan diri tetapi tidak dapat membebaskannya sama sekali dari kesalahan/kelalaian, kepala daerah menetapkan surat keputusan pembebanan. 7) Berdasarkan surat keputusan pembebanan, kepala daerah melaksanakan penagihan atas pembayaran ganti rugi kepada yang bersangkutan. 8) Keputusan pembebanan ganti rugi tersebut pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara memotong gaji dan penghasilan

Pusdiklatwas BPKP 2007

148

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

lainnya yang bersangkutan, memberi izin untuk mengangsur dan melunasinya selambat-lambatnya selama 2 (dua) tahun, dan apabila dianggap perlu dapat meminta bantuan kepada yang berwajib untuk dilakukan penagihan dengan paksa. 2) Permohonan banding kepada pejabat yang berwenang dapat diajukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterima surat keputusan pembebanan oleh yang bersangkutan. 3) Keputusan tingkat banding dari pejabat yang berwenang dapat berupa memperkuat atau membatalkan surat keputusan pembebanan, atau menambah/mengurangi besarnya jumlah kerugian yang harus dibayar oleh yang bersangkutan. 4) Apabila permohonan banding diterima, kepala daerah

menerbitkan surat keputusan tentang peninjauan kembali. c. Pencatatan 1) Pegawai negeri yang meninggal dunia tanpa ahli waris atau melarikan diri tidak diketahui alamatnya, dalam pencatatan wajib dikenakan TGR berdasarkan keputusan kepala daerah tentang pencatatan TGR setelah mendapat pertimbangan majelis. 2) Bagi pegawai yang melarikan diri, TGR tetap dilakukan terhadap ahli warisnya yang dengan memperhatikan dari perbuatan harta yang peninggalan dihasilkan

menyebabkan kerugian daerah tersebut. 3) Dengan diterbitkannya surat keputusan pencatatan, kasus yang bersangkutan dikeluarkan dari administrasi pembukuan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

149

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

4) Pencatatan yang telah dilakukan sewaktu-waktu dapat ditagih apabila yang bersangkutan diketahui alamatnya. d. Penyelesaian Kerugian Barang Daerah 1) Pegawai yang bertanggung jawab atas terjadinya kehilangan barang daerah (bergerak/tidak bergerak) dapat melakukan penggantian dalam bentuk uang atau barang yang sesuai dengan cara penggantian kerugian yang telah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku. 2) Penggantian kerugian dalam bentuk barang dilakukan khusus terhadap barang bergerak berupa kendaraan bermotor roda 4 (empat) dan roda 2 (dua) yang umur pembeliannya 1 sampai 3 tahun. 3) Penggantian kerugian dalam bentuk uang dapat dilakukan terhadap barang tidak bergerak atau yang bergerak selain yang dimaksudkan di atas dengan cara tunai atau angsuran selama 2 (dua) tahun. 4) Nilai taksiran jumlah harga benda yang akan diganti rugi dalam bentuk uang maupun barang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pusdiklatwas BPKP 2007

150

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

F.

DALUWARSA TP/TGR 1. Tuntutan Perbendaharaan (TP) a. TP Biasa dinyatakan daluwarsa (lewat waktu) apabila baru diketahui setelah lewat 30 (tiga puluh) tahun sejak kekurangan kas/barang tersebut diketahui, dalam kasus dimaksud tidak dilakukan upaya-upaya damai. b. TP khusus terhadap ahli waris atau yang berhak lainnya dinyatakan daluwarsa (lewat waktu) apabila jangka waktu 3 (tiga) tahun telah berakhir setelah : 1) Meninggalnya bendahara tanpa adanya pemberitahuan. 2) Jangka waktu surat untuk mengajukan keberatan berakhir, tidak pernah

sedangkan ditetapkan. 2.

keputusan

pembebanan

Tuntutan Ganti Rugi Biasa TGR dinyatakan daluwarsa setelah lewat 5 (lima) tahun sejak akhir tahun kerugian daerah diketahui atau setelah 8 (delapan) tahun sejak akhir tahun dimana kerugian tersebut terjadi/perbuatan tersebut dilakukan. Contoh : a. Apabila perbuatan/kelalaian dilakukan dalam tahun 1990 dan diketahui dalam tahun 1991, maka kerugian keuangan daerah tersebut mengalami daluwarsa 5 tahun sesudah tahun 1991 atau akhir tahun anggaran 1996/1997. Tetapi apabila baru diketahui dalam tahun 1994 maka kerugian daerah tersebut mengalami daluwarsa 8 tahun sesudah tahun 1990 atau akhir tahun anggaran 1998/1999 dan bukan 5 tahun sesudah tahun anggaran 1994/1995 atau akhir tahun anggaran 1999/2000. Selanjutnya apabila

Pusdiklatwas BPKP 2007

151

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

kerugian daerah akibat dari perbuatan/kelalaian berturut-turut, waktu 8 tahun tersebut dimulai pada akhir tahun perbuatan/kelalaian yang terakhir dilakukan. Dalam menentukan besarnya kerugian daerah dihitung kerugian daerah yang terjadi 8 (delapan) tahun sebelum tahun penggantian kerugian daerah dibebankan. b. Apabila perbuatan/kelalaian dilakukan berturut-turut sejak tahun 1985 sampai dengan tahun 1995, maka kerugian daerah tersebut akan daluwarsa 8 tahun sesudah 1995 atau tahun 2003. Apabila pembebanan ganti rugi dilakukan dalam tahun 1998 maka jumlah ganti rugi hanya terbatas sampai jumlah kerugian yang timbul sejak tahun 1990 saja, sedangkan kerugian tahun 1985 sampai dengan 1989 tidak diperhitungkan. G. PENGHAPUSAN Apabila bendahara/pegawai ataupun ahli waris/keluarga terdekat/

pengampu yang berdasarkan keputusan kepala daerah diwajibkan mengganti kerugian tidak mampu membayar ganti rugi, maka yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada kepala daerah untuk penghapusan atas kewajibannya. Berdasarkan permohonan pertimbangan tersebut kepala untuk melakukan daerah penelitian. memerintahkan Apabila ternyata majelis yang

bersangkutan memang tidak mampu, maka setelah mendapatkan persetujuan dari DPRD selanjutnya kepala daerah dengan surat keputusan dapat menghapuskan TP/TGR baik sebagian ataupun seluruhnya. Penghapusan yang telah dilakukan dapat ditagih kembali apabila dikemudian hari terbukti bahwa bendahara/pegawai/ahli waris yang bersangkutan ternyata mampu.

Pusdiklatwas BPKP 2007

152

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Surat

keputusan

penghapusan

baru

dapat

dilaksanakan

setelah

memperoleh pengesahan dari menteri dalam negeri. Berdasarkan pertimbangan efisiensi, maka kerugian daerah yang

bernilai sampai dengan Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dapat diproses penghapusannya bersamaan dengan penetapan peraturan daerah tentang Perhitungan APBD tahun anggaran yang berkenaan. H. PEMBEBASAN Dalam hal bendahara atau pegawai bukan bendahara meninggal dunia tanpa ahli waris atau tidak layak untuk ditagih, yang berdasarkan surat keputusan kepala daerah diwajibkan mengganti kerugian daerah, maka majelis pertimbangan memohon secara tertulis kepada kepala daerah yang bersangkutan untuk membebaskan sebagian/seluruh kewajiban yang harus dipenuhi, dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari DPRD dan menteri dalam negeri. I. PENYETORAN Penyetoran/pengembalian secara tunai/sekaligus atau melalui angsuran atas kekurangan perbendaharaan/kerugian daerah atau hasil penjualan barang jaminan/kebendaan harus melalui kas daerah atau dinas/lembaga/satuan kerja daerah yang ditunjuk oleh pemerintah daerah. Dalam kasus kerugian daerah dimana penyelesaiannya diserahkan melalui pengadilan, kepala daerah berupaya agar putusan pengadilan menyatakan bahwa barang yang dirampas diserahkan kepada daerah dan selanjutnya hasil penjualannya disetorkan ke kas daerah. Khusus penyetoran kerugian daerah yang berasal dari badan usaha milik daerah (BUMD), setelah diterima kas daerah segera dipindahbukukan ke rekening BUMD yang bersangkutan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

153

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

J.

PELAPORAN Bupati/walikota penyelesaian wajib kerugian melaporkan daerah kepada perkembangan gubernur pelaksanaan semester.

setiap

Selanjutnya gubernur wajib melaporkan perkembangan pelaksanaan penyelesaian kerugian daerah untuk tingkat provinsi/kabupaten/kota yang berada di wilayahnya setiap semester kepada menteri dalam negeri cq. direktur jenderal pemerintahan umum dan otonomi daerah untuk dijadikan bahan pemantauan. K. LAIN-LAIN Apabila bendahara atau pegawai bukan bendahara berdasarkan laporan dan pemeriksaan terbukti telah merugikan daerah, maka kepala daerah dapat melakukan hukuman disiplin berupa pembebasan yang bersangkutan dari jabatannya dan segera menunjuk pejabat sementara untuk melakukan kegiatannya. Kerugian daerah yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah dapat diserahkan penyelesaiannya melalui badan peradilan dengan mengajukan gugatan perdata. Apabila proses melalui badan peradilan ini tidak terselesaikan, maka permasalahan ini dikembalikan kepada daerah dan penyelesaiannya dapat dilakukan dengan cara pencatatan atau penghentian/penghapusan. Keputusan pengadilan untuk menghukum atau membebaskan yang bersangkutan dari tindak pidana, tidak menggugurkan hak daerah untuk tetap melaksanakan TP/TGR. L. MAJELIS PERTIMBANGAN TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI RUGI KEUANGAN DAN BARANG DAERAH Untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan

penyimpangan pengelolaan keuangan daerah maka dibentuklah majelis

Pusdiklatwas BPKP 2007

154

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

pertimbangan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi keuangan dan barang daerah. Majelis pertimbangan ini pada dasarnya adalah para pejabat yang ex-officio ditunjuk dan ditetapkan oleh kepala daerah yang bertugas membantu kepala daerah dalam penyelesaian kerugian daerah. Adapun susunan majelis pertimbangan adalah sebagai berikut : 1. Tingkat Provinsi Ketua Wakil Ketua I Wakil Ketua II Sekretaris Anggota : : : : : Sekwilda Kepala Bawasda Provinsi Asisten Administrasi dan Umum Kepala Biro Keuangan a. b. c. 2. Tingkat Kabupaten/Kota Ketua Wakil Ketua I Wakil Ketua II : : : Sekwilda Kepala Bawasda Kabupaten/Kota Asisten Sekwilda Bidang Keuangan, Barang dan Kepegawaian Sekretaris Anggota : : Kepala Bagian Keuangan a. Kepala Bagian Perlengkapan b. Kepala Bagian Hukum c. Kepala Bagian Kepegawaian Kepala Biro Perlengkapan Kepala Biro Hukum Kepala Biro Kepegawaian

Pusdiklatwas BPKP 2007

155

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

Tugas pokok dari majelis pertimbangan yang ditetapkan adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan, menatausahakan, menganalisis dan mengevaluasi kasus TP/TGR yang diterima. 2. 3. Memproses dan melaksanakan eksekusi TP/TGR. Memberikan pendapat, saran dan pertimbangan kepada kepala

daerah pada setiap kasus yang menyangkut TP/TGR termasuk pembebanan, banding, pencatatan, pembebasan, penghapusan, hukuman disiplin, penyerahan melalui badan peradilan. Penyelesaian kerugian daerah apabila terjadi hambatan dan penagihan melalui instansi terkait. 4. Menyiapkan laporan kepala daerah mengenai perkembangan

penyelesaian kasus kerugian daerah secara periodik kepada menteri dalam negeri cq. direktur jenderal PUOD, tembusan kepada BPK, sekretariat jenderal dan inspektorat jenderal departemen dalam negeri. M. TEKNIS DAN PROSEDUR PENYELESAIAN TP/TGR KEUANGAN DAN BARANG DAERAH MELALUI MAJELIS PERTIMBANGAN TP/TGR

(MISALNYA UNTUK TINGKAT PROVINSI) 1. Laporan kasus kerugian daerah dilaporkan oleh kepala unit/satuan kerja yang bersangkutan kepada majelis melalui kepala sekretariat. 2. Anggota sekretariat majelis melakukan : a. Penelitian kelengkapan berkas laporan dan pencatatan serta penomoran berkas laporan oleh staf administrasi. b. Pembahasan laporan oleh tim pembahas yang dipimpin oleh ketua tim pembahas yang ditunjuk oleh kepala sekretariat.

Pusdiklatwas BPKP 2007

156

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

3. 4.

Kepala sekretariat menyampaikan laporan kepada sekretaris majelis. Sekretaris majelis. majelis meneliti/menganalisis berkas laporan hasil

pembahasan dan selanjutnya menyampaikan berkas laporan kepada

5.

Majelis melaksanakan pemeriksaan berkas perkara dan pengambilan keputusan dalam proses tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi yang dipimpin oleh ketua majelis : a. Keputusan majelis ditandatangani oleh ketua, wakil sekretaris dan seluruh anggota majelis. b. Keputusan majelis disertai konsep surat keputusan gubernur kepala daerah disampaikan oleh majelis kepada gubernur kepala daerah. ketua,

6.

Gubernur/kepala kepada majelis.

daerah

menganalisis

keputusan

majelis

dan

menandatangani surat keputusan untuk selanjutnya diserahkan

7.

Majelis menyampaikan surat keputusan gubernur/kepala daerah kepada bendahara/pegawai yang bersangkutan melalui kepala sekretariat.

8.

Kepala sekretariat menyampaikan (setelah terlebih dahulu dicatat dalam (buku register) surat keputusan gubernur/kepala daerah kepada bendahara/pegawai yang bersangkutan melalui kepala unit/satuan kerja.

Pusdiklatwas BPKP 2007

157

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

N.

LATIHAN 1. Apabila terjadi kerugian terhadap aset daerah, langkah pertamanya adalah: a. Tuntutan ganti rugi. b. Tuntutan perbendaharaan. c. Upaya damai. d. Tuntutan ganti rugi khusus. 2. Apabila seorang kasir melarikan diri, maka dilakukan proses : a. Tuntutan perbendaharaan khusus. b. Tuntutan hukuman jabatan. c. Tuntutan ganti rugi. d. Tuntutan khusus. 3. Apabila TGR tidak dapat dijalankan dan diberikan pembebasan, hal tersebut terlebih dahulu disetujui oleh : a. presiden. b. gubernur dan bupati/walikota. c. DPRD dan mendagri. d. gubernur dan mendagri. 4. Apabila ternyata pegawai daerah terbukti bersalah dan merugikan keuangan daerah, maka kepala daerah dapat melakukan : a. Hukuman percobaan. b. Hukuman disiplin.

Pusdiklatwas BPKP 2007

158

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

c. Hukuman kurungan. d. Hukuman denda. 5. Dalam hal daerah telah menetapkan penghapusan terhadap penggantian kerugian maka daerah : a. Masih dapat menagih kembali. b. Tidak dapat menagih kembali. c. Dapat menagih lagi sebesar 50% dari nilai kerugian daerah. d. Dapat menagih kembali berdasarkan persetujuan DPRD.

Pusdiklatwas BPKP 2007

159

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

DAFTAR PUSTAKA
1. Gade, Muhammad. 1998. Akuntansi Pemerintahan. Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1997. 3. Kansil CST, Prof. Drs., S.H.dan Kansil Christine S.T., S.H., M.H. 2001, Kitab Undang-Undang Otonomi Daerah 1999 2001; Kitab 2. Jakarta: PT Pradnya Paramita. 4. 5. 6. Modul-Modul Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Modul Sistem Administrasi Keuangan Daerah II , Edisi Keempat, 2004. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. 7. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. 8. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. 9. Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. 10. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum. 11. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 12. Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. 13. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

160

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

14. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah. 15. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah. 16. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah. 17. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. 18. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif APBN dan APBD. 19. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 20. Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. 21. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 22. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 23. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Ganti Rugi dan Tuntutan Perbendaharaan Keuangan dan Barang Daerah. 24. Soediyono, Prof. DR. MBA. 1989. Ekonomi Makro, Pengantar Analisis Pendapatan Nasional. Edisi ke-5. Yogyakarta: Penerbit Liberty. 25. Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 26. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. 27. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 28. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Pusdiklatwas BPKP 2007

161

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

29. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 30. Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 31. Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang No. 18 Tahun 1997. 32. Undang-Undang No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. 33. Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 34. Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

162

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, dan/atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. 6. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. 7. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui

Pusdiklatwas BPKP 2007

163

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. 8. Peraturan Daerah adalah peraturan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala daerah, termasuk Qanun yang berlaku di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan peraturan daerah provinsi (perdasi) yang berlaku di Provinsi Papua. 9. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota. 10. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah. 11. PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah. 12. BUD (Bendahara Umum Daerah) adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah. 13. Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan tugas bendahara umum daerah. 14. SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/barang. 15. Unit Kerja adalah bagian SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa program. 16. PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya. 17. PPK-SKPD (Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD) adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD.

Pusdiklatwas BPKP 2007

164

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

18. Pengguna

Anggaran

adalah

pejabat

pemegang

kewenangan

penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya. 19. Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD. 20. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah. 21. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 22. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan. 23. Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD. 24. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD. 25. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi, yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.

Pusdiklatwas BPKP 2007

165

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

26. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/ pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 27. Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. 28. Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah. 29. Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. 30. Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. 31. Surplus Anggaran Daerah adalah selisih lebih antara pendapatan daerah dan belanja daerah. 32. Defisit Anggaran Daerah adalah selisih kurang antara pendapatan daerah dan belanja daerah. 33. Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. 34. SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. 35. SiKPA (Sisa Kurang Perhitungan Anggaran) adalah selisih kurang realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.

Pusdiklatwas BPKP 2007

166

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

36. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali. 37. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan

penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju. 38. Prakiraan Maju (forward estimate) adalah perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya. 39. Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. 40. Penganggaran Terpadu (unified budgeting) adalah penyusunan

rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana. 41. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan dibidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. 42. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi SKPD. 43. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan

Pusdiklatwas BPKP 2007

167

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

pengerahan sumber daya baik yang berupa personal (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa. 44. Sasaran (target) adalah hasil yang diharapkan dari suatu program atau keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan. 45. Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan. 46. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam satu program. 47. RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) adalah dokumen perencanaan untuk periode lima tahun. 48. RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) adalah dokumen

perencanaan daerah untuk periode satu tahun. 49. TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) adalah tim yang dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan. 50. RKA-SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran SKPD) adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan SKPD serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. 51. KUA (Kebijakan Umum APBD) adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan,belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.

Pusdiklatwas BPKP 2007

168

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

52. PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) merupakan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKASKPD. 53. DPA-SKPD (Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD) merupakan dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap SKPD yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran. 54. SPP (Surat Permintaan Pembayaran) adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan/ bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran. 55. Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh BUD berdasarkan SPM. 56. Surat Perintah Membayar (SPM) adalah dokumen yang digunakan/ diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD. 57. SPM-LS (Surat Perintah Membayar Langsung) adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD kepada pihak ketiga. 58. UP (Uang Persediaan) adalah sejumlah uang tunai yang disediakan untuk satuan kerja dalam melaksanakan kegiatan operasional sehari-hari. 59. SPM-UP (Surat Perintah Membayar Uang Persediaan) adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD yang dipergunakan sebagai uang persediaan untuk mendanai kegiatan operasional kantor sehari-hari.

Pusdiklatwas BPKP 2007

169

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

60. SPM-GU (Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan) adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD yang dananya dipergunakan untuk mengganti uang persediaan yang telah dibelanjakan. 61. SPM-TU (Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan) adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPASKPD, karena kebutuhan dananya melebihi dari jumlah batas pagu uang persediaan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan. 62. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah daerah dan/atau hak pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah. 63. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 64. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah daerah dan/atau kewajiban pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah. 65. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. 66. Sistem Pengendalian Intern Keuangan Daerah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengendalian melalui audit dan evaluasi, untuk menjamin agar pelaksanaan kebijakan pengelolaan

Pusdiklatwas BPKP 2007

170

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

keuangan daerah sesuai dengan rencana dan peraturan perundangundangan. 67. Kerugian Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. 68. BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) adalah SKPD/unit kerja pada SKPD di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan produktivitas. 69. SPD (Surat Penyediaan Dana) adalah dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP. 70. Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 71. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) adalah surat yang oleh wajib dan pajak digunakan menurut untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta kewajiban, ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. 72. SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak. 73. SKPDN (Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan

Pusdiklatwas BPKP 2007

171

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II

74. SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. 75. SKPDLB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 76. SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh kepala daerah. 77. SKPDKBT (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 78. STPD (Surat Tagihan Pajak Daerah) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. 79. SKRD (Surat Ketetapan Retribusi Daerah) adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi. 80. SKRDLB (Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar) adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

Pusdiklatwas BPKP 2007

172

You might also like