You are on page 1of 12

A.

Definisi Secara garis besar, anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin di dalam darah berkurang sehingga menyebabkan pengangkutan oksigen bermasalah dan menimbulkan tanda-tanda umum sepeti, kelelahan, pucat, dll. Orang-orang awam biasa memanggil gejala ini dengan sebutan kurang darah. Definisi anemia disetiap manusia berbeda-beda sesuai dengan konsentrasi hemoglobinnya masing-masing. Pada wanita anemia dapat terjadi kepada orang-orang yang tinggal didataran tinggi jika kadar hemoglobin mereka jauh dibawah 12 gr/dl pada keadaan tidak hamil atau kurang dari 10 gr/dl pada kehamilan atau nifas. Namun demikian, pada awal kehamilan dan pada kehamilan mendekati aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar wanita tidak hamil yang sehat, biasanya 11 gr/dl atau lebih. Kecepatan dan besarnya peningkatan tersebut dalam awal nifas sampai taraf yang cukup tinggi disebakan oleh jumlah hemoglobin yang ditambahkan pada kompartemen intrafaskuler selama kehamilan dan jumlah yang hilang akibnat perdarahan yang terjadi setelah melahirkan. Pemeriksaan hematologi pernah dilakukan secara luas pada wanita tidak hamil yan sehat, diantara para wanita hamil ini tidak satupun yang mengalami defisiensi zat besi karena masingmasing memiliki cadangan zat besi yang telah dibuktikan secara biokimia, dan tidak satupun yang mengalami defisiensi asam folat mengingat proses eritropoisis dalam sumsum tulang tetap normoblastik. B. Etiologi Anemia Etiologi anemia selama kehamilan sama dengan etiologi yang dijumpai pada wanita yang tidak hamil, dan semua anemia yang terdapat diantara kaum wanita dalam usia reproduktif dapat mempersulit kehamilan. Sebuah klasifikasi yang dibuat terutama didasarkan pada etiologi dan mencangkup sebagian besar keadaan yang sering menyebabkan anemia pada wanita hamil. Sumber kesalahan yang umum terdapat selama kehamilan berasal dari laju pengendapan darah yang cepat dan ditimbulkan oleh hiperfibrinogenemia pada kehamilan normal. Perbedaaan yang terlihat pada konsentrasi hemoglobin antara wanita hamil dan tidak hamil yang ditambah lagi dengan fenomena hipovolemia yang sudah dikenal baik akibat kehamilan normal, telah menyebabkan pemakaian istilah anemia fisiologis. C. Frekuensi Anemia frekuensi anemia selama kehamilan bervariasi cukup luas dan tergantung terutama apakah preparat zat besi diberikan selama kehamilan. Sebagai contoh, kadar hemoglobin wanita hamil yang sebelumnya memperoleh suplemen zat besi dan dirawat di rumah sakit parkland pada saat melahirkan mempunyai kadar hemoglobin rata-rata 12,4 gr/dl sementara mereka yang tidak mendapat suplemen zat besi, kadar tersebut hanya 11,3 gr/dl. Dan tidak satupun diantara yang memperoleh suplemen zat besi memiliki kadar hemoglobin kurang dari 10 gr/dl, namun pada

yang tidak mendapatkan suplemen zat besi terdapat 16% wanita hamil yang kadar hemoglobinnya dibawah 10 gr/dl. D. Pengaruh anemia dalam kehamilan Anemia pada kehamilan memberi pengaruh kuranh baik pada ibu,baik dalm kehamilan, persalinan ataupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul seperti : 1. abortus. 2. partus prematurus. 3. partus lama karena inertia nyeri. 4. perdarahan postpartum karena atonia uteri. 5. Syok. 6. infeksi, baik intrapartum maupun postpartum. Selain itu juga bagi hasil konsepsi anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik, seperti : 1. Kematian mudigah. 2. Kematian perinatal. 3. Prematurias. 4. Dapat terjadi cacat bawaan. 5. Kekurangan cadangan besi. E. Klasifikasi Anemia Ada beberapa macam terkait dengan anemia dalam kehamilan diantaranya : 1. Anemia defisiensi zat besi. 2. Anemia akibat perdarahan akut. 3. Anemia akibat peyakit kronis. 4. Anemia megaloblastik. 5. Anemia hipoblastik. 6. Anemia hemolitik. 7. Hemoglobinopati sel sabit. 8. Anemia sel sabit. 9. Penyakit sel sabit-hemoglobin C. 10. Penyakit sel sabit-thalasemia-beta.

1. Anemia defisiensi besi Dua penyebab anemia yang paling sering ditemukan selama masa kehamilan dan nifas adalah defisiensi besi dan kehilangan darah yang akut. Kedua keadaan tersebut berhubungan erat, kehilangan darah yang berlebihan dengan disertai hilangnya zat besi hemoglobin dan habisnya simpanan zat besi pada kehamilan yang satu dapat menjadi penyebab anemia defisiensi besi pada kehamilan berikutnya. Kebutuhan maternal akan zat besi timbul karena kehamilan, rata-rata 800 mg. Dari jumlah ini, sekitar 300 mg diperlukan janin dan plasenta sedangkan 500 mg lagi untuk meningkatkan masa hemoglobin maternal. Dan lebih dari 200 mg akan diekskresikan lewat semua saluran ekskresi. Pada trimester II volume darah bertambah agak cepat, tetapi pada trimester III terjadi penurunan volume darah dan konsentrasi hemoglobin maternal. Karena jumlah zat besi yang dialihkan kepada janin dari ibu yang mengalami defisiensi besi tidak banyak berbeda dengan jumlah yang dipindahkan dalam keadaan normal, maka bayi baru lahir dari ibu dengan anemia berat tidak akan menderita anemia defisiensi besi(Murray dkk.,1978) . Pada anemia defisiensi yang tidak begitu berat selama kehamilan, misalnya, konsentrasi hemoglobin sebesar 9 gram/dl atau lebih, biasanya tidak disertai dengan perubahan morfologi yang nyata pada eritrosit yang beredar. Namun demikian, pada derajat anemia karena defisiensi besi, kadar feritin dalam serum lebih rendah daripada nilai normalnya dan didalam sumsum tulang tidak ditemukan zat besi yang bisa diwarnai. Jadi, Anemia defisiensi besi selama kehamilan terutama merupakan konsekuensi penambahan volume plasma tanpa peningkatan masa hemoglobin maternal yang normal. Kalau wanita hamil yang sedang megalami defisiensi besi sedang, mendapatkan terapi zat besi dalam takaran yang sesuai, respon hematologi akan dapat dideteksi dengan melihat eritrosit. Penyebabnya terutama berkaitan dengan perbedaan volume darahnya 2. Anemia akibat kehilangan darah yang akut Keadaan solusio plasenta maupun plasenta pervia bisa menjadi sumber hilangnya darah yang serius serta penyebab anemia sebelum dan sesudah melahirkan. Dalam awal kehamilan, anemia yang disebabkan oleh perdarahan akut akibat abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa. 3. Anemia yang berkaitan dengan penyakit kronis Infeksi kronis dan neoplasma dapat menimbulkan anemia sedang dan berat , yang biasanya disertai dengan eritrosit normositik atau agak mikrositik(Lee,1983). Anemia tampak terjadi akibat perubahan pada fungsi retikuloendotelial dan metabolisme zat besi. Zat besi yang

dilepaskan dari eritrosit yang menjadi tua tidak akan segera dikembalikan kedalam plasma untuk digunakan lagi oleh eritroblast, tetapi sebaliknya akan tertahan. Rentang waktu hidup eritrosit biasanya agak memendek. Dengan demikian anemia akan terjadi akibat penurunan eritropoesis yang ditambah lagi dengan penghancuran dengan eritrosit yang agak meningkat. Penyakit ginjal, supurasi, penyakit usus inflamatorik, sistemik lupus eritematosus. Infeksi granulomatosa. Neoplasma malignan dan artritis rematoid, juga dapat menyebabkan anemia dan hal ini kemungkinan terjadi melalui mekanisme yang sama. 4. Anemia Megaloblastik. Anemia megalobalistik yang muncul diawal kehamilan dan dimasa lalu terjadi akibat defisiensi asam folat(anemia pernisiosa pada kehamilan). Penderita anemia ini wanita yang tidak pernah mengonsumsi sayuran segar, khususnya jenis daun-daun hijau yang mentah ataupun makanan dengan kandungan protein hewani tinggi. 5. Anemia hemolitik. Anemia hemolitik ini dibagi menjadi empat yaitu, anemia hemolitik akuisita, anemia hemolitik karena kehamilan, hemoglobinuria nocturnal paroksimal, anemia hemolitik karena obat. 1.1 Anemia hemolitik akuisita. Wanita hamil dengan anemia hemolitik akuisita autoimun , kadang-kadang memperlihatkan peningkatan kecepatan hemolysis yang mencolok pada kehamilannya. Biasanya prednison dan senyawa-senyawa yang serupa menunjukkan efektivitas preparat tersebut pada keadaan tidak hamil. Trombositopenia, jika terjadi juga dapat dipengaruhi secara menguntungkan oleh terapi kortikosteroid. Kehamilan bukan kontraindikasi terhadap pemakaian preparat streoid ini, tetapi karena penyakit yang mendasari bersifat kronis dan progresif , maka kehamilan ulang tidak dianjurkan pada wanita hamil yang menderita anemia hemolitik akibat penyakit autoimun. Pada penyakit anemia hemolitik autoimun, secara khas tes anti globulin (tes Coombs) langsung maupun tak langsung akan menghasilkan hasil yang positif. Ini mungkin merupakan akibat dari antibody anti-eritrosit IgG atau IgM. Antibody IgM mudah menimbulkan aglutinasi sel-sel darah merah yang disuspensikan dalam larutan salin, sementara antibody IgG tidak memiliki sifat demikian, sehingga disebut sebagai antibody inkomplet. Transfusi sel-sel darah merah bagi ibu dengan penyakit hemolitik autoimun yang berat akan dipersulit oleh adanya antibody anti-eritrosit yang beredar dalam darah. 1.2 Anemia hemolitik karena kehamilan. Anemia hemolitik yang tidak dapat dijelaskan peyebabnya selama kehamilan merupakan suatu kejadian yang langka tetapi juga suatu kesatuan yang berbeda, dimana hemolysis yang berat timbul secara dini dalam kehamilan dan kemudian menghilang dalam tempo beberapa

bulan setelah melahirkan. Bentuk anemia ini ditandai dengan tidak adanya gejala yang membuktikan gangguan pada mekanisme imun ataupun setiap defek intra atau ekstraeritrosit (Straksen dkk., 1983). Anemia hemolitik yang berat dapat dikendalikan dengan prednison yang diberikan sampai saat melahirkan. Anak yang lahir dengan kondisi pemberian obat ini terlihat normal. 1.3 Hemoglobinuria nokturnal paroksismal Kaeadaan ini merupakan anemia hemolitik akuisita yang langka dengan onset yang berlangsung perlahan-lahan serta perjalanan penyakit yang kronis. Hemoglobinuria tidak selalu terjadi pada malam hari. Hemolysis terjadi akibat defek pada membran eritrosit dan granulosit yang membuatnya secara abnormal mudah mengalami lisis oleh komplemen dan secara in vitro oleh perlakuan dengan preparat asam. Defek tersebut terlihat pada populasi sel darah merah yang tersendiri dan sudah terdapat pada sel-sel yang baru terbentuk, dan sudah memasuki sirkulasi darah. Komplikasi bisa terjadi, komplikasi yang serius mencakup aplasia sumsum tulang, infeksi dan thrombosis. Pengobatan yang pasti untuk penyakit ini tidak ada, kecuali mungkin dengan transplantasi sumsum tulang, terapi heparin umumnya mengecewakan, namun pemberian kortikosteroid kadang-kadang membantu. Transfusi harus dibatasi hanya pada sel-sel darah merah yang kompatibel dan telah dicuci. Kehilangan zat besi akibat hemoglobinuria bisa tinggi sekali dan bisa menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Hemoglobinuria nocturnal paroksismal bukan merupakan keadaan familial. Berkisar dari bentuk ringan sampai mematikan. Penyakit ini merupakan penyaakit yang serius serta tidak dapat diramalkan, dan kehamilan dengan keadaan ini bisa menimbulkan bahaya. 1.4 Anemia hemolitik karena obat Reaksi hemolitik ini kadang-kadang ditemukan dalam keadaan hamil. Tidak jarang hemolysis terjadi akibat suatu antibody, yaitu adanya obat seperti kina bekerja sebagai hapten dapat menyebabkan lisis eritrosit. Khususnya pada wanita yang berkulit hitam, hemolysis karena obat jauh lebih sering berhubungan dengan defek enzimatik eritrosit bawaan, yaitu defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehydrogenase (G6PD). Beberapa obat yang bersifat oksidan dapat menimbulkan hemolysis pada wanita yang homozygous. Karena eritrosit muda banyak mengandung aktifitas G6PD dibandingkan eritrosit yang usianya lebih tua, maka dalam keadaan tanpa adanya depresi sumsum tulang, anemia akhirnya menjadi stsabil dan segera terkoreksi setelah pemakaian obat yang menyebabkannya dihentikan. 6. Anemia aplastik atau hipoplastik. Meskipun jarang dijumpai dalam kehamilan, anemia aplastik merupakan komplikasi yang serius. Diagnosis anemia ini dapat dibuat dengan mudah kalau terlihat anemia lyang disertai trobositopenia, leukopenia, dan sumsum tulang yang sangat hiposeluler. Anemia aplastik dapat

kongenital tetapi lebih sering terjadi akibat obat-obatan serta zat kimia lainnya, infeksi, irradiasi, leukemia, dan kelainan imunologi. Gangguan fungsional yang mendasari anemia ini tampaknya berupa peningkatan mencolok stem cells dan sumsum tulang. Pada sebagian besar kasus, anemia aplastik dan kehamilan tampak memiliki suatu kaitan yang bersifat kebetulan. Akan tetapi, anemia aplastik pada beberapa wanita ditemukan pada kehamilan dan kemudian membaik atau bahkan menghilang ketika kehamilan tersebut akan berakhir dan hanya terjadi kembali pad kehamilan berikutnya. Preparat kortikosteroid seperti prednisone mungkin berguna sebagaimana halnya pemberian testoteron atau steroid androgenic lainnya dengan dosis yang tinggi. Toksisitas hepar merupakan komplikasi yang sering ditemukan pada terapi preparat androgen dengan dosis tinggi. Tindakan yang paling besar kemungkinannya pada anemia aplastik yang berat adalah transplantasi sumsum tulang. Penyakit yang akut dan kronis akibat ketidakcocokkan hospes vs cangkokkan merupakan komplikasi serius yang terjadi sesudah transfuse sumsum tulang. Globulin anti-timosit kemungkinan merupakan terapi terbaik yang ada bagi pasien-pasien yang tidak memiliki donor sumsum tulang yang sesuai (Bayefer dkk., 1984). Dua buah resiko besar pada wanita hamil yang menderita anemia aplastik selama kehamilannya adalah kehamilan dan infeksi, terapi dengan preparat anti-mikroba yang spesifik harus segera dimulai. Transfuse granulosit hanya diberikan selama terjadinya infeksi yang sebenarnya. Jika trombosit rendah sekali, diperlukan untuk mengontrol pendarahan. 7. Hemoglobinopati sel sabit. Anemia sel sabit (penyakikt SS), penyakit sel sabit-hemoglobin C (penyakit SC) dan penyakit sel sabit-thalasemia (penyakit S- thalasemia) merupakan merupakan bentuk-bentuk hemoglobinopati sabit yang paling sering ditemukan. Morbiditas dan mortalitas maternal, abortus serta mortalitas perinatal, secara bervariasi meningkat pada masin-masing penyakit ini. 8. Anemia sel sabit Pewarisan gen untuk menghasilkan hemoglobin sel sabit atau hemoglobin S dari setiap pasien akan menimbulkan anemia sel sabit (penyakitg SS). Kehamilan merupakan beban yang serius bagi wanita yang menderita penyakit SS, karena anemia yang terjadi sering sangat berat dan terjadi vasooklusi dengan nyeri hebat yang disebut sebagai krisis sel sabit, biasanya lebih sering terjadi dan infeksi serta komplikasi pulmoner juga lebih sering ditemukan. 9. Penyakit sel sabit-hemoglobin C Seperti halnya pada kehamilan lain yang disertai komplikasi anemia hemolitik yang nyata, kebutuhan terhadap asam folat pada wanita hamil yang menderita penyakit SC tampak mengalami peningkatan, khususnya kalau terdapat anoreksia. Defisiensi zat besi kadang-kadang terjadi kecuali bila sebelumnya ibu sudah mendapatkan transfusi. Karena itu, terapi suplementasi yang bukan hanya dengan asam folat, tetapi juga dengan zat besi, kemungkinan akan memberikan efek yang transfuse platelet

menguntungkan kecuali bila sebelumnya sudah dilakukan transfusi sel darah merah. Kalau konsentrasi hemoglobin turun hingga dibawah 8,0 gram/dL, kita harus melakukan pemeriksaan yang seksama untuk menemukan penyebabnya. Pedoman yang dipakai untuk pemberian tranfusi darah tanpa adanya keterangan tentang tindakan transfusi profilaksis, serupa dengan pedoman yang dijelaskan diatas untuk anemia sel sabit. Morbiditas yang frekuen dan angka mortalitas yang relatif tinggi selama kehamilan yang lanjut atau masa nifas pada wanita-wanita yang menderita penyakit sel sabit hemoglobin c membenarkan diambilnya tindakan untuk membatasi jumlah anak. 10. Penyakit sel sabit-thalasemia-beta Pewarisan gen untuk hemoglobin S dari salah satu orang tua dan gen alelik untuk penyakit thalasemia- dari orang tua yang lain. Frekuensi morbiditas dan mortalitas maternal mungkin sedikit lebih kecil sekalipun kematian pernah terlihat selama kehamilan (morrison,1972). Perawatn prenatal secara umum , persalinan dan pembatasan kehamilan berikutnya, sama seperti rekomendasi yang diberikan bagi penyakit sel sabit thalasemia, sel sabit hemoglobin c, dan anemi sel sabit. F. Asuhan Keperawatan. 1. Pengkajian. Pengkajian pasien dengan anemia meliputi : 1) Aktivitas / istirahat. Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Tanda : takikardi / takipnae ; dispnea pada waktu bekerja / istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat. 2) Sirkulasi. Gejala : riwayat kehilangan darah kronik,riwayat endokarditis infektif kronis, palpitasi. Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi lebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran ; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa dan dasar kuku. Kulit seperti berlilin, pucat. Sklera : biru atau putih seperti mutiara. Pengisian kapiler melambat. Kuku : mudah patah, seperti sendok. Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature.

3) Integritas Ego Gejala : keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan. Tanda : depresi 4) Eliminasi Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal,. Flatulen, syndrome malabsorbsi. Hematemsis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluan urine. Tanda : distensi abdomen. 5) Makanan / cairan Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah. Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan. Mual / muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tanda : lidah tampak merah daging / halus (AP ; defisiensi asam folat dsan vitamin B12). Membrane mukosa kering, puca. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut(DB). Stomatitis dan glositis. Bibir : selitis, misalnya bibir dengan sudut mulut pecah. (DB). 6) Neurosensori Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tanga / kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi menjadi dingin. Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP) 7) Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB) 8) Pernapasan Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada waktu istirahat dan aktivitas. 9) Keamanan Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia, riwayat terpajan pada radiasi ; baik terhadap pengobatan atau kecelakaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi. Tanda : demam berdarah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati, umum,

ptekie dan ekimosis. 10) Seksualitas Gejala : hilang libido (pria dan wanita). Tanda : serviks dan dinding vagina pucat. 2. Gejala klinis Nausea yang mengganggu, vomitus dan anoreksia selama kehamilan. Tingginya defisiensi folat dan keadaan anemia, anoreksia akan menjadi semakin berat sehingga semakin memperburuk keadaan. Defisiensi asam folat biasanya berupa hipersegmentasi sebagian sel-el neutrofil. Anemia yang semakin parah terjadi trombositopenia, leukopenia, atau keduanya. Mengalami defisiensi asam folat yang pada gilirannya mengakibatkan penurunan jumlah zat besi yang menyatu kedalam hemoglobin. penurunan kinerja fisik gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku perkembangan kognitif yang abnormal pada anak terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. 3. Pemeriksaan diagnostik Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik). Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis). Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia). LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB). SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik). Jumlah trombosit : menurun aplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik) Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin. Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik). Folat serum dan vitamin B12

membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik) TBC serum : meningkat (DB) Feritin serum : meningkat (DB) Masa perdarahan : memanjang (aplastik) LDH serum : menurun (DB) Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP) 4. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan . Diagnosa keperawatan yang muncul pada bumil dengan anemia, meliputi : 1) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan). 2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. 3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan. 4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel. 5) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist. 6) Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat. 7) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi. 5. Intervensi 1) Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien. 2) 3) Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur / perawatan luka. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai

4) Observasi dan catat masukan makanan pasien. 5) Timbang berat badan tiap hari. 6) 7) 8) 9) 10) Berikan makan sedikit frekuensi sering dan / makan diantara waktu makan. Observasi dan catat kejadian mual muntah, flatus, dan gejala lain yang Kaji kehilangan / gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit / membrane mukosa, Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

berhubungan.

dasar kuku. 11) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi. 12) Ubah posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak / di tempat tidur. 13) 14) Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi, dan jumlah. Auskultasi bunyi usus

15) Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan / cairan. 16) Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia. 17) Tinjau kebutuhan diet yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan diet khusus (ditentukan oleh tipe anemia / defisiensi). 18) Instruksikan dan peragakan pemberian mandiri preparat besi oral. 6. Evaluasi 1) Tidak terjadi infeksi. 2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi. 3) Pasien dapat mempertahankan / meningkatkan ambulasi. 4) Peningkatan perfusi jaringan. 5) Membuat / kembali pola normal fungsi usus. 6) Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic, dan rencana pengobatan.

Daftar Pustaka
Wiknjonosastro, Hanifa.Ilmu Kebidanan .Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo. Jakarta:2002. Cunningham,MacDonald.Obstetri Wiliams.Kedokteran EGC.Jakarta:1995 Doengoes, E. Marylin. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan. Kedokteran EGC. Jakarta.

You might also like