Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN Elektronika merupakan pengembangan dari ilmu listrik yang mempelajari teori
tentang gerakan-gerakan elektron dari komponen-komponen aktif serta penggunaannya. Ilmu elektronika dikelompokkan menjadi dua cabang yang luas yaitu yang berhubungan dengan aliran electron dalam tabung hampa, gas atau benda padat disebut elektronika fisika. Sedang yang berhubungan dengan perencanaan, pengembangan dan pemakaian peralatan disebut teknik elektronika. 1.1 Perkembangan Elektronika Bidang elektronika dimulai dengan peremuan oleh Hertz (1888) bahwa energi elektromagnetik dapat dirambatkan dan dideteksi. Elektronika memasuki suatu masa evolusi yang cepat dengan ditemukan dioda tabung oleh Fleming (1903), diikuti penemuan pendeteksi kristal oleh Picard (1906) dan selanjutnya penemuan triode tabung oleh De Forest (1907). Perkembangan selanjutnya dengan ditemukan komponen semikonduktor sebagai bahan dasar pembuatan komponen elektronika; dan pada tahun 1948 ditemukan transistor oleh Bardeen dan Brattain selanjutnya oleh Shockly tahun 1949 dikembangkan teori junction transisitor dan berkembang terus sampai ke komponen terpadu (IC = integrated Circuit) Elektronika telah maju dengan pesat dan digunakan secara luas di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan modern. 1.2 Tabung Elektron Tabung elektron merupakan komponen elektronika yang berbentuk tabung silinder yang di dalam ruang hampa atau sebagian dihampakan terjadi penghantaran elektronis. Di dalam tabung electron terpasang elektroda-elektroda dan pemanas (heater). Tabung electron terdapat 2 macam yaitu 1. Tabung hampa yaitu tabung electron yang di dalamnya tedapat tekanan gas sangat rendah sehingga tak berpengaruh pada kerja tabung
2. Tabung gas yaitu tabung electron yang di dalamnya terdapat gas mulia sperti helium, neon,argon, krypton dan xenon untuk maksud-maksud tertentu. Uap dari gas-gas tersebut mempengaruhi kerja tabung. Tabung elektron didapatkan dalam berbagai jenis dengan ditandai jumlah elektrodanya yaitu dioda; trioda; tetroda; pentode; hexoda ; septoda dst. Konstruksi tabung electron dan simbulnya terlihat pada gambar berikut. A= anoda A K Dioda ( a) K Dioda gas ( b) Gambar 1. Tabung elektron a) Bentuk fisik b) Simbol-simbol 1.3 Pancaran /emmisi elektron Emmisi elektron adalah peristiwa memancarnya elektron dari bahan emisi karena pengaruh dari luar yang 1. Panas disebut emmisi thermis 2. Medan listrik disebut emmisi kuat medan 3. Sinar (foto) disebut emmisi foto. 4. Enersi elektron disebur emisi primer 5. Pantulan elektron disebut emisi sekunder Tabung elektron bekerjanya berdasarkan emisi termis dan emmisi kuat medan. 1.4 Bahan emmisi Oleh karena tabung berkerja berdasarkan emmisi thermis maka dibutuhkan bahan emisi yang mempunyai daya tahan terhadap panas ( 0 K -1) . Bahan-bahan tersebut adalah : mampu mengalahkan rintangan permukaan bahan emisi. Emisi elektron dapat terjadi akibat : A G K Trioda Tetroda K = Katoda A G = Grid A G SG K SG = Sreen Grid
No 1. 2. 3. 4. 5.
No 6. 7. 8. 9.
2. BAHAN SEMIKONDUKTOR Susunan pita dari benda padat dapat dikelompakkan menjadi 3 kelompok yaitu : 1. logam (konduktor) yang memiliki tahanan jenis antara 10 -6 sampai 10-5 . 2. isolator yang memiliki tahanan jenis antara 10 -6 sampai 10-18 . 3. semikonduktor yang memiliki tahanan jenis antara 10 -3 sampai 10-7 . Bahan semikonduktor besar tahanan jenisnya berada diantara konduktor dan isolator sehingga dapat bersifat sebagai konduktor dan isolator. Tahanan jenis dengan inisial p (baca rho) dihitung dengan rumus P= p = tahanan jenis R = tahanan bahan A (q) = luas l = panjang banah /cm cm2 cm
R. A ( ) 2 = cm l cm
Contoh : konduktor ( tembaga p = 10 -6 cm ) semikonduktor ( germanium p = 5. 10 1 cm, silikon p = 5. 10 4 cm ) isolator ( mica p = 10 12 cm ) 2.1. Level Energi Diagram pita (band) energi elektron untuk bahan isolator, semikondfuktor dan konduktor seperti terlihat pada gambar 2. berikut ini.
pita valenci konduktor semi konduktor isolator jarak jarak konduktor semi konduktor isolator Gambar.2. Level energi Besar level energi W = Q.V (elektron Volt / eV ) = (1,6 . 10 -19 coulomb). V 1. eV = 1,6 . 10 -19 joule 2.2. Bahan Dasar Semikonduktor Penggolongan bahan untuk semikonduktor adalah sebagai berikut: Bahan utama : silicon dan germanium sebagai golongan IV 1. Bahan campuran : Be, Mg, Zn, Cd, Hg . golongan II B, Al, Ga, In, Tl golongan III (aseptor) C, Sn, Pb ...golongan I N, P, As, Sb, Bi .golongan V (donor) O, S, Se, Te, Po .golongan VI Bila golongan V didoping ke golongan IV maka menghasilkan logam type N (elektron) Golongan III didoping ke golongan IV menghasilkan logam type P (hole). Logam jenis N memiliki pembawa muatan negatip sebesar 1,6. 10 pembawa muatan positip + 1,6. 10 dengan nama dioda PN.
-19 -19
isolator
2.3. Bahan Instrinsik N dan P Penghantaran semikonduktor terutama hanya ditentukan oleh pembawa yang dibangkitkan panas, maka semikonduktor ini dinamakan semikonduktor murni atau instrinsik. Semikonduktor murni pada 0 o K bersifat isolator. Semikonduktor yang mengandung atom pencampur dinamakan semikonduktor teresapi, tercamur atau ekstrinsik. Penghantaran semikonduktor ekstinsik ditentukan oleh kelebihan elektron atau hole dari atom ato-atom pencampur. Pencampuran yang sering digunakan adalah golongan III dan V. Semikonduktor yang berisi pencampur jenis donor (golongan V) dinamakan semikonduktor jenis N, karena pembawa-pembawa arus yang dihasilkan merupakan muatan negatip (elektron) sedang yang berisi pencampur jenis aseptor (golongan III) dinamakan semikonduktor jenis P karena pembawa-pembawa arusnya merupakan muatan positip (lobang)
3. DIODA SEMIKONDUKTOR 3.1. Karakteristik Dioda Dioda semikonduktor merupakan sambungan antara logam jenis P dengan jenis N. Jenis P disebut anoda sedang N disebut katoda. Sifat dari dioda PN dipengaruhi oleh pemberian catu daya. 1. Dalam kondisi tidak diberi pengaruh (VD = 0V ) dari luar, pada sambungan tersebut terjadi depletion layer (daerah kosong =dk) dan merupakan energi halangan, karena pada daerah tersebut elektron (negatip) dan lobang (positip) saling berdifusi Daerah ini lebarnya sekitar 0,5m. 2. Apabila dioda dicatu daya dengan VD > 0V atau P lebih positip terhadap N maka akan terjadi gaya pada lobang (positip) dan elektron (negatip) yang mengakibatkan lobang dan elektron bergerak menuju sambungan. Akibatnya daerah kosong menyempit dan energi halangan menjadi sangat kecil. Hal ini menyebabkan arus mengalir terutama akibat pembawa mayoritas (IB) yaitu jenis P ke N dan jenis N ke P. Sebaliknya arus pembawa minoritas(IS) mengalir arah sebaliknya tidak dipengaruhi oleh catu daya. Pemberian catu daya ini disebut forward bias. 3. Apabila dioda dicatu daya dengan VD < 0V mengakibatkan lobang dan elektron bergerak menjauhi sambungan sehingga menyebabkan daerah kosong melebar dan energi halangan menjadi besar. Hal ini menyebabkan arus pembawa mayoritas akan sama dengan nol. Namun arus pembawa minoritas yang melalui daerah kosong ini sangat kecil. Arus ini disebut arus jenuh balik Pemberian catu daya ini disebut dicatu balik atau mundur atau reverse bias. anoda (a) IB =0 IS =0 dk P N VD=0 (b) IB P VD>0 (c) dk IS N IB =0 P VD<0 (d) dk IS N katoda dicatu maju atau
Gambar 3. Simbul dan catu daya pada dioda PN (a) simbul (b) tanpa dicatu (c) dicatu maju (d) dicatu mundur
Dari ke tiga sifat tersebut dapat digambar dalam satu salib sumbu sebagai berikut ID mA Forward bias VD>0V ID > 0
0 - ID A
Gambar 4. Karakteristik dioda Arus total yang mengalir pada dioda daerah forward dan reverse adalah ID = IS ( e kVD/T - 1 ) Keterangan : IS = arus jenuh balik e = muatan electron ( 1,6 . 10 -19 colomb ) k = konstanta Boltzman ( 1,38 . 10 -23 joule oK -1) VD = tegangan dioda T = temperature dalam oK (300 oK ) Bila dioda dialiri DC maka tahanan dioda dinamakan tahanan statis yang besarnya Bila dialiri AC tahanan dioda dinamakan tahanan dinamis sebesar
RDC = VD ID
vd = k. T /q r AC =
maka
26mV id
Dalam kondisi dioda tidak mendapat catu daya dari luar dioda memiliki daerah kosong. Daerah kosong tersebut akan dapat mengalirkan arus dari luar bila catu daya yang
dipasang mampu mengalahkan halangan pada daerah kosong tersebut.Tegangan E yang dibutuhkan lebih besar dari tegangan halangan (VT) yang dimiliki oleh dioda. tersebut dioda. VT dioda germanium adalah 0,3V sedang untuk silicon 0,7V. Demikian juga tahanan dioda besarnya dipengaruhi tegangan dari luar. Kondisi maju (forward ) tahanan dioda ( Rf ) sangat kecil yang idealnya Rf =0. Bila dipersamakan dengan sebuah saklar maka saklar (S) tersebut dalam keadaan tertutup. Sedang kondisi mundur ( reverse) tahanan dioda (Rr ) sangat besar yang idealnya Rr = . Bila dipersamakan saklar keadaan terbuka. Dioda dapat digambarkan rangkaian persamaannya seperti gambar 5.b berikut.ini. S Kondisi forward Kondisi reverse Rf =0 Rr = . (a) Anoda + ID VD Katoda ID A VD VT R K Dioda ideal S
Dioda sering juga disebut komponen satu arah yang artinya bahwa dioda hanya dapat mengalirkan arus dari luar bilamana anoda lebih positip dari katoda. Sebaliknya bila anoda negatip terhadap katoda maka dioda tidak dapat mengalirkan arus. Pada kondisi maju, tahanan ideal dioda adalah nol, oleh karena itu rangkaian dioda perlu ditambahkan resistan yang dipasang seri sebagai pengaman terhadap arus lebih. Seperti komponen lainnya, dioda dalam rangkaian dapat dipasang seri, atau.parallel
4.1. Analisis Garis Beban
Karakteristik sebuah dioda dapat ditemukan pada katalog atau dioda spesifikasi sheet. Data spesifik dioda memuat antara lain : 1. Tegangan forward (VF) 2. Arus maksimum forward ( IF) 3. Arus jenuh reverse (IR) 4. Tegangan reverse atau Peak Invert Voltage (PIV) 5. Penyimpangan daya (power dissipastion) 6. Operasi daerah panas. Apabila sebuah dioda dibebani resistan R dan dihubungkan dengan batre E maka akan mengalis arus dioda sebesar ID dan tegangan pada R sebesar ID R
ID E
VD R VR
ID
E/R
IDQ 0 VDQ
Garis beban
E (b)
VD
(a)
Dari gambar 6a menurut hukum Kirchoff tegangan : E - VD - VR = 0 E = VD + ID R Arus dioda ID akan maksimum apabila VD = 0 sehingga E = 0 + ID R maka IDmax = E / R VD maksimum bila ID = 0 sehingga E = VDmax Apabila antara IDmax dan E ditarik sebuah garis, maka garis tersebut disebut garis beban. Titik perpotongan antara garis beban dan lengkung karakteristik dinamakan titik Q (quisent point) atau titik kerja ( work point). Pada titik tersebut arus mengalir sebesar IDQ dan tegangan VDQ
4.2. Susunan Rangkaian Dioda 4.2.1. Dioda seri dengan beban
Sebuah dioda silicon dihubungkan seri dengan beban R seperti terlihat pada gambar 6.a bila besar E< VT maka ID = 0 ini berarti bahwa rangkaian dalam keadaan terbuka (open)dan tegangan pada beban nol atau VR = 0. Dengan demikian tegangan pada dioda VD=E Sebagai contoh Tegangan E sebesar 0,4V dicatukan pada dioda silicon yang dibebani R sebesar 1 Hitung besar ID ,VR, VD dan titik kerja. Penyelesaian: oleh karena 0,4 V < 0,7 V maka ID = 0 VR = ID R = 0. 1 K.= 0V VD = E= 0,4V ini berarti bahwa titik kerja dioda pada 0,4V 0
E
10
Rangkaian dua dioda silicon dan germanium non oposisi atau terhubung seri saling memperkuat dibebaani R seperti gambar berikut +E ID Si Ge IR
R
Vo
Rangkaian dua dioda silicon terhubung seri oposisi dibebani R seperti gambar berikut Pada kondisi tersebut dioda D1 forward tapi D2 reverse maka IR terbuka sehingga ID = IR =0 maka Vo = 0 Tegangan VD2 = E dan VD1= 0 Gambar 9. Dioda seri oposisi Rangkaian dioda dengan 2 catu daya pada gambar berikut ini tegangan pada masingmasing R, tegangan output dan arus dapat dihitung sbb: Dari rangkaian tersebut E1 dan E2 dalam hubungan saling menguatkan sehingga besar tegangan catu adalah ET = E1+E2
E1 V1
R1 V2 E2
Si I R2 E2
Vo I=
( ET E T ) (R1 + R2 )
11
Dua buah dioda silicon arah sama dihubungkan jajar arus pada msing-masing dioda dan tegangan ouput dapat dihitung sbb: I R E ID1 D1 D2 Vo ID2 D1 // D2 maka VT1 // VT2 = Vo = 0,7V I = ( E Vo ) / R Oleh karena D1 = D2 maka ID1 = ID2
D1
E1=20V I R=2,2K Si E2=4V
Si
D2
Gambar 12. Rangkaian soal 1 2.Hitunglah V2, V1, I2, dan ID2 rangkaian berikut di bawah ini D1=D2=Silikon I2 VT1 E=20V ID2 R2=5,6K V2 Gambar 13. Rangkaian soal 2 VT2 I1 R1=3,3k V1
12
Dioda sebagai saklar dapat digunakan untuk rangkaian gerbang /logika sebagai dasar dari rangkaian komputer. Dalam bilangan biner hanya dikenal angka 1 dan 0. Angka 1 dalam hal ini berarti positip, sedang angka nol berarti nol atau negatif.
5.1.1. Gerbang OR
Rangkaian gerbang OR (ATAU) logikanya adalah lampu C akan menyala (1) apabila saklar A atau B atau keduanya tertutup (1) ini berarti bahwa bila A dan B terbuka (0) maka lampu akan mati (1) seperti tabel 10.c A 0 0 1 1 Gambar 10. Gerbang OR (a) rangkaian logika (b) rangkaian dioda (c) tabel kebenaran Dari gambar 14 b. pada kondisi A=B=0 berarti terhubung pada batere minus, maka arus tidak mengalir (I=0) beban. Pada A=0 dan B=1 arus mengalir lewat D1 sebesar I = (E VT1) /R. Begitu juga saat A = 1 dan B = 0. Bila A = B = 1 maka arus mengalir melalui kedua dioda. Oleh karena VT1 = VT2 = VT besar arus yang mengalir pada beban adalah I = (E -VT) /R. Besar tegangan pada beban Vo = I. R
5.1.2 Gerbang AND
B 0 1 0 1
C 0 1 1 1
Rangkaian gerbang AND (DAN) logikanya adalah lampu C akan menyala (1) bila saklar A dan B tertutup (1). Ini berarti bahwa bila A atau B atau keduanya terbuka (0) maka lampu akan mati (0) seperti terlihat pada tabel kebenaran gambar 11 b. A 0 0 1 1 Gambar 15. Gerbang AND (a) rangkaian logika (b) rangkaian dioda (c) tabel kebenaran B 0 1 0 1 C 0 0 0 1
13
Bila A = B = 0 kedua dioda melalukan arus pada R sebesar I = ( E VT ) /R besar tegangan pada C sama dengan VT atau I . (Rf1 // Rf2 ) = 0 V Besar arus tersebut akan sama saat A = 0 ; B=1 atau A=1; B=0 Pada kondisi tersebut salah satu dioda on dan lainnya off secara bergantian. Pada kondisi A = B = 1 rangkaian menjadi terbuka sehingga arus tak mengalir dan tegangan pada C = E = 1
5.2. Pemotong (Clipper)
diberikan masukan (input) berupa sinyal bolak balik dari berbagai bentuk. Pemasangan dioda dapat secara seri atau parallel terhadap masukannya.
vi R
vo 0
vi R
vo 0
vi R
vo 0
vi R
vo 0
R 0 vi R 0 vi vo 0 0 vo 0 0
R vi R vi vo 0 vo 0
14
pemotong
Gambar 18. Cliper seri dengan sisipan tegangan DC a) Rangkaian cliper seri b) Bentuk masukkan c) Bentuk keluaran V R vi =Vm VD V vi Vm 0 Vm V 0 vo
Gambar 19. Cliper paralel dengan sisipan tegangan DC a) Rangkaian cliper paralel b) Bentuk masukkan c) Bentuk keluaran
5.3. Dioda Penjepit (Clamper)
Dengan memanfaatkan sebuah kondensator maka dioda dapat berfungsi sebagai penjepit ( clamper) seperti terlihat pada gambar 12. berikut ini. Fungsi dari kondensator(C) adalah menyimpan dan melepas muatan pada beban R dengan tetapan waktu RC. Pada saat masukan positip kondensator akan terisi muatan listrik sampai tegangan maksimum sehingga tegangan pada kondensatorVc = Q/C sama dengan tegangan masukkan (V). Pada kondisi ini dioda akan forward atau hubung singkat (short), sedang saat masukan negatip dioda akan reverse atau terbuka (open) dan kondensator melepas muatan ke beban R.Dalam satu periode input tegangan keluaran pada R menjadi vo= -V+(-Vc)= -2V
15
vi V 0 + (a)
C
D R
vo
vo
0
vo
0
+2V
vi
a) bentuk masukkan b) rangkaian c) bentuk keluaran d) bentuk keluaran Apa bila dioda gambar 20 b. arahnya dibalik, maka bentuk gelombang keluaran akan menjadi positip tegangan sebesar vo= V+(Vc)= 2V Seperti halnya clipper, bila clamping disisipkan tegangan DC sebesar V dan masukkan mempunyai frekuensi dan amplitudo tertentu seperti terlihat pada gambar 19, bentuk gelombang keluaran dapat dianalisis sebagai berikut
Gambar 21 Clamping dengan sisipan DC Frekuensi 1 KHz dalam 1 periode T=1/f = 1 ms. Interval tiap setengah periode adalah 0,5 ms. Untuk setengan periode t1 t2 (gambar 21 a) tegangan masukkan adalah -20V dioda short (gambar 21.b) maka Vo = 5V. Tegangan pada konndensator Vc menurut persamaan Khirrchof dapat dihitung : - 20 + Vc 5V = 0 Vc = 20 + 5 = 25 V Untuk setengah periode t2 t3 masukkan + 10V dioda menjadi open dan tegangan DC tidak berfungsi maka arus mengalir dari masukkan ke kondensator kemudian ke R dan kembali ke masukkan. Menurut hokum Khirrchof tegangan + 10V + 25V Vo = 0 Vo = 10V + 25V = 35V Tetapan waktu selama pengosongan kondensator adalah = RC. = ( 100 K) ( 0,1F) = 0,01 s = 10 ms Tegangan keluaran Vo menjadi 35V 5V = 30V diatas level tegangan DC 5V seperti terlihat pada gambar 21c.
16
5.4. Penyearah
Penyearah setengah gelombang adalah penyearah yang setiap periode input ( positip dan negatip) output nya menghasilkan setengah periode positip atau satu puncak positip.
Gambar 22. Penyearah setengah gelombang. a) Rangkaian b) input sinusoidal c) bentuk output Saat input setengah periode positip 0 t 1 (gambar 22.b) dioda on maka tegangan pada
output R sebesar Vo = Vm - VT (gambar 22.c). Bila Vm >> VT maka Vo = VM atau
dioda dianggap ideal. Setengah periode negatip berikutnya dioda akan off, sehingga tidak ada arus yang mengalir pada R sehingga output nya Vo = 0. Tegangan output ratarata VDC dapat ditentukan dengan rumus VDC = 0,318 (Vm - VT) Bila arah dioda dibalik maka bentuk gelombang output pada gambar 22 c.akan terbalik.
5.4.2 Penyearah gelombang penuh (full wave rectifier)
Penyearah gelombang penuh adalah penyearah yang setiap periode input pada output nya menghasilkan dua puncak positip. Ada dua cara penyearah gelombang penuh yaitu cara cabang tengah dan cara jembatan.
17
Vi 0 t1 (a) t2
Vo
0
D1 A
t1
P
B
D2
(c)
Gambar 23. Penyearah cabang tengah a) bentuk input b) bentuk output c) rangkaian Saat input setengah periode 0-t1 titik A positip maka dioda D1 positip (on) dan dioda D2 negatip (off )maka arus mengalir dari D1 ke R kemudian ke cabang tengah. Pada R menghasilkan setengah peiode positip. Setengah periode berikutnya t1
t2 titik B
positip dioda D1 negatip (off ) dan dioda D2 positip (on ) dan arus mengalir dari D2 ke R kemudian ke cabang tengah. Pada R menghasilkan setengah peiode positip. Dengan demikian dalam satu periode input menghasilkan 2 puncak positip . Tegangan rata-rata DC adalah 2 x 0,318 VM = 0,636 VM. Tegangan maksimum VM adalah tegangan antara titik A atau B dengan cabang tengah.
5.4.2.2 Cara jembatan ( bridge )
Cara ini menggunakan 4 buah dioda jenis sama yang dihubungkan secara jembatan, Cara kerjanya tidak berbeda dengan cara cabang tengah. Pada cara jembatan ini saat
input setengah periode 0-t1 titik A positip dioda D1 dan D3 positip (on) dan dioda D2 dan
D4 negatip (off ) maka arus dari A ke dioda D1 ke R ke D3 terakhir ke B. Pada R menghasilkan setengah peiode positip.
18
Setengah periode berikutnya t1 t2 dioda D1 dan D3 negatip (off ) sedang dioda D2 dan D4 positip (on ) dan arus mengalir dari titik B ke D4 ke R kemudian ke. D2 dan terakhir ke titik A. Pada R menghasilkan setengah peiode positip. Dengan demikian dalam satu periode input menghasilkan 2 puncak positip . Tegangan rata-rata DC adalah 2 x 0,318 Vm = 0,636 Vm. Tegangan Vm.adalah tegangan maksimum antara titik A dan titik B.
5.5. Saringan (filter)
Bentuk gelombang output penyearah setengah gelombang maupun gelombang penuh belum rata seperti yang diharapkan, namun masih merupakan perubahan dari 0 ke puncak positip dan ke 0 lagi. Perubahan ini disebut riak (ripple). Bila bentuk ini diberikan pada pesawat audio, maka akan menghasilkan suara yang berdengung, karena pengaruh frekuensi jala-jala sebesar 50 Hz. Agar bentuk gelombang menjadi/mendekati rata, maka perlu dipasangkan saringan (filter) pada bagian output. Sebagai komponen penyaring dapat dipergunakan kondensator. Kondensator dipilh oleh karena mempunyai sifat dapat diisi (charger) dan menyimpan (storage) serta membuang (discharger) muatan listrik. Waktu yang dibutuh untuk terisi, menyimpan dan membuang muatan listrik dipengaruhi oleh besar komponen tempat pembuangan muatan listrik, seperti terlihat pada gambar berikut ini. S Vo E C (a) R 0 t1 t2 t3 E Vc RC t Vo
(b) Gambar 25. Saringan kondensator a) rangkaian b) grafik pengisian, penyimpanan dan pengosongan Dari gambar 25 a. bila saklar S ditutup maka arus mengalir dari sumber tegangan E ke kondensator. Kondensator terisi muatan listrik selama t1 sampai mencapai maksimum sehingga tegangan kondensator besarnya sama dengan sumber tegangan (Vc=E). Karena Vc=E arus terhenti dan saklar S disamakan terbuka. Pada keadaan tersebut kondensator menyimpan muatan listrik selama t2. Kemudian pada saat tertentu
19
kapasitas kondensator ( C ) dan resistan ( R ) maka waktu pembuangan semakin lama. Sifat kondensator tersebut diterapkan pada penyearah, sehingga bentuk output mendekati rata. Bentuk input dan output penyearah terlihat pada gambar berikut ini. Penyearah setengah gelombang . Vi Vm 0 t1 (a) t2 t3 t Vo Vm VDC VMin 0 VRiple VRiple max VRiple min t
(b) Gambar 26. Penyearah setengah gelombang (a) bentuk input (b) bentuk output
Penyearah gelombang penuh Vi Vm Vo Vm VDC VMin 0 t1 t2 t3 (c) t 0 t (d) Gambar 27. Penyearah gelombang penuh (a) bentuk input (b) bentuk output VRiple
Saat input 0 - t1 kondensator terisi sampai mencapai maksimum Vm dan menyimpannya dan saat input t1 - t2 kondensator membuang muatan listrik ke beban ( R ). Muatan yang dibuang belum habis sudah terisi lagi saat input t2 - t3 sehingga output mencapai Vm lagi. Demikian seterusnya sehingga bentuk gelombang output seperti terlihat pada gambar 26 b dan 27 b. Penurunan tegangan dari Vm sampai Vmin disebut tegangan riak (ripple), yang besarnya dapat dihitung V Ripple = Q/C volt : =
I .t Keterangan : c
20
I = arus pada beban .ampere t = waktu .. detik untuk setengan gelombang t = 0,02 detik, gelombang penuh t = 0,01 detik Tegangan ripple terdiri dari tegangan ripple masksimum (VRiple max ) dan tegangan ripple minimum (VRiple min ). V Ripple = (VRiple max ) + (VRiple min ). Tegangan searah VDC = Vm - VRiple max
5.6. Besaran-besaran listrik
Besaran listrik yang utama terdiri dari tegangan, arus dan daya terbagi menjadi tiga besaran yaitu :
5.6.1 Besaran maksimum
Besaran maksimum diukur dan digambarkan oleh alat ukur Osiloskop. Osiloskop mengukur dan menggambarkan dalam besaran puncak ke puncak (peack to peack) atau maksimum positip sampai minimum negatip. Besaran maksimun merupakan setengah dari puncak ke puncak. Untuk tegangan maksimum Vm = (V ptp)/2 dan untuk arus maksimum Im = ((I ptp)/2
5.6.2 Besaran effektif.
Besaran effektif diukur dengan alat ukur AC. Besaran effektip lebih kecil 0.707 dari besaran maksimum Untuk tegangan effektip Veff = 0,707 Vm dan untuk arus maksimum Ieff = 0,707 Im
5.6.3. Besaran rata-rata
Besaran rata-rata (average) diukur dengan alat ukur DC. Untuk penyearah setengah gelombang besaran rata-rata lebih kecil 0,318 dari besaran maksimum sedang untuk penyearah gelombang penuh 0,636 dari basaran maksimum Penyeerah setengah gelombang Tegangan rata-rata Vr = V rata-rata = 0.318 Vm dan arus rata-rata Ir = I rata-rata = 0.318 Im Penyearah gelombang penuh
21
Besaran rata-rata bisa diukur dengan menggunakan alat ukur AC tetapi harga yang ditunjukkan meter harus diperhitungkan sebagai berikut: Penyearah setengah gelombang Veff = 0,707 Vm = 0,707. 3,144 V rata-rata = 2,22 V rata-rata maka untuk tegangan Untuk tegangan V rata-rata = 0,45 Veff untuk arusnya I rata-rata = 0,45 Ieff Penyearah gelombang penuh V rata-rata = 0,9 Veff untuk arusnya I rata-rata = 0,9 Ieff Demikian sebaliknya bila besaran AC diukur dengan meter DC. Dari ke tiga besaran tersebut bila digambarkan pada gelomnag bentuk sinusoidal adalah sepert berikut V Vm 0,707 0,636 0,318 0
Vr
Vr
Veff
Vm
V p t p = Vm t m t
22
Pada
tanggal
23
Desember
1947
Walter
Brattain
dan
John
Barden
mendemonstrasikan penambahan elektroda ketiga diantara dua jenis semikonduktor kristal tunggal yang sama yaitu germanium atau silikon pada sambungan. Sehingga didapatkan sambungan logam P diapit N dan logam N diapit P.(gambar 23a) Sambungan ketiga logam tersebut transistor singkatan dari tranfer resistor atau disebut
bi junction transistor (BJT). Pada dasarnya BJT tersebut merupaka dua buah dioda PN
yang terhubung bertolak belakang seperti terlihat pada gambar 29b. berikut ini. ++ P E -- + + N P (a) B C (b) E B (c) Gambar 29. Transistor a) Teknologi PNP dan NPN b) Analogi 2 dioda c) Simbul PNP dan NPN C E B C E B C --- ++ --N P N
Dari gambar 29b. ujung kiri disebut elektroda Emitor, titik sambungan disebut Base dan ujung kanan disebut Colektor. Identik dengan tabung electron Trioda, emitor (katoda) sebagai penghasil emisi electron, Basis (grid) sebagai pengatur arus elektron dan Colektor (anoda) sebagai pengumpul electron. Simbul transistor PNP dan NPN dibedakan dengan arah panah pada Emitor. PNP arah emitor masuk sedang NPN keluar.
6.2. Susunan Penguat Transistor dan pembiasan
Fungsi utama dari transistor adalah untuk penguat sinyal input baik tegangan maupun arus. Disamping penguat, transisitor dapat juga berfungsi seperti apa yang dilakukan oleh dioda bahkan besaran pada output nya lebih besar dari input nya sedang dioda adalah sebaliknya.
23
Susunan /konfigurasi untuk penguat dapat disusun menjadi 3 (tiga) susunan yaitu: 1. Susunan penguat Common Base ( Basis bersama) 2. Susunan penguat Common Emitor (Emitor bersama) 3. Susunan penguat Common Colector (Colektor bersama) Common (bersama) artinya bahwa elektroda tersebut merupakan titik pertemuan dua sumber daya elektroda lainnya yang mempunyai kondisi netral dan biasanya ditandai dengan simbul ground atau tanah. Inisial sumber daya ditentukan oleh elektrodaelektroda yang bukan elektroda yang terhubung tanah. Ke tiga susunan tersebut diuraikan seperti berikut.
6.2.1 Susunan Common Base (CB)
Pada susunan ini, Basis terhubung dengan sumber tegangan VEE milik Emitor dan VCC milik Colektor dan Basis merupakan netral /ground nya. Biasanya sumber tegangan tidak digambarkan dalam simbul batre, tetapi cukup ditulis dengan inisial tegangan (V) dan polaritasnya ( + atau - ) saja. Arah arus input dan output untuk transisitor untuk PNP dan NPN adalah berlawanan seperti gambar berikut E + VEE IE IB B B (a) (b) IC C E IE IC C +
Gambar 30. Susunan Common Base a) arah arus PNP b) arah arus NPN Pada gambar 30. arus IE adalah arus input, sedang IC arus output. Perbandingan antara
output dengan input disebut penguatan. Penguatan arus DC pada CB diberi inisial
24
IB = IE - IC atau IB = IE - IE atau IB = IE ( 1 - ) Dalam kondisi beroperasi, transisitor akan mengalami arus bocor dari basiss ke kolektor yang disebabkan oleh agitasi termis sebesar ICBO. Bilamana diperhitungkan maka : IB = IE ( 1 - ) - ICBO maka IC = IE + ICBO Makin tinggi temperature transisitor akan makin besar ICBO dan IC makin besar dan panas akan tinggi pula sehingga ICBO makin tinggi. Hali ini akan menyebabkan transistor rusak. Peristiwa ini disebut Thermal run away. Penguatas arus AC merupakan perbandingan antara perubahan arus output (IC) terhadap pengaruh perubahan arus input (IE) untuk tegangan output (VCB) tetap. ac = (IC) / (IE)
6.2.2 Susunan Common Emitor (CE)
VCB = constant
Untuk susunan Emitor bersama, input terletak antara Basis Emitor sedang outputnya Antara kolektor emitor. Emitor merupakan netral seperti terlihat pada gambar 25 berikut.
- VCC IC
IC - VBB IB IE (b)
+ VCC
+VBB
IB IE (a)
Gambar 31. Susunan Common Emitor a) arah arus PNP b) arah arus NPN Arus-arus yang mengalir pada transistor adalah sebagai berikut: IE = IB + IC dan IC = IE + ICBO IC = { (IB + IC )} + ICBO IC = { ( IB )/ (1- ) }+ { (ICBO) / (1- ) } IC =
I I B + CBO 1 I
25
Penguatan arus untuk emitor bersama ditunjukkan dengan inisial (beta) adalah arus
output IC berbanding arus input IB
Untuk penguatan arus DC Penguatas arus AC merupakan perbandingan antara perubahan arus output (IC) terhadap pengaruh perubahan arus input (IB) untuk tegangan output (VCE) tetap. ac = (IC) / (IB) VCE = constant Hubungan dan dapat dikembangkan sehingga menjadi rumus-rumus sperti di bawah ini dengan mengingat = IC /IB , IB = IC / ; = IC / IE , dan IE = IC / disubstitusikan ke IE = I B + I C IC / = I C / + I C masing-masing dibagi dengan IC didapatkan 1/ = 1/ + 1 atau jadi atau =+ = ( +1 ) = / ( +1) = / 1- IE = I B + I C
= IB + I B
IE = ( +1 ) IB
6.2.3 Susunan Common Colector (CC)
IE
- VBB
IB IB
+VEE
IE +VBB IB IB
-VEE
26
(a)
(b)
Gambar 32. Susunan common colector a) PNP b) NPN Arus-arus pada susunan kolektor bersama adalah IE = I B + I C IE - IE = IB + ICBO ( 1- ) IE = IB + ICBO IE = {(1/1- ) IB } + {(1/1- ) ICBO}
1 1 IE = I B + I CBO 1 1
karena IC = IE + ICBO
= IB + ( IE + ICBO )
CB IE = f(VEB); VCB=C IC = f(VCB); IE=C IC =f ( IE) ; VCB=C VEB= f(VCB); IE=C VEB/ IE (kecil) VCB/ IC (besar) IC / IE (kecil) VCB/ VEB (besar)
CE IB = f(VBE); VCE=C IC = f(VCE); IB=C IC =f ( IB) ; VCE=C VBE= f (VCE); IB=C VBE/ IB (besar) VCE/ IC (besar) IC /( IB) (besar) VCE /VBE (besar)
CC IB = f(VBC); VEC=C IC =f (VEC);VCE=C IE =f ( IB) ; VEC=C VBC= f(VEC); IB=C VBC /IB (besar) VEC/IE (kecil) IE / IB (besar) VEC /VBC (kecil)
27
Gambar 31. Fixed bias Ditinjau dari input Basis Emitor, menurut hokum Kirchhof tegangan: + VCC - IB RB - VBE = 0 IB = (VCC - VBE ) / RB Ditinjau dari output Kolektor Basis I C = IB Berdasarkan Kirrchof tegangan VCE + IC RC +VE - VCC = 0 VCE = VCC - VE - IC RC Maka dan VCE = VCC - VC VBE = VB - VE VBE = VB VE = 0 dan IC RC = VC
28
Gambar 34. Fixed bias stabilisasi emitor Ditinjau dari input berdasarkan hokum Kirchoff tegangan + VCC - IB RB - VBE - IE RE = 0 + VCC - IB RB - VBE - (IB + IC )RE = 0 + VCC - IB RB - VBE - (IB + IB)RE = 0 + VCC - IB RB - VBE - ( +1) IB RE = 0 - IB{ (RB +( +1) RE}+ VCC - VBE = 0 Dengan mengalikan (-1) didapatkan IB{ (RB +( +1) RE}- VCC +VBE = 0 IB{ (RB +( +1) RE}= VCC -VBE IB didaptkan
Tegangan input VB VB = VBE + VE VB = VCC - IB RB Arus output IC dapat ditentukan dengan + VCC - IB RB - VBE - (IB + IC )RE = 0 VCC = (IC / )RB + VBE + (IC / + IC )RE I B = IC / + VCC - (IC / )RB - VBE - (IC / + IC )RE = 0 atau
IB =
VCC V BE RB + ( + 1)R E
29
Oleh karena IC / jauh lebih kecil terhadap IC, maka IC / diabaikan, atau IE IC sehingga VCC = (IC / )RB + VBE + IC RE VCC = (IC)RB/ + VBE + IC RE VCC = IC{ (RB/ )+ RE }+VBE IC didapatkan IC =
VCC V BE RB + RE
Tahanan input dilihat dari basis emitor sebesar Ri = ( +1) RE Ditinjau dari output, menurut Kircoff tegangan VCE + IC RC +IE RE - VCC = 0 VCE = VCC - IC (RC + RE )
Output AC
C2
Input AC
Gambar 35 Base bias Ditinjau dari input VCC = I RC + IB RB + VBE = (IB + IC) RC + IB RB + VBE = IC (RC + RB/ ) + VBE IC dapat dihitung IC = ( VCC - VBE) / ((RC + RB/ ) Ditinjau dari output VCE = VCC - IC RC
30
Input AC
IE
Output AC C2
CE
Gambar 36. Base bias dengan stabilisasi Emitor Ditinjau dari input VCC = I RC + IB RB + VBE + IE RE = (IB + IC) RC + IB RB + VBE +(IB + IC) RE
R = IC RC + B + RE + V BE
IC dapat dihitung IC =
VCC V BE R RC + B + RE
Input AC
C1 VB R2
31
Dilihat dari basis tahanan input basis (RB) merupakan R2 dan R1 terhubung jajar senigga RB = R1 // R2 =
R1 .R2 R1 + R
R1 .R2 .VCC R1 + R IB
VB
RB
VBE RE IE
Gambar 38. Rangkaian pengganti input Arus basis IB dapat dihitung VB = IB RB + VBE + IE RE VB = IB RB + VBE + RE( +1) IB IB = (VB - VBE ) / {RB + ( +1)RE} = Tegangan output VCE = VCC - IC (RC + RE ) V B V BE RB + ( + 1)R E
32
8. PEMBIASAN FET
Rangkaian Bias FET
VGG = VDD RG2 / (RG1 + RG2) VGG = VGS + ID RS ID = VGG/RS - 1/RS VGS
Gambar 79. Rangkaian Biasfet Dengan Feedback vDS = VDD RD iD iD = VDD/RD 1/RD vDS iD = K (vDS Vt)2
33
Jenis Penguat
Common Source Common Gate Common Drain
Node Input
X (gate) Z (drain) Y (source)
Node Output
Z (drain) Y (source) X (gate)
34
Ro = RD // ro
35
Gambar 81. Rangkaian Penguat Common Gate Mencari Ri (vi/ii | vo=0) vgs =- vi Ri 1/gm ( ! ro >> 1/gm) Ro = (ro // RD) Av vo/vi = gm (RL // RD // ro) Av gm (RL // RD )
36
37
Gambar 83. Penyederhanaan Gambar 82 Avo vo/vi RL = vo =vs = gm vgs ro vi =vgs + vo vi =vo/(gm ro) + vo Avo =(1 + 1/(gm ro))-1 Av vo/vi Avo RL/(RL+Ro)
38
Persamaan arus i = K(-2 VtD v - v2) Pada batas saturasi i = K VtD2 = IDSS dengan modulasi panjang kanal i K VtD2 (1 + v/VA) Amplifier dengan Beban MOS enhancement
39
Arus pada transistor M1iD1 = K1(vgs1 - Vt)2 dari rangkaian iD1 =iD2 = iD dan vgs1 = vI sehingga iD = K1(vI - Vt)2 dan iD = K2(vgs2 - Vt)2 dengan vgs2 = VDD - vO maka iD = K2(VDD - vO - Vt)2 atau vO = (VDD-Vt+(K1/K2)1/2Vt) - (K1/K2)1/2 vI penguatan tegangan Av = -(K1/K2)1/2 = - [(W/L)1/(W/L)2]1/2 Analisis Sinyal Kecil Amplifier MOS
40
vo = - gm1vgs1[(1/gm2)//(1/gmb2)//ro1//ro2] dengan vgs1 = vI maka Av = - gm1 / [ gm2 + gmb2 + 1/ro1 +1/ro2 ] Av - gm1 / [ gm2 + gmb2 ] Av =- gm1 / gm2 [1/ (1+)]
41
untuk daerah III (kedua transistor saturasi) Av vo/vi = -gm [ro1 // ro2] untuk daerah III bila body effect diperhitungkan
42
vo = - gm1vgs1 [ (1/gmb2) // ro1 // ro2 ] Av vo/vi = - gm1 [ (1/gmb2) // ro1 // ro2 ] Av - gm1 / gmb2 = gm1 / ( gm2) alternatif lain Av = - [(W/L)1/(W/L)2 ]1/2 [1 / Cermin Arus
43
Gambar 87. Garis Beban ro2 = |VA| / IREF Av = - gm1 [ ro1 // ro2 ] Av = - |VA| [ Kn / IREF ]1/2 Source Follower gm1 = [2
n
44
vo = [(1/gmb) // ro] (1/gmb) + [(1/gmb) // ro] vi vo/vi gm / (gm + gmb) vo/vi =1 / (1 + ) Ro = (1/gmb) // (1/gmb) // ro FET sebagai Saklar
45
46
47
48
49
Gambar 40. Rangkaian penguat Emitor bersama Dengan memperhatikan bagian outputnya VCE = VCC - IC (RC + RE ) Garis beban didapatkan dengan menentukan arus dan tegangan maksimum IC maksimum bila VCE = 0, maka IC Max = (VCC) / (RC + RE) VCE maksimum bila IC = 0 maka VCE Max = VCC Garis beban dengan menghubungkan IC Max dengan VCC terlihat pada gambar berikut
IC (mA) IC Max Q1
Q2
Q5
Q6
Q7
50
51
IB1 60A IB2 50 A input IB3 40 A IB430A IB5 20A IB6 10A IB7 0A VCC
Q2
Q 3 Q4 0 Q5
Q6 Q7
Garis beban DC
VCE (volt)
Gambar 42. Hubungan sinyal input dan output pada daerah kerja
52
output IC Max
IC Q1
input
Q2
Q3 Q4
Q5
VCE Q7 0 VCC Gambar 43 Hubungan input output pada daerah jenuh dan mati
Q6
9.2.
Analisis Teoritis
Analisis penguatan secara teoritis harus memperhatikan semua parameter yang dimiliki oleh sebuah susunan penguat. Oleh karena analisis penguatan maka penguat dalam kondisi bekerja yang berarti ada sumber daya ( tegangan catu daya) dan sinyal input yang akan dikuatkan. Untuk menganalisis tersebut maka rangkaian penguat, khususnya transistor harus dibuat rangkaian pengganti atau dibuat model yang dapat menggambarkan sebagai transistor dengan berbagai parameternya.
53
10.1. Pemodelan re
Pada dioda tahanan AC diberi notasi rd = 26 mV/ Id Transisitor dalam kondisi tak kerja tahanan AC sebesar re = 26 mV/ IE . Pada kondisi kerja faktor penguatan arus akan memperbesar tahanan AC menjadi re = (26 mV)/ IE untuk susunan basis bersama re = (26 mV)/ IE untuk susunan emitor dan kolektor bersama Model re mengganti transistor bagian inputnya menjadi sebuah dioda dengan katoda terhubung pada jenis susunan, sedang pada output nya menjadi sebuah sumber arus sebesar arus output dengan faktor penguat arusnya, parallel dengan tahanan outputnya seperti terlihat pada gambar berikut:
54
Gambar 37 Susunan basis bersama a) transistor b) dioda E-B c) model renol ideal Dalam analisis model, kondisi transistor sebagai penguat dianggap ideal sehingga faktor-faktor yang menyebabkan turunnya penguatan dianggap nol atau ditiadakan. Oleh karena itu komponen ro dianggap takterhingga besarnya sehingga pada bagian outputnya ro dianggap terbuka (open). Untuk analisis selanjutnya transistor dianggap ideal. Susunan Emitor bersama C Ic B Vi Ib (a) Vo E B Vi Ib Ic C Vo B Ib vi ib E C ic vo E
re
ib
(b) (c) Gambar 45. Susunan Emitor bersama a) transistor b) dioda B-E c) model re ideal C Ic B ib v i Ie (b) ib E RE v o ic re B ib vi ie (c) E RE C ic Ib vo
Gambar 46. Susunan Kolektor bersama a) transistor b) dioda B-E c) model re ideal
55
Dari ketiga model re besaran parameter masing-masing susunan terlihat pada tabel di bawah Parameter Impendansi Input (Zi) Impendansi Output (Zo) Penguatan arus (Ai) Penguatan Tegangan (Av) CB re + 50 (kecil) Mega (besar) - ic / ie <1 (kecil) RL+ 100 (besar) CE re + 7 K (besar) ro + 50 K (besar)
- RL/ re
CC re + (1+ )(besar)
(besar) re // RE (kecil)
-
(besar)
(besar)
Analisis bias model re Untuk mengganti sebuah rangkaian penguat menjadi rangkaian model, langkah pertama
yang perlu dilakukan adalah : 1. Semua kondensator dianggap hubung singkat (short) karena untuk sinyal AC kondensator mempunyai reaktansi capasitip sangat kecil (Xc = 0) 2. Catu daya DC dianggap hubung singkat (short) karena fungsinya hanya sebagai pemberi daya supaya transistor dapat bekerja, sedang fungsi utama transistor dalah menguatkan sinyal input berupa AC
C2 Zo
C
Ii Vi
B
Vo Io
E
ii Zi
B
vi
ib re RB
C
ib ro vo io Zo RC
RB Zi (b)
RC Zo
(c) Gambar 47. Fixed bias a) rangkaian DC b) rangkaian AC c) model re non ideal
56
Analisis model
re ideal Zi = RB // re oleh karena RB>> re maka Zi = re Z o = ro // RC oleh karena ro >>RC maka ro = RC v o = - io RC vo = - ib RC vo = - ii RC io = iC = ib oleh karena RB>> re maka ib = ii sedang ii = vi / re bila masing-masing dibagi dengan vi maka
vo = - (vi / re) RC vo = - vi (RC / re) didapatkan penguatan tegangan AV vo / vi = AV = - RC / re ( tanda menunjukkan beda phase 180o) Penguatan arus Ai dapat dicari dengan mudah Ai = -io / ii = i1 / ii = - Bila non ideal ro diperhitungkan maka io = (-ib){ ro / (ro+ RC) } io = (-ii){ ro / (ro+ RC) } bila masing-masing dibagi dengan ii maka: IO .ro = Ai = re didapatkan dari I1 ro + RC ib = ( VCC VBE ) / RB ie = ( +1 ) ib ic = ic re =
26mV ic
RE
(a)
57
Ii Vi
Vo Io
E
ii Zi
ib re RB RE (c)
RB Zi
RC Zo
vi
ib ie
ro
vo io Zo RC
(b)
Gambar 48. Fixed bias dengan stabilisasi emitor a) rangkaian DC b) rangkaian AC c) model re non ideal Analisis model re vi = ib re + RE ie = ib re + RE ( +1 ) ib
= ib { RE ( +1 ) + re }
1 <<
Bila vo= 0 maka ib = 0 Impedansi output Zo = RC Penguatan tegangan Av dapat ditentukan v o = - i o RC vo = - ib RC vo = - ii RC sedang ii = vi / ZB vo = - (vi / ZB) RC bila masing-masing dibagi dengan vi vo / vi = AV = - RC / ZB ZB = (RE + re ) io = iC = Ib
58
= - RC / RE + re oleh karena re << RE maka AV = - RC / RE ( tanda menunjukkan beda phase 180o) Penguatan arus dapat ditentukan ib = {RB / (RB + ZB) }ii masing-masing dibagi ii didapatkan ib / ii = RB / ( RB + ZB) i = o i o i o ib Ai = = ib ii ib ii A1 = RB RB + Z B
Apabila pada RE dipasang kondensator CE maka RE = 0 dan ZB = re maka AV = - RC / re re dapat dicari dari VCC VBE ib = RB + ( + 1) RE ie = ( +1) ib re = 26 mV / ie
10.4. Analisis petensio bias model re
Io RC Output AC C2 Vo IE CE
Ii R2
R1 Zi
Vo io Zi RC Zo v i RB
ii
ib re
E
ib
ro
vo io Zo RC
(b)
RB = R1 // R2
Zi = RB // re V o = Io R c = - I b R c
= - ( Vi / re ) Rc
Zo = Rc
ro =
penguatan tegangan Vo /Vi = Av = - Rc / re Penguatan arus dapat dicari sebagai berikut : Ib = ( RB Ii ) / (RB + re) bila masing-masing dibagi dengan Ii Ib/ Ii = RB / (RB + re ) Ai = (Io / Ib ) (Ib/ Ii ) Ai= RB / (RB + re ) Bila ro duipertimbangkan maka Zo = Rc // ro Av = - (Rc // ro) / re I o = Ib = Io / Ib
60
Transistor merupakan sebuah kotak yang didalamnya berisi parameter-parameter transistor yang mempunyai sepasang input dan output. Parameter tersebut merupakan parameter hybid h yaitu h11, h12, h21 dan h22 Io Vi a) Vo
Ii
Ii
Vi
Io
Dari kotak pengganti transistor terdapat 2 persamaan yaitu persamaan input berupa persamaan tegangan dan persamaan output berupa persamaan arus. Persamaa input Persamaa output Vi = h11 Ii + h12 Vo Io = h21 Ii + h22 Vo
Untuk mengetahui parameter-parameter di dalam transistor maka langkahnya adalah: 1. Memberikan tegangan input dan menghubungsingkatkan bagian output (Vo = 0 ). Persamaan input Vi = h11 Ii + h12 Vo menjadi Vi = h11 Ii untuk Vo = 0 maka h11 = Vi / Ii disebut impedansi input (hi) satuan ohm () Persamaa output Io = h21 Ii + h22 Vo menjadi Vi = h21 Ii untuk Vo = 0 maka h21 = Io / Ii disebut penguatan arus forward (hi ) satuan kali 2.Memasang tegangan pada output dengan membuka bagian input (Ii = 0 ) Persamaan input Vi = h11 Ii + h12 Vo menjadi Vi = h12 Vo untuk Ii = 0 maka h12 = Vi / Vo disebut penguatan tegangan reverse (hr ) satuan kali Persamaa output Io = h21 Ii + h22 Vo menjadi Io = h22 Vo untuk Ii = 0 maka h22 = Io / Vo disebut admitansi output ( ho ) satuan mho atau simen
61
Ii Vi (a)
Io Vo=0
Ii=0 Vi
Io Vo
(b) Gambar 51. Penentuan parameter a) h11 dan h21 b) h12 dan h22
Apabila parameter-parameter tersebut diterapkan pada susunan penguat maka seperti terlihat pada tabel berikut ini Parameter Impedansi input (hi ) Penguatan tegangan reverse (hr) Penguatan arus forward (hf) Admitansi output (ho) CB hiB hrB hfB hoB CE hiE hrE hfE hoE CC hiC hrC hfC hoC
ic vCE hoE
C
vCE
vBE
a) Gambar 52. Susunan CE a) transistor b) model h Persamaan berdasarkan gambar 43 b. untuk CE adalah Persamaa input Persamaa output vBE = hiE ib + hrE vCE ic = hfE ib + hoE vCE
b)
Untuk transistor ideal penguatan tegangan reverse merupakan suatu kerugian, sehingga dianggap nol (hrE =0) maka persamaa input menjadi vBE = hiE ib + 0 . Ini berarti bahwa hiE langsung terhubung dengan Emitor (ground) Demikan juga admitansi output merupakan pembebanan output.Supaya tak terjadi pembebanan pada output, ho dianggap nol (hoE = 0) ) maka persamaa output menjadi ic = hfE ib + 0 . Ini berarti bahwa besar impedansi output tak terhingga ohm (Zo = ). Ingat bahwa
62
Zo = 1/ho. Oleh karena itu rangkaian outputnya terbuka. Susunan Emitor bersama model h kondisi ideal dapat digambarkan sebagai berikut. ib vBE ic
B E E C B ib
hiE hfE ib
ic vCE
C
vBE
E
a)
RE vS VEE
E B
hiB
RL VCC (a)
RE vS
iE hfB iE
iC RL
hrBVCB
B
hoB
ib vS
ic
B
hiE RB vS
B
VBB
RB
RC VCC
ib hfE ib
ic hoE vCE RC
C
hrEvCE
(b)
63
ib vS
hiC
B C E
VBB
RB
RE
vo
VCC
RB vS
hrCvE RE
E
ib
ic hfC ib vo
C
ie
hoC
(a) (b) Gambar 56. Penguat susunan kolektor bersama. a) rangkaian DC b) model h
11.2. Analisis bias model h 11.2.1 Fixed bias stabilisasi emitor model h
VCC Rs vs RB C1 ib VBE RE i o RC C2 ie CE
Rs is vs vi
RB
vo io RC
is Rs vs
ib hiE
E
v i RB
hf Eib
vo io RC
(c) Gambar 57. Fixed bias dengan stabilisasi emitor a) rangkaian DC b) rangkaian AC c) model ideal h (b) Analisis model h vo = io RC = - hf E ib RC = - hf E RC ( vi / hiE ) bila masing-masing dibagi dengan vi , h fE .Rc maka vo / vi = Av = hiE Bila ada input dari vs maka penguatan tegangan adalah
vo = - hf E RC ( vi / hiE ) untuk RB // hiE = rb
64
hf E .
vo / vs = Av =
hf E .
rb Vs.Rc rb + Rs hiE
Penguatan arus dapat ditentukan sebagai berikut Ai = io / is io = - hf Eib ib = RB is / (RB + hiE ) io / is = (- hf E ) RB is / (RB + hiE ) masing-masing dibagi dengan is didapatkan
Ai = io / is =
h fE .RB hiE
65
12. ANALSIS PENGUAT SATU TINGKAT 12.1. Analisis Susunan Emitor model h
RC C2 IE CE iL vo RL
is
C1 v i VB R2
Iis is Rs
vo
E
is is
RB
RC
iL
vi RB
ib hiE hf Eib E
RL
Rs
RC
vo iL RL
( c) Gambar 58.Susunan emitor bersama a). rangkaian DC b) rangkaian AC c) model hideal Analisis potensio bias stabilisasi emitor model h RB = R1 // R2 dan ri = RB // Rs. Besar hiE dapat ditentukan berdasarkan analisis DC sebagai berikut Dari gambar 58 a. tegangan VB = R2 Vcc / (R2 + R1) VE = VB - VBE IE = VE / RE hiE = (26 mV hf E) / IE Dari gambar 58c penguatan arus dapat ditentukan Ai = iL / is sedang untuk iL = -hfE.ib / RC + RL ) ib = ri is ri + hiE tegangan VBE untuk Si 0,7 V ; Ge = 0,3 V
(b)
66
Bila disubstitusikan maka iL = {- hf E (RC / RC + RL ) }{ is ri / (ri + hiE)} masing masing dibagi dengan is maka
Ai = iL / is = {- hf E (RC / RC + RL ) }{ ri / (ri + hiE)}
Rc = h fE Rc + R L
ri ri + h iE
Penguatan tegangan dapat ditentukan sebagai berikut Av = vo / vi vo = (RC //RL) (- hf Eib ) untuk ib = vi / hiE maka vo = (RC //RL) (- hf E ) vi / hiE bila masing-masing dibagi vi didapatkan
Av = vo / vi = (- hf E ) (RC //RL) / hiE bila (RC //RL) = ro
Av = vo / vi =
67
Seperti telah disinggung pada bab sebelumnya bahwa transistor fungsi utamanya sebagai penguat. Banyak cara yang dilakukan supaya transistor mampu menguatkan sinyal input yang kecil menjadi output yang besar dengan tanpa terjadi cacat (distorsi) baik bentuk maupun phasenya. Namun demikian kemampuan sebuah transistor sangat terbatas sehingga keinginan untuk memperkuat setinggi mungkin tidak terpenuhi. Oleh karena itu penguat disusun lebih dari satu penguat, yang sering disebut penguat bertingkat atau cascade amplifier. Tujuan utama dari penguat bertingkat adalah untuk mendapatkan penguatan daya yang besar tanpa terjadi kecacatan pada outputnya. Susunan penguat bertingkat dapat berupa hubungan antara masing-masing susunan penguat satu dengan yang lain, misalnya CB dengan CE; CE dengan CC; CE dengan CE dan sebagainya disesuaikan tujuan dari penguat.
13.1. Hubungan Penguat Bertingkat
Hubungan penguat bertingkat dapat dilakukan secara deret (seri) atau jajar (paralel) atau seri parallel. Vi (2) Vo Vi
(1)
Vo(1) Vi Vo
(1)
(2)
(a)
Gambar 59. Hubungan penguat a) seri b) paralel Untuk mendapatkan penguatan yang besar dari sebuah penguat bertingkat salah satu syarat adalah faktor kesimbangan (matching) impedansi antara penguat pertama dengan penguat selanjutnya yaitu besar impedansi output penguat pertama (Zo1) harus sama dengan besar impedansi input penguat kedua (Zi2) atau selanjtnya.
68
Utuk mendapatkan keseimbangan impedansi maka antara penguat pertama dan penguat selanjutnya dipasang penghubung (coupling). Macam-macam kopling adalah: 1. Kopling langsung ( direct coupling) 2. Kopling RC 3. Kopling RL 4. Kopling transformator Diantara ke 4 macam kopling tersebut kopling jenis RC yang paling banyak dipakai dengan alasan praktis karena dimensinya fisiknya kecil, dan ekonomis karena lebih murah dibanding serta dapat memblokir kerusakan pada tingkat selanjutnya. Kentungan kopling langsung memang lebih murah tetapi tidak bisa memblokir kerusakan penguat selanjutnya karena tidak ada komponen perantara sebagai penahan. Sehingga bila penguat pertama rusak, maka penguat selanjutnya akan mengalami kerusakkan juga.
13.2. Macam-Macam Kopling
Sedangkan kopling lainnya yaitu LC dan transformator dimensi fisik lebih besar sehingga memerlukan tempat yang luas. Transformator juga berfungsi sebagai selektivitas frekuensi untuk dikuatkan amplitudonya di tingkan berikutnya R R C
(a) R trafo L
(b)
(c)
69
Penguat 2 tingkat susunan CE dengan CE dengan kopling RC Penguat tersebut menerima input berupa sinyal arus is yang mempunyai tahanan dalamRs
+ VCC RC2 C3
is Rs
R1
ib1
IE
is
RC1 ib2 C2
R3
R4
RE2 CE2
RL
iL
(a)
B1
C1
B2
ib2
C2
is
Rs R2
R1
RC1
R4
vo RL
RC2
iL
rb1 = Rs // R2 // R1
ro = RC2 // RL
Gambar 61. Penguat 2 tingkat CE dengan CE a) Rangkaian DC b) Rangk pengganti model h ideal Masing-masing besar hiE dapat ditentukan dengan cara mengacu gambar 51 a. Untuk hiE1 VB1 = R2 Vcc / (R2 + R1) VE1 = VB1 - VBE1 tegangan VBE untuk Si 0,7 V ; Ge = 0,3 V IE1 = VE1 / RE1 hiE1 = (26 mV hf E1) / IE1 Untuk hiE2 VB2 = R4 Vcc / (R4 + R3) VE2 = VB2 - VBE2 tegangan VBE untuk Si 0,7 V ; Ge = 0,3 V IE2 = VE2 / RE2 hiE2 = (26 mV hf E2) / IE2
70
Penguatan arus dapat dihitung sebagai berikut: Ai = iL / is = (iL / ib2) (ib2 / ib1) (ib1 / is) Masing-masing faktor dapat dihitung. iL= {RC2 / (RC2 +RL) }-hf E2ib2 ib2= {rb2 / (rb2 + hiE2)}-hf E1ib1 ib1= {rb1 / (rb1 + hiE1)} is Bila disubstutisikan (iL / ib2) = {RC2 / (RC2 +RL) }-hfE2 (ib2 / ib1) = {rb2 / (rb2 + hiE2)}-hf E1 (ib1 / is) = rb1 / (rb1 + hiE1) Maka Ai = iL / is = (iL / ib2) (ib2 / ib1) (ib1 / is )
Rc 2 Ai = h fE Rc + R L 2 rb2 rb + h iE 2 2 r ( hf E1 ) b1 r +r b1 b1
Pada penguatan 2 tingkan CE dengan CE bentuk gelombang output tidak terjadi beda phase terbukti hasil perkalian (-hf E1) (-hfE2) menghasilkan nilai positip. Bila mana beberapa penguat susunan CE mempunyai hfE yang sama disusun sampai jumlah n buah tingkat maka besar penguatan arus total adalah: Ai = (-hf E ) n bila n genap = tak terjadi beda phase Penguatan arus penguat cascade dapat dihitung juga dengan Ai = iL / is = (iL / ib2) (ib2 / is) atau Ai = Ai1 Ai2 Penguatan daya Ap = Ai Av = (Ai )2 ro/(rb1//hiE2 ) bila rb1//hiE1 = ri Ap = (Ai )2 (ro/ ri) Penguatan tegangan Av = Av1 Av2 = Ai (ro/ ri )
71
is vs IE Rs vi
R1
RC1 VBE1
RB2 C3 RE2
+ VCC
C1 VB1 R2
iL RL
(a) is vs
B1
Rs R2 VB1
C1
B2
R1
RB2
VB2
E2 hiE2
RE2
RL
C2
vo iL
rB1 = R2 // R1
Gambar 62. Penguat 2 tingkat CE dengan CC a) Rangkaian DC b) Rangk pengganti model h ideal Masing-masing besar hiE dapat ditentukan dengan cara mengacu gambar 55 a. Untuk mencari hiE1 VB1 = R2 Vcc / (R2 + R1) VE1 = VB1 VBE1tegangan VBEuntuk Si 0,7 V ; Ge = 0,3 V IE1 = VE1 / RE1 hiE1 = (26 mV hf E1) / IE1 Untuk menentukan hiE2 Vcc = IB2 RB2 + VBE2 + IE2 RE2
= ( IE2/ hf E2) RB2 + VBE2 + IE2 RE2 = IE2 {(RB2 / hf E2) + RE2 } + VBE2
72
Penguatan tegangan
Vo Av = vo / vS = V B2 V B 2 i b1 ib1 vS
vo = vB2 {ro /( ro + hiE2)} vB2 ={ RC1 // RB2 // (hiE2 + ro ) }(- hf E1 ib1)} ib1 = vb1 / hiE1 vb1 = ( ri / ri + Rs) vS untuk ri = (rB1// hiE1) vo = {ro /( ro + hiE2)} {RC1 // RB2 // (hiE2 + ro ) }(- hf E1 / hiE1 ) ( ri / ri + Rs) vS bila masing-masing dibagi dengan vS maka didapatnak penguatan tegangan sebesar
ro vo / vS = Av = r +h iE o h fE (Rc1 // b 2 // hiE 2 + ro ) h iE1 r1 r1 + rs
ii
R1
iE1=iB2
RE
CE
RL
(a)
73
B1 is
hiB1
C1 iB2
C2 iB2hfE2 RE
iL RL
Rb= R2// R1
(b) Gambar 63. Penguat Darlington a) Rangkaian DC b) rangkaian pengganti model h ideal Berdasarkan gambar 52 a. VCE2 = VCE1 + VBE = VCE1 +0,7 pada kondisi iC2 >> iC1 karena iC1 iB2 Vcc = VCE2 + RE {iC2 + (iC2 / hfE2 )} + iC2 RC VB1 = 1,4 + iC2 RE atau VB1 = R1Vcc/ R2+ R1 Rb = (R2// R1 ) VCE1 = VCE2 - VBE= VCE2 0,7 IC1 = IC2 / hfE2 Analisis penguatan arus diperoleh dengan merefleksikan rangkaian basis dari transistor pertama ke dalam rangkaian emitor dan rangkaian emitor dari transistor kedua kedalam rangkaian basis seperti terlihat pada gambar 56 b Besar penguatan arusnya adalah Ai = iL / ii = (iL / iB2 ) ( iB2 / ii ) iL = ( Rc / RC+RL) (- hfE2 iB2 ) iB2 = ii (Rb /{Rb +( hiB1+ hiE2)} Ai = iL / ii =
Masing-masing hiE dapat dicari IE2 = hfE2 IE1 atau hiE1 = hiB1 = 26 mV / IE1
hiE2 = hfE2 26 mV / IE2 26 mV / IE1 = hiB1
74
Gambar 56 MOSFET Kontak terminal Area Drain/Source Area Gate Substrate : Metal : n+ atau p+ : SiO2-polysilicon : p atau n (well)
Gambar 57. Kanal pada MOSFET tipe - n Karakteristik iD vs vDS untuk vDS kecil
75
Gambar 59. karakteristik Arus dan Tegangan Pinch Off Struktur Complementary MOSFET (dengan p-well)
76
Gambar 63 iD VS VGS vGS < Vt vGS Vt Triode Saturasi iD = 0 vDS < vGS -Vt vDS vGS -Vt Cutoff iD = K [2(vGS-Vt) vDS - vDS2] iD = K[vGS-Vt]2 iD 2K (vGS-Vt) vDS] rDS vDS/iD = [2K(vGS-Vt)]K = 1/2 n COX (W/L)
77
Gambar 64. Kurva Operasi MOSFET vDS vGS Vt Resistansi output vGS konstant ro [ ID ]-1 [ VAID ] iD = K[vGS-Vt]2 [1 + vDS]
-1
78
79
80
81
Gambar 75 Kondisi I-V J-FET trioda vDS vGS-VP ID = K [2(vGS-VP)vDS -vDS2] ID = IDSS [2(1-vGS/VP)(vDS/VP)-(vDS/VP)2] Saturasi 1/VA vDS>vGS-Vt ID = IDSS (1-vGS/VP)2 (1+ vDS)
82
Gambar 76. Analisis Penguat FET Untuk Input Yang Berbeda Analisis Aljabar Amplier FET Arus dan tegangan DC FET ID = K(VGS-Vt)2 VD = VDD RD ID Arus lengkap DC FET iD = K(vGS-Vt)2 = K(VGS+vgs-Vt)2 = K(VGS-Vt)2 + 2K(VGS-Vt)vgs +K vgs2 Bila vgs << (VGS-Vt), maka iD K(VGS-Vt)2 + 2K(VGS-Vt)vgs dan dengan iD = ID + id maka id = 2K(VGS-Vt)vgs dan transkonduktansi untuk sinyal kecilnya didapat: gm id/vgs = 2K(VGS-Vt) atau atau gm =n COX W/L (VGS-Vt) gm =( n COX W/L ID)1/2 vD = VD RD id vd = - RD id = - gm RD vgs vd/vgs = - gm RD
83
Gambar 77. Rangkaian Pengganti Sinyal Kecil FET Rangkaian Pengganti Sinyal Kecil FET
84
Daftar Pustaka
1. D Chattopadhyay , Sutanto, Dasar Elektronika, Penerbit Universitas Indonesia. 1989, Jakarta 2. John D Ryder Electronic Fundamental and Aplication Integrated ang discrete Symtem 1981, Prentice Hall, New Delhi. 3. Malvino, Transistor Circuit Approximations, 1981, Tata Mc Graw-Hill Newdelhi 4. Robert Boyslestad, Louis Nashelky Elexctronic Devices and Circuit Theory fifth edition, 1992, Prentice Hall International, Inc. New Jersey 5. Schilling and Belove Electronic Circuit Discrete and Integrated International Student Edition, 1993, Mc Graw-Hill Kogakusha
85